Secara umum, model dapat digolongkan dalam dua kategori yaitu : model fisik
dan model abstrak. Model fisik merupakan model miniatur replika dari
keadaan sebenarnya. Sebagai contoh, mainan mobil-mobilan merupakan miniatur dari mobil sesungguhnya dan boneka merupakan representasi dari manusia.
Model abstrak yang jugs disebut model mental merupakan model yang bukan
fisik, tetapi dapat menjelaskan kinerja dari sistem. Model abstrak dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Model
kuantitatif menggunakan perhitungan matematik dan bersifat numerik sehingga dapat digunakan untuk keperluan prediksi. Sebaliknya, model kualitatif
bersifat deskriptif dan tidak menggunakan perhitungan kuantitatif. Model kuantitatif dikelompokkan berdasarkan cara pemecahan
permasalahan yang dihadapi, yaitu: 1 yang bersifat induktif empirik dengan penggunaan teknik statistik, dan 2 yang bersifat deduktifmekanistik dengan
persamaan matematik. Model empirik memberikan hubungan antara variabel output dan input, tetapi tidak memberikan penjelasan proses atau bagaimana
mekanisme hubungan tersebut terjadi. Sebaliknya, model mekanistik menjelaskan mekanisme proses yang terjadi tersebut.
Dalam kajian sistem menggunakan model fisik maupun abstrak, pengkaji sistem akan berhadapan dengan permasalahan yang bersifat statik atau dinamik.
Permasalahan yang bersifat statik bersifat konstan, sedangkan yang bersifat
dinamik selalu berubah menurut waktu. Mobil-mobilan sebagai model fisik, dapat
bersifat dinamik apabila mobil-mobilan tersebut dilengkapi dengan baterai, sehingga dapat bergerak, yang kecepatan serta jarak tempuhnya berubah dengan waktu.
Model pengelolaan RTH sebagai daerah resapan di wilayah DKI Jakarta dalam penelitian ini menggunakan model abstrak kuantitatif berdasarkan cara
pemecahan permasalahan yang dihadapi bersifat deduktifmekanistik dengan persamaan matematik dan merupakan model bersifat dinamik
2.9 Tinjauan Studi-Studi Terdahulu
Tim Peneliti Fakultas Kehutanan IPB 1986 mengemukakan siklus air di dalam hutan sangat erat kaitannya dengan kondisi tanah, iklim serta tindakan
manusia terhadap komponen ekosistem tersebut. Siklus air tersebut terdiri dari
delapan jalur cara yaitu : intersepsi, cucuran tajuk, aliran batang, transpirasi, fotosintesa, evaporasi, limpasan dan infiltrasi. Masing-masing jalur dipengaruhi
oleh berbagai faktor lingkungan, baik faktor fisik maupun faktor biotik. Tim Fisika dan Konservasi IPB 1991 dalam penelitiannya mempelajari
pengaruh ukurandimensi sumur resapan dinyatakan dalam nisbah luas permukaan pengerasan dengan luas resapan, dan bentuk resapannya, terhadap kemampuannya
memasukkan air kedalam tanah. Diharapkan bahwa persentase terbesar akan memberikan inflow yang maksimum sehingga tidak ada air terbuang melalui
drainase. Sementara itu, pada nisbah luasan yang sama, resapan yang lebih dalam akan memberikan efektifitas lebih tinggi dalam meningkatkan inflow
dibandingkan resapan yang lebih dangkal Penelitian William dan Joan 1995 tentang taman kota : green spaces atau
green walls? menyatakan taman sebagai fitur lansekap kota memiliki banyak fungsi yaitu sebagai penyedia rekreasi pasif dan aktif, manfaat lingkungan, dan
habitat satwa liar. Penelitian ini mengeksplorasi konsep bahwa taman kota juga dapat berfungsi sebagai lansekap batas memisahkan lingkungan dari karakteristik
sosial-ekonomi yang berbeda. Empat taman di lingkungan Bostons Roxbury dan North Dorchester sebagai lokasi penelitian untuk mengevaluasi hipotesis bahwa
taman yang terletak di antara lingkungan yang berbeda sosioekonomi berfungsi sebagai lanskap batas.
Aji 2000 pada penelitiannya mengenai pengelolaan ruang terbuka hijau menyebutkan bahwa pengelolaan RTH pada dasarnya ditopang oleh tiga pilar
utama, yaitu instrumen produk rencana tata ruang yang mengakomodasi keberadaan RTH; instrumen peraturan perundangan yang mendukung keberadaan
RTH; dan praktek pengelolaan RTH yang dikembangkan Penurunan kualitas lingkungan hidup kota disebabkan oleh berkurangnya
ruang terbuka hijau RTH kota yang berperan besar dalam menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pemerintah telah menetapkan kawasan lindung untuk
konservasi sumberdaya alam, namun permasalahan yang ada adalah bagaimana kesiapan peraturan perundangundangan dalam pengelolaan RTH binaan serta
peranserta masyarakat dalam mewujudkan RTH bagi konservasi sumberdaya alam di kawasan perkotaan. Peraturan yang memungkinkan terwujudnya RTH yang
berlanjut belum cukup memadai, terutama jika dikaitkan dengan penataan ruang wilayah kota. Namun permasalahannya terletak pada pembuatan dan pelaksanaan
peraturan tersebut, karena masih kurang tegasnya pemerintah dalam menanggulangi dan menyelamatkan RTH yang ada di perkotaan. Berbagai
program yang direncanakan oleh lembaga yang berwenang berpotensi untuk mewujudkan RTH binaan tersebut terutama pemilihan tananam langka lokal
sebagai tanaman penghijauan. Selain itu, yang turut menyukseskan RTH binaan adalah kesatuan visi dan Misi serta peningkatan koordinasi diantara lembaga-
lembaga terkait. Rendahnya penegakan peraturan oleh pemerintah dan masyarakat menyebabkan banyaknya kasus alih fungsi RTH sementara proses
refungsionalisasinya tidak mudah, misalnya karena alih fungsi itu terjadi secara legal dan menyangkut kepentingan umum Kumar, 2002.
Penelitian tentang perencanaan komprehensif ruang hijau berdasarkan prinsip ekologi lansekap di kota Nanjing, Cina oleh Ji m and
Sophia 2003 mer upakan s tudi kasus izin perencanaan untuk jaringan terpadu ruang hijau di
kota kuno Nanjing di Cina, dengan tujuan fleksibilitas untuk ekspansi perkotaan di masa depan, akuisisi lapangan hijau, fungsi rekreasi, habitat satwa liar dan
manfaat lingkungan, meliputi green wedges, greenways dan green extensions yang menggabungkan daerah hijau perkotaan pada tiga skala lansekap. Pada skala
kota metropolis, melalui analisis normatif dan substantif bentuk perkotaan dan ekspansi perkotaan, dan penilaian dataran tinggi pinggiran kota, lima green
wedges dibatasi untuk menghasilkan bentuk bintang perkotaan a star urban form. The green wedges link pedesaan yang luas untuk pusat kota, dan
menentukan jari-jari ruang memanjang di antara ekspansi perkotaan untuk menghindari konflik dengan bidang hijau. Pada skala kota, tiga jalur hijau utama,
termasuk city-wall circular greenway, Inner-Qinhuai River greenway, and canopy-road greenway, yang dirancang sebagai kerangka untuk mengarahkan
lokasi ruang hijau baru, konfigurasi dan kontinuitas, dan untuk menghubungkan taman yang ada . Ruang terbuka hijau ini dilengkapi dengan sistem jejak yang
komprehensif untuk mendorong gerakan jalan kaki dan bersepeda yang lebih disukai masyarakat dan pemerintah. Pada skala lingkungan, sebuah organisasi
ruang hijau, terdiri dari ruang terbuka publik perumahan, trotoar teduh dan strip