Kesultanan Langkat Kesultanan-kesultanan Sumatera Timur .1 Kesultanan Deli

71 Bahkan pendapat Singah bin Zakaria tentang seni zapin ini dikutip oleh Mohd Anis Md Noor 1995:90 sebagaai berikut. Kami menari untuk Tuanku sekurang-kurangnya dua kali sebulan. Tuanku suka sekali sama Gambus. Ada tempat seperti kotak di hadapan singgasana, dari Kepala Gajah. Tuaku mau melihat semua pemain: Wak Pian, Alang, Ja’apar Buta, Noh, Mail semuanya peningkah. Tengku Tobo, pemusik semua duduk di muka. Kami harus di samping, tidak dibenarkan seorang pun memberi belakang kepada penonton. Kotak tempat kami bernain itu dipagar keliling dan diikat sama kain kuning. Itu satu penghormatan menari di muka Tuanku, tapi kami ngeri. Tuaku kuat disiplin. Kami terpaksa kerja keras. Kalau saja kami juara satu dalam pertandingan, Tuanku mengadakan perayaan selama dua hari dua malam. Kami makan roti jala, kari, dan meronggeng. Hebat waktu itu. Demikian penjelasan Singah Zakaria mengenai sedikit memorinya sebagai penari zapin yang menari di muka Sultan Serdang saat itu. Tampak dari penjelasannya bahwa Sultan Serdang sangat gemar dengan kesenian. Selain zapin juga dipertunjukkan ronggeng, yang memang menjadi seni rakyat dan istana sekali gus. Fungsi seni ronggeng ini adalah untuk integrasi sosial, yang sesuai dengan kerajaan Serdang yang terdiri dari etnik Melayu, Simalungun, Karo, dan pendatang. Sultan juga menurut penjelaasan Singah Zakaria suka mengajak makan bersama, khas Melayu, yaitu roti jala dan kari kambing, sebagai kuliner tradisional Melayu.

2.3.3 Kesultanan Langkat

Kesultanan L:angkat memliki batas-batas teritorialnya : sebelah utara dan barat berbatasan dengan daerah Aceh, sebelah timur dengan Selat Malaka, dan sebelah selatannya berbatasan dengan Kesultana Deli ENI, II 1918:1530. Wilayah Kesultanan Langkat berada pada 34 14 sampai 4031’ Lintang Utara dan 9052’ Universitas Sumatera Utara 72 sampai 98 45’ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 45 Meter di atas permukaan laut. Kata Langkat itu sendiri dahulunya berasal dari pohon yang buahnya hampir serupa dengan buah langsat sehingga pohon tersebut dinamakan dengan Langkat. Namun deemikian, menurut orang Karo Jahe kata Langkat itu berasal dari bahasa Karo yaitu lang ku angkat yang artinya tidak ku angkat, lama-lama menjadi Langkat. Lalu manakah yang benar antara keduanya sulit bagi kita untuk menentukannya. Raja Langkat yang pertanma kali adalah Quri, setelah beliau meninggal dunia, maka Langkat memiliki dua kerajaan yaitu yang pertama Kerajaan Jentra Malay yang menjadi rajanya adalah Tan Qatar, dan yang kedua adalah Kerajaan Bahorok yang menjadi rajanya adalah Tan Husun, mereka merupakan saudara kandung yang keduanya sama-sama ingin memajukan negeri Langkat dan di sekitarnya. Sedangkan sultan yang pertanma kali mendapat gelar sultan di Langkat adalah Sultan Musa Akhalidy Almu Azamsyah . Pada masa itu berdirilah sebuah kampung yang bernama Tanjung Pura. Beliaulah yang mendirikan istana yang berada di Tanjung Pura, dan beliau berusaha betul agar daerah Langkat itu tetap dalam keadaan yang aman dan sejahtera, dengan berbagai pembangunan untuk kepentingan rakyat yang di bangunnya. Raja-raja Langkat adalah raja yang terkaya di daerah pesisir Sumatera Timur, sebab bumi Langkat mengandung tambang minyak yang cukup besar. Hal itu di ketahui oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah Belanda tahu hal itu, mulailah dilakukannya penelitian secara ilmiah dan kemudian terbukti bahwa bumi Langkat Universitas Sumatera Utara 73 mengandung minyak. Demikianlah lebih kurang 100 tahun yang lalu ditemukannlah sumur minyak di Telaga Said, dan untuk memperingati tempat itu, maka Pertamina membuat sebuah tugu di Telaga Said itu. Setelah keadaan negeri Langkat aman dan sejahtera, Sultan Musa menjalankan ibadah Haji ke Mekah, sepulangnya dari Mekah beliau menggalakkan pengembangan ajaran Islam ke penduduk Langkat dan merencakanan membangun sebuah mesjid yang sangat baik di Tanjung Pura. Setelah Sultan Musa wafat pada tahun 1898 Masehi, kedudukannya sebagai sultan digantikan oleh anaknya yang bernama Tengku Abdul Aziz, dan pembangunan masjid itu diteruskan oleh Sultan Aziz maka dari itulah nama mesjid itu diberi nama Masjid Azizi, suatu masjid yang bermutu tinggi dengan arsitek yang sempurna. Ternyata di samping tambang minyak yang besar, Tanjung Pura juga kaya akan bangunan dan arsitekturnya. Masjid Azizi dibangun pada tahun 1902 bertepatan pada 13 Rabiul Awal 1320 H, diatas tanah seluas 2,4 hektar, dan menelan biaya yang cukup besar yaitu sebesar 200.000 ringgit Singapura, pada waktu itu diperkirakan uang Republik Indonesia lebih kurang 4 miliyar rupiah, dengan gaya mozaik Persia. Sultan Kedah sewaktu melewati negeri Langkat, terpesona akan keindahan Mesjid Azizi ini, sehingga beliau membangun model yang sama dengan masjid Azizi di Kedah Malaysia. Setelah sultan Langkat yang terakhir mangkat yaitu Sultan Tengku Mahmud Aziz pada tahun 1946 Masehi, maka setelah itu tidak ada lagi pengangkatan sultan, setelah Indonesia menyatakan kemerdekaanya. Universitas Sumatera Utara 74 Dalam konteks penelitian ini, zapin juga terdapat di wilayah budaya Melayu Langkat. Seperti diketahui oleh umum, bahwa Kesultanan Langkat adalah sebagai pusat Islam di Sumatera Timur. Di Langkat terdapat pusat tarikat Naqsabandiyah, yang jamaahnya menyebar ke seluruh kawasan Asia Tenggara. Tokoh sastrawan sufi yang terkenal dari kawasan ini, yaitu Tengku Amir Hamzah. Bagaimanapun zapin di kawasan Langkat berkembang selaras dengan perkembangan Islam di kawasan ini.

2.3.4 Kesultanan Asahan