ANALISIS KEUNTUNGAN AGRIBISNIS JAGAL SAPI

Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 159

23. ANALISIS KEUNTUNGAN AGRIBISNIS JAGAL SAPI

BERDASARKAN SISTEM PENGADAAN DAN PENJUALAN Profit Analysis Of Cattle-Slaughtering Business Based On Cattle Procurement And Meat Sales System Hastang 1, R. Mappangaja 2 , R. Darma 2 , I. Sudirman 3 , S.N. Sirajuddin 1 Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, UNHAS. Jl. Perintis Kemerdekaan, Tamalanrea KM.10. Makassar. 90245. email: hastang_uhyahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keuntungan agribisnis jagal sapi berdasarkan sistem pengadaan sapi potong dan sistem penjualan daging. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juni 2013 di Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan PD RPH Makassar. Jenis penelitian ini adalah studi kasus, dengan pemilihan case berupa case tidak normal Wirartha, 2006 pengusaha jagal yang melakukan pemotongan secara rutin yaitu minimal 15 hari dalam sebulan. Jumlah populasi adalah sekitar 30 orang dan sampel adalah 10 orang. Data dikumpulkan melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan menggunakan questioner. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan statistik sederhana. Perhitungan keuntungan menggunakan rumus ∏ = TR – TC. Hasil yang diperoleh menunjukkan jagal yang memperoleh keuntungan tertinggi adalah menerapkan sistem penjualan daging yang dikelompokkandi grading Rp 393.855 ekor atau Rp 6.902 kg, kemudian jagal yang melakukan pengadaan sapi melalui kerjasama dengan pedagang pengumpul antarpulau dengan sistem penjualan daging yang tidak dikelompokkan Rp 372.704 ekor atau Rp 3.929kg, jagal yang melakukan pembelian sapi di lokasi RPH dengan sistem penjualan daging yang tidak dikelompokkan Rp 217.744ekor atau Rp 2.693kg, jagal yang melakukan pembelian sapi berdasarkan timbangan daging setelah dipotong dan menerapkan sistem penjualan daging yang tidak dikelompokkan Rp 262.323ekor atau Rp 2.644kg, keuntungan terendah adalah jagal yang melakukan pembelian sapi di daerah dengan sistem penjualan daging yang tidak dikelompokkan Rp 166.555ekor atau Rp 2.072kg. Kata Kunci: Keuntungan, agribisnis jagal sapi, sistem pengadaan, sistem penjualan ABSTRACT The aim of study is to determine the profits of beef slaughter bussiness based on procurement in slaughterhouse and meat sales system. This study was conducted from April to June 2013 in the Makassar Regional Slaughterhouse PD. RPH. The type of research was case study with the selection of case was not in a normal case Wirartha, 2006. The sampels were selected from butchers group who work regularly ie. at least 15 days a month. Ten butchers were selected as sampels from about 30 total butchers population in slaughterhouse. Data were collected through direct observation and interview using a questionnaire. Data were analysis by descriptive and simple statistical analysis. The profits were calculated by using the formula Π = TR - TC. The results showed that the butchers with the highest profit who sold their meat with grading systems Rp. 393.855 head or Rp 6.902 kg, then butcher who procure through cooperation with inter- island traders and sold their meat with no grading systems Rp. 372.704 head or Rp 3.929kg, butchers who purchases at slaughterhouses without grading system Rp. 217.744head or Rp 2.693kg, then butchers who purchases based on carcass weight after slaughters without grading systems Rp. 258.752head or Rp 2.608kg. The lowest profit were gain by butchers group who purchased their cattle from interland area and sold meat without grading systems Rp. 166.555head or Rp 2.072kg . Key word: Profit, Cattle-Slaughtering Business, Procurement System, Sales System Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 160 PENDAHULUAN Daging sapi merupakan salah satu produk peternakan yang memiliki peranan yang sangat penting, baik dari segi ekonomi maupun dari segi pemenuhan gizi masyarakat. Namun akhir-akhir ini marak dibicarakan tentang tingginya harga daging sapi. Harga daging sapi lokal lebih tinggi dibanding harga daging sapi di negara-negara lain, misalnya harga daging sapi Singapura Rp 45.000kg, Malaysia Rp 50.000 kg 0,43 USD, Tailand antara Rp 40.000 – Rp 50.000kg sedangkan di Indonesia sekitar Rp 90.000kg Anonim, 2013 dan di Makassar sekitar Rp 70.000 - 80.000kg. Tingginya harga daging sapi dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah besarnya biaya, margin dan keuntungan di tingkat lembaga tataniaga yang terlibat dalam rantai tataniaga. Menurut Prastowo, dkk 2008, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi harga eceran komoditas adalah besarnya margin keuntungan yang ditetapkan oleh setiap mata rantai distribusi. Salah satu lembaga yang merupakan mata rantai distribusi daging sapi adalah jagal. Sebagian besar Jagal di Kota Makassar, melakukan kegiatan pemotongan sapi di PD RPH Makassar. Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan PD. RPH Makassar adalah badan usaha milik daerah yang bergerak di bidang pengelolaan rumah potong hewan serta jasa dan niaga yang berkaitan dengan hasil pemotongan hewan Anonim, 2010. Namun saat ini fungsi PD. RPH Makassar masih sebatas penyediaan jasa tempat pemotongan hewan. Jagal yang beraktifitas disini, merupakan penyangga utama pasokan daging sapi lokal di kota Makassar, rata-rata jumlah pemotongan sapi 57 ekorhari sekitar 5 ton daging sapihari yang terdiri dari 40 sapi jantan dan 60 sapi betina Data Sekunder PD RPH Makassar, 2013. Oleh karena itu besarnya biaya dan keuntungan jagal di lokasi ini sangat menentukan harga daging di tingkat eceran. Selain itu, penentuan harga beli sapi oleh jagal sebagian besar berdasarkan taksiran berat daging yang sarak dengan spekulasi. Menurut Abidin 2002, kriteria penaksiran harga pada umumnya berdasarkan umur, bobot badan serta karkas setelah sapi dipotong. Oleh karena itu jagal harus memiliki kemampuan untuk menaksir berat daging sapi hidup, agar bisa memperoleh keuntungan. Salah taksir dapat menyebabkan kerugian atau keuntungan bagi jagal. Hasil survei awal ke jagal , bahwa salah taksir dapat mencapai sekitar 5 kgekor, krena kondisi fisik sapi yang sama, belum tentu menghasilkan berat daging yang persis sama. Untuk memenuhi kebutuhan sapi potong, dan untuk meningkatkan keuntungan, para Jagal menerapkan beberapa sistem dalam pengadaan sapi dan penjualan daging. Berdasarkan keadaan tersebut, maka peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian tentang keuntungan usaha jagal berdasarkan sistem pengadaan sapi potong dan penjualan daging di PD RPH Makassar. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi jagal terkait dengan keuntungan dan sistem yang diterapkan serta upaya mengatasinya. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Makassar. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Studi Kasus, dengan pemilihan case berupa case tidak normal Wirartha, 2006 yaitu dipilih jagal yang melakukan pemotongan secara rutin yaitu minmal 15 hari dalam sebulan. Dengan pertimbangan bahwa jagal inilah yang merupakan pemasok utama daging sapi yang bersumber dari PD RPH Makassar. Jumlah populasi jagal sekitar 30 orang, namun yang rutin melakukan pemotongan hanya sekitar 13 orang. Dari 13 orang ini diambil sampel secara acak 10 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pengamatan lansung terhadap aktifitas yang dilakukan jagal mulai dari pengadaan sapi di RPH, proses pemotongan, sampai daging siap dipasarkan dan wawancara dengan menggunakan seperangkat questioner yang sudah dipersiapkan, meliputi identitas responden, kegiatan yang dilakukan, biaya-biaya yang dikeluarkan, komponen-komponen produk, harga masing-masing produk, komponen-komponen investasi, harga dan usia ekonomisnya. Untuk perhitungan keuntungan, diambil sampel sapi dari berbagai sistem yang diterapkan jagal dalam usahanya. Total sampel sapi yang diambil sebanyak 190 ekor. Data sekunder diperoleh dari PD. RPH Makassar. Data-data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan statstik sederhana serta analisa deskriptif. Perhitungan keuntungan menggunakan rumus: ∏ = TR – TC Soekartawi, 2003, dimana ∏ adalah keuntungan bersih Rpekor, TR adalah Total penerimaan Rpekor dan TC adalah total biaya Rpekor. TR dalam penelitian ini merupakan nilai penjualan daging dan hasil ikutannya, TC adalah total biaya yang dikeluarkan mulai dari proses pengadaan sapi sampai daging siap dipasarkan yang terdiri dari biaya tetap Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 161 dan biaya variable. Dari hasil perhitungan ini akan dianalisis secara deskriptif untuk melihat keterkaitan antara sistem-sistem yang diterapkan mulai dari pengadaan sapi sampai penjualan daging dikaitkan dengan biaya dan keuntungan. HASIL DAN PEMBAHASAN Biaya, Penerimaan Dan Keuntungan Jagal Di PD RPH Makassar. Keuntungan usaha merupakan komponen utama agar perusahan tetap berlanjut sustainable. Untuk menganalisis keuntungan usaha jagal, maka terlebih dahulu harus diketahui komponen-komponen pembentuk keuntungan yaitu biaya-biaya dan penerimaan. Biaya ,Dalam menghasilkan produk tidak dapat terlepas dari masalah biaya produksi, yaitu biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh produsen untuk memperoleh dan memakai input-input produksi Mappangaja, 2012. Menurut Nasehatun 1999, biaya merupakan barang dan jasa atau aktiva yang dikorbankan dalam perusahaan untuk menghasilkan pendapatan dalam suatu periode akuntansi. Menurut Siagian 1999, biaya adalah beban pembayaran untuk melakukan pelayanan, misalnya bahan, upah, asuransi, bahan kebutuhan, transportasi, depresiasi, pajak, pengadaan dan promosi penjualan. Biaya terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam jumlah kesatuan barang yang diproduksi atau dijual. Biaya variable adalah biaya langsung yang dapat berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam jumlah kesatuan barang yang diproduksi atau dijual Winardi, 1993. Biaya tetap total BTT adalah total biaya untuk input produksi tetap. Biaya variabel total BVT adalah jumlah biaya untuk unsur produksi variabel. Dalam suatu proses produksi, biaya total BT merupakan penjumlahan antara biaya tetap total dan biaya variabel total Mappangaja, 2012;. Biaya yang dikeluarkan oleh jagal yang beroperasi pada PD RPH Makassar, bervariasi tergantung pada sistem pengadaan sapi potong Tabel 1. Komponen utama biaya pada usaha jagal sapi di RPH Makassar adalah harga beli sapi potong dan Biaya proses pengadaan sapi sampai menjadi daging. 1. Harga Beli Sapi Jagal sapi menerapkan dua sistem penetapan harga beli sapi, yaitu Harga beli sapi berdasarkan berat daging setelah dipotong dan harga beli sapi berdasarkan taksiran berat daging sapi hidup. Harga beli sapi berdasarkan berat daging setelah dipotong yaitu sapi-sapi yang dibawa oleh pedagang sapi terutama pemasok tetap dari jagal tersebut atau pedagang sapi lain yang setuju dengan sistem tersebut akan dilakukan pemotongan sapi secara langsung kemudian hasilnya berupa daging dan hati ditimbang dan dikalikan dengan harga beli daging yang ditetapkan jagal Rp 71.000 kg lebih tinggi dibanding harga jual daging ke pedagang daging Rp 68.000 kg atau selisih Rp 3.000 kg. Harga beli sapi per ekor berdasarkan taksiran berat daging sapi hidup bervariasi karena, perbedaan berat daging dan perbedaan harga per kilogram berdasarkan sistem pembelian. Untuk mengatasi masalah perbedaan berat daging per ekor sapi, maka dihitung harga sapi per kilogram daging yang dihasilkan. Sistem ini juga terjadi di RPH Makassar, bahwa untuk menentukan harga sapi hidup, diperoleh dari taksiran berat daging di kali harga tertentu yang ditetapkan jagal Rp 71000 – Rp 72 000 kg. Sistem taksiran ini yang kadang menyebabkan jagal untung besar atau rugi besar, kalau taksiran meleset dari produksi daging setelah dipotong. Dari Tabel 1. terlihat bahwa harga beli sapi berdasarkan rata-rata per kilogram daging, tertinggi pada pembelian sapi di lokasi RPH Makassar Rp 71.156,91kg, dan terendah pada pembelian melalui kerjasama dengan pedagang pengumpul di NTT dan NTB Rp 64.641,54kg. Hal tersebut terjadi karena harga sapi yang dibeli di lokasi RPH Makassar sudah termasuk biaya pengadaan sapi dari daerah sumber sapi sampai ke Makassar. Harga sapi yang masuk melalui kerjasama dengan pedagang pemgumpul antar pulau, hanya menyampaikan harga kolektif total nilai sapi yang dikirim ke jagal dan sudah termasuk biaya-biaya yang dikeluarkan sampai sapi tiba di pelabuhan Jeneponto, tetapi belum termasuk keuntungan dari pedagang pengumpul dan biaya setelah turun dari kapal sampai sapi tiba di Makassar.Biaya dari pelabuhan Jeneponto sampai ke Makassar ditanggung oleh jagal dan keuntungan dari hasil penjualan daging akan dibagi dua antara jagal dan pedagang pengumpul antar pulau. 2. Biaya proses pengadaan sapi sampai menjadi daging. Biaya proses pengadaan sapi sampai menjadi daging meliputi semua biaya yang dikeluarkan mulai dari pengadaan sapi selain harga beli sapi sampai pasca penjualan daging. Biaya proses pengadaan sapi sampai menjadi daging dan pasca penjualan terdiri dari: biaya pengadaan ternak Biaya telepon, biaya Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 162 pelayanan pemasok tetap bagi jagal yang melakukan, biaya transportasi ternak bagi yang melakukan pembelian sapi di luar RPH, biaya komisi untuk peluncur orang yang membantu pedagang untuk mendapatkan sapi yang mau dijual tetapi tidak memutuskan harga sapi, biaya adminstrasi dan pemeriksaan sapi bagi yang melakukan pembelian sapi secara langsung ke daerah, biaya pemotongan ternak biaya tenaga kerja dan sewa jasa tempat pemotongan PD. RPH Makassar, biaya pemasaran pasca penjualan daging biaya kemasankantong plastik, biaya penagihan. Komponen biaya tetap adalah penyusutan peralatan pisau, batu asa dan mobil pribadi untuk angkutan sapi bagi yang membeli di daerah. Tabel 1. Rata-Rata Produksi Daging, Biaya Variabel, Biaya Tetap, Dan Biaya Total Berdasarkan Sistem Pembelian Dan Penjualan No Uraian Rata- rata Produks i Daging Biaya Variabel Biaya Tetap Biaya Total Rata-rata Harga beli sapi Biaya proses pengadaan sapi – penjualan daging Biaya Variabel Total Rp Rp Rp Rp Rp 1 Harga Beli Sapi Berdasarkan Berat Daging setalah dipotong; Penjualan Daging Di grading Rata-rata ekor 57,07 4.051.733 152.254 4.203.988 76,92 4.204.06 5 Rata-rata kg daging 1,00 71 2.668 73.668 1,35 73.669 2 Harga Beli Sapi Berdasarkan Berat Daging setelah dipotong; Penjualan Daging Tidak Di grading Rata-rata ekor 99,20 7.043.200 153.771 7.196.971 76,92 7.197.04 8 Rata-rata kg daging 1,00 71 1.55 72.55 0,78 72.551 3 Harga Beli Sapi Berdasarkan Taksiran; lokasi pembelian di daerah; Penjualan Daging Tidak Di grading Rata-rataekor 80,40 5.653.333 321.561 5.974.894 7.018 5.981.91 2 Rata-rata kg daging 1,00 70.315 4000 74.315 87,29 74.402 4 Harga Beli Sapi Kolektif; Kerjasama dengan pedagang pengumpul antar pulau; penjualan daging tidak di grading Rata-rata ekor 94.85 6.131.250 278.884 6.410.134 108,13 6.410.24 2 Rata-rata kg daging 1 64.642 2.94 67.582 1,14 67.583 Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 163 5 Harga Beli Sapi Berdasarkan Taksiran; Pembelian di lokasi PD. RPH Makassar; Penjualan Daging tidak degrading Rata-rataekor 80.87 5.754.426 156.581 5.911.007 132.09 5.911.139 Rata-rata kg daging 1 71.157 1.936 73.093 1.63 73.095 Sumber: Data Primer setelah diolah, 2013 Dari Tabel 1. Dapat dilihat, bahwa jagal yang mengeluarkan Biaya proses pengadaan sapi sampai menjadi daging terbesar adalah yang melakukan pembelian sapi ke daerah secara lansung Rp 4000 kg daging. Biaya yang dikeluarkan meliputi biaya komisi untuk peluncur rata-rata Rp 75.000,- ekor, biaya transportasi ternak Rp 50.000 ekor, biaya adminstrasi ternak di daerah Rp 55.000 ekor sedangkan biaya- biaya lainnya hampir sama dengan semua jagal di PD RPH Makassar. Biaya proses pengadaan sapi sampai menjadi daging terbesar ke dua adalah jagal yang melakukan pembelian melalui kerjasama dengan pedagang pengumpul antar pulau, karena menanggung biaya transportasi dari pelabuhan jeneponto ke Makassar Rp 2.940 kg daging. Komponen Biaya proses yang besar adalah biaya tenaga kerja sekitar Rp 100.000 – Rp 175.000 ekor dan sewa jasa RPH termasuk semua fasilitas yang dibutuhkan dalam pemotongan sapi, kecuali pisau dan batu asa adalah Rp 32.000ekor. 3. Biaya tetap Komponen biaya tetap yang ditanggung jagal sangat kecil karena hanya berupa penyusutan peralatan pisau dan batu asah. Besar kecilnya biaya ini tergantung harga beli pisau Rp 25.000 – Rp 500.000 unit dan usia ekonomis dari 2 tahun sampai 7 tahun. Semua sarana dan prasarana lain yang dibutuhkan dalam pemotongan sapi disiapkan oleh PD RPH Makassar dan jagal hanya membayar sewa jasa tempat pemotongan dan semua fasilitas yang ada di areal PD RPH Makassar. Penerimaan Nilai Penjualan Daging Dan Hasil Ikutannya Penerimaan revenue adalah perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga jual Soekartawi, 2003. Komponen penerimaan jagal berbeda menurut sistem penjualan daging. Penerimaan jagal dengan metode penjualan daging yang di grading diperoleh dari hasil produksi daging dan semua hasil ikutannya berupa kulit, tulang paha sampai kaki, daging kepala, tetelan, jeroan, babat, tulang kepala berisis otak dan lidah dan tulang konro tulang leher, tulang belakang, rusuk sampai ekor dikali harganya masing-masing; Sedangkan Penerimaan jagal dengan sistem penjualan daging yang tidak digrading diperoleh dari hasil produksi daging dan sebagian hasil ikutannya kulit, tulang paha sampai kaki, daging kepala, tetelan dan sebagian jeroan dikali harganya masing-masing. Yang termasuk kategori daging oleh jagal adalah semua daging setelah dilepas dari tulang ditambah hati. Kedua komponen ini digabung dalam penimbangan untuk perhitungan penerimaan daging yang tidak digrading. Sedangkan untuk daging yang digrading yaitu daging digredingdikelompokkan menjadi tiga yaitu: kelompok daging paha terdiri dari daging: paha belakang shanksengkelbetis, insidedaging kelapaknuckle, silversidependasar gandik, rumptanjung, topsideround penutup, sirloinhas luar, tenderloinhas dalamfillet, paha depan chuck dan shank sengkel. kelompok daging patompo terdiri dari daging: bladepunuk dan cuberoll lamusir. kelompok daging tipis terdiri dari daging: flank, rib meat, brisket dan hati. Pengelompokan daging tersebut berbeda dengan SNI yang mengklasifikasikan daging menurut golongankelas I, II, III. Kelompok daging kelas I terdiri dari Cuberolllamusir, sirloinhas luar dan tenderloinFillethas dalam; Kelompok daging kelas II terdiri dari Insidedaging kelapa Knuckle, Silversidependasar, Rump Tanjung, Topside Penutup, kijen chuck tender, sampil besarchuck dan sampil kecil blade; Kelompok daging kelas III terdiri dari Blade, Flank, Rib Meatdaging iga, Brisket sandung lamur Anonim, 2008. Harga daging yang digrading adalah: gradekelompok daging paha Rp 67.000kg, daging patompo Rp Rp 60.000 kg dan daging tipis Rp 53.000 kg. Porsi masing-masing kelompok daging ini berbeda dalam satu ekor sapi, sehingga didapatkan harga rata-rata daging sapi yang di grading Rp 62.853.97kg; sedangkan harga penjualan daging yang tidak di grading pada tingkat jagal Rp 68.000 – Rp 69.000 kg, Harga kulit Rp 8000 – Rp 10.000 kg; harga tetelan + daging kepala + sebagian jerohan ditimbang gabung bervariasi antara Rp 28.000 - Rp 37.000kg; harga tulan paha sampai kaki Rp 110.000 – Rp Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 164 130.000ekor; harga bagian-bagian yang dipisahkan: tetelan lemak tanpa daging = Rp 20.000kg; Daging kepala kalakasa daging pipi, bibir, telinga, hidung Rp 40.000kg , harga usus halus dan paru-paru Rp 37.000kg. Rata-rata penerimaan usaha jagal menurut sistem pembelian dan penjualan dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dilihat, bahwa sistem penjualan daging yang digradingdikelompokkan memperoleh total penerimaan terbesar per kilogram daging dan hasil ikutannya yaitu Rp 80.571kg. Meskipun jika hanya dilihat dari nilai penerimaan daging saja untuk daging yang di grading lebih rendah, karena harga rata-rata daging yang di grading hanya Rp 62.854 kg, lebih rendah dibanding harga daging yang tidak di grading Rp 68.000 kg. Harga daging yang rendah ini ditutupi dari penerimaan hasil ikutan daging yang lebih besar. Rata-rata penerimaan hasil ikutan daging yang tidak di grading Rp 710.200ekor atau Rp 7.159 kg daging, sedangkan hasil ikutan daging yang di grading sebesar Rp 1.011.053 ekor atau Rp 17.717 kg daging. Tabel 2. Rata-rata Penerimaan, Total Biaya dan Keuntungan Jagal berdasarkan Sistem pembelian dan penjualan daging Sapi No. Uraian Rata-rata Penerimaan Rp Rata-rata Biaya Rp Rata-rata Keuntungan Rp 1 Harga Beli Sapi Berdasarkan Berat Daging setalah dipotong; Penjualan Daging Di grading Rata-rataekor 4.597.920 4.204.065 393.855 Rata-ratakg daging 80.571 73.669 6.902 2 Harga Beli Sapi Berdasarkan Berat Daging setelah dipotong; Penjualan Daging Tidak Di grading Rata-rataekor 7.455.800 7.197.048 258.752 Rata-ratakg daging 75.159 72.551 2.608 3 Harga Beli Sapi Berdasarkan Taksiran; lokasi pembelian di daerah; Penjualan Daging Tidak Di grading Rata-rataekor 6.148.467 5.981.912 166.555 Rata-ratakg daging 76.473 67.582 2.072 4 Harga Beli Sapi kolektif; Kerjasama dengan pedagang pengumpul antar pulau; penjualan daging tidak di grading Rata-rataekor 7.155.650 6.410.242 745.408 Rata-ratakg daging 75.442 67.583 7.859 5 Harga Beli Sapi Berdasarkan Taksiran; Pembelian di lokasi PD. RPH Makassar; penjualan daging tidak di grading Rata-RataEkor 6.128.883 5.911.139 217.744 Rata-rataKg Daging 75.787 73.095 2.693 Sumber: Data Primer setelah diolah, 2013 Keuntungan Keuntungan adalah selisih antara total penerimaan dan total biaya, yang sering ditulis dengan rumus ∏ = TR – TC, dimana ∏ adalah keuntungan, TR adalah total penerimaan dan TC adalah total biaya Soekartawi, 2003. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa keuntungan terbesar diperoleh jagal yang melakukan pembelian sapi berdasarkan berat daging setelah dipotong dan penjualan daging dengan sistem grading yaitu sebesar Rp 393.855 ekor atau Rp 6.902 kg daging dan hasil ikutannya. Hal ini disebabkan karena nilai penjualan hasil ikutan daging yang tinggi. Jagal yang memperoleh keuntungan tertinggi ke dua adalah jagal Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 165 yang melakukan kerjasama dengan pedagang pengumpul antar pulau yaitu Rp 745.408 ekor atau Rp 7.859 kg. Meskipun keuntungan ini masih dibagi dua antara jagal dan pedagang pengumpul antar pulau, sehingga masing-masing memperoleh keuntungan Rp 372.704 ekor atau Rp 3.929 kg daging dan hasil ikutannya. Jagal yang memperoleh keuntungan terendah adalah jagal yang melakukan pembelian sapi ke daerah yaitu Rp 166.555 ekor atau Rp 2.072 kg, karena biaya yang dikeluarkan paling besar. Secara keseluruhan sistem yang diterapkan oleh jagal menguntungkan; hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suryanto 2006, bahwa usaha jagal sapi menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditari kesimpulan sebagai berikut: 1. Jagal sapi di PD. RPH Makassar menerapkan beberapa sistem pengadaan sapi potong, yaitu: pengadaan sapi potong lansung ke daerah, pengadaan sapi potong melalui kerjasama dengan pedagang pengumpul antar pulau dan pengadaan sapi potong di lokasi PD RPH. 2. Jagal sapi di PD. RPH Makassar menerapkan dua sistem penetapan harga beli sapi potong, yaitu: a Penetapan harga sapi berdasarkan produksi daging setelah dipotong dikali harga tertentu yang ditetapkan oleh jagal Rp 71.000kg. Harga beli daging sapi ditetapkan lebih tinggi dibanding harga jual daging ke pedagang daging pallembara Rp 68.000kg untuk daging yang tidak di grading dan rata-rata Rp 62.854 kg untuk daging yang di grading. b Penetapan harga beli sapi berdasarkan taksiran daging sapi hidup dikali harga tertentu yang ditetapkan jagal sekitar Rp 71.000 – Rp 72.000kg. 3. Jagal sapi di PD. RPH Makassar menerapkan dua sistem penjualan daging sapi, yaitu sistem penjualan daging yang sudah dikelompokkan grading dan sistem penjualan daging yang tidak dikelompokkan campur. Kedua sistem ini berbeda dalam hal penetapan harga dan pembagian hasil ikutan daging. Harga daging yang dikelompokkan lebih rendah dibanding harga daging yang tidak dikelompokkan, tetapi hasil ikutan daging yang degradingdikelompokkan, diambil semua oleh jagal sedangkan untuk sistem daging yang tidak dikelompokkan, hasil ikutan daging dibagi dengan pedagang daging pallembara 4. Sistem pengadaan sapi dan penjualan daging terkait dengan keuntungan. Jagal yang memperoleh keuntungan tertinggi adalah menerapkan sistem penjualan daging yang dikelompokkandi grading Rp 393.855 ekor atau Rp 6.902 kg, kemudian jagal yang melakukan pengadaan sapi melalui kerjasama dengan pedagang pengumpul antarpulau dengan sistem penjualan daging yang tidak dikelompokkan Rp 372.704 ekor atau Rp 3.929kg, jagal yang melakukan pembelian sapi di lokasi RPH dengan sistem penjualan daging yang tidak dikelompokkan Rp 217.744ekor atau Rp 2.693kg, jagal yang melakukan pembelian sapi berdasarkan timbangan daging setelah dipotong dan menerapkan sistem penjualan daging yang tidak dikelompokkan Rp 262.323ekor atau Rp 2.644kg, keuntungan terendah adalah jagal yang melakukan pembelian sapi di daerah dengan sistem penjualan daging yang tidak dikelompokkan Rp 166.555ekor atau Rp 2.072kg. 5. Jika ditinjau dari sisi jagal, maka sistem yang terbaik adalah yang memberikan keuntungan tertinggi bagi jagal,yaitu sistem yang melakukan pembelian sapi berdasarkan timbangan daging setelah dipotong dan menerapkan sistem penjualan daging yang dikelompokkandi grading; tetapi perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat bagaimana pengaruh sistem ini ke arah hulu pedagang sapi dan ke arah hilir pedagang daging, karena sistem tataniaga yang baik adalah yang bisa memberikan pembagian yang adil ke semua lembaga tataniaga yang terlibat. DAFTAR PUSTAKA Sumber buku: ˉ Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta. ˉ Anonim. 2008. Mutu Karkas dan daging sapi. Badan Standardisasi Nasional Indonesia BSNI. ˉ Anonim. 2010. Corporate Plane Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Kota Makassar. Direksi PD. RPH Kota Makassar. Makassar ˉ Mappangaja, A.R. 2012. Ekonomi Produksi Pertanian. Penerbit Identitas Universitas Hasanuddin. Makassar. Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 166 ˉ Nasehatun, A. 1999. Budget dan Control: Sistem Perencanaan dan Pengendalian Terpadu. Cetakan Pertama. PT. Grasindo, Jakarta ˉ Siagian, R. 1999. Pengantar Manajemen Agribisnis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. ˉ Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi. Penerbit PT. Raja Grafinso Persada. Jakarta ˉ Winardi. 1993. Aspek-aspek Bauran Pemasaran Marketing Mix. Penerbit CV. Bandar Maju. Bandung ˉ Wirartha, I.M. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Penerbit CV. Andi Offset. Yogyakarta. Sumber jurnal: ˉ Suryanto, B. 2006. Profitabilitas Usaha Jagal Sapi Di Kabupaten Pati Propinsi Jawa Tengah. Journal Of The Indonesian Tropical Animal Agriculture, 31 [3] September 2006. Sumber internet ˉ Anonim. 2013. Daging Sapi Impor Segera Datang, Harga Daging akan Turun. http:www.merdeka.comuangdaging-sapi-impor-segera-datang-harga-daging-akan-turun.html. Diakses tanggal 6 Maret 2013 ˉ Prastowo, N.J., Yanuarti, T., Depari, Y. 2008. Pengaruh Distribusi Dalam Pembentukan Harga Komoditas dan Implikasinya Terhadap Inflasi. online Working Paper. Bank Indonesia. http:www.bi.go.idNRrdonlyres35E0D97E-1A73-46CD-9D4E-8ABD06893F6E20775WP200807.pdf. diakses tanggal 10 Desember 2012. Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 167

24. PEMBERDAYAAN KELOMPOK TANI HUTAN KTH MELALUI