Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
182
26. PERBEDAAN SUPPLY CHAIN PRODUK SAPI PERAH SISTEM
KEMITRAAN DAN MANDIRI DI PROPINSI SULAWESI SELATAN
Sitti Nurani Sirajuddin
1 1
Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan,Universitas Hasanuddin
2
Makassar, 90245 Indonesia
Tel.+6281389654334 E-mail : sitti_nuraniyahoo.co.id
Hastang
3
Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan,Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 Indonesia
Tel : +6281342694750 E-mail : hastang_uhyahoo.co.id
Ilham Rasyid
4
Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan,Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 Indonesia
Tel: +6282323020207,E-mail:ilhamrasyidyahoo.co.id Hermanto Siregar
5
Departemen Ekonomi Pertanian,Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB,Bogor,16680 Indonesia
Tel.+628129586498 E-mail : hermansiregaryahoo.com
Bambang Juanda
6
Departemen Ekonomi Pertanian,Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB,Bogor,16680 Indonesia
Tel: +6281310507052 E-mail : bbjuandayahoo.com
Arya Hadi Dharmawan
7
Departemen Sosiologi Pedesaan,Fakultas Ekologi Manusia,IPB Bogor,16680 Indonesia
Tel:+628121100088 E-mail: adharma1963yahoo.com
ABSTRACT: This research aimed to find out the differences indairyproductsupply chainpartnershipsand
independentsystem of dairy farmers in South Sulawesi Province,Indonesia. A purposive sampling and secondary data collection from the Regency,District and Village were conducted September- December 2011
by using descriptive method. The primary data was obtained by direct interviews with the sampled respondents in addition to in-depth interviews using questionnaire surveys while the secondary data was
collected from some selected institution. Research location is purposively determined in Sinjai which is the area of dairybusinesspartner and Enrekang in which the dairy business is independently system. The result of
the research shows that dairy product supply chain partnerships susin is longer and inefficient than dairy product supply chain independent dangke. Therefore, the dairy product business system developed
independently and prioritize more suistanable consumer demand. Keywords: supply chain; partnership; independent; susin; dangke
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
183
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan supply chain produk sapi perah system kemitraan dan mandiri . Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2011 hingga bulan Desember 2011 dengan
menggunakan metode deskriptif. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu di Kabupaten Sinjai yang merupakan wilayah usaha sapi perah bermitra dan di Kabupaten Enrekang yang sebahagian
besarusaha sapi perahdilakukan secara mandiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa supply chain produk sapi perah sistem kemitraansusin lebih panjang dan tidak efisien dibandingkan supply chain produk sapi
perah sistem mandiridangke. Oleh karena itu, pengembangan produk susu dari system mandiri dilkuakan agar berkelanjutan dan memenuhi permintaan konsumen.
PENDAHULUAN Komoditas sapi perah merupakan alat atau sarana dalam upaya pemberdayaan karena karakteristik
produknya dapat dipanen setiap hari, memungkinkan peternak mendapatkan penghasilan yang berkesinambungan. Secara financial pendapatan yang diperoleh mampu memberikan imbalan terhadap
tenaga kerja petani peternak mampu menutup biaya
opportunitas dari bunga pinjaman dan mampu memberikan imbalan terhadap tenaga kerja peternak yang dicurahkan untuk memelihara ternak dan
mengelola usahanya. Hal tersebut tidak terlepas dari peran koperasi yang memberikan pembinaan dan pelayanan kepada peternak sapi perah rakyat yang juga sebagai tulang punggung pembangunan sapi perah
rakyat Tawaf et al, 2006. Budidaya sapi perah sebagian besar didominasi oleh peternakan rakyat dengan skala pemilikan kecil dari
1 sampai 3 ekor sapi produktif. Mereka sebagian besar bergabung dalam koperasiGKSI. Jumlah peternak rakyat terus meningkat dari tahun ke tahun tetapi citra usaha rakyat tidak pernah berkembang
Anonim,2000. Smith dan Rietmuller1995 berhasil merumuskan beberapa masalah industry sapi perah di Indonesia, diantaranya adalah hijauan ternak yang kurang, pakan konsentrat yang bermutu rendah, cara
pemberian makanan yang buruk, kesehatan ternak yang rendah,tidak ada pencatatan produksi,mutu bibit yang rendah,penyuluhan yang tidak intensif dan sebagainya.
Berdasarkan skala usahanya peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan menjadi perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat dimana peternakan api perah di Indonesia
mayoritas diusahakan oleh peternakan rakyat. Batasan peternakan untuk usaha sapi perah adalah pemilikan kurang dari 10 ekor sapi laktasidewasa atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi
perah campuran. Perusahaan peternakan sapi perah adalah usaha peternakan sapi perah untuk tujuan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dan mempunyai izin usaha serta sudah menggunakan
teknologi baru dalam proses produksinya dengan produksi utama susu sapi yang memiliki 10 ekor laktasidewasa atau lebih atau memiliki jumlah keseluruhan 20 ekor sapi perah campuran atau lebih
Sudono,2002 Upaya peningkatan pendapatan peternak tidaklah cukup dengan upaya peningkatan produksi akan
tetapi yang lebih penting adalah memberikan jaminan hasil produksinya akan selalu dapat diserap oleh pasar.Pemasarantataniaga yang efektif dan efisien merupakan kunci dari keberhasilan usaha tersebut.
Dalam aktivitas pemasaran, peternak sebagai produsen akan melibatkan lembaga pemasaran karena sebagian besar produsen tidak menjual secara langsung kepada konsumen akhirSahari dan Musyafak,2002.
Lembaga pemasaran berfungsi sebagai sumber informasi bergeraknya suatu barang atau jasa serta melakukan pengolahan hasil-hasil pertanianpeternakan baik pengolahan tingkat pertama maupun
pengolahan tingkat lanjut. Selain itu lembaga pemasaran juga melakukan fungsi-fungsi pemasaran,yaitu fungsi fisik,fungsi pertukaran dan fasilitas Limbong dan Sitorus, 1988. Fungsi dari masing-masing lembaga
pemasaran berbeda satu dengan yang lain tergantung dari aktivitas yang dilakukan maupun skala usaha masing-masing Soekartawi, 2003.
Pendekatan alternatif terhadap tataniaga ialah pendekatan
supply chain. Pendekatan tataniaga fokus analisisnya pada suatu komoditas sementara pendekatan
supply chain penekanannya tidak hanya komoditas itu saja tapi juga mencakup produk-produk olahannya. Dengan demikian proses nilai tambah harus terlihat di
dalam supply chain rantai pasokan tersebut. Analisis kelembagaan merupakan suatu yang utama di dalam
pendekatan supply chain.Oktaviani 2009 mengemukakan bahwa manajemen supply chain dipandang
sebagai perubahan kelembagaan penting yang mempengaruhi usaha kecil. Manajemen supply chain SCM
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
184
sendiri menunjukkan manajemen keseluruhan set produksi, distribusi, dan proses pemasaran dimana seorang konsumen dipasok disuplai dengan produk yang diinginkan. Beberapa manfaat dapat diambil dari
manajemen supplychain yang baik khususnya dari sudut pandang pengusaha kecil seperti informasi
mengenai teknologi baru, input, kredit, layanan penyuluhan dan aktivitas pemasaran. Semua aktivitas ini dapat mempermudah pengusaha kecil memperlonggar kendala sumberdaya yang dihadapi dan mereduksi
resiko produksi dan pemasaran. Terkait dengan penelitian ini, adanya kontrak kerjasama dalam usaha sapi perah antara peternak dan
perusahaan dalam hal ini dinas peternakan, selain mempermudah peternak memperoleh input faktor yang diperlukan juga menimbulkan ketergantungan dalam pemasaran hasil. Perbedaan harga produk dan
bertambahnya bentuk
supply chain dapat terjadi. Harga produk yang lebih tinggi dan relative supply chain pada peternakan pola kemitraan menyebabkan marjin pemasaran pola ini relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan marjin pemasaran pola mandiri. Semakin besar rasio marjin pemasaran terhadap harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir berarti bagian harga yang diterima oleh peternak
farmer share akan makin kecil Windarsari, 2006.
Di Propinsi Sulawesi Selatan pengembangan sapi perah dilakukan di Kabupaten Enrekang yang bertujuan untuk mendukung kegiatan pengolahan dangke yang diolah dari susu sapi dan di Kabupaten Sinjai
yang bertujuan untuk memproduksi susu pasteurisasi untuk konsumsi masyarakat sampai ke Kota Makassar. Oleh karena itu pengembangan sapi perah di Propinsi Sulawesi Selatan perlu dilakukan dengan peningkatan
kemampuan di bidang pengolahan dan pemasaran. MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sinjai sebagai tempat usaha sapi perah system kemitraan dan Kabupaten Enrekang sebagai tempat usaha sapi perah system mandiri., Propinsi Sulawesi Selatan,Indonesia.
Primary and secondary data were collected. The primary data was obtained from respondents with direct an indepth interviews using quistionare. Untuk mengetahui model saluran distribusi pemasaran susu pasteuriasi
susin dan dangke digunakan analisa deskriptif kualitatif yang menerangkan atau menjelaskan setiap saluran distribusi pemasaran dengan mengelompokkan setiap bentuk saluran yang ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN Supply Chain Produk Sapi Perah Sistem Kemitraan dan Mandiri
Usaha dikatakan berhasil jika mendapatkan keuntungan dari produk yang dihasilkan dan keuntungan tersebut dipengaruhi oleh biaya-biaya yang dikeluarkan juga dari supply chain produk tersebut. Begitu juga
halnya dengan produk usaha sapi perah sistem kemitraan yaitu susu pasteurisasi dan produk sapi perah sistem mandiri yaitu dangke dimana keuntungannya juga dipengaruhi biaya-biaya pada supply chainnya.
Supply Chain Susu Pasteurisasi Untuk usaha sapi perah sistem kemitraan yang berperan dalam menerima produk sapi perah adalah koperasi
yang berada di daerah pengembangan tersebut dimana koperasi tersebut beranggotakan peternak sapi perah akan tetapi koperasi tersebut tidak sesuaidengan azasnya yaitu berakar dari bawah sehingga koperasi
tersebut melaksanakan fungsinya dengan sistem komando terhadap anggota koperasi. Sifat komando itu dimulai dari cara memilih anggota yang ditetapkan oleh koperasi yang dikaitkan dengan pemberian bantuan
sapi perah. Pada sisi peternak, mereka pada umumnya adalah masyarakat pedesaan yang berpendidikan rendah.
Pada koperasi Sintari yang mengolah susu segar menjadi susu pasteurisasi memberikan pelayanan kepada peternak termasuk pendistribusian susu dan semua pelayanan ini harus dibayar kembali oleh peternak
kepada koperasi melalui pemotongan harga produksi susu jadi koperasi mewajibkan peternak menjual seluruh produksi susu pada koperasi. Jadi pemasaran supply chain produk sapi perah sistem kemitraan
langsung ke koperasi selanjutnya hasil olahan susu segar tersebut menjadi susu pasteurisasi SUSIN dan dipasarkan ke kota Makassar dengan harga jual Rp. 1600cup. Jadi dari pemasaran susu segar tersebut
maka peternak sapi perah sistem kemitraan tidak mendapat keuntungan secara finansial akan tetapi yang mendapat keuntungan adalah koperasi. Adapun bentuk supply chain susu pasteurisasi ada dua, yaitu :
Penerapan Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam Pengembangan Agribisnis Nasional
Jatinangor, 16 November 2013 ISBN: XXXXXX
185
1. Bentuk Supply Chain I