ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA TEHNIK

Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 190

27. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA TEHNIK

INTENSIFIKASI, PEREMAJAAN DAN REHABILITASI USAHATANI KAKAO DI KELURAHAN NOLING KECAMATAN BUPON KABUPATEN LUWU SULAWESI SELATAN COMPARATIVE ADVANTAGES ANALYSIS OF THE TECHNICAL INTENSIFICATION, REGENERATION AND REHABILITATION OF COCOA FARMING IN WARD NOLING BUPON DISTRICT SOUTH SULAWESI LUWU Syamsinar 1 , R. Mappangaja 2 , D. Rukmana 2 Nursini 3 1 Staf pengajar Faperta Universitas IndonesiaTimur Makassar 2 Staf pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian UNHAS 3 Staf pengajar Fakultas Ekonomi Unhas E-mail: sinarsyukuryahoo.com ABSTRAK Produktivitas kakao di Sulawesi Selatan pada umumnya dan di Kabupaten Luwu Pada khususnya, sejak tahun 2005 mengalami penurunan. Beberapa upaya telah dilakukan oleh petani kakao untuk mengatasi penurunan produksi, antara lain: Intensifikasi, Peremajaan dan Rehabilitasi. Dalam berbagai upaya tersebut, petani mengeluarkan sejumlah biaya untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah keuntungan dan kelayakan usahatani kakao yang diusahakan petani di Kelurahan Noling Kecamatan Bupon Kabupaten Luwu. Penelitian ini dilaksanakan mulai Pebruari sampai Agustus 2013. Jenis penelitian kuantitatif deskriptif dengan metode survei. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Populasi adalah semua petani kakao di Kelurahan Noling sebannyak 510 KK dan sampel adalah 10 dari jumlah populasi, jadi sampel sebanyak 51 orang. Analisis yang digunakan yaitu analisis keuntungan Pendapatan Bersih dan analisis BC ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan tehnik Intensifikasi diperoleh keuntungan Rp 8.559.977,- hathn dan BC ratio sebesar 1,8; tehnik Peremajaan diperoleh keuntungan Rp 15.054.983,-hathn dan BC ratio sebesar 3,3; dan tehnik Rehabilitasi diperoleh keuntungan Rp 11.914.749,- hathn dan BC ratio sebesar 2,1. Jadi ketiga tehnik budidaya kakao yang dilakukan petani, adalah layak atau menguntungkan karena nilai BC ratio 1 dan tehnik budidaya yang memberikan keuntungan paling tinggi yaitu tehnik peremajaan. Kata Kunci : Keuntungan, Kelayakan, Tanaman Perkebunan, Usahatani Kakao, Kelurahan Noling ABSTRACT In general the Productivity of cocoa in South Sulawesi and in Luwu In particular, since 2005 has decreased. Several attempts have been made by cocoa‟s farmers to cope with the decline in production, like: Intensification, Rejuvenation and Rehabilitation. In these efforts , farmers produced a number of charge with the aim of gaining profits. Therefore this study aims to determine the amount of benefits and financial viability of farmers cultivated cocoa farm in the Village District Noling Bupon Luwu. This study was conducted from February to August 2013. Type a descriptive quantitative research with a survey method. Types of data used are primary data and secondary data. Population is all cocoa‟s farmers in Sub σoling which is 510 Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 191 households and 10 sample of the total population, so the sample of 51 people. The analysis used the analysis of profit net income and the analysis of the BC ratio. The results show that the benefits obtained Intensification technique Rp 8.559.977hayears and BC ratio of 1,8; techniques acquired Rejuvenation profit Rp 15.054.983hayears and BC ratio of 3.3, and Rehabilitation techniques earned a profit of Rp 11.914.749hayears and BC ratio of 2.1. So the third cocoa cultivation techniques by farmers, is feasible or profitable as the B C ratio 1 and cultivation techniques that provide the highest profits rejuvenation techniques. Keywords: Benefits, Feasibility, Estate Crops, Cocoa Farming, Village Noling. PENDAHULUAN Latar Belakang Perkebunan merupakan subsektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional melalui kontribusi dalam pendapatan nasional, penyediaan lapangan kerja, penerimaan ekspor, dan penerimaan pajak. Perkebunan Indonesia masih diliputi oleh dualisme ekonomi, yaitu antara perkebunan besar yang menggunakan modal dan teknologi secara intensif dan menggunakan lahan secara ekstensif serta manajemen eksploitatif terhadap SDA dan SDM, dan perkebunan rakyat yang susbsisten dan tradisional serta luas lahan terbatas. Kedua sistem ini menguasai bagian tertentu dari masyarakat dan keduanya hidup berdampingan. Perkebunan Rakyat PR luasnya sekitar 80 dengan jumlah kepala keluarga yang tergantung pada perkebunan rakyat sekitar 15 juta Drajat, 2004. Secara keseluruhan, luas perkebunan rakyat di Sulawesi Selatan mencapai 687.340 hektar dengan 37 jenis komoditi. Salah satu komoditas yang banyak diusahakan pada perkebunan rakyat tersebut adalah kakao dengan luas lahan mencapai 275.723 hektar 40,11 yang melibatkan petani sebanyak 297.370 kk tersebar di 22 KabupatenKota Dinas perkebunan Provinsi Sul-Sel, 2012. Tanaman kakao Theobroma cacao L merupakan tanaman perkebunan berumur panjang, mulai berproduksi 1 – 4 tahun setelah tanam, tergantung dari bahan tanaman unggul yang digunakan dan agroekosistem pengembangannya. Potensi produksi tanaman kakao unggul seperti ICCRI 01 dan 02, KW 30, 48 dan 162 dapat mencapai 2.160 – 3.200 kghath. Kabupaten Luwu merupakan salah satu sentra pengembangan komoditi kakao di Sulawesi Selatan dengan luas lahan perkebunan kakao rakyat 36.762,16 hektar yang melibatkan petani sebanyak 31.702 kk yang tersebar pada 21 Kecamatan dengan tingkat produktivitas 644 – 900 kghathn atau produktivitas rata- rata 802,77 kghatahun Data Base Perkebunan Kab. Luwu, 2012. Kondisi ini masih jauh dari potensi produksi. Produktivitas kakao di Sulawesi Selatan pada umumnya dan di Kabupaten Luwu Pada khususnya, sejak tahun 2005 mengalami penurunan. Penurunan produksi tersebut akan secara langsung mempengaruhi tingkat pendapatan dan kelayakan usahatani kakao. Hasil penelitian Hariyadi dkk 2009, menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi petani kakao di wilayah Kabupaten Luwu Utara adalah kondisi tanaman yang sudah tua 20 thn, serangan hama penggerek buah kakao PBK, penyakit busuk buah Phytoptora palmivora, penyakit VSD dan beberapa areal produksi tergenang banjir sehingga banyak tanaman yang tidak dapat berproduksi bahkan mati. Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh petani kakao di daerah penelitian untuk mengatasi penurunan produksi tersebut, antara lain: intensifikasi, peremajaan dan rehabilitasi. Dalam berbagai upaya tersebut, tentunya petani mengeluarkan sejumlah biaya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan Pendapatan Bersih. Hasil penelitian Siahaan, dkk 2011 menunjukkan bahwa pendapatan bersih yang diperoleh petani Kakao di Desa Kuala Lau Bicik, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang adalah Rp. 27.684.866,49 per petani atau Rp.29,979,618.06 per Ha dengan rata-rata panen pada tahun 5,3. Usahatani kakao di daerah penelitian secara ekonomi layak diusahakan. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis finansial diantaranya NPV 1 yaitu sebesar Rp. 11.623.911,75; nilai Net BC yaitu 2,60 dan nilai IRR sebesar 51,41. Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 192 Selanjutnya hasil penelitian Muis 2012 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah produksi dan pendapatan yang diperoleh petani yang melakukan sambung samping di Provinsi Sulawesi Tengah adalah 1.523,95 Kghathn atau Rp. 15.327.208 per hektar per tahun dan yang tidak melakukan sambung samping adalah 943,96 Kghathn atau Rp. 7.693.224 per hektar per tahun. Rumusan Masalah 1. Berapa jumlah keuntungan atau pendapatan bersih yang diperoleh petani dari usahatani kakao di Kelurahan Noling Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan ? 2. Apakah usahatani kakao yang dikelola oleh petani di Keluran Noling Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan layak diusahakan ? METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Noling, Kecamatan Bupon Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu sentra pengembangan kakao di Kabupaten Luwu dengan jumlah petani yang terbanyak. Penelitian berlangsung selama empat bulan, dari bulan September sampai Desember 2012. Penentuan responden yang dipilih sebanyak 10 dari jumlah petani yang berusahatani kakao sebanyak 510 kk, sehingga jumlah petani yang dipilih sebagai responden sebanyak 51 orang. Responden dipilih secara simpel random sampling acak sederhana, sehingga semua petani kakao di daerah penelitian memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi responden. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan petani melalui penggunaan daftar pertanyaan yang telah disiapkan, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti kantor BPP Kec. Bupon, Dinas Perkebunan, BPS tingkat Kecamatan, tingkat Kabupaten dan tingkat Provinsi. Data yang dikumpulkan ditabulasi dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis keuntungan pendapatan bersih dan analisis BC ratio. Hasil analisis tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif untuk menentukan tingkat kelayakan usahatani. Adapun rumus yang digunakan dalam analisis pendapatan dan analisis kelayakan usahatani adalah sebagai berikut: 1 Analisis KeuntunganPendapatan Bersih Downey dan Ericson, 1985 dimana : π = KeuntunganPendapatan Bersih Y = Output jumlah produksi yang dihasilkan Py =Harga Output Xi =Jumlah Input yang digunakan Pxi =Harga Input 2 Analisis BC ratio Kadariah, et al., 1978 dan Soetrisno, 1982 Dimana : BC ratio = Ratio Keuntungan Terhadap Biaya B = Benefit atau keuntungan C = Cost atau Biaya π = ∑Y.PY - ∑Xi. Pxi B BC ratio = C Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 193 Dengan kriteria: 1. Apabila nilai BC ratio 1 maka proyek layak diusahakan. 2. Apabila nilai BC ratio 1 maka proyek tidak layak diusahakan. Demi menghindari pengertian yang bias dalam penelitian ini, maka dipandang perlu membuat konsep operasional sebagai berikut: 1. Petani Kakao adalah orang yang membudidayakan tanaman kakao. 2. Usahatani Kakao adalah unit usahatani yang membudidayakan tanaman Kakao. 3. Besarnya biaya tetap fixed cost adalah jumlah dana yang diinvestasi untuk barangalat dan bangunan yang dapat digunakan dalam beberapa kali siklus produksi. 4. Biaya variabel variable cost adalah biaya yang dikeluarkan untuk sarana produksi yang sifatnya habis dalam satu kali proses produksi. 5. Penerimaan revenue adalah jumlah produksi kakao dikalikan dengan harga kakao di tingkat petani selama satu tahun 2012. 6. BC ratio adalah ratio antara benefit pendapatan bersih dengan total biaya, yang merupakan salah suatu parameter dalam menentukan layak tidaknya suatu kegiatan usahatani HASIL DAN PEMBAHASAN Biaya Usahatani Biaya usahatani dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya pengadaan kebutuhan usahatani yang dapat digunakan untuk beberapa kali siklus produksi. Sedangkan biaya variabel adalah biaya kebutuhan usahatani yang sifatnya habis terpakai dalam satu kali siklus produksi. Jadi otal biaya usahatani adalah jumlah biaya tetap ditambah dengan jumlah biaya variabel. Biaya Tetap Rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan petani dalam pengelolaan usahatani kakao di lokasi penelitian, antara lain terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata Biaya Tetap Usahatani Kakao per hektar di Kelurahan Noling, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, 2012. No. Uraian Jumlah Nilai Per Satuan Rp Jumlah Nilai Investasi Rp Umur Ekonomis thn Biaya Tetap Depresiasi Rp 1. Pajak Lahan 1 thn 50.000 50.000 50.000 2. Persiapan Lahan 20 HOK 50.000 1.000.000 15 67.000 3. Bibit 829 Phn 3.000 2.487.000 15 165.800 4. Sprayer 1 unit 400.000 400.000 7 57.150 5. Gerobak 1 buah 100.000 100.000 5 20.000 6. Linggis 1 buah 50.000 50.000 10 5.000 7. Cangkul 1 buah 50.000 50.000 5 10.000 8. Gunting 3 buah 60.000 180.000 3 60.000 9. Parang 2 buah 75.000 150.000 3 50.000 10. Gergaji 1 buah 200.000 200.000 10 20.000 11. Penjolok 2 buah 75.000 150.000 3 50.000 12. Ember 3 buah 30.000 90.000 2 45.000 Total 4.907.000 599.950 Sumber: Data Primer Setelah Diolah Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 194 Biaya Variable Rata-rata biaya variabel yaarng dikeluarkan petani dalam pengelolaan usahatani kakao di lokasi penelitian, antara lain terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Biaya Variabel Usahatani Kakao per hektar di Kelurahan Noling, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, 2012. No. Uraian Jumlah Nilai per satuan Rp Jumlah Nilai Rp Keterangan 1. Pupuk:  Urea  NPK Phonska NPK Pelangi  Pupuk Cair 6 Zak 50 kgZak 6 Zak 50 kgZak 2 Liter 90.000,- 117.000,- 45.000,- 540.000,- 702.000,- 90.000,- Dosis untuk 2 kali pemupukan 2. Pestisida:  Nurella  Alika  Kloromit 1 botol 500 mlbtl 2 botol 500 mlbtl 1 botol 500 mlbtl 80.000,- 30.000,- 40.000,- 80.000,- 60.000,- 40.000,- Jenis pestisida yang umum digunakan 3. Herbisida:  Supremo 1 liter 45.000,- 45.000,- 4. Tenaga Kerja:  Panen  Pemeliharaan 42 HKP 16 HKP 50.000,- 50.000,- 2.100.000,- 800.000,- Total 4.457.000,- Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013. Petani melakukan pemupukan sebanyak 1- 3 kali setahun dengan dosis yang berbeda- beda, namun pada umumnya petani melakukan pemupukan sebanyak 2 kali setahun sesuai dengan anjuran penyuluh yaitu pada awal musim hujan dan pada akhir musim hujan, dengan dosis seperti yang tercantum pada Tabel 2. Untuk pemberantasan organisme pengganggu tanaman dilakukan oleh petani sesuai kondisi tanaman, tetapi pada umumnya dilakukan setiap selesai panen, dengan alasan bahwa jika tidak dilakukan penyemprotan pada saat buah kakao seukuran ibu jari, maka buah kakao akan mengeras dan berwarna hitam sehingga tidak bisa diambil bijinya. Pada umumnya petani membutuhkan tenaga kerja sewa, untuk panen pada saat panen puncak dan untuk pemberantasan organisme pengganggu tanaman. Sedangkan pekerjaan yang lainnya seperti sanitasi lingkungan, pemupukan dan pemangkasan dilakukan oleh petani dan anggota keluarganya. Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 195 Analisis Keuntungan dan BC ratio Tabel 3. Keuntungan dan Nilai BC ratio Usahatani Kakao per hektar di Kelurahan Noling, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, 2012. No. Uraian Tehnik Budidaya Intensifikasi Peremajaan Rehabilitasi 1. Rata-rata Jumlah Pohon 901 727 873 2. Umur tahun 15-30 2-4 2-4 3. Jumlah Produksi kg 817 1.017 971 4. Harga Rata-rata Rp 18.000,- 18.000,- 18.000,- 5. Penerimaan Rp 13.276.250,- 19.690.385 17.478.000,- 6. Biaya Tetap Rp 505.691,- 465.797,- 499.965,- 7. Biaya Variabel Rp 4.210.581,- 4.281.635 5.063.286,- 8. Total Biaya Rp 4.716.273,- 4.635.402 5.563.251,- 9. Keuntungan Rp 8.559.977,- 15.054.983,- 11.914.749,- 10. Nilai BC ratio Rp 1,8 3,3 2,1 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Jumlah keuntungan per hektar yang diperoleh petani dari usahatani kakao di lokasi penelitian dengan menerapkan tehnik intensifikasi, peremajaan dan rehabilitasi adalah berturut-turut: Rp 8.559.977,-; Rp 15.054.983,- dan Rp 11.914.749,-. 2. Usahatani kakao yang dikelola petani di lokasi penelitian dengan ketiga tehnik Intensifikasi, Peremajaan, dan Rehabilitasi adalah layak atau menguntungkan. Hal ini, dapat dilihat dari hasil perhitungan BC ratio yang lebih besar dari satu. Nilai BC ratio untuk tehnik intensifikasi, peremajaan dan rehabilitasi adalah berturut-turut: 1,8; 3,3; dan 2,1. Saran Sebaiknya petani di lokasi penelitian menerapkan tehnik peremajaan atau mengganti tanaman yang sudah tua 20 tahun dengan tanaman baru sambung pucuk yang dapat memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibanding dengan tehnik intensifikasi dan rehabilitasi. Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 196 DAFTAR PUSTAKA Sumber buku: - Anonim. 2012a. Statistik Perkebunan Tahun 2011. Dinas perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar. - Anonim. 2012b. Statistik Perkebunan Tahun 2011. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Luwu, Belopa.. - Downey, W.D., Erickson, S.P. 1989. Manajemen Agribisnis Edisi Kedua: Erlangga. Jakarta - Kadariah, 1978. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi, LPEE UI. Jakarta - Kadarsan, H.W. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis . PT. Grarnedia, Jakarta. Sumber Internet : - Hariyadi, Sehabuddin, U., Winasa, I. W. 2009. Identifikasi Permasalahan dan Solusi Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan, http:repository.ipb.ac.id. - Muis, A. 2012. Kajian Komparatif Ekonomi Usahatani Kakao Melalui Teknik Sambung Samping di Provinsi Sulawesi Tengah, http:ejournal.unlam.ac.idindex.phpjhtarticleview665621. - Siahaan, Whendro Ases. 2011 . Analisis Usahatani Kakao Studi Kasus : Desa Kuala Lau Bicik, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang, http:repository.usu.ac.idhandle12345678924809. . Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX 197

28. MEMBANGUN KEWIRAUSAHAAN BERBASIS PEMBERDAYAAN