Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
74
1
2. PENGELOLAAN RISIKO PRODUKSI AGRIBISNIS CABAI MERAH
DENGAN BERPIKIR SISTEM
Sri Ayu Andayani
1
, Tuhpawana
2,
Lies Sulistyowati
3
Tomy Perdana
4
Program Doktor Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran email : sri.ayuandayaniyahoo.com
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran email : tuhpawana.sgmail.com
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran email : liesindrayahoo.com
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran email : tomyp1973yahoo.com
Abstrak Cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Diprediksikan
kebutuhan akan cabai semakin meningkat terkait dengan permintaan kebutuhan pangan yang terus- menerus. Kabupaten Garut merupakan salah satu pusat produksi di Jawa Barat dengan produksi mencapai
76.800 ton atau mencapai 37 dari produksi Jawa Barat pada tahun 2009 Bank Indonesia, 2011. Pada tahun 2010 terjadi penurunan produksi cabai merah yang diakibatkan oleh keadaan cuaca buruk, serangan
hama penyakit, kurangnya ketersediaan faktor produksi yang akhirnya mengakibatkan fluktuasi harga. Hal ini mengindikasikan adanya risiko produksi dalam agribisnis cabai merah yang mempengaruhi ketersediaan
pasokan. Untuk itu diperlukan penelitian untuk memahami risiko produksi aktual dan mengkaji kemungkinan pengelolaan risiko produksi agribisnis cabai melalui pendekatan klaster. Ini merupakan salah satu upaya
dalam meningkatkan produktivitas melalui peningkatan kinerja petani.Pengembangan klaster agribisnis cabai merah melibatkan pelaku dengan berbagai kepentingan sehingga akan diduga permasalahan yang dihadapi
akan semakin kompleks dan sistemik sehingga dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif dengan
system thinking. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber risiko produksi yang terjadi pada agribisnis cabai merah di Kabupaten Garut yaitu kurangnya tenaga kerja dalam pengolahan lahan, koperasi belum
berfungsi sepenuhnya dalam pengadaan sarana produksi, banyaknya serangan hama penyakit dan pola tanam tidak didasarkan pada kebutuhan pasar. Klaster dapat mengelola risiko produksi melalui pembelajaran
yang semakin baik sehingga dapat menghasilkan inovasi, pengetahuan dan skill petani semakin baik, dengan harapan pasokan cabai merah akan berkesinambungan.
Kata Kunci : klaster, risiko produksi, ST, cabai merah Abstract
Red chili is one of the high value vegetables. It is predicted that demand for red chili would be continuously increasing duo to the facts that demand for food from time to time is always increasing. Garut Regency is
one of the red chili production centers in west Java which produced 76.800 ton red chili or 37 percent of West Java production. In 2010 its production decreased duo to the unfavorable weather, pest and deseases,
the availability of factors of production that ultimately will lead to fluctuation. It indicates that there is a risk in the agribusiness production of red chili that will affect the availability of supply. Research this is needed to
understand and assess the risks of actual chili agribusiness risk management through the cluster approach as an effort to increase farmers productivity through improvement of performance. Chili agribusiness cluster
development involves actors with different interests so it will be suspected encountered problems will be more complex ans
systemic. That‟s why approach used in this study system thinking. The results showed that the sources of the risk that occurs in agribusiness production of red chilli in Garut district were the lack of labor in land
processing, cooperatives in the production procurement has not been fully functioning, pest increasing and desease attack, cropping patterns not market needs. Cluster can manage production risk, through learning
based and produce innovation and knowledge that will skill farmers hopefully the supply of red chili will be increase sustained.
Keywords : cluster, production risk, System thinking, red chili
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
75
PENDAHULUAN Cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomi. Pertengahan dan
akhir tahun 2010 harga cabai melambung sangat tinggi mencapai Rp.100.000,-kg, untuk jenis cabai rawit, sedangkan untuk jenis cabai besar harganya berkisar antara Rp. 60.000,- sampai dengan Rp. 80.000,- kg
Bank Indonesia, 2010. Tingginya harga cabai akan mempengaruhi tingkat inflasi. Laju perubahan harga barang inflasi dipengaruhi oleh sisi permintaan dan penawaran salah satunya terkait dengan kurangnya
pasokan.
Padahal di sisi lain, Jawa Barat merupakan produsen cabai merah terbesar di Indonesia dengan sentra terbesar di Kabupaten Garut.Kabupaten Garut merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang
perekonomiannya didominasi oleh sektor pertanian dan salah satunya adalah cabai merah dengan produksi mencapai 76.800 ton pada tahun 2009, atau sebesar 37 dari total produksi cabai merah di Propinsi Jawa
Barat Bank Indonesia, 2011.
Penurunan produksi cabai merah terjadi pada akhir tahun 2010, hal ini selain dikarenakan mengalami kegagalan yang diakibatkan cuaca buruk, serangan hama penyakit, ketersediaan faktor produksi juga akibat
petani tidak menerapkan jadwal tanam dalam budidaya cabai merah padahal dilihat dari waktu panen, komoditi cabai merah bisa diproduksi setiap saat atau tidak tergantung pada musim tertentu sehingga
ketersediaan cabai merah di pasar dapat terjamin, tetapi kenyataannya tidak demikian .Kertidaksinambungan pasokan cabai merah selalu terjadi hal ini juga dipicu karena petani banyak memilih pasarnya yang
tradisional yang tidak menuntut kesinambungan pasokan juga spesifikasi kualitas hal ini yang mengakibatkan terjadinya fluktuasi produksi sehingga dapat dikatakan usaha agribisnis cabai merah memiliki risiko produksi.
Tanaman cabai merah sebenarnya juga tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang terlalu spesifik, secara umum dapat dilaksanakan dimana saja, tetapi untuk produksi dan kualitas yang optimal, pemenuhan
persyaratan teknis mutlak harus diperhatikan. Pengembangan harus dicirikan dengan pola tanam atau produksi yang tepat, penggunaan benih bermutu, pemupukan yang tepat, pengendalian OPT mengikuti
kaidah-kaidah pengendalian Hama terpadu PHT dan penanganan pasca panen yang benar.
Melihat permasalahan di atas, Bank Indonesia melakukan suatu pendekatan yaitu pendekatan klaster di Jawa Barat dan salah satunya adalah Kabupaten Garut yang merupakan sentra dari cabai merah. Dengan
terbentuknya klaster diharapakan dapat meningkatkan kinerja petani cabai merah sehingga dapat mengendalikan risiko produksi yang terjadi dalam pelaksanaan usahataninya dan akhirnya diharapkan dapat
menjamin ketersediaan pasokan cabai merah di pasaran dan merupakan upaya dalam mengendalikan inflasi dengan menstabilkan harga pada cabai merah.
Klaster dapat didefinisikan yaitu upaya mengelompokkan industriusaha inti yang saling berhubungan, baik industri pendukung, industri terkait, jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, penelitian,
pelatihan, pendidikan, informasi, teknologi sumber daya alam, serta lembaga-lembaga terkait Bank Indonesia, 2010. Klaster juga merupakan sejumlah perusahaan dan lembaga yang terkonsentrasi pada
suatu wilayah, saling berhubungan dalam bidang khusus yang saling bersaing dan sekaligus bekerjasama Porter, 2000.
Upaya pengembangan klaster dilakukan dengan melibatkan multi stakeholder yang terkait mulai dari
hulu sampai hilir, diantaranya yaitu perusahaan pemasok bibit, dinas terkait yang mendampingi budidaya dan penguatan kelompok, serta perusahaan penampung cabai juga dilibatkan sehingga diduga permasalahan
yang dihadapi akan semakin kompleks dan sistemik yang ditunjukkan dari interaksi yang memiliki kepentingan berbeda dan perannya di wilayah tersebut.
Dalam pengembangan klaster juga harus terdapat suatu lembaga yang dapat menaungi dan memfasilitasi petani, salah satu yang direkomendasikan oleh Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten
Garut yang diharapkan dapat menjadi wadah bagi petani cabai adalah Koperasi Cagarit yang mewadahi kelompok tani petani cabai merah di delapan kecamatan. Cagarit ini diharapkan dapat menjadi
local champion dalam formasi klaster di Kabupaten Garut.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, memunculkan pertanyaan dalam penelitian ini yaitu memahami risiko produksi aktual di Kabupaten garut dan mengkaji pengelolaan risiko produksi yang ada melalui
pendekatan klaster. Untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan berpikir sistem melalui
soft system methodology SSM karena pemahaman risiko produksi dari agribisnis cabai merah dalam pengembangan klaster yang kompleks dan dinamis.
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
76
METODE Penelitian ini merupakan
action research dengan menggunakan metode studi kasus secara kualitatif yang berpikir sistem dengan menggunakan
causal loop diagram mempunyai tujuan untuk memahami risiko produksi aktual dan mengkaji pengelolaan risiko produksi pada agribisnis cabai merah yang ada di Kabupaten
Garut Provinsi jawa Barat melalui pendekatan klaster.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Klaster Agribisnis Cabai Merah di Kabupaten Garut
Dalam rangka mempengaruhi sisi penawaran, Bank Indonesia berupaya melalui program pemberdayaan sektor riil dan UMKM bekerjasama dengan sektor publik dan swasta. Implementasi dari
program tersebut adalah program pengembangan klaster untuk komoditas yang menjadi sumber tekanan inflasi. Berdasarkan data
series inflasi nasional tahun 2010, salah satu komoditas yang menjadi sumber tekanan inflasi adalah cabai merah yang disebabkan terganggunya pasokan. Berkaitan dengan hal tersebut,
Bank Indonesia mengupayakan kerjasama awal dengan sektor publik yaitu Kementerian pertanian RI sebagai instansi yang berkompeten dan berkepentingan dalam menjaga kestabilan pasokan komoditas cabai
merah bagi masyarakat, diharapkan juga dari kerjasama tersebut dapat ditingkatkan dengan melibatkan sektor swasta sehingga akan lebih
sustainable Bank Indonesia, 2011. Dari berbagai komoditas yang potensial untuk dikembangkan, dipilih komoditas yang potensial untuk
dikembangkan. Pemilihan komoditas sesuai dengan kriteria klaster yang telah ditentukan, yaitu : 1 merupakan komoditas unggulan, 2 mendukung pengendalian inflasi, 3 mendorong pengembangan ekonomi
daerah, 4 menjadi sumber pendapatan utama masyarakat wilayah klaster, 5 menyerap sebagian tenaga kerja dari wilayah klaster, 6 masuk dalam program pemda yang tertuang dalam Rencana Kerja Program
Pengembangan Jangka Menengah Daerah RKPJMD, dan 7 terdapat
local champion. Dari penentuan kriteria klaster tersebut terpilihlah cabai merah sebagai komoditas yang akan dijadikan komoditas dalam
klaster. Pemilihan klaster didasarkan bahwa Jawa Barat merupakan produsen cabai merah terbesar di
Indonesia mencapai 18 dari produksi cabai nasional dan Kabupaten Garut salah satu produsen cabai terbesar di Jawa Barat dengan produksi 76.800 ton pada tahun 2009. Bank Indonesia Bandung pada tahun
2011 mempunyai program pengembangan klaster dan salah satunya adalah klaster cabai merah di Kabupaten Garut.Dalam rangka melaksanakan program klaster cabai merah , KBI Bandung mengadakan
Focus Group Discussion FGD di Garut pada tahun 2011 yang dihadiri oleh stakeholders pihak-pihak yang berkepentingan dengan industri cabai merah yang ada di wilayah kerja KBI Bandung. FGD ini membahas
tentang potensi, permasalahan dan solusi berbasis pasar dari setiap rantai nilai klaster cabai merah dan diakhiri dengan pembentukan Pokja kelompok kerja klaster cabai merah di Kabupaten Garut.
Tabel 1. Produksi Cabai Merah Besar di Jawa Barat tahun 2011 Wilayah sentra produsen cabai di Jawa Barat
Jumlah Produksi Kabupaten Garut
56.195 ton Kabupaten Cianjur
28.935 ton Kabupaten Tasikmalaya
26.870 ton Kabupaten Bandung
20.556 ton Kabupaten Majalengka
10.765 ton Kabupaten Bandung Barat
9.514 ton Kabupaten Sukabumi
7.679 ton Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Barat, 2011
Langkah awal dalam pengembangan klaster, koperasi cagarit yang mewadahi kelompok tani petani cabai di delapan kecamatan yaitu Kecamatan Cigedug, Cisurupan, Sukaresmi, Cikajang, Bayongbong,
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
77
Pasirwangi, Sucinaraja dan Cibatu diperkuat kelembagaannya dalam pengembangan usaha dan organisasi dimana koperasi ini akan menjadi perwakilan dari para petani cabai untuk berhubungan dengan perusahaan
penampung dan pengolah cabai serta pemasok input. Sebelumnya petani masing-masing mencari input dan menjual hasilnya pada penampung, pasar tradisional sehingga petani tidak mempunyai posisi tawar yang
bagus, diharapkan dengan terbentuknya dan semakin kuatnya lembaga koperasi akan membuat petanisemakin bergairah dalam melaksanakan agribisnis cabai merah karena adanya kepastian pasar dengan
adanya kontrak pada pihak industri. Selain itu, pembentukan dan pengembangan klaster ini diharapkan petani cabai merah lebih mengarah pada pasar terstruktur yang memotivasi petani untuk menjaga
kontinuitas pasokannya dengan spesifik kualitas. Risiko Produksi Aktual dalam Agribisnis Cabai Merah di Kabupaten Garut
Cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai fluktuasi harga dan produksi yang tinggi, hal ini salah satunya disebabkan karena pasokan cabai merah dari sentra produksi ke
pasar yang tidak berkesinambungan sehingga agribisnis cabai merah mengindikasikan terdapat risiko produksi.Begitu pula dalam klaster agribisnis cabai merah di Kabupaten Garut masih banyak permasalahan
yang dihadapi diantaranya adalah belum mampunya petani dan koperasi cagarit dalam memenuhi permintaan pasar khusunya dari industri, kualitas cabai yang tidak memenuhi standar
off-grade, cabai yang cepat rusak, hal ini mengindikasikan adanya risiko produksi dalam agribisnis cabai merah. Indikasi tejadinya
risiko produksi ini memerlukan suatu pemahaman, analisis dan tidak lanjut dari agribisnis cabai merah ini. Menurut Kountur 2008 ada tiga unsur penting dari sesuatu yang dapat dianggap sebagai risiko,
antara lain : merupakan suatu kejadian, kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan sehingga bisa terjadi bisa juga tidak terjadi, dan jika sampai terjadi akan menimbulkan kerugian.
Berdasarkan fenomena yang ada menunjukkan bahwa pada usahatani cabai merah di Kabupaten Garut mengalami risiko produksi yaitu dalam hal penggunaan input, yang terdiri dari pengolahan lahan yang
dipengaruhi oleh pengadaan tenaga kerja. Ada risiko kekurangan tenaga kerja untuk mengolah lahan sehingga ada persaingan dalam perolehan tenaga kerja. Dapat dikatakan jumlah petani cabai merah semakin
bertambah sementara jumlah tenaga kerja untuk pengolahan lahan semakin berkurang, hal ini dikarenakan banyak tenaga kerja yang beralih ke bagian produksi atau proyek jalan serta tenaga kerja yang semakin
punya modal maka mereka pun dapat melaksanakan usahatani cabai merah sendiri. Sumber risiko produksi yang kedua yaitu benih. Petani yang sudah melaksanakan kemitraan dengan pihak industri, benihnya dipasok
langsung oleh industri karena jenisnya ditentukan oleh pihak mitra, tetapi kadang-kadang sering terjadi keterlambatan pasokan benih serta mempengaruhi pada minat berusahatani petani. Petani tidak mudah
beralih pada jenis varietas yang berbeda, juga dengan banyaknya varietas petani semakin bingung untuk memilihnya.Koperasi cagarit yang diharapkan dapat menjadi pemasok dari sarana produksi oleh para petani
cabai merah belum nampak fungsinya hal ini dapat dikatakan pengadaan sarana produksi termasuk pupuk dan obat-obatan belum dilaksanakan sepenuhnya oleh koperasi. Koperasi belum memiliki akses keuangan
yang memadai untuk mendorong usahatani cabai merah. Sumber risiko produksi yang ketiga yaitu serangan hama penyakit masih banyak, berakibat kualitas masih rendah dan tidak dapat menembus pasar terstruktur.
Selanjutnya yaitu pola tanam tidak didasarkan pada kebutuhan pasar yang pasti termasuk didalamnya yaitu harga, kuantitas dan kualitas.
Pengelolaan Risiko Produksi melalui Pendekatan Klaster di Kabupaten Garut
Permasalahan di atas yang menjadi sumber risiko produksi sering terjadi di tingkat petani khususnya petani cabai merah. Namun demikian, hal ini harus segera disikapi agar potensi yang ada dapat ditingkatkan
semaksimal mungkin yaitu melalui pengembangan klaster. Input produksi transformasi perdagangan konsumsi
Gambar 1. Pola dalam rantai nilai klaster cabai merah
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
78
Melihat pola rantai nilai klaster cabai merah akan melibatkan berbagai pelaku dan pendukung. Kolaborasi antara keduanya seharusnya dapat menunjang pengembangan klaster.
Dalam pengembangan klaster cabai merah terlihat pola rantai yang melibatkan berbagai pelaku dan pendukungnya, mulai darin keterlibatan pemasok input yang terdiri dari pemilik lahan, penangkar benih,
pedagang pupuk, pedagang obat, dan pemilik modal yang akan mendukung proses produksi dalam budidaya cabai dan pengolahan cabai yang melibatkan petani atau kelompok tani, koperasi cagarit, dan
pengolah cabai yang akhirnya menuju proses perdagangan dengan melibatkan pedagang grosir, pedagang pengumpul, dan pedagang antar daerah dengan tujuan restoran, industri hilir, pasar tradisional, pasar
modern hingga konsumen akhir. Pelaksanaan klaster cabai melibatkan industri pendukung yaitu lembaga pembiayaan, jasa transportasi juga industri terkait misalnya klaster sosin, klaster padi dan lain sebagainya
juga lembaga pendukung seperti PT, LPSM, Dinas pertanian, asosiasi cabai merah, penyuluh lapangan dll. Klaster ini sudah terlihat dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi karena semakin mudah
berkoordinasi antar pelaku yang terlibat juga dapat merangsang munculnya inovasi yang diakibatkan karena banyak melibatkan
stakeholder maka membantu terciptanya pengetahuan dan informasi. Dari berbagai komunikasi antar pelaku yang berkepentingan baik melalui pelaksanaan FGD dan hasil diskusi
kelompok kerja ada beberapa program klaster dalam pengembangan sistem produksi yang diharapkan akan dapat mengurangi risiko produksi diantaranya: TOT teknologi persemaian dan manajemen dengan pelaksana
VCC LPPM UNPAD dan USAID, pembangunan rumah semai Bank Indonesia , TOT teknologi produksi mulai dari persiapan lahan, penanaman hingga pasca panen dan lain sebagainya.
Diagram causal loop menunjukkan hubungan sebab akibat dari berbagai variabel yang menjadi
sumber risiko produksi dalam pengembangan klaster agribisnis cabai merah di Kabupaten Garut. Tanda positif + menunjukkan hubungan peningkatan atau variabel arah yang sama sedangkan tanda negatif -
menjelaskan hubungan mengurangi atau variabel arah yang berlawanan. Tanda garis ganda menjelaskan ada dimensi waktu keterlambatan dalam hubungan sebab akibat. Hubungan yang ditandai dengan umpan
balik positif
Reinforce “R” yaitu untuk memperkuat atau pertumbuhan dan hubungan umpan balik negatif Balance “B” yaitu untuk mengarah pada keseimbangan.
Gambar 2.Diagram Sebab Akibat klaster Agribisnis Cabai Merah Dari Gambar 2, terlihat bahwa dengan adanya inisiasi dari Bank Indonesia membentuk klaster
agribisnis sehingga petani cabai merah terkonsentrasi secara geografis. Dengan meningkatnya konsentrasi geografis akan semakin memperbanyak interaksi antar pelaku sehingga layanan
stakeholder untuk petani semakin tinggi dalam hal ini dapat menimbulkan berbagai kemitraan sehingga proses pembelajaran yang
menimbulkan inovasi teknologi dan pengetahuan semakin meningkat yang mendorong proses produksi ke arah yang lebih baik. Meningkatnya inovasi akan menambah skill para petani yang memerlukan satu waktu
risiko produksi produktivitas
produksi penerimaan
harga output pendapatan
minat berusahatani cabai merah
pesaing petani pangsa produk
cabai merah tuntutan efisiensi
konsentrasi geografis
biaya produksi interaksi antar
pelaku
pembelajaran inovasi dan teknologi
skill +
+ +
+ -
+ +
+
+ -
- +
+ +
- +
+ layanan stakeholder
untuk petani usahatani cabai
merah pesanan cabai
merah akses ke pasar
terstruktur +
+ +
+ +
+
+ +
+
+ B1
B2 B3
R1
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
79
tertentu. Dengan meningkatnya skill petani cabai merah diharapkan dapat menerapkan berbagai inovasi tersebut dengan harapan risiko produksi pada agribisnis cabai merah yang bersumber dari kurangnya tenaga
kerja, masih terdapatnya serangan hama penyakit, penyediaan sarana produksi yang belum bisa sepenuhnya disediakan oleh koperasi, pola tanam yang belum disesuaikan dengan kebutuhan pasar diharapkan dapat
dikelola dengan baik.
Risiko produksi semakin kecil maka dapat meningkatkan produktivitas cabai merah sehingga produksi akan semakin tinggi. Meningkatnya produksi akan menambah pendapatan petani. Pendapatan petani cabai
merah yang tinggi akan mendatangkan pesaing-pesaing petani dalam berusahatani cabai. Semakin banyaknya pesaing petani akan mengakibatkan pangsa produk dari cabai merah menurun sehingga
dibutuhkan suatu konsentrasi secara geografis dalam pengelolaan agribisnis cabai merah . Interaksi antara konsentrasi geografis, interaksi antar pelaku, layanan
stakeholder untuk petani, pembelajaran inovasi pengetahuan dan teknologi, skill, risiko produksi, produktivitas, produksi, penerimaan, pendapatan petani,
pesaing petani cabai merah, pangsa produk, tuntutan efisiensi dan konsentrasi geografis menyebabkan terciptanya umpan balik yang negatif dimana dengan adanya tuntutan efisiensi dalam agribisnis cabai merah
akan mengarah menuju kesetimbangan dengan terbentuknya konsentrasi geografis B1 . Semakin banyak minat orang berusahatani cabai merah sebagai dampak dari meningkatnya pendapatan
yang diperoleh dengan memerlukan satu waktu tertentu delay.Meningkatnya minat usahatani cabai merah akan semakin menambah orang berusahatani cabai merah maka pesaing petani semakin tinggi yang akan
mengurangi pangsa produk cabai merah. Meningkatnya Pangsa produk cabai merah akan menuntut efisiensi sehingga akan meningkatkan terkonsentrasinya geografis secara spasial dan dapat mengurangi biaya
produksi dalam usahatani cabai merah akhirnya akan meningkatkan pendapatan.Hubungan interaksi dari variabel-variabel tersebut membentuk umpan balik positif yaitu terjadi penguatan dengan terkonsentrasinya
secara geografis R1.
Dengan meningkatnya konsentrasi geografis akan semakin memperbanyak interaksi antar pelaku dan layanan
stakeholder untuk petani semakin tinggi.sehingga proses pembelajaran semakin meningkat yang akan melahirkan berbagai inovasi dan pengetahuan yang mendorong proses produksi ke arah yang lebih
baik. Meningkatnya inovasi akan menambah skill para petani cabai dan risiko produksi diharapkan dapat dikelola dengan baik. Interaksi antara konsentrasi geografis, interaksi antar pelaku,layanan
stakeholder untuk petani, inovasi, skill, risiko produksi dan konsentrasi geografis menyebabkan terciptanya umpan balik yang
negatif dimana dengan adanya risiko produksi akan mengarah menuju kesetimbangan dengan terbentuknya konsentrasi geografis B2.
Usahatani cabai merah meningkat menimbulkan pesaing banyak sehingga pangsa produk akan semakin menurun. Menurunya pangsa produk akan menuntut efisiensi sehingga membentuk konsentrasi
geografis. Meningkatnya konsentrasi geografis akan menambah interaksi dari berbagai pelaku yang akan mengakibatkan berbagai layanan untuk petani sehingga peluang untuk menjalin kerjasama dengan berbagai
pihak sangat memungkinkan, hal ini akan mudah menembus akses ke pasar yang terstruktur. Dengan meningkatnya akses ke pasar terstruktur maka pesanan cabai merah akan semakin meningkat hal ini akan
memeperluas usaha pada cabai merah. Interaksi antar variabel ini akan mengarah pada hubungan umpan balik negatif yaitu untuk mengarah pada kesetimbangan B3.
KESIMPULAN
Sumber dari risiko produksi agribisnis cabai merah secara aktual yang ada di Kabupaten Garut terdiri dari : penggunaan input dengan adanya kekurangan tenaga kerja pada pengolahan lahan, koperasi cagarit
belum nampak fungsinya dalam pengadaan sarana produksi pupuk,benih,obat, serangan hama penyakit masih banyak, dan pola tanam tidak didasarkan pada kebutuhan pasar.
Dalam pengembangan klaster agribisnis cabai merah banyak melibatkan stakeholder
sehingga terjadi interaksi antar pelaku dan pendukung, hal ini akan memberikan pembelajaran yang dapat menghasilkan inovasi teknologi dan pengetahuan misalnya dalam sistem perbenihan, sistem budidaya yang
membawa skill petani cabai semakin meningkat, dengan demikian penerapan teknologi SOP akan semakin baik, kinerja petani semakin baik, dengan harapan risiko produksi dapat dikelola dengan baik, produktivitas
pun meningkat.
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
80
DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku: Hanafi, 2007,
Risiko, Jakarta, Universitas Terbuka. Kountur R, 2004,
Manajemen Risiko, Jakarta Abdi Tandur. Porter, M.E,. 1998 ,” Cluster and The σew Economicsof Competition, Harvard Business.
Sumber Jurnal : Checkland P., ,” Soft System Methodology.” System research and Behavioral 2000.
Elena Toma, 2009 ,” Agribusiness Cluster-Between theory and Practice,” Research Institute of Agricultural Economics and Rural Development, Bucharest, Romania.
Perdana T, σurhayati, Kusnandar,.”Improvement Model of Supply Chain management and agribusiness Cluster of Red Chilli,. Artikel pada Jurnal Internasional 2013.
Perdana T, Kusnandar., The Triple Helix Model for Fruits and Vegetables Supply Chain Management
Development Involving Small Farmers in Order to Fulfill the Global Market Demand ,” Studi Kasus di VCC Universitas Padjadjaran 2012.
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
81
13. ANALISIS KOMPOSISI KEDELAI IMPOR DAN