STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SINGKONG DI

Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 89

14. STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SINGKONG DI

KABUPATEN TRENGGALEK Development Stategies of Cassava Agribussines at Trenggalek Regency Triana Dewi Hapsari 1 , Alfian Futuhul Hadi 2 , Muhammad Hadi Makmur 3 , Anwar 4 1 PS Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Jember 2 Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Jember 3 Jurusan Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Jember 4 Jurusan Usaha Perjalanan Wisata, FISIP, Universitas Jember E-mail : tridewisari_ujyahoo.com ABSTRAK Kabupaten Trenggalek merupakan salah satu sentra produksi singkong di Jawa Timur. Di Kabupaten ini telah berkembang industri tapioka dan mocaf modified cassava flour, merupakan produk antara untuk bahan baku berbagai macam industri makanan dan bukan makanan. Mocaf merupakan produk substitusi impor untuk tepung terigu. Kondisi saat ini impor tepung tapioka dan terigu terus meningkat. Sehingga menjadi penting untuk merumuskan strategi pengembangan agribisnis singkong di Kebupaten Trenggalek. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitis, dengan mendasarkan pada data primer dan data sekunder dari pihak terkait, yaitu petani, pengusaha agroindustri, pedagang dan instansi pemerintah. Data ini kemudian dianalis dengan SWOT, kemudian disusun matrik kompetitif relatif, matrik internal eksternal dan matrik grand strategy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1 sistem agribisnis singkong di Kabupaten Trenggalek berada pada White Area, bidang kuat berpeluang, 2 sistem agribisnis singkong di Kabupaten Trenggalek berada pada daerah I pertumbuhan; dan 3 strategi pengembangan agribisnis singkong di Kabupaten Trenggalek adalah melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi singkong, penjaminan kualitas produk olahan singkong terutama tepung tapioka dan mocaf, serta penguatan peran pemerintah melaui kebijakan yang berpihak pada pengembangangan agribisnis singkong. Kata kunci : singkong, agribisnis, strategi ABSTRACT Trenggalek Regency is one of the centers of cassava production in East Java. In this Regency has the industry of mocaf modified cassava flour and tapioca been developing; products for the raw materials for a variety of food and non-food industries. Mocaf is an import substitution product for wheat flour. The current condition of imports of tapioca strach and wheat flour tends to increase, so it is important to formulate strategies of cassava agribusiness development in Trenggalek Regency. The method used was descriptive analysis, based on primary data and secondary data from related stakeholders, such as farmers, agro- industry entrepreneurs, sellers and government agencies. The data were then analyzed with SWOT, and then relative competitive matrix, external-internal matrix and grand strategy matrix were arranged. The results showed that: 1 the sistem of cassava agribusiness in Trenggalek Regency was in White Area a strong opportunity field, 2 the sistem of cassava agribusiness in Trenggalek Regency was in area I growth, and 3 the strategies of cassava agribusiness development in Trenggalek Regency are intensification and extensification of cassava, quality assurance of processed cassava products, particularly tapioca and mocaf starch, as well as strengthening the role of government through policies in favor of cassava agribusiness development. Keywords: cassava, agribusiness, strategies Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 90 PENDAHULUAN Kabupaten Trenggalek merupakan salah satu sentra produksi singkong di Jawa Timur. Berdasar data produksi, Kabupaten Trenggalek menempati urutan kedua di Jawa Timur. Pada periode 2007 s.d. 2012, rerata produksi singkong di Kabupaten Trenggalek 419.982,82 Ton, dengan rerata produktivitas 221,22 tonHa. Singkong segar merupakan komoditas yang mudah rusak, sehingga proses pengolahan sangat diperlukan. Berdasarkan data Dinas Koperasi Industri Perdagangan Pertambangan dan Energi tahun 2012 terdapat beragam agroindustri berbahan baku singkong di Kabupaten Trenggalek, seperti tepung tapioka, chip mocaf, dan berbagai makanan khas tiwul, gatot, kripik. Dua agroindustri strategis di Kabupaten ini adalah tepung tapioka dan mocaf modified cassava flour. Mocaf merupakan produk substitusi impor untuk tepung terigu. Kondisi saat ini impor tepung tapioka dan terigu terus meningkat. Pada periode tahun 2009 sampai 2011, impor tapioka mengalami peningkatan dengan rerata impor mencapai 299.659 Ton, sedangkan impor terigu terus meningkat dengan rerata 619.877,67 TonKementerian Pertanian, 2012 . Dalam bentuk pati asli native starch, tepung tapiokadapat diolah menjadi berbagai makanan ringan snack food modern, seperti aneka biskuitcrackers, juga bubur bayi instan, produk-produk olahan daging bakso, sosis, nugget, tepung bumbu, dan sebagainya. Tepung tapioka juga dapat dihidrolisis menjadi turunan-turunannya seperti dekstrin, maltodekstrin, sirup glukosa, high fructose syrup HFS, sorbitol, dan lain sebagainya, yang digunakan dalam pembuatanformulasi susu formula, bubur bayi instan, permen, jamjelly, minuman ringan, saus, dan sebagainya. Mocaf sebagai substitusi tepung terigu cukup prospektif untuk dikembangkan, tertutama untuk makanan yang 100 persen berbahan baku terigu seperti mi dan rerotian. Selain dari aspek penggunaan, harga jual mocaf yang relatif lebih murah dibandingkan tepung terigu. Pada harga singkong segar Rp 400- 800 per kg, harga impas mocaf berkisar antara Rp 2.870 – Rp 4.351 per kg. Harga tepung mocaf produksi Gemah Ripah Loh Jinawi Trenggalek sekitar Rp 5.000 per kg Duryatmo 2009 dalam Yulifianti dkk , 2012. Sistem agribisnis dari hulu hingga hilir yang telah terbentuk di Kabupaten Trenggalek merupakan hal yang menarik untuk dicermati agar agribisnis singkong ini berkembang. Untuk itu, tulisan ini akan mengkaji strategi pengembangan agribisnis singkong di Kabupaten Trenggalek. TINJAUAN PUSTAKA Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, progam tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya Chandler dalam Rangkuti, 2001. Terdapat tiga tipe strategi, yaitu : strategi manajemen, strategi investasi dan strategi bisnis. Analisis SWOT adalah suatu proses merinci keadaan lingkungan internal dan eksternal, guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan organisasi, ke dalam kategori strenght, weaknesses, opportunities, dan threats sebagai dasar untuk menentukan tujuan, sasaran dan strategi mencapainya, sehingga organisasi memiliki keunggulan meraih masa depan yang lebih baik Sianipar, 2003. Analisis SWOT dilakukan melalui dua tahapan, yaitu tahap pengumpulan data dan tahap analisis. Tahap pengumpulan data dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap usaha. Tahap analisis meliputi pembobotan dan pemberian rating, penyusunan matrik internal eksternal dan matrik SWOT. METODE PENELITIAN Daerah penelitian ditentukan secara sengaja purposive methode, yakni Kabupaten Trenggalek dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan salah satu sentra produksi singkong di Propinsi Jawa Timur. Pada periode tahun 2008 sampai dengan 2012, produksi singkong Kabupaten Trenggalek tertinggi kedua di Propinsi Jawa Timur. Di Kabupaten Trengalekk juga telah berkembang agroindustri berbahan baku singkong sebagai produk akhir kripik, tiwul instan, alen-alen mau pun produk antara tepung tapioca, tepung ketela, chip cassava, chip mocaf. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif dan analitis. Penelitian deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dan fenomena-fenomena kelompok atau individu dengan interpretasi yang tepat dalam Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 91 memecahkan suatu masalah. Penelitian analitis digunakan untuk menerapkan beberapa analisis yang berkaitan dengan penelitian dan menguji hipotesis-hipotesis, dengan cara menyusun data terlebih dahulu Nazir, 2009. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan para petani, pengusaha agroindustri, dan pihak-pihak terkait. Data sekunder diperoleh dari literatur maupun tulisan atau laporan dari instansi terkait BPS, Dinas Pertanian, Bappeda, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dll. Untuk menyusun strategi pengembangan sistem agribisnis singkong di Kabupaten Trenggalek dilakukan analisis SWOT. Sianipar 2003, menyebutkan bahwa analisis SWOT adalah suatu proses merinci keadaan lingkunga internal dan eksternal guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan organisasi ke dalam kategori strenght, weaknesses, opportunities, dan threats sebagai dasar untuk menentukan tujuan, sasaran dan strategi mencapainya. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang opportunities dan ancaman threats dengan faktor internal kekuatan strenght dan kelemahan weaknesses. Langkah identifikasi faktor internal dan eksternal pada sistem agribisnis singkong di Kabupaten Trenggalek kemudian dilanjutkan dengan melakukan pembobotan terhadap faktor-faktor yang ada, sehingga dapat dirumuskan strategi pengembangan yang cocok untuk sistem agribisnis singkong di Kabupaten Trenggalek . HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Faktor-Faktor Kekuatan S, Kelemahan W, Peluang O dan Ancaman T Terdapat 6 kekuatan yang diidentifikasi pada system agribisnis singkong di Kabupaten Trenggalek. Strength S S1 : Kesesuaian iklim. Musim hujan di Trenggalek berkisar antara bulan September s.d. April, sedangkan kemarau antara bulan Mei s.d. Agustus. Singkong ditanam pada awal musim hujan, antara Oktober s.d. Januari. S2 : Kesesuaian lahan. BPS 2013, menyebutkan bahwa Trenggalek bagian selatan, barat laut dan utara, memiliki lahan yang terdiri dari lapisan Mediteran yang bercampur dengan lapisan Grumosol dan Latosol, bersifat kurang subur karena tidak mampu menyerap air dengan baik. Pada kondisi lahan kritis kurang subur ini, hanya sedikit tanaman yang bisa tumbuh, salah satunya adalah singkong. S3 : Teknik budidaya sederhana. Teknik budidaya singkong relatif sederhana, tidak membutuhkan perawatan dan peralatan khusus. Bibitnya juga cukup diperoleh dari bagian batang tanaman yang telah dipanen. Tanaman singkong jarang terserang hama atau penyakit yang menyebabkan gagal panen. S4 : Penanaman singkong telah membudaya di masyarakat. Menanam singkong telah membudaya dalam kehidupan masyarakat Trenggalek, sehingga masyarakat merasa ada yang kurang jika tidak menanamnya. Walaupun telah terjadi pergeseran pola konsumsi, dari tiwul ke beras. S5 : Ketersediaan tenaga kerja cukup. Kebutuhan tenaga kerja di sektor hulu usahatani cukup dipenuhi oleh tenaga kerja dalam keluarga, atau dengan sistem gotong royong antar petani. Pada sektor hilir, usaha singkong masih berskala rumah tangga, sehingga kebutuhan tenaga kerja cukup dipenuhi oleh tenaga kerja sekitar tempat usaha dan para ibu rumah tangga yang bekerja borongan untuk mengupas singkong. S6 : Agroindustri berbahan baku singkong memiliki nilai tambah positif. Terdapat beragam agroindustri berbahan baku singkong, baik agroindustri makanan maupun penepungan, yaitu chip mocaf, tepung tapioka, tepung gaplek, gatot instan, tiwul instan, kripik singkong dan alen-alen. Agroindustri tapioka merupakan agroindustri sudah lama diusahakan sekitar 30 tahun lalu, sedangkan chip mocaf baru dikembangkan sejak tahun 2008. Berdasar data primer tahun 2013, nilai tambah tepung tapioka Rp 1248kg singkong dan chip mocaf Rp 934kg singkong. Weaknesess W Terdapat 5 kelemahan yang diidentifikasi pada system agribisnis singkong di Kabupaten Trenggalek. W1 : Produktivitas singkong rendah. Produktivitas singkong varietas local di Kabupaten Trenggalek pada periode 2008 s.d. 2009 sekitar 22,2 ton per Ha. Walau pun produktivitas relatif tinggi dibandingkan daerah Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 92 lainnya, tapi jika dibandingkan dengan produktivitas berbagai varietas unggul singkong masih rendah. Misalnya produktivitas ADIRA berkisar antara 25 s.d. 37,5 ton per Ha. W2 : Peran kelembagaan kurang optimal. Pada era 2007-2008, Kabupaten Trenggalek telah membentuk suatu desain kelembagaan untuk chip mocaf. Di mana desain kelembagaan ini telah mengintegrasikan sektor hulu dan hilir dan menaunginya dengan kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan agribisnis singkong. Akan tetapi peran kelembagaan mulai melemah menyebabkan cluster chip mocaf yang terbentuk mulai berkurang dari 60 menjadi 5 cluster. Untuk tapioka dan produk lainnya belum terdapat desain kelembagaan terintegratif sebagaimana chip mocaf. W3 : Bahan baku singkong tidak tersedia secara kontinyu. Umur singkong siap panen 8 bulan. Di Trenggalek, lokasi tanam singkong di lahan kritis yang minim unsur hara, sehingga umur panen rata-rata hampir satu tahun. Singkong juga ditanam serentak di seluruh wilayah, sehingga terjadi fluktuasi produksi yang cukup tajam, pada saat tidak ada singkong dan panen raya singkong. W4 : Belum terstandarisasi proses produksi dan produk olahannya. Produk olahan singkong utama di Kabupaten Trenggalek adalah tepung tapioka dan chip mocaf. Walau pun para pengusaha telah mendapat pelatihan dari pemerintah, tapi tidak pernah dilakukan pendampinga, sehingga seringkali proses produksi belum memenuhi standar ketentuan. Akibatnya produk olahannya juga tidak memenuhi standar. W5 : Pendapatan usahatani singkong relatif rendah, walau pun masih menguntungkan. Usahatani singkong masih menguntungkan. Berdasar data primer tahun 2013, nilai RC ratio per Ha lahan singkong sebesar 2,15. Akan tetapi pendapatan yang diterima dibanding usatani komoditas lainnya masih rendah. Salah satunya karena harga jual relatif lebih rendah, sehingga daya saing dalam kompetisi lahan, terutama pada lahan subur juga relatif rendah. Opportunities O Terdapat 4 peluang yang diidentifikasi pada system agribisnis singkong di Kabupaten Trenggalek. O1 : Potensi pasar tepung tapioka dan mocaf tinggi. Hasil dari olahan produk singkong berupa mocaf dan tepung tapioka memiliki potensi pemasaran hampir seluruh Indonesia . O2 : Trend permintaan singkong segar dan olahan meningkat. Trend konsumsi singkong dalam bentuk singkong segar dan singkong olahan mengalami peningkatan dalam periode tahun 2007 sampai 2012. Hal tersebut bisa dilihat dari data impor tapioka Indonesia yang terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu 5 tahun tersebut. Hal tersebut memberikan indikasi bahwa seharusnya kebutuhan tapioka yang dipenuhi dari pasokan dari negara lain bisa dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri salah satunya oleh hasil produksi dari Kabupaten Trenggalek. O3 : Konsumen antara singkong segar dan olahan banyak. Konsumen singkong yang ada di dalam maupun di luar di Kabupaten Trenggalek jumlahnya tetap bahkan cenderung meningkat. Banyak industri pangan maupun industri-industri besar lain yang menggunakan bahan dasar produknya dari hasil produksi singkong maupun tepung dari Kabupaten Trenggalek. O4 : Terdapat dukungan dari pihak diluar pemerintah daerah. Dukungan pihak luar terhadap komoditas singkong cenderung terjadi pada agroindustri-agroindustri pengolahan singkong. Sentra pengolahan tapioka pernah memperoleh berbagai bantuan dari lembaga pendidikan maupun dari pemerintah untuk kegiatan operasional nya. Pada pengolahan mocaf juga banyak mendapat dukungan dari pihak dalam maupun luar wilayah Kabupaten Trenggalek karena produk ini sangat potensial untuk mampu mencukupi kebutuhan masyarakat akan tepung. Threats T Terdapat 5 ancaman yang diidentifikasi pada system agribisnis singkong di Kabupaten Trenggalek. T1 : Terjadi anomali cuaca. Terjadinya isu global warming sudah tersebar sejak akhir tahun 1990 an. Pada kenyataan nya isu ini nampaknya telah terasa saat ini. Ketidak normalan perubahan musim dialami seluruh wilayah di bumi termasuk juga dialami oleh Kabupaten Trenggalek. Sumberdaya air banyak mengalami kerusakan sebagai akibat dari perubahan musim dan kerusakan lingkungan yang terdasi. Hal tersebut tentu mengakibatkan dampak negatif terhadap proses budidaya singkong yang mengakibatkan terjadinya penurunan produksi singkong di Kabupaten Trenggalek. T2 : Ketidakberpihakan Kebijakan Pemerintah Daerah terhadap Komoditas Singkong. Pemerintah daerah Kabupaten Trenggalek periode sebelum tahun 2011 menetapkan singkong sebagai komoditas unggulan Kabupaten Trenggalek. Sejak tahun 2011 sampai saat ini terjadi perubahan kebijakan karena Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 93 perubahan pemerintah daerah yang menjabat. Pemerintah di periode saat ini lebih memfokuskan komoditas hortikultura sebagai komoditas unggulan daerahnya,sehingga membuat kurangnya dukungan dan perhatian pemerintah terhadap komoditas singkong. T3 : Daya saing singkong dengan komoditas pangan lain lemah. Pengusahaan tanaman perkebunan seperti tanaman kayu yang marak akhir-akhir ini membuat banyak petani yang beralih atau tertarik untuk mengusahakan tanaman selain singkong. Ditingkat harga, singkong memiliki posisi yang kurang kompetitif dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya. Dengan kisaran harga antara Rp. 600 – Rp. 1000 per kg. Persaingan harga dan kebutuhan konsumen akan singkong dan komoditas lainnnya membuat singkong mengalami ancaman sehingga dibutuhkan inovasi dan peningkatan produksi singkong agar singkong mampu tetap bertahan diantara kompetisi yang terjasi ini. T4 : Kurang pengawasan dan pembinaan dari instansi terkait. Berbagai bentuk pelatihan dan bantuan terhadap budidaya maupun agroindustri singkong telah banyak diberikan terutama oleh dinas-dinas yang ada di Kabupaten Trenggalek seperti Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan dan Dinas Koperasi Industri Perdagangan Pertambangan dan Energi. Seluruh bentuk bantuan dan pelatihan yang diberikan terkait dengan komoditas singkong baik ditingkat usahatani maupun agroindustri tidak terlaksana secara maksimal dikarenakan tanpa dilakukan kegiatan pengawasan dan pendampingan setelah program yang diberikan berakhir. Akibatnya seluruh bentuk bantuan dan pelatihan tidak dapat memberikan manfaat yang maksimal kepada penerimanya karena mereka tidak didampingi dan diawasi secara terus menerus. T5 : Trend impor tapioka meningkat. Data Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun 2012 menjelaskan bahwa terjadi peningkatan impor tapioka dari kurun waktu 2002-2011. Adanya peningkatan impor tapioka memberikan ancaman terhadap produksi tapioka karena harga dan kualitas tapioka impor dan tapioka produksi lokal bersaing dipasaran. Berdasarkan penjabaran faktor-faktor internal dan eksternal dari sistem agribisnis singkong di Kabupaten Trenggalek, terdapat 6 kekuatan, 5 kelemahan, 4 peluang dan 5 ancaman. Dari seluruh faktor tersebut, dapat dibuat matrik faktor internal IFAS dan matrik faktor eksternal EFAS yang di dalamnya tercantum bobot dan rating penelitian. Berikut adalah matrik faktor internal IFAS dan matrik faktor internal EFAS: Tabel 1. Matrik Evaluasi Faktor Internal Sistem Agribisnis Singkong di Kabupaten Trenggalek No. Faktor – Faktor Internal Bobot Rating Nilai

1. Kekuatan: