Sistem Kekerabatan Suku Melayu Hamparan Perak
33 Lubbock, J.J Bachoffen, G.A Wilken dan lain-lain. Kemunculan teori evolusi
keluarga dimulai dengan memperhatikan kehidupan hewan dan membandingkannya dengan kehidupan manusia.
Menurut J.J Bachoffen kehidupan keluarga atau sistem kekerabatan dimulai dengan teori evolusi yang dikembangkannya, yaitu : pada awalnya
kehidupan berjalan dengan kondisi kehidupan seperti hewan, dimana diantara mereka tidak terdapat hubungan, bebas tanpa ikatan, pada periode ini kehidupan
disebut dengan promiskuitas, selanjutnya dengan adanya perkembangan pola pikir, manusia mulai menyadari hubungan antara seorang ibu dan anak-anaknya
yang menjadi keluarga inti, karena anak-anaknya hanya mengenal ibu tanpa mengenal ayahnya maka periode ini disebut dengan matriarkat, perkawinan antara
ibu dengan anaknya yang berjenis kelamin pria dihindari, sehingga hal ini memunculkan adat eksogami perkawinan luar kelompok, keadaan
dikembangkan dengan kemunculan peran ayah sebagai kepala keluarga dalam kelompoknya, masa ini disebut dengan patriarkat, pada masa ini adat eksogami
sudah berkembang pada adat endogami, yaitu perkawinan dalam batas-batas kelompok, pada periode berikutnya adat endogami pada anak-anaknya dapat
berhubungan dengan leluasa dengan anggota kerabat ayah maupun ibu, sehingga patriarkat makin lama makin hilang dan berubah menjadi susunan kekerabatan
yang oleh Wilken disebut susunan parental. Pada pokoknya sistem kekerabatan yang disebabkan oleh faktor keturunan
menimbulkan pola keturunan berdasarkan pada pola matriarkat keturunan berdasarkan pihak ibu dan pola patriarkat keturunan berdasarkan pihak ayah.
34 Selain faktor keturunan, sistem kekerabatan dapat muncul dengan adanya
perkawinan, sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya ada dua pokok yang menjadi dasar dari perkawinan tersebut, yaitu adat eksogami perkawinan luar
kelompok dan adat endogami perkawinan dalam kelompok, daru dua hal tersebut nantinya akan memunculkan adat-adat menetap setelah perkawinan,
pembatasan jodoh dalam perkawinan. Perkawinan pada masyarakat Melayu Hamparan Perak sebagi suatu cara
untuk menghasilkan hubungan kekerabatan, masih memegang adat mereka dalam perkawinan tersebut, hal ini dimulai sejak masa pendekatan antara pihak laki-laki
dan perempuan pada masyarakat Melayu biasa disebut dengan barce, dimana pihak laki-laki dan perempuan tidak bisa bertemu langsung, untuk itu
dipergunakan jasa seorang tali keranjang perantara untuk menyampaikan pesan diantara laki-laki dan perempuan tersebut, tali keranjang tersebut bisa laki-laki
maupun perempuan dan merupakan teman dari laki-laki dan perempuan yang berada dalam masa pendekatan tersebut, apabila hal ini sudah dilakukan dan
berlanjut maka akan ada satu masa dimana laki-laki dan perempuan tersebut saling berjumpa dari jarak yang berjauhan dan saling memberikan tanda untuk
menuju suatu tempat keramaian, seperti pekan pasar yang diadakan dalam seminggu sekali, hal ini dilanjutkan dengan kedatangan pihak laki-laki kerumah
pihak perempuan dengan tujuan meminang perempuan tersebut, apabila hal ini disetujui oleh pihak perempuan maka akan ditentukan waktu untuk
melangsungkan perkawinan diantara laki-laki dan perempuan tersebut.
35 Adat menetap setelah perkawinan dalam masyarakat Melayu Hamparan
Perak, menganut adat virilokal, sehingga sepasang suami-istri tersebut diharuskan menetap di sekitar pusat kediaman kerabat suami.
Dalam perkawinan pada masyarakat Melayu Hamparan Perak, ada adat mereka dalam menentukan dengan siapa boleh melakukan perkawinan, hal ini
disebut dengan istilah impal larangan. Impal larangan merupakan permohonan perkawinan kepada pihak perempuan oleh pihak laki-laki, dimana permohonan ini
merupakan permohonan perkawinan antara laki-laki anak dari saudara pria dan anak perempuan dari saudara perempuan sekandung, dalam hal ini laki-laki
memegang peranan dalam memutuskan apakah dia mau atau tidak dengan perempuan tersebut.
Perkawinan erat kaitannya dengan mas kawin, dalam hal ini mas kawin merupakan sebagai ganti harga diri perempuan tersebut, dan jumlah mas kawin
tersebut ditentukan pihak perempuan. Perkawinan juga mempunyai kaitan dengan warisan, dimana dalam
pembagian warisan laki-laki juga memegang peranan kuat sehingga laki-laki mendapatkan bagian mutlak dan perempuan mendapatkan bagian setengah dari
warisan tersebut. Upacara perkawinan suku Melayu Hamparan Perak mempunyai syarat-
syarat yang berdasar pada adat mereka seperti harus adanya bidan dukun pengantin bagi laki-laki maupun perempuan yang selalu berada disamping kedua
calon mempelai, adanya acara inai kecil, inai besar, kenduri, pasu kolam yang berisi air yang menggambarkan suku Melayu yang tinggal didaerah pesisir
36 pantai, kelongkong kelapa muda, bunga-bunga 4 macam, upik pinang,
kesemua hal tersebut mempunyai arti terhadap hidup mereka sebagai masyarakat yang hidup di pesisir pantai dan bekerja sebagai nelayan.
Acara perkawinan pada masyarakat Melayu Hamparan Perak lazimnya diadakan dalam tiga hari tiga malam, dimana semua orang bekerja sama yang
menggambarkan bahwa mereka semua merupakan kerabat. Dalam upacara perkawinan Melayu Hamparan Perak selalu ada pesan-
pesan yang terkandung di dalam setiap kegiatannya, hal ini menandakan adat yang memang masih dianut masyarakat tersebut sangat kuat dan menyaring setiap
budaya luar yang masuk ke dalam masyarakat mereka. Kekerabatan adalah kelompok yang terdiri dari kesatuan individu yang
diikat oleh sekurang-kurangnya 6 unsur, yaitu : • Sistem norma-norma yang mengatur tingkah-laku warga kelompok
• Rasa kepribadian kelompok yang disadari semua warganya • Interaksi yang intensif antarwarga kelompok
• Sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi antarwarga kelompok • Pemimpin yang mengatur kegiatan-kegiatan kelompok
• Sistem hak dan kewajiban terhadap harta produktif, harta konsumtif, atau harta pusaka tertentu.
Dengan demikian hubungan kekerabatan merupakan unsur pengikat bagi suatu kelompok kekerabatan. Sistem kekerabatan merupakan unsur pokok dalam
pembentukan kelompok individu yang ada dimuka bumi ini. Dari sistem kekerabatan ini akan muncul sistem-sistem lain yang berdasarkan pada sistem
37 kekerabatan itu sendiri.
Sistem-sistem lain yang muncul yang didasarkan pada sistem kekerabatan itu sendiri ialah marga, gelar adat adalah salah satu contoh dari sekian banyak
contoh sistem yang berdasar pada kekerabatan. Marga dan gelar adat merupakan suatu penganugerahan kepada individu anggota kelompok karena didasarkan pada
faktor kekerabatan tersebut, yaitu faktor keturunan dan faktor perkawinan Gelar adat merupakan suatu hal yang muncul disebabkan kekerabatan,
seperti marga, yang muncul karena kekerabatan yang disebabkan oleh faktor keturunan. Pada masyarakat di Hamparan Perak yang pada umumnya dihuni oleh
masyarakat Melayu, marga dan gelar adat diturunkan dari garis keturunan ayah atau yang biasa disebut dengan patriarkat.
Sistem kekerabatan terbagi atas dua bagian, yaitu : berdasarkan hubungan darah keturunan, dan berdasarkan hubungan perkawinan, sehingga kekerabatan
yang disebabkan oleh hubungan darah maupun perkawinan menghasilkan istilah kekerabatan istilah menyapa dan istilah menyebut pada masyarakat Melayu Deli
Hamparan Perak, yaitu : 4.
Ayung anak pertama anak sulung
5. Angah
anak kedua 6.
Alang Ayang anak ketiga 7.
UdoUde anak keempat
8. Utih
anak kelima 9.
Andak anak keenam
10. Atam
anak ketujuh 11.
Ucu anak kedelapananak bungsu
38 Apabila dalam suatu keluarga tersebut mempunyai anak yang lebih dari
delapan orang, maka anak yang kesembilan menggunakan istilah panggilan seperti anak pertama ayung, dan istilah kekerabatan ini tidak terpengaruh
apabila salah satu dari anak dalam keluarga tersebut meninggal, istilah kekerabatan ini tidak terikat pada jenis kelamin tertentu sehingga istilah
kekerabatan ini bisa digunakan baik untuk laki-laki maupun perempuan, sebagaimana yang diungkapkan oleh informan dan dari hasil observasi
dilapangan. Istilah kekerabatan untuk menyapa dan menyebut tidak terdapat perbedaan
yang terlalu mencolok, hanya saja untuk membedakan istilah kekerabatan antara laki-laki dan perempuan digunakan kata pak laki-laki dan kak perempuan,
contohnya untuk menyapa laki-laki yang merupakan anak ketiga dalam suatu keluarga, maka dipergunakan istilah kekerabatan “pak’lang”, sedangkan untuk
perempuan digunakan istilah “kak’ngah” untuk menyapa perempuan yang merupakan anak kedua dalam suatu keluarga Melayu Hamparan Perak.
Istilah kekerabatan dalam masyarakat Melayu Hamparan Perak untuk menyebut kepada orang tua dari ego adalah ayah laki-laki dan omak
perempuan, untuk menyebut saudara sekandung orang tua ego, baik laki-laki maupun perempuan menggunakan istilah uwakwak dan ditambah dengan istilah
menyapa, sedangkan untuk menyebutkan anak dari saudara laki-laki ayahibu digunakan istilah kemanakan, dan anak dari saudara perempuan ibuayah
digunakan istilah keponakan, penggunaan istilah ini sampai sekarang masih digunakan oleh masyarakat tersebut, karena pengaruh adat Melayu yang kuat pada
39 diri masing-masing anggota masyarakat tersebut.
Masyarakat Melayu Hamparan Perak memiliki gelar adat yang diwariskan oleh orang tua mereka, yaitu :
Tabel 4 Gelar Adat Masyarakat Melayu
Gelar adat ayah
Gelar adat ibu Anak Laki-laki
Anak perempuan
Tengku Tengku
Tengku Tengku
Tengku ---
tanpa gelar Tengku
Tengku ---
tanpa gelar Tengku
Megat Megat
Tengku Datin
Tengku Tengku
Datuk Datuk
Datuk Datin
--- tanpa gelar
Datin Wan
Wan Datuk
Tengku Wan
Wan OK
Datin OK
OK OK
--- tanpa gelar
OK OK
Sumber : penulis, hasil penelitian antara bulan September 2014 – Februari 2015.
Gelar adat yang diperoleh melalui keturunan melalui garis keturunan ayah dalam masyarakat Melayu, akan terputus apabila gelar adat yang diwariskan oleh
orang tua ego kepada ego dan kemudian ego kawin dengan orang lain yang berada di luar kelompoknya eksogami maka anak yang lahir dari hasil perkawinan ego,
tidak akan mendapatkan gelar adat tersebut karena sudah terputus oleh karena perkawinan eksogami tersebut.
Konsep gelar adat pada masyarakat Melayu mengikuti prinsip patrilineal, prinsip patrilineal, yang memperhitungkan hubungan kekerabatan melalui garis
keturnan pria, sehingga semua kaum kerabat ayah termasuk dalam batas kekerabatannya, sedang semua kaum kerabat ibu berada di luar batas itu.
40 Penyebutan gelar adat pada masyarakat Melayu Hamparan Perak juga
mengikuti 10 prinsip universal yang berfungsi untuk menganalisa sistem-sistem istilah kekerabatan, sehingga dalam penyebutan untuk menyapa dan menyebut
term of address, term of reference akan terlihat posisi seseorang tersebut dalam kelompoknya yang didahului oleh gelar adatnya, ke-10 prinsip tersebut, yaitu :
• Generasi • Percabangan keturunan
• Umur • Kelamin dari anggota kerabat
• Kelamin dari kerabat yang menghubungkan • Kelamin dari si pembicara
• Perbedaan antara kerabat “darah” dan kerabat karena “nikah” • Apakah kerabat yang menghubungkan masih hidup atau telah meninggal
• Principle of polarity prinsip polarisasipenyebaran • Umur dari kerabat penghubung
dengan mengikuti ke-10 prinsip ini maka akan terjadi keseimbangan dalam penyebutan dan menyapa serta menghindarkan dari kesalahan penyebutan
dan menyapa. Gelar adat sendiri digolongkan sebagai penyebutan untuk menyapa, dengan tutur yang lebih halus.
Pada masa sekarang ini gelar adat tersebut masih digunakan sebagai suatu identitas kelompok terhadap kelompok lainnya, masyarakat Melayu Hamparan
Perak pada umumnya menganggap gelar adat merupakan suatu kehormaatan yang
41 diperoleh melalui serangkaian usaha yang dihargai oleh kelompoknya terhadap
dirinya, gelar adat sendiri berlaku sepanjang hayat si pemegang gelar adat tersebut.