Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
2 Makanan bagi manusia sejatinya adalah sebentuk pemenuhan kebutuhan
energi secara biologis, dimana kebutuhan atas energi tersebut terdapat dilingkungan sekitar kehidupan. Pada tahapan perkembangan pemenuhan atas
kebutuhan energi tersebut, makanan yang berasal dari alam atau lingkungan hidup dimanifestasikan kedalam bentuk simbol-simbol yang berkaitan dengan
kehidupan, tidak hanya sekedar sebagai tanda melainkan juga turut menyimpan beragam hal yang berkaitan dengan makanan, kehidupan dan pola konsumsi.
Beberapa penelitian mengenai makanan, pola konsumsi, hingga simbol yang terdapat pada makanan telah dilakukan dalam rentang waktu yang panjang
dalam lingkup kajian antropologi Claude Levi-Strauss:1965, Sutton:2001, Counihan:2004. Hal tersebut turut memberikan gambaran mengenai pentingnya
peran makanan, pola konsumsi dan simbol yang terdapat pada makanan terhadap kehidupan kebudayaan manusia.
Pemahaman Strauss 1965 terhadap strukturalism juga dipengaruhi oleh aspek makanan yang kemudian memunculkan pemikiran mengenai “culinary
triangle”, dimana dalam kajian tersebut Strauss 1965 membagi antara makanan mentah dan makanan masak yang merepresentasikan pemikiran manusia atas
nature dan culture. Mengutip Foster dan Anderson 1978 bahwa makanan juga memiliki
keterkaitan terhadap hubungan sosial yang tercipta dalam kehidupan masyarakat dan juga sebagai cara berkomunikasi diantara mereka, sehingga makanan bukan
saja sebagai proses mengkonsumsi melainkan juga sebagai proses yang menggambarkan keterkaitan antar individu dalam kehidupan pola hubungan sosial
3 yang tercipta melalui kegiatan makan.
Pentingnya arti konsumsi makanan menjadi perhatian kajian antropologi, yang terbagi atas tata cara pengumpulan bahan makanan, proses pembuatan,
penyajian dan ritual hingga nilai asupan nutrisi. Hal ini memberi gambaran singkat bahwa makanan berpengaruh dalam kehidupan manusia secara luas.
Dalam kehidupan masyarakat Melayu di Kota Medan, pola konsumsi makanan juga memiliki rentang perjalanan sejarah dan kompleksitas dalam
penyajiannya yang dalam hal ini dimanifestasikan dalam bentuk penyajian pulut kuning. Penelitian ini terfokus pada aspek simbol penyajian makanan pada
masyarakat Melayu di Kota Medan, dalam hal ini simbol penyajian makanan yang diberi nama pulut kuning.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa makanan pulut kuning termasuk jenis makanan yang memiliki simbol penyajian dalam kehidupan masyarakat
Melayu, pulut kuning disajikan pada kesempatan waktu tertentu; seperti pada acara upah-upah memberkati, perkawinan, dan bentuk ritus kehidupan lainnya.
Selain memiliki dimensi ruang dan waktu penyajian tertentu, pulut kuning juga memiliki tekstur warna makanan yang terkait dengan kehidupan masyarakat
pendukungnya, yaitu masyarakat Melayu Deli dimana warna kuning disebut juga sebagai warna kebesaran atau sebagai representasi kemegahan, kejayaan bagi
masyarakat Melayu Deli yang seiring dengan istilah yang erat dalam kehidupan mereka, yakni takkan surut Melayu di bumi.
4