Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Pusat Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah Jakarta Barat

Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, dan kedua wilayah tersebut juga merupakan daerah yang memiliki kelebihan pasokan air domestik dan memiliki alokasi RTH potensial sebagai daerah resapan, sehingga Jakarta Selatan dan Jakarta Timur dapat ditetapkan sebagai daerah resapan yang dapat mengkonservasi air. • Wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Barat adalah daerah yang masih harus menambah RTH rencana pada tahun 2006-2016 di daerah Cengkareng, Kembangan dan Cipayung. • Daerah yang memiliki kelebihan pasokan air domestik di wilayah DKI Jakarta yang dibutuhkan untuk memasok wilayah lain adalah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. • Daerah yang memiliki kekurangan pasokan air domestik yaitu Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, kekurangan harus dipenuhi dari pasokan wilayah lain yaitu Jakarta Selatan dan Jakarta Timur • RTH tahun 2006 24,68 luas DKI Jakarta harus tetap dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk DKI Jakarta, tetapi pada tahun 2006 masih harus menambah RTH rencana Jakarta Barat di Kec. Kembangan dan Cengkareng sebesar 0,21 luas DKI Jakarta dan pada tahun 2016 dibutuhkan RTH rencana Jakarta Timur di Kec. Cipayung sebesar 0,23 luas DKI Jakarta. • Luas RTH publik DKI Jakarta tidak termasuk RTH Kepulauan Seribu tahun 2009 adalah sebesar 5.892,2779 ha atau 9,07 luas kelima wilayah DKI Jakarta, sehingga Luas RTH Privat yang ada di DKI Jakarta adalah sebesar 10288,2631 ha atau 15,85 . Jika berdasarkan UU RI No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa luas RTH publik adalah 20 dari luas wilayah kota maka masih diperlukan lagi RTH publik sebesar 10,93 , sehingga ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah DKI Jakarta untuk menambah atau merubah RTH privat menjadi RTH publik. Arahan kebijakan dalam pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta adalah sebagai berikut : • Mendorong Perda tentang RTH dan instrumen penegakan hukum Perlu secepatnya mendorong lahirnya Perda tentang RTH agar perencanaan pembangunan RTH memiliki kekuatan hukum yang jelas dan tegas. Dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang terutama yang berkaitan dengan RTH, perlu dikembangkan instrumen penegakan hukum yang dibutuhkan seperti peraturan zonasi zoning regulation maupun peraturan tentang pemberian sanksi, baik secara administrasi maupun pidana. Perlu insentif atau disinsentif reward or punishment, jika terjadi prestasi atau pelanggaran hukum oleh perorangan dan atau badan dalam pelaksanaan pengembangan RTH. Perlu membentuk Tim Audit RTH untuk menjaga keberadaan dan pelaksanaan pengembangan RTH. • Mengembangkan dan menambah RTH Pemerintah DKI Jakarta perlu menambah atau merubah RTH privat menjadi RTH publik dimulai dengan kegiatan pembebasan lahan. Selain itu bisa dilakukan dengan diatur mengenai mekanisme insentif dan disinsentif yang dapat lebih meningkatkan peran swasta dan masyarakat melalui bentuk-bentuk kerjasama yang saling menguntungkan untuk pengembangan RTH. Misalnya dengan memberi ijin bangunan lebih tinggi yang masih dalam batas persyaratan apabila dapat menyediakan RTH lebih luas atau bersedia membebaskan lahan untuk dijadikan RTH atau pemberian insentif seperti keringanan pengenaan pajak bumi dan bangunan PBB, pajak air tanah, tagihan listrik dan telepon • Menetapkan RTH Publik sebesar 20 Proporsi RTH di wilayah DKI Jakarta harus terus ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai 30 persen dari luas wilayah yang ada sesuai dengan Undang-undang RI No. 26 tahun 2007 tentang