Upacara Perkawinan Upacara Menggunakan Pulut Kuning

51 Konsep Makanan Dalam upacara perkawinan, pulut kuning dihadirkan sebagai bagian dari penyajian kuliner tradisi Melayu untuk dikonsumsi, juga bermakna sebagai pemberian dan penganugerahan kebesaran terhadap yang memiliki acara perkawinan. Warna kuning yang dipergunakan sebagai simbol kebangsawanan dimana dalam kehidupan sehari-hari, bagi yang melaksanakan acara dianggap sebagai “raja sehari” sehingga diberikan atribut raja atau bangsawan yang bernuansa kuning dan juga diberikan sajian dan layanan layaknya kepada raja atau kaum bangsawan, hal ini menyimbolkan bahwa proses perkawinan merupakan suatu proses kehidupan yang menyatukan dua insan dan juga sebagai proses meneruskan keturunan. Bahan Makanan Seperti halnya penyajian pulut kuning secara umum, dalam penyajian pulut kuning dalam upacara perkawinan memiliki bahan yang sama dengan pembuatan pulut kuning umumnya. Bahan makanan yang dipergunakan adalah pulut atau beras pulut dengan kualitas tinggi dikarenakan proses perkawinan adalah suatu ritus hidup yang dijalani hanya sekali dalam kehidupan. Pulut kuning yang dimasak dengan bahan-bahan dasar berupa pulut dan kunyit dengan pilihan berupa bahan yang terbaik dikarenakan acara perkawinan adalah suatu acara yang memiliki nilai tinggi dalam kehidupan masyarakat 52 Melayu Hamparan Perak dan disajikan kepada tamu serta handai-taulan. Wak Awa 65 Tahun : “... kawin itu sekali seumur hidup, dipisahkan oleh kematian jadi acara perkawinan itu harus yang istimewa karena kita menjamu orang sehingga kita memberikan yang terbaik yang kita miliki ... jadi pulut kuning itu dibuat oleh keluarga yang punya acara, bahan- bahannya pilihan kalau bisa yang terbaik tapi itupun tergantung yang punya kenduri ... selain itu kan karena dia raja sehari jadi pakeklah warna kuning kek raja-raja sama kek pulut kuning tu.” Perbedaan mendasar penyajian dan bahan pembuatan pulut kuning pada upacara perkawinan dengan upacara lainnya adalah penggunaan tepak atau bale yang dipergunakan adalah bale dengan tiga tingkat dan diberi ornamentasi telur yang dirangkai pada batang bambu serta potongan ayam utuh tanpa kepala yang telah diungkep dan telah diberi bumbu, selain itu sebagai pendamping penyajian pulut kuning disertakan juga sekerat daging lembu atau kambing yang telah dimasak rendang. Pada dahulunya bahan pembuatan pulut kuning didapatkan dari hasil tamanan yang terdapat pada halaman rumah, namun pada saat sekarang ini bahan- bahan pembuatan dibeli di pajak tradisional. Pulut kuning pada acara perkawinan memiliki fungsi sebagai makanan simbol acara yang erat kaitannya dengan kehidupan kebudayaan etnis Melayu Hamparan Perak, selain itu juga berfungsi sebagai simbol silaturahim dengan para kerabat serta handai-taulan yang bertujuan memperkuat ukhuwah antar sesama sebagaiman terdapat dalam Al-quran surat An-Nisa ayat 1 : Artinya : Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan 53 nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

3.4.2 Upacara Masuk Ke Rumah Baru

Masyarakat Melayu memang sudah lama dikenal sebagai masyarakat yang memegang teguh adat dan budayanya. Berbagai macam tradisi bahkan sampai sekarang masih dijalankan walaupun perkembangan zaman pada saat ini telah menggerus budaya lama kearah budaya modern yang relatif baru. Dalam hal ini “upacara masuk ke rumah baru merupakan salah satu upacara yang masih selalu dijalankan oleh sebagian masyarakat Melayu hingga saat ini. Walaupun upacara ini sudah jarang diperbincangkan, apa lagi dipraktikkan, namun pada saat ini masih saja ada sebagian orang yang mencoba untuk meneruskan tradisi ini agar terus diingat dan dijalankan terutamanya di daerah-daerah pinggiran seperti daerah Hamparan Perak yang memang didominasi masyarakat Melayu. Upacara ini dilakukan oleh sebuah keluarga yang akan menduduki rumah baru. Misalkan, rumah yang baru didirikan ataupun rumah sewa. Begitu juga dengan rumah yang dimiliki tetapi telah lama ditinggalkan dan ingin menempati rumah tersebut kembali. Bahan-bahan yang digunakan dalam upacara ini seluruhnya disediakan oleh tuan rumah penyelenggara. Antarannya adalah tepung tawar, sirih pinang, daun sirih, pulut kuning, daun pisang, dian, air, bertih, dan kemenyan. Lazimnya upacara ini akan dilakukan pada waktu malam pertama ketika menduduki rumah tersebut. 54 Orang yang bertanggungjawab dalam mengendalikan upacara ini atau pemimpin ritual terlebih dahulu akan mencari tempat yang sesuai untuk ritual pemujaan. Tempat yang dipilih nanti biasanya adalah ibu tiang rumah atau biasa disebut sebagai tiang seri yang terdapat di dalam rumah. Setelah itu, pemimpin tersebut akan mengadap tiang seri tersebut. Kendi yang penuh berisi air akan diletakkan di atas daun pisang di hadapannya. Kemenyan dibakar dan bahan- bahan yang lain diletakkan di sisinya. Dua batang lilin dinyalakan. Salah satunya akan dilekatkan pada tiang seri sementara yang satu lagi akan dilekatkan di pinggir mulut kendi. Pemimpin ritual biasanya lebih suka menggunakan dian, kerana lebih mudah melekat atau kemungkinan juga dipengaruhi oleh faktor kebiasaan dahulu mereka yang tidak pernah mengenal pemakaian lilin. Ketika doa-doa sudah dipanjatkan, bau kemenyan yang semerbak menusuk hidung akan menambah suasana baru di dalam rumah tersebut. Beberapa saat kemudian dian yang diletakkan di pinggir mulut kendi tadi diambil dan cairannya diteteskan ke atas air yang ada di dalam kendi tersebut sebanyak beberapa tetes. Setelah dian itu diletakkan pada tempatnya semula, pemimpin ritual akan menepuk tiang seri dengan sekuat tenaga sebanyak dua kali berturut-turut. Tindakan ini menandakan upacara berdoa sudah berakhir. Namun, keseluruhan upacara ini masih belum selesai. Setelah upacara pemujaan selesai dijalankan, pemimpin ritual akan memercikkan tepung tawar yang telah disiapkan kepada tuan rumah dengan menggunakan daun-daun sirih yang telah disusun sebagai alat pemerciknya. Kemudian tepung tawar dipercikkan pada keseluruh penjuru rumah