Simbol Bale Simbolis Pulut Kuning

79 Penggunaan bale atau tepak dalam penyajian pulut kuning terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu bale dengan satu tingkatan, tiga tingkatan, lima tingkatan, tujuh tingkatan dan sembilan tingkatan, hal ini dipercaya sejalan dengan kepercayaan dalam agama Islam dimana Allah S.W.T menyukai bilangan ganjil 4 Penyajian pulut kuning dengan menggunakan bale atau tepak yang memiliki satu tingkatan merupakan penyajian pulut kuning yang paling dasar dan tidak memiliki unsur pengikat berupa upacara dan kegiatan lainnya, atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa penyajian pulut kuning tidak dalam konteks upacara atau kegiatan menggunakan bale atau tepak satu tingkat seperti piring. . Tiga tingkat bale atau tepak pada penyajian pulut kuning memiliki makna bahwa acara yang menghadirkan pulut kuning tersebut tergolong sebagai upacara kecil dalam adat budaya Melayu, dan pada umumnya tamu undangan terbatas pada keluarga terdekat saja. Lima tingkat bale atau tepak pada penyajian pulut kuning bermakna bahwa upacara yang dilakukan merupakan upacara penting dalam kehidupan manusia dan juga kebudayaan Melayu, pada umumnya penggunaan bale atau tepak lima tingkat pada penyajian pulut kuning merupakan upacara yang tergolong besar, seperti upacara perkawinan. Pada kehidupan masyarakat Melayu penyajian pulut kuning dengan menggunakan bale atau tepak tujuh dan sembilan tingkat dipercaya sebagai bagian dari upacara yang dilakukan oleh kaum bangsawan dan bersifat terbatas 4 Dalam Al-quran surat Al-Fajr ayat 1 hingga 3 mengungkapkan tentang keagungan Allah S.W.T terhadap bilangan ganjil “Demi fajar, dan malam yang sepuluh,dan demi asy-syaf’u yang genap dan al-watru yang ganjil QS. 89 : 1 – 3. 80 pada lingkungan status tersebut, pada umumnya dilakukan ketika penabalan raja, pengangkatan raja maupun bangsawan, pemberian gelar dan lain sebagainya namun pada saat sekarang ini sulit untuk menemukan penyajian pulut kuning yang menggunakan bale atau tepak yang memiliki tujuh dan sembilan tingkat.

4.1.4. Simbol Upacara

Upacara dalam kehidupan kebudayaan Melayu pada umumnya menggunakan pulut kuning sebagai kelengkapan dari proses upacara tersebut, walaupun tidak keseluruhan upacara turut menyertakan pulut kuning. Penggunaan pulut kuning sebagai bagian dari proses upacara meliputi : upacara membangun atau memasuki rumah baru, perkawinan, melahirkan anak, khatam Al-quran dan upah-upah. Pada upacara membangun atau memasuki rumah baru, upacara dilakukan sebagai bagian dari ungkapan rasa syukur dari pelaksana upacara atas kemampuannya untuk membangun tempat bernaung dan tempat tinggal. Selain itu juga sebagai tanda mengharapkan ridho Allah S.W.T atas rumah tersebut dapat memberikan ketenangan dan rezeki bagi individu yang mendiami rumah tersebut. Pulut kuning digunakan pada upacara membangun atau memasuki rumah baru sebagai ungkapan rasa syukur dan perkenalan kepada tetangga baru serta sebagai penyampai informasi kepada masyarakat sekitar mengenai keberadaan rumah dalam lingkungan tersebut, kehadiran pulut kuning sebagai kelengkapan upacara juga ditujukan untuk mempererat tali silaturahim antar warga sekitar, saling mengenalkan satu sama lain, saling tolong-menolong antar warga. 81 Pulut kuning dalam upacara perkawinan bermakna sebagai simbol memasuki tahapan kehidupan yang baru dimana setelah upacara perkawinan, individu yang melaksanakan upacara telah masuk pada tahapan kehidupan berkeluarga dan juga kehidupan antara seorang suami dan istri. Penyajian pulut kuning dalam upacara perkawinan juga menggunakan bale atau tepak dengan lima tingkatan sebagai simbol bahwa kegiatan yang dilakukan tergolong upacara besar dengan tamu undangan yang banyak, sebagai bagian dari memperkenalkan diri sebagai bentuk keluarga baru yang menjalani kehidupan, baik terhadap keluarga dari pihak suami maupun istri, kerabat dan tetangga. Melahirkan adalah bagian dari perjalanan kehidupan yang penting, baik oleh ibu yang melahirkan maupun anak yang dilahirkan sebagai generasi penerus. Pentingnya upacara melahirkan dalam kehidupan masyarakat Melayu sebagai pengingat bahwa perjuangan seorang ibu selama sembilan bulan mengandung hingga melahirkan dan juga harapan yang disandangkan pada anak yang lahir kelak akan berbakti pada orangtua. Kehadiran pulut kuning dalam pelaksanaan upacara melahirkan sebagai bagian dari ekspresi rasa syukur telah diberikan keturunan, rasa bahagia, dan juga pengumuman kepada masyarakat sekitar bahwa telah lahir seorang anak dan warga baru di lingkungan sekitar. Pulut kuning pada upacara melahirkan disajikan sebagai konsumsi bagi ibu yang telah melahirkan seorang anak yang menyimbolkan perjuangan dan harapan orangtua terhadap anak serta sebagai pengikat hubungan antar masyarakat untuk saling tolong-menolong dan mengetahui bahwa salah satu anggota masyarakatnya telah mendapatkan