Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
277
3.2. Soft System Methodology dalam Rantai Pasok Beras Organik 3.2.1.
Problem Situation 3.2.1.1. Kondisi Ideal
Kepala Bidang Produksi Padi dan Palawija Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya 2011 dalam Lulu 2013 menyatakan bahwa “dengan model sawah organik yang ada sekarang dan
keberhasilan petani menembus pasar ekspor, pemerintah daerah bertekad menjadikan Kabupaten Tasikmalaya sebagai lumbung pangan organik di Jawa Barat”. Demikian pula Ketua Gapoktan Simpatik
menyatakan bahwa dengan me mpertimbangkan permintaan pasar yang tinggi, maka perlu “melakukan
produksi beras organik sebanyak-banyaknya”. Sementara sejumlah petani juga menyatakan bahwa “pertanian organik dapat diterapkan di seluruh lahan milik anggota kelompok; pemenuhan kebutuhan
pangan keluarga dapat tercukupi dan memiliki stok banyak dalam jangka waktu lama serta sisa padi yang tidak dikonsumsi dapat dijual dalam jumlah banyak”.
3.2.1.2. Kondisi Nyata
Kompleksitas persoalan yang dihadapi rantai pasok beras organik dan sejumlah ketidakpastian ikatan sosial seperti lemahnya kolaborasi serta lemahnya koordinasi informasi dan komunikasi antar pelaku di
sepanjang rantai nilai, berdampak pada tidak optimalnya proses bisnis dalam pengembangan rantai pasok beras organik. Berbeda dengan rantai pasok pada industri lain, seperti pada rantai pasok manufaktur, rantai
pasok beras organik berhadapan dengan sekian banyak pelaku, yang sebagian besar diantaranya adalah pelaku-pelaku dengan skala usaha kecil.
Dalam kasus pengembangan beras organik di Kabupaten Tasikmalaya terjadi penurunan luas lahan budidaya padi organik tersertifikasi dari semula seluas 362 hektar 2010 menjadi hanya sekitar 60 ha
2011. Keterangan dari sejumlah informan di lokasi penelitian mengungkapkan sejumlah alasan penyebab menurunnya luas lahan tersertifikasi ini, diantaranya:
Lokasi pembudidayaan beras organik tidak ditentukan berdasarkan kesesuaian usaha dan kesiapan petani, lokasi ditentukan hanya menurut “hasrat” dinas pertanian tanaman pangan saja, sebagai
upaya untuk mencapai harapan Kabupaten Tasikmalaya sebagai kabupaten organik terkemuka di Jawa Barat.
Di sejumlah kecamatan, sebagian besar petani adalah petani penggarap, sehingga faktor pemilik lahan sangat menentukan teknis budidaya. Selain itu, penguasaan lahannya juga umumnya sempit.
Tingginya biaya sertifikasi yang harus ditanggung oleh Gapoktan Simpatik. Selain itu, informan juga menyebutkan bahwa walaupun hingga saat ini permintaan ekspor tinggi,
seringkali Gapoktan Simpatik tidak dapat memenuhi kuota ekspor tersebut. Terdapat dua alasan yang mengemuka terkait hal ini, yaitu: tidak ada “barang” dari petani, karena produksi tidak sesuai dengan
rencana, di lain pihak pada kesempatan lain gapoktan tidak memiliki dana yang cukup untuk membeli beras dari petani, meskipun produksi memenuhi. Hal ini mengindikasikan perlunya pengembangan beras organik
yang lebih intensif dan perlunya mekanisme kemitraan lain dengan pihak pembeli eksportir yang dapat menjamin ketersediaan dana untuk membeli beras petani.Satu faktor lagi yang harus mendapat perhatian
adalah terdapat sejumlah program lain dari pemerintah daerah khususnya dinas pertanian tanaman pangan yang seringkali kontra produktif denganprogram pengembangan padi organik, seperti adanya program
SLPTT, subsidi pupuk anorganik, dan sejumlah program lainnya.
3.2.2. Rich Picture
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
278
Rich picture bertujuan untuk memahami situasi masalah dari berbagai perspektif, dan menekankan struktur, proses, hubungan, konflik dan ketidakpastian, serta mengungkapkan masalah, nilai-nilai yang
diyakini, kemudian memvisualisasikan aspek abstrak tersebut melalui simbol-simbol.
Negara Tujuan Ekspor
PT. Bloom Agro
Pasar Modern
Produk Terse
rtifikasi
Kelompok Tani ICS
Petani Dinas
Petani
Konsumen Perorangan
SRI
Kec. Sukaraja
Cineam
Pada awalnya, tidak mudah mengubah perilaku membudidayakan SRI, tetapi
lama kelamaan menjadi bisa dan terbiasa. Saat ini secara teknis, petani di Tasikmalaya
relatif sudah menguasai budidaya padi organik dengan baik
Kelompok tani dianggap sebagai
wadah belajar, memperkuat jejaring
Membeli langsung ke petani meskipun tidakbelum tersertifikasi,
tapi percaya dengan produk petani Ka i i gi orga ik dilaksa aka di seluruh
kelo pok ta i Pemerintah harus bisa mensupport petani
dalam menjalankan tani organik, BPP bisa sebagai sumber informasiguru untuk petani
“Kami akan jadikan Kabupaten Tasikmalaya
sebagai lumbung pangan organik Jawa Barat”
Jumlah ICS masih kurang
“Kita harus produksi beras organik sebanyak-banyaknya
untuk memenuhi permintaan ekspor”
Petani di Sukaraja dan Cineam umumnya mengelola lahan
usahatani yang sempit Presentase penjualan produk
rendah dibandingkan dengan produk yang dihasilkan
Sebagian besar dari petani juga merupakan petani penggarap,
bukan pemilik lahan Terjadi
persoalan pemilikan
lahan Perilaku instan
petani, menyebabkan
kembali ke metode
konvensional Kelompok tani
di Kp Naga, Kec. Salawu
Inspeksi Internal Inspeksi Eksternal
Penurunan Signifikan luas lahan bersertifikasi,
sebanyak 223 ha
Harga Gabah Organik dan Konvensional tidak
Terlalu Jauh Berbeda
Sertifikasi IMO
“Kami tidak tahu berapa harga jual eksportir ke luar
negeri”
Gambar 2. Rich Picture Padi Organik Tasikmalaya
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
279
3.2.3. Analisis Budaya