THE ROLES AND CONTRIBUTIONS OF COOPERATIVE IN THE

Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 202

29. THE ROLES AND CONTRIBUTIONS OF COOPERATIVE IN THE

LARGE DAIRY COW COMMODITY CHAIN IN EAST JAVA, INDONESIA Andrie Kisroh Sunyigono1, Elys Fauziah1 and Mulaab2 1 Department of Agribusiness, Faculty of Agriculture, University of Trunojoyo Madura 2 Department of Informatics Engineering, Faculty of Engineering, University of Trunojoyo Madura E-mail: sunyigonogmail.com ABSTRACT Kontribusi dari industri susu di Jawa Timur dalam mendukung ketersediaan pangan nasional sangat tinggi dan vital. Pada tahun 2012, kontribusinya mencapai 57.04. Aktifitas ini juga mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 4.017.482 peternak dan keluarganya. Disisi lain, Indonesia masih mengimpor susu dengan proporsi yang cukup besar yaitu 73. Kelemahan ini juga diperparah dengan kondisi peternak yang mempunyai beberapa keterbatasan seperti modal, penguasaan teknologi dan akses terhadap pasar. Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yang merupakan sentra produksi susu yaitu Pujon, Malang dan Grati, Pasuruan. Beberapa metode dipergunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif, commodity chain analysis, rasio profitabilitas, efisiensi rasio dan value-added analysis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1 Kontribusi koperasi pada rantai komoditas industri susu mencakup sektor hulu dan hilir. Mereka menyediakan sarana produksi serta membeli susu yang dihasilkan peternak, 2 Dalam hal penilaian kinerja, koperasi mempunyai nilai yang cukup baik ditinjau dari aspek rasio profitabilitas dan efisiensi, 3 Kontribusi nilai tambah dari koperasi cenderung meningkat. Rekomendasi dari penelitian yang telah dilakukan: 1 diperlukan upaya untuk menjalin kerjasama antara pemerintah, koperasi dan peternak, 2 program-program yang akan dilakukan harus fokus pada pembinaan peternak yang mempunyai banyak keterbatasan, 3 perlu upaya untuk memperkuat peran dari koperasi di sektor hulu dan hilir. Key Word: Cooperative, Dairy Cow, Commodity Chain PENDAHULUAN Sejak tahun 2009 produksi susu di Jawa Timur mengalami peningkatan dari 461.880 ton mengalami kenaikan yang cukup besar pada tahun 2011 yaitu 566.062 ton. Sentra produksi susu perah di Jawa Timur adalah terkonsentrasi di Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan. Kabupaten yang pertama pada tahun 2011 menghasilkan 190.365 ton dan selanjutnya Kabupaten Pasuruan berproduksi sebesar 157.387 ton BPS Jawa Timur, 2012 Susu merupakan komoditas penting dalam industri makanan dan minuman. Pengembangan potensi industri susu merupakan salah satu fokus dan kegiatan utama di koridor Jawa dalam kerangka strategi utama MP3EI. Renstra Departemen Pertanian 2010-2014 juga menyebutkan bahwa susu adalah salah satu produk berbasis sumberdaya lokal yang dijadikan prioritas pengembangan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan impor sebesar 73 Direktorat Budidaya Ternak, 2012. Pemerintah menargetkan pada 2014, 50 konsumsi susu nasional dipenuhi dari dalam negeri. Namun industri susu nasional menghadapi beberapa permasalahan. Di sektor hulu permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya bibit sapi perah, produktifitas rendah, biaya pakan tinggi, skala pemilikan rendah dan mutu SDM yang rendah. Permasalahan di sektor tengah adalah teknis budidaya, sistem recording rendah, permasalahan ketersediaan lahan, modal usaha terbatas dan belum padunya kerjasama lintas Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 203 sektoral. Sedangkan di sektor hilir adalah rendahnya harga susu dan harga jual pedet yang tidak stabil Ermawati,2011. Akibat dari permasalahan tersebut maka industri susu kurang berkembang dan hanya mampu menopang sekitar 27 kebutuhan nasional. Apabila permasalahan ini tidak segera diatasi dengan pendekatan yang komprehensif dan holistik maka ketergantungan terhadap susu impor semakin tinggi dan berdampak pada pengurasan devisa negara. TINJAUAN PUSTAKA Commodity Chain Analisis rantai komoditas dikembangkan dari pendekatan structure, conduct, and performance SCP. Dalam mengevaluasi kinerja pasar, SCP mengasumsikan adanya hubungan vertical dan horizontal antar actor yang terlibat. Pada analisis rantai komoditas dapat melakukan kajian lebih dinamis dalam mengobservasi arus pergerakan komoditas dari produsen ke konsumen. Pada setiap tahapan dalam analisis rantai komoditas terdapat tiga alat analisis yang dapat digunakan yaitu Leplaideur, 1992 dalam Ajala dan Adesehinwa, 2007.: 1 costs and margins, 2 spatial flows meliputi tempat dan volume 3 Social relations of trade Ribot 1998 mendeskripsikan analisis rantai komoditas adalah urutan beberapa pekerjaan yang menunjukkan aliran barang dan aktor yang terlibar mulai dari proses produksi sampai dengan pemanenan dan yang terakhir diterima oleh konsumen. Alat ini digunakan untuk aktor manakah yang mendapatkan manfaat dari sumberdaya alam yang digunakan, bagaimana mereka mendapatkan manfaat tersebut dan bagaimana cara yang bias dilakukan untuk merubah pola distribusi dari manfaat yang diterima oleh masing- masing aktor. FAO 2005a mendefinisikan bahwa analisis rantai komoditas adalah teknik yang bebeas nilai atau lapproche filière as a value-free technique. Alat ini digunakan untuk mengevaluasi kondisi eksisting rantai komoditas yang ada dari pasar produk pertanian. Dapat juga dilakukan review terhadap dampak dari kebijakan public, investasi dan sistem kelembagaan terhadap sistem produksi yang dilakukan. Sehingga alat ini melibatkan analisis kuantitatif terhadap input dan output, harga dan value-added dari masing-masing actor di sepanjang rantai komoditas. Actor Network Theory Prinsip dasar dari actor-network theory adalah masing-masing actor mempunyai ciri, karakteristik dan atribut yang merupakan hasil dari hubungan actor tersebut dengan actor lainnya. Jaringan network dipahami sebagai suatu sistem hubungan antar actor atau inter koneksi diantara individu atau grup. Sedangkan jaringan sosiologi Network sociology adalah hubungan antar actor yang berbeda latar belakangnya dan bagaimana aktifitas mereka dipengaruhi oleh hubungan tersebut. Ada beberapa bentuk jaringan kerja yaitu personal, social, kekeluargaan, institusi dan system teknologi Murdock, 1995 in Luthango, 2007. Menurut Wyatt 2010, actor-network theory ANT mampu mengidentifikasi peran spesifik dari masing-masing aktor dalam hubungannya dengan aktor lainnya pada rantai komoditas pertanian. Dan juga mempelajari interaksi antar actor dengan teknologi, standart dan aturan yang terbentuk dan disepakati dalam jaringan tersebut. Value Addition Value-added adalah salah satu konsep penting dalam analisis rantai komoditas. Banyak perhitungan yang dilakukan untuk mengetahui nilai value-added yang dihasilkan oleh masing-masing aktor. Agen yang produktif membutuhkan factor produksi sebagai input seperti bahan baku,pupuk, tenaga kerja, modal dll serta menghasilkan output. Aliran barang dan jasa yang dianalisis dalam analisis rantai komoditas ditetapkan dalam kurun waktu tertentu yaitu satu tahun. Terdapat dua jenis value-added yaitu pertama, berdasarkan harga pasar yang mana akan menghasilkan beberapa distorsi perhitungan. Kedua, menggunakan Shadow Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 204 Price yang dapat memperbaiki dan menghilangkan distorsi yang terjadi dan perhitungan menjadi lebih akurat FAO, 2005b. Value-added adalah konsep ekonomi yang merepresentasikan pendapatan suatu aktifitas. Selanjutnya hal ini dapat diartikan sebagai aktifitas pendistribusian pada empat actor utama yaitu: 1 Rumas tangga yang menerima upah, gaji dan kompensasi 2 Institusi keuangan yang mendapatkan pembayaran bunga 3 Pemerintah yang menarik pajak dan pungutan lainnya 4 Institusi non-finansial yang akan memperoleh keuntungan bersih atau kotor. Kinerja Pasar Menurut Pomeroy dan Trinidad 1995 yang dinyatakan oleh Scott 1995 bahwa kinerja pasar dapat diukur dengan mempertimbangkan beberapa indikator sebagai berikut: stabilitas harga dan efisiensi harga, biaya dan volume output, margin pemasaran dan penerimaan bersih, share peternak terhadap harga ritel dan proporsi dari pendapatan konsumen yang dapat dibelanjakan. Sedangkan indikator lainnya adalah level dari integrasi pasar, hubungan antara transfer dan perbedaan harga antar pasar dan hubungan antara harga musiman dengan biaya penyimpanan untuk menunjukkan tingkat persaingan untuk menunjukkan tingkat persaingan antar pasar dari waktu ke waktu Harris quoted from Anggraeni, 2005 . METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan di Jawa Timur pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2013. Adapun lokasi penelitiannya adalah Desa Wiyurejo Kecamatan Pujon- Malang, Koperasi “SAE” Malang, Desa Rowo Gempol Kecamatan Lekok Pasuruan dan Koperasi Karya Amanah Pasuruan. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dari penyedia input seperti penjual pakan, penjual obat-obatan, penyedia bakalan, peternak, dan koperasi. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 48 oranginstitusi. Metode penentuan sampel untuk peternak adalah simple random sampling sedangkan responden lainnya dicari dengan mengunakan snowball sampling. Data sekunder dikumpulkan dan beberapa sumber dan institusi yang rrlevan. Untuk menganalisis status dan profil dari industri susu dilakukan analisis deskriptif. Analisis rantai komoditas digunakan untuk mengidentifikasi jaringan kerja antar aktor dan hubungan fungsional antar aktor. Kinerja dari koperasi diukur dengan beberapa alat yaitu profitability ratio, operational efficiency ratio and value-added analysis. HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Usaha Sapi Perah di Jawa Timur Status Sapi Perah di Jawa Timur Populasi sapi perah di Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 1. Rata-rata pertumbuhan dari populasi sapi perah di Jawa Timur adalah 4.5 dengan fenomena ekstrem terjadi pada tahun 2003 dimana populasi menurun sekitar 20. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya intensitas pemotongan sapi potong sehingga berdampak pula pada populasi sapi perah. Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 205 Sensus sapi potong, sapi perah dan kerbau, 2011. Sumber: Statistik Peternakan Indonesia, 2010. Gambar 1. Populasi Sapi Perah, Jawa Timur, 2001-2011. Tingkat konsumsi dari produk peternakan seperti daging, telur dan susu di Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 1. Hal ini menunjukkan bahwa dari kurun waktu 2006 sampai dengan 2010 mengalami kenaikan. Rata-rata pertumbuhan per tahunnya adalah 9.4. Tetapi pada tahun 2008 terjadi pertumbuhan negative sebesar -6.8. Hal disebabkan karena adalah penurunan konsumsi daging, susu dan telur. Kenaikan harga BBM juga mempengaruhi penurunan konsumsi akan produk-produk pertanian. Tabel 1. Konsumsi Daging, Susu dan Telur ton, Jawa Timur, 2006 – 2010. ITEM 2006 2007 2008 2009 2010 PERTUM YEAR Daging sapi saja 66,762 74,965 92,608 99,414 103,809 11.9 Daging Sapi dan Lainnya 297,326 335,521 306,971 324,209 343,655 4.0 Telur 205,757 261,648 253,842 253,358 257,085 6.4 Susu 217,796 385,376 332,429 375,771 383,380 19.6 Total 787,642 1,057,511 985,850 1,052,751 1,087,929 9.4 Sumber: Statistik Peternakan Jawa Timur, 2010. Harga susu menunjukkan tren peningkatan dalam waktu 2011-2012. Hal ini terjadi pada semua grade susu. Rata-rata kenaikan adalah 22 sampai dengan 27. Tingkat kenaikan tertinggi adalah pada grade IV sedangkan kenaikan terendah adalah pada grade I. Peningkatan harga ini berdampak pada penerimaan peternak, -27 -24 -21 -18 -15 -12 -9 -6 -3 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 200 100 400 700 1,000 1,300 1,600 1,900 2,200 2,500 2,800 3,100 3,400 3,700 4,000 4,300 4,600 4,900 head s Population Growth rate Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 206 Tabel 2. Harga Susu di Tingkat IPS Rpkg, Jawa Timur, 2011-2012 Sumber: PT. Nestle, 2013 Peranan Peternak dan Koperasi dalam Rantai Komoditas Susu Tabel 3 menunjukkan analisis fungsional dari rantai komoditas sapi perah di lokasi penelitian. Ada tujuh aktifitas yang dilakukan oleh peternak dalam rantai komoditas sapi perah mulai dari mencari rumput, membeli bakalan, membeli pakan, pemeliharaan, memerah susu, pemasaran dan transportasi. Ada tiga kegiatan yang dilakukan oleh semua peternak yaitu membeli pakan, membeli bakalan dan memerah susu. Hal ini bisa dipahami mengingat ketiga aktifitas tersebut berhubungan langsung dengan koperasi susu. Disini peran koperasi terkait dengan aktifitas di sektor hulu upstream dan sector hilir downstream. Sedangkan sebagian besar peternak jarang melakukan fungsi pemasaran. Hal ini terjadi karena sebagian atau hampir semua responden menjual susunya ke koperasi. Hanya susu yang kualitasnya rendah dan ditolak oleh koperasi saja yang dijual ke tengkulak susu. Tabel 3. Analisis Fungsional dari Rantai Komoditas Sapi Perah, Jawa Timur, 2013 Sumber: Data Primer, 2013 Gambaran Umum tentang Koperasi Susu Permodalan Koperasi Koperasi “SAE” Pujon terus menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Sejak Tahun 2008, simpanan pokok mengalami perubahan positif sebesar 29 per tahun. Bahkan pada tahun 2010 mengalami kenaikan yang cukup drastic yaitu 109. Pertumbuhan jumlah anggota yang cukup besar akan berdampak pada kenaikan ini. Selengkapnya bisa dilihat pada Tabel 4. TPC juta Grade I Grade II Grade III Grade IV Daya Saing Premium =1 1-=2 2-=3 3 Harga Susu RpKg12TS 2,700 2,500 2,400 2,200 800 TPC juta Grade I Grade II Grade III Grade IV Daya Saing Premium =1 1-=2 2-=3 3 Harga Susu RpKg12TS 3,300 3,100 3,000 2,800 300 2012 2011 Tidak Mencari rumput 43 58.90 9 12.33 Pakan Beli Bakalan 52 71.23 0.00 Bakalan Beli Pakan 52 71.23 0.00 Hijauan, polar, konsentrat Pemeliharaan 43 58.90 9 12.33 obat-obatan, vitamin, IB Memerah susu 52 71.23 0.00 Susu Pemasaran 35 47.95 17 23.29 Jasa Transportasi 40 54.79 12 16.44 Jasa AKTIVITAS STATUS OUTPUT Ya Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 207 Hal menarik kedua adalah kenaikan nilai asset koperasi rata-rata sebesar 10 per tahun. Hingga saat ini aset Koperasi “SAE” terus mengalami peningkatan bahkan sekarang pihak manajemen sedang membangun swalayan yang merupakan cabang usaha baru yang mulai dirintis oleh KOPSAE. Tabel 4. Permodalan Koperasi, SAE, 2008-2012 Sumber: KOP SAE, 2013 Kinerja Koperasi Susu Tabel 5 menunjukkan kinerja Koperasi “SAE” Pujon, pada tahun 2008, 2009 dan 2010 produksi dan penjualan susu melampaui target yang ditetapkan. Hal ini terjadi karena pada kurun waktu tersebut terjadi penambahan jumlah anggota yang cukup besar. Tabel 5. Kinerja Koperasi, SAE, 2008-2012 Sumber: KOP SAE, 2013 Ditinjau dari nilai HPP harga pokok penjualan, proporsinya berada pada kisaran 62 sd 73. Dari tabel diatas nampak bahwa apabila proporsi HPP tinggi dibandingkan dengan hasil penjualan maka secara otomatis potensi profit akan menurun. Sehingga pada kurun waktu tersebut potensi profit terbesar adalah pada tahun 2012 yaitu sebesar 62. Artinya profit koperasi juga menunjukkan peningkatan. Hal ini juga ditandai dengan perluasan usaha yang dilakukan oleh pihak koperasi. Tabel 6 di bawah menunjukkan bahwa SHU dari anggota koperasi cenderung meningkat dari 0.03 pada 2008 menjadi 0.12 pada 2011. Proporsi dari harga yang diterima oleh anggota cenderung meningkat. MODAL 31-12-2008 31-12-2009 31-12-2010 31-12-2011 31-12-2012 Simpanan Pokok 387,650,000 398,350,000 415,300,000 867,400,000 882,000,000 Simpanan Wajib 3,304,713,674 3,659,983,448 4,090,262,133 4,397,580,708 4,635,853,176 Simpanan Sukarela 2,686,820,303 2,730,476,211 3,358,508,311 3,260,170,111 3,205,964,411 Modal Donasi 8,590,000 8,590,000 8,590,000 8,590,000 8,590,000 Cadangan Khusus 15,229,410,897 17,521,621,368 19,022,169,903 19,583,513,106 19,701,674,340 Cadangan Koperasi 4,938,953,845 5,051,818,333 5,174,647,578 5,310,029,674 5,394,335,628 ASSET 42,701,436,307 45,657,635,966 56,450,301,390 57,279,844,450 62,501,837,784 SHU 825,218,266 898,310,631 988,141,162 620,581,131 645,446,760 Item Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Produksi Susu lt 34,230,222 112 36,284,145 110 41,187,038 120 39,757,114 95 35,123,115 89 Penjualan Susu Rp 127,614,373,691 126 130,568,082,722 108 157,713,007,180 129 150,249,959,455 97 137,200,427,860 91 Pembayaran susu anggota Rp 111,178,506,639 127 116,877,220,479 111 131,122,087,646 124 125,417,284,724 91 113,893,367,278 88 Produksi susu Sapi dewasa lthari 7.93 7.78 8.06 7.60 7.43 Sapi laktasi lthari 9.18 8.98 9.20 8.90 8.66 Rata-rata setoran produksi susu lthrpeternak 17.36 17.29 18.47 17.60 16.45 Pengolahan susu pasteurisasi Hasil penjualan Rp 496,595,014 497,981,650 559,732,281 718,557,567 946,557,720 HPP Rp 345,900,935 70 358,586,210 72 402,472,802 72 526,407,336 73 585,700,648 62 Selisih-sebelum dibebani biaya TK dan sebagian biaya prosesing 150,694,079 44 139,395,440 39 157,259,479 39 192,150,231 37 360,857,072 62 2012 2010 2011 2009 2008 Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 208 Namun dilapangan menunjukkan bahwa sekalipun meningkat tapi masih tidak proporsional bila dibandingkan dengan kenaikan sarana produksi yang ditanggung oleh peternak. Tabel 6. Struktur Harga Susu di Koperasi, SAE, 2008-2012 Sumber: KOP SAE, 2013 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN 1. Kontribusi koperasi dalam rantai komoditas industri susu adalah di sektor hulu dan hilir. Mereka menyediakan sarana produksi serta membeli susu dari peternak 2. Dari hasil analisis kinerja nampak bahwa koperasi mempunyai rasio positif untuk tingkat keuntungan dan nilai operasional efisiensi. 3. Nilai value-added dari koperasi cenderung meningkat. REKOMENDASI 1. Dibutuhkan kerjasamapartnership antara pemerintah, koperasi dan peternak 2. Peran koperasi pada pembinaan peternak harus ditingkatkan 3. Perlu ditingkatkan peran dari koperasi di sektor hulu dan hilir untuk meningkatkan efektifitas dari rantai komoditas yang ada. 4. DAFTAR PUSTAKA Sumber buku : - BPS Jawa Timur, 2012. Indikator Pertanian Propinsi Jawa Timur Tahun 2012. Badan Pusat Statistik Jawa Timur. Surabaya. - Direktorat Budidaya Ternak, 2012, Pedoman Teknis Pengembangan Budidaya Sapi Perah Pola PMUK, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan-Departemen Pertanian, Jakarta - Ditjennak, 2011. Kajian Pengembangan Industri Pengolahan Susu Berbasis Susu Segar Dalam Negeri. Kementerian Pertanian.Jakarta. Sumber jurnal: Komponen 1 Harga Jual ke IPS Nilai Rp Nilai Rp Nilai Rp Nilai Rp Nilai Rp Kualitas FAT: 4.20 TS: 12 3,324.30 100 3,669.53 100 3,751.71 100 3,833.88 100 3,964.41 100 SNF: 7.80 2 Harga beli dari anggota Pembelian secara tunai 2,875.00 86 3,200.00 87 3,255.00 87 3,310.00 86 3,355.00 85 3 Kewajiban Non Kebutuhan Anggota Simpanan wajib sekunder 2.00 0.06 2.00 0.05 2.00 0.05 2.00 0.05 2.00 0.05 4 Biaya-biaya 446.40 13 464.26 13 490.85 13 517.44 13 604.39 15 Biaya operasional 103.57 3 110.63 3 112.61 3 114.58 3 128.65 3 Biaya tenaga kerja 129.51 4 133.96 4 133.05 4 132.14 3 173.67 4 Biaya kendaraan dan mesin-mesin 27.65 1 28.57 1 28.44 1 28.31 1 25.57 1 Biaya pemeliharaan dan perbaikan bangunan 9.99 0.30 9.22 0.25 8.49 0.23 7.76 0.20 8.45 0.21 Biaya organisasi 59.82 2 70.74 2 84.80 2 98.86 3 108.07 3 Biaya administrasi 5.33 0.16 4.92 0.13 4.79 0.13 4.66 0.12 5.49 0.14 Biaya Umum 30.98 1 32.87 1 40.88 1 48.88 1 59.83 2 Penyusutan Amortisasi 24.99 1 24.58 1 25.87 1 27.16 1 44.32 1 Biaya Keswan dan IB 54.56 2 48.77 1 51.93 1 55.09 1 50.36 1 5 SHU 0.90 0.03 3.27 0.09 3.86 0.10 4.44 0.12 3.02 0.08 2008 2009 2011 2012 2010 Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 209 - Jean Kinsey. 2000. A Faster, Leaner, Supply Chain: New Uses of Information Technology. American Journal of Agricultural Economics. 82 5: 1123 –1129 - Moises A. Resende-Filho And Brian L. Buhr. 2008. A Principal-Agent Model For Evaluating The Economic Value Of A Traceability System: Acase Study With Injection-Site Lesion Control In Fed Cattle. American Journal Of Agriculture Economic Volume 90 Number 4, 2008 : 1091-1102 - σganje, W., B. Dahl, W. Wilson, S. Mounir, and A. Lewis. 2007. “Valuing Private Sector Incentives to Invest in Food Security Measures: Quantifying the Risk Premium for RFEM.” Journal of International Agricultural Trade and Development 32:199 –216. - Saha, A. 1993. “Expo-Power Utility: A Flexible Form for Absolute and Relative Risk Aversion.” American Journal of Agricultural Economics 75:905 –13. - Shanti Ermawati. 2011. Profitabilitas Usahatani Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Sleman. Jurnal Sains Peternakan Volume 9 2, September 2011: 100-108 - William Nganje, Vicki Bier, Hoa Han, and Lorna Zack. 2008. Models of Interdependent Security Along The Milk Supply Chain. American Journal Of Agriculture Economic Volume 90 Number 5, 2008 : 1265-1271 - Wilson,W.W., and B.L. Dahl. 2006 “Costs and Risks of Segregating GM Wheat in Canada.” Canadian Journal of Agricultural Economics 54:341 –359. - Yusmichad Yusdja, 2005. Kebijakan Ekonomi Industri Agribisnis Sapi Perah di Indonesia.Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 3 Nomor 3.September 2005: 257-268 Sumber seminar: - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Jakarta - Kementerian Pertanian, 2010. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014. - Rammohan, KT and R. Sundaresan. 2003. Socially Embedding the Commodity Chain: An Exercise in Relation to Coir Yarn Spinning in Southern India. World Development, Volume 31 5: 903-923. - Vyta W. Hanifah dan Kusuma Diwyanto. 2008. Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Pengembangan Usaha Sapi Perah Di Kawasan Pengembangan Agribisnis. Prosiding Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Balitbang Pertanian. Sumber internet: - Food and Agriculture Organization. 2005. On-line resource materials for policy making. Analytical tools. Module 043. Commodity Chain Analysis. Constructing the Commodity Chain, Functional Analysis and Flow Charts. Retrieved June 9, 2009. From EASYPOL World Wide Web: www.fao.org docsup easypol330cca_043EN.pdf. Sumber disertasi: - Sunyigono, A.K. 2012. Economic Assesement of the Beef Cattle Commodity Chain for Smallholder and Large Farmers in East Java, Indonesia. Unpublished PhD Dissertation. College of Economics and Management, University of the Philippines Los Banos. Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 210

30. PERANAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI TERHADAP