Skenario Pengelolaan RTH sebagai Daerah Resapan Wilayah DKI Jakarta

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian model pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Luas RTH pada tahun 2006 sebesar 24,68 persen dari luas kelima wilayah DKI Jakarta dengan ketercukupan untuk kebutuhan air tanah domestik 74,10 persen - 77,09 persen. Terdapat dua wilayah yang memenuhi syarat luas minimum RTH 30 persen Undang-undang RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 dengan ketercukupan melebihi kebutuhan air tanah domestik yaitu Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. 2. Alokasi daerah yang potensial untuk dijadikan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta adalah Cengkareng dan Kembangan di wilayah Jakarta Barat, Cakung, Makasar dan Cipayung di wilayah Jakarta Timur dan Jagakarsa dan Cilandak di wilayah Jakarta Selatan. 3. Hasil perhitungan model dinamik pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di Wilayah DKI Jakarta menunjukan : a Terdapat 2 wilayah yang memiliki kelebihan pasokan air tanah domestik bisa menjadi pemasok bagi wilayah lain yaitu Jakarta Selatan dan Jakarta Timur; b Wilayah yang memiliki kelebihan pasokan air tanah domestik tetapi tidak bisa digunakan untuk memasok wilayah lain yaitu Jakarta Utara; c Daerah yang menjadi penerima pasokan dari wilayah lain yaitu Jakarta Pusat dan Jakarta Barat; d Daerah yang masih harus menambah luas RTH rencana adalah Jakarta Barat dan Jakarta Timur; e Daerah yang pemenuhan kebutuhan air domestik dapat dipenuhi dari PAM saja adalah Jakarta Utara 4. Lima alternatif skenario pengelolaan RTH dalam rangka memenuhi kebutuhan air tanah domestik yaitu : skenario 1 Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006 dan Pasokan DanauSitu tahun 2006; skenario 2 Mengandalkan pasokan kebutuhan air domestik penduduk hanya dari PAM saja; skenario 3 Luas RTH seperti luas RTH tahun 2006, Pasokan DanauSitu tahun 2006 dan PAM; skenario 4 Luas RTH terdiri dari RTH rencana pada daerah potensial ditambah RTH tahun 2006, Pasokan DanauSitu tahun 2006 dan PAM; skenario 5 Luas RTH terdiri dari RTH rencana, RTH tahun 2006, Pasokan DanauSitu tahun 2006, PAM dan ditambah pasokan dari RTH Wilayah lain 5. Dari kelima skenario pada butir 4 dapat disimpulkan bahwa skenario yang dipilih untuk dilaksanakan di wilayah DKI Jakarta adalah skenario 5, yaitu kebutuhan air tanah domestik wilayah DKI Jakarta sampai dengan tahun 2016 harus dipenuhi dari luas RTH tahun 2006 16.028,05 ha, penambahan RTH tambahan pada tahun 2007 sampai dengan 2016 adalah sebesar 152,49 ha, pasokan DanauSitu tahun 2006, pasokan PAM dan untuk beberapa wilayah harus dipenuhi dari pasokan RTH Wilayah lain wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat masing-masing mendapat pasokan dari Jakarta Timur dan Jakarta Selatan 6. Pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta adalah : a. Jakarta Selatan dan Jakarta Timur ditetapkan sebagai daerah resapan yang dapat mengkonservasi air. b. Jakarta Timur dan Jakarta Barat adalah daerah yang masih harus menambah RTH rencana pada tahun 2006-2016 di daerah Cengkareng, Kembangan dan Cipayung. c. Kelebihan pasokan air domestik di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur digunakan untuk memasok wilayah lain. d. Kekurangan pasokan air domestik Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, dipenuhi dari pasokan wilayah lain yaitu dari Jakarta Selatan dan Jakarta Timur e. RTH tahun 2006 24,68 luas DKI Jakarta harus tetap dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk DKI Jakarta, pada tahun 2006 masih harus menambah RTH rencana Jakarta Barat di Kec. Kembangan dan Cengkareng sebesar 0,21 luas DKI Jakarta dan pada tahun 2016 dibutuhkan RTH rencana Jakarta Timur di Kec. Cipayung sebesar 0,23 luas DKI Jakarta. f. Luas RTH publik DKI Jakarta tidak termasuk RTH Kepulauan Seribu tahun 2009 adalah 9,07 , luas RTH Privat DKI Jakarta sebesar 15,85 . Jika berdasarkan UU RI No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa luas RTH publik adalah 20 dari luas wilayah kota maka masih diperlukan lagi RTH publik sebesar 10,93 , sehingga ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah DKI Jakarta untuk menambah atau merubah RTH privat menjadi RTH publik. g. Total RTH RTH rencana + RTH 2006 yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air tanah domestik DKI Jakarta tahun 2006- 2015 adalah sekitar 24,89 persen luas kelima Wilayah DKI Jakarta dan pada tahun 2016 dibutuhkan 24,92 persen luas kelima Wilayah DKI Jakarta. 7. Arahan kebijakan dalam pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta adalah : a. Mendorong Perda tentang RTH dan instrumen penegakan hukum b. Mengembangkan dan menambah RTH c. Menetapkan RTH Publik sebesar 20 persen

6.2 Saran

Dengan adanya model pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta yang di buat per wilayah dengan memperhitungkan kebutuhan air domestik penduduk DKI Jakarta, pemenuhan air tanah yang berasal dari volume air yang dihasilkan dari RTH tahun 2006, RTH rencana, potensi lain yang berasal dari danau atau situ yang berada di wilayah DKI Jakarta dan dengan memperhitungkan juga pasokan PAM di wilayah DKI Jakarta sebagai pengurang kebutuhan air tanah, beberapa saran disusun sebagai berikut : 1. Pemerintah DKI Jakarta segera menetapkan wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur sebagai daerah resapan, perlu segera disusun Rencana Detil Tata Ruang dan peraturan zonasi menetapkan amplop ruang koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien dasar lantai dan garis sempadan bangunan yang cukup tinggi terutama untuk daerah- daerah alokasi RTH potensial Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. 2. Beberapa upaya yang harus dilakukan oleh perintah DKI Jakarta dalam pengelolaan RTH sebagai daerah resapan adalah : a Pengadaan dan pembangunan RTH baru; b Legalitas status kawasan RTH; c Melaksanakan refungsi lahan untuk dikembalikan fungsinya sebagai RTH; d Pengendalian dan pengawasan bangunan untuk menjamin pelaksanaan pembangunan sesuai KDB koefisien dasar bangunan; e Penerapan mekanisme insentif dan disinsentif; f Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengadaan dan penataan RTH; g Optimalisasi kualitas vegetasitanaman pada semua kawasan RTH; h Menyusun pedoman- pedoman pelaksanaan NSPM untuk penyelenggaraan dan pengelolaan RTH; i Menetapkan luas minimum RTH sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik kota; j Meningkatkan kampanye dan sosialisasi tentang pentingnya RTH melalui gerakan hijau kota green cities; k Mengembangkan proyek-proyek percontohan RTH untuk berbagai jenis dan bentuk yang ada di beberapa wilayah DKI Jakarta. 3. Koreksi terhadap jumlah penduduk dan luas RTH yang ada perlu dilakukan setiap 5 tahun pada inputan model tersebut sehingga bisa diikuti perkembangan laju jumlah penduduk dan perubahan luasan RTH yang ada setiap 5 tahun. 4. Model ini dapat digunakan untuk merencanakan kebutuhan air domestik dan kebutuhan RTH di masa datang pada periode yang tertentu dengan memperbarui peta kondisi RTH yang ada sesuai awal rencana dan melihat perkembangan alokasi RTH potensial dengan mempertimbangkan kepadatan penduduk dan luas ruang terbuka yang ada. 5. Model pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta ini disarankan perlu dikembangkan dengan analisa spasial jenis-jenis RTH yang lebih detail misalnya RTH dibedakan atas hutan kota, padang rumput, taman dsb serta laju resapan akhir dengan memperhatikan pengaruh jenis vegetasi pada RTH tersebut. DAFTAR PUSTAKA Aji A. 2000. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau secara Berkelanjutan Studi Kasus di Kotamadya Bandarlampung. Disertasi Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana IPB Bogor. Aronof S. 1989. Geographic Information System : A Management Perspective. WDL Publication. Otawa, Canada. Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Badan Pengendali Dampak Lingkungan Propinsi DKI Jakarta. 2000. Agenda 21 Propinsi DKI Jakarta Strategi untuk Pembangunan Berkelanjutan di Daerah. Badan Pengendali Dampak Prop. DKI Jakarta. Jakarta. Bidwell RGS. 1974. Plant Physiology. Macmillan, New York. Brian D and Daniel S. 2004. Analysis Spatial Dynamic Modeling And Urban Land Use Transformation: A Simulation Approach To Assessing The Costs Of Urban Sprawl. International Journal of Ecological Economics. 51: 79-95. Brooks RG. 1988. Site Planning: Environment, Process, and Development. Prentice Hall Career Technology. New Jersey. Burrough PA. 1986. Principles of Geographical Information System for Land Resources Assessment. Oxford University. New York. Budiharjo E dan Hardjohubojo S. 1993. Kota Berwawasan Lingkungan. Penerbit Alumni. Bandung. Budiharjo E. 1997. Tata Ruangan Perkotaan. Penerbit Alumni. Bandung. Carver SJ. 1991. Integrating Multicriteria Evaluatin with Geographic Information System. Int. Journal of Geographic Information. 4:321-339. Cho S, Poudyal NC and Roberts RK. 2008. Spatial Analysis Of The Amenity Value Of Green Open Space. International Journal of Ecological Economics. 66: 403-416. Chow VT, Maidment DR and Mays LW. 1988. Applied Hydrology. McGraw-Hill Book Co. Singapore.