Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
185
1. Bentuk Supply Chain I
Bentuk supply chain susu pasteurisasi dari produsen koperasi ke konsumen melalui perantara, dalam hal ini adalah agen yang bertempat di kota Makassar dan telah melakukan kontrak kerjasama dengan
Dinas Peternakan Kabupaten Sinjai. Sistem pemasaran susin pada supply chain I yaitu produsen membawakan susin ke agen untuk membantu proses penjualan dan selanjutnya agen akan menjual ke
konsumen akhir. Adapun bentuk supply chain I dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 1. Bentuk Supply Chain I
Gambar 1 menunjukkan bahwa produsen koperasi dalam memasarkan susin ke konsumen menggunakan perantara dalam hal ini adalah agen dan agen langsung memasarkan susin ke konsumen. Hal
ini sesuai dengan pendapat Sinaga 2002 yang menyatakan secara umum bahwa secara umum terdapat dua kombinasi tingkat saluran pemasaran langsung yaitu saluran pemasaran yang tidak mempunyai tingkat
perantara dan saluran pemasaran tidak langsung yaitu saluran yang terdiri dari satu tingkat pemasaran atau lebih.
Pada bentuk supply chain I, wilayah domisili dari agen ini adalah kota Makassar. Jumlah susin yang diberikan produsen ke agen tiap dua kali seminggu berkisar 800 cup. Produsen memberikan harga pada
agen berkisar 1500cup tetapi pembayarannya setelah susin tersebut laku dan agen memasarkan susin ke konsumen dengan harga Rp. 2000cup.
Pada bentuk supply chain I, produsen pada umumnya melakukan fungsi-fungsi pemasaran antara lain fungsi penjualan yaitu produsen menyalurkan susin ke agen, kemudian fungsi penyimpanan dimana
agen melakukan proses penyimpanan susin hingga susin tersebut laku. Selain itu ada pula fungsi pengangkutan yaitu agen menjual susin dengan menggunakan sepeda dan tiap minggunya agen biasa
menjual susin dan mempromosikan susin kepada masyarakat di sekitar pantai dimana alat angkut yang dipakai berupa sepeda, becak motor dan mobil, dan pada penjualan ini agen biasanya menggunakan jasa
Sales Promotion Girl SPG agar pengunjung dapat lebih tertarik untuk membeli susin. 2. Bentuk Supply Chain II
Pada bentuk supply chain II dimana agen membawakan susin ke pengecer kemudian ke konsumen akhir. Adapun bentuknya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Bentuk Supply Chain II
Gambar 2 menunjukkan bahwa bentuk supply chain II susin melalui perantara yaitu pengecer dimana agen memberikan harga kepada pengecer berkisar Rp. 1800cup kemudian pengecer menjualnya
dengan harga Rp.2000cup, dan jumlah susin yang laku setiap harinya berkisar 15 cuphari. Adapun jumlah susin yang laku setiap harinya berkisar antara 10-20 cuphari.
Pada bentuk supply chain ini digunakan fungsi pengangkutan dimana produsen mengangkut susin untuk dibawa ke agen dan agen juga mengangkut susin ke pengecer, selain itu digunakan fungsi penjualan
dimana pengecer melakukan penjualan susin ke konsumen akhir dan digunakan pula fungsi penyimpanan dimana agen melakukan penyimpanan susin yang tidak laku di freezer agar cepat laku.Adapun margin
pemasaran yang diperoleh dari kedua bentuk supply chain dapat dilihat pada Tabel 1.
Produsen Agen
Konsumen
Produsen Agen
Pengecer Konsumen
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
186
Tabel 1. Margin dan Supply Chain Susin pada Koperasi Sintari Kabupaten Sinjai. Bentuk
Supply Chain
Lembaga Pemasaran
Harga Jual
Rpcup Harga
Beli Rpcup
Margin Rpcup
I Produsen
1.500 1.300
200 Agen
2.000 1.500
500 Total
II Produsen
1.500 1.300
200 Agen
1.733,33 1.500
233,33 Pengecer
2.00 1733,3
266,7 Total
566,7
Sumber : Data primer yang Telah Diolah, 2011.
Tabel 1 menunjukkan bahwa untuk supply chain yang memiliki margin tertinggi adalah agen pada bentuk pertama I yaitu sebesar Rp. 500cup, sedangkan supply chain yang memiliki margin terkecil yaitu
pengecer pada bentuk II sebesar Rp 266,7cup. Tingginya margin yang diperoleh bentuk supply chain I disebabkan karena harga jual susin yang cukup tinggi sedangkan harga beli rendah, sebaliknya kecilnya
margin yang diperoleh pengecer 1 pada bentuk supply chain II karena harga jualnya cukup rendah sedangkan harga belinya cukup tinggi. Besarnya margin keuntungan pada supply chain I menunjukkan
bahwa proporsi harga yang diterima oleh agen dari produsen. Semakin besar proporsi harga yang diterima oleh agen berarti memiliki bargaining position yang menguntungkan demikian pula sebaliknya.
Bentuk supply chain yang memperoleh margin tertinggi adalah bentuk II sebesar Rp. 566,7cup, sedangkan supply chain yang memiliki margin terkecil adalah bentuk I sebesar Rp. 500cup. Dari data
tersebut dapat diketahui bahwa margin antara tiap bentuk supply chain tidak terlalu berbeda, ini dikarenakan margin yang diperoleh tiap lembaga pemasaran hampir sama.
Sementara biaya yang dikeluarkan oleh produsen dalam mengolah dan memasarkan susin dalam hal ini oleh koperasi serta biaya yang dikeluarkan oleh tiap-tiap lembaga pemasaran cukup bervariasi. biaya yang
dikeluarkan pada setiap lembaga pemasaran berbeda-beda. Lembaga pemasaran yang memiliki biaya pemasaran tertinggi adalah agen pada supply chain II yaitu Rp. 928,46cup, hal ini disebabkan karena agen
mengantarkan langsung susin kepada pengecer untuk dijual sehingga biaya transportasinya juga cukup tinggi, sedangkan lembaga pemasaran yang memiliki biaya pemasaran terendah yaitu pengecer pada bentuk
II yaitu Rp. 31,25cup karena pengecer tidak mengeluarkan biaya transportasi dan biaya pemasaran lainnya, sehingga biaya yang dikeluarkan juga sedikit. Jadi bentuk supply chain yang memiliki biaya tertinggi adalah
bentuk supply chain II yaitu Rp. 1.553,45cup, hal ini disebabkan karena lembaga pemasaran yang terlibat didalamnya cukup banyak , sedangkan yang memiliki biaya terendah adalah bentuk I sebesar Rp.1.169,3cup
karena lembaga pemasaran yang terlibat juga lebih sedikit.
Adapun jenis-jenis biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pelaku supply chain yaitu :
a. Biaya Transportasi
Transportasi yaitu pengangkutan susin dari satu pelaku supply chain ke pelaku yang lain sampai ke konsumen. Pada bentuk supply chain I setiap pelaku mengeluarkan biaya transportasi untuk memasarkan
susin, tetapi pada bentuk II ada pelaku supply chain yang tidak mengeluarkan biaya transportasi, hal ini disebabkan karena agen yang langsung mengantarkan susin sehingga pengecer hanya menjual susin
tersebut. Pada bentuk supply chain I produsen mengangkut susin dengan menggunakan mobil box, sedangkan agen menggunakan sepeda, dan biasanya juga menggunakan mobil. Untuk bentuk supply chain
II agen menggunakan mobil untuk mengangkut susin ke pengecer. b. Biaya Tenaga Kerja
Pada bentuk supply chain I, produsen mengeluarkan biaya tenaga kerja sebesar Rp. 46,87cup dan agen mengeluarkan biaya tenaga kerja Rp. 509,09cup. Pada bentuk II agen tidak mengeluarkan biaya
tenaga kerja karena tidak menggunakan jasa karyawan dalam proses pengangkutan susin ke pengecer, demikian pula halnya pengecer tidak mengeluarkan biaya tenaga kerja karena pengecer yang langsung
menjalankan usahanya.
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
187
c. Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan selama menahan barang-barang tertentu selama jangka waktu antara di hasilkan atau diterima sampai dengan dijual. Pada bentuk supply chain I, produsen
dan agen mengeluarkan biaya penyimpanan karena produsen dan agen sama-sama menggunakan freezer untuk menyimpan susin agar susin tidak cepat rusak. Demikian pula halnya pada bentuk supply chain II,
tetapi untuk pengecer hanya menggunakan cool box yang kecil untuk menyimpan susin. d. Biaya Pengemasan
Biaya pengemasan adalah biaya yang dikeluarkan pada saat pengemasan susin. Untuk biaya pengemasan hanya dilakukan oleh agen pada bentuk supply chain I sebesar Rp.60cup hal ini disebabkan
karena biasanya konsumen ada yang membeli susin lebih dari 2 cup sehingga membutuhkan alat untuk mengemas susin. Dengan mengetahui bentuk supply chain, biaya pemasaran dan harga jualnya maka dapat
diketahui efisiensi pemasaran susin tersebut, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Efisiensi Pemasaran Susin pada Koperasi Sintari Kabupaten Sinjai.
Bentuk Supply Chain
Biaya PemasaranRpcup
Harga Jual
Rpcup Efisiensi
Pemasaran
I 1.169,3
2.000 58,5
II 1.553,45
2.000 77,7
Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2010. Tabel 2 menunjukkan pada bentuk supply chain I memiliki efisiensi pemasaran sebesar 58,5 atau
0,58 dan bentuk supply chain II sebesar 77,7 atau 0,77. Dengan demikian dapat diketahui bahwa masing- masing saluran dapat dikatakan tidak efisien karena mengeluarkan biaya pemasaran yang cukup tinggi
sedangkan harga jual susin yang cukup rendah. Hasil ini sesuai dengan penelitian Iskandar et al 1993
bahwa biaya pemasaran yang harus di tanggung oleh masing-masing lembaga pemasaran berbeda. Supply Chain Dangke
Dangke adalah makanan khas dari Kabupaten Enrekang yang kaya akan gizi dan bebas dari pengawet. Bahan utamanya murni dari susu sapi segar. Harga perbijinya berkisar antara Rp.10.000-
Rp.17.000. Sebelum menjadi dangke, susu segar tadi harus dimasak dalam waktu yang cukup lama sehingga susu tersebut menggumpal untuk kemudian dibentuk menjadi dangke.
1. Bentuk Supply Chain Dangke I