Pelaksanaan manejemen risiko Sistem Operasional asuransi syariah berdasarkan akad
harus dilakukan secara tepat sesuai dengan prinsip dasar asuransi syariah, khususnya mengenai prinsip kerelaan al-ridha dari peserta asuransi dan
tidak adanya unsur maisir. Dan yang tidak kalah penting adalah, bahwa dalam prinsip asuransi syariah, akad tabarru’ tidak boleh diubah menjadi akad
tijarah, sehingga akad harus menerapkan bahwa dana tabarru’ sepenuhnya adalah untuk kepentingan tolong menolong sesama peserta asuransi.
Asuransi Takaful Keluarga, khususnya untuk produk takafulink, telah menerapkan adanya akad tabarru’. Sebelum menandatangani kontrak akad
tertulis, calon peserta diwajibkan membaca dan memahami secara seksama akad tertulis mengenai kesanggupan peserta untuk membayar premi tabarru’,
yang nantinya premi tabarru’ tersebut akan dikelola oleh PT Asuransi Takaful Keluarga dalam rekening khusus sebagai dana kebajikan untuk tolong
menolong diantara peserta yang mengalami musibah. Pada tahapan ini, penerapan akad tabarru’ mencerminkan adanya prinsip kerelaan al-ridha,
karena peserta telah mengetahui tentang keberadaan akad tabarru’ beserta hak dan kewajiban yang timbul, sebelum menyetujui dan melaksanakan
akad. Sehingga uang yang disetor oleh peserta asuransi yang merupakan kewajiban peserta merupakan dana tabarru’ yang sengaja diniatkan untuk
melindungi dirinya dan peserta lain ketika terjadi musibah, dan inilah yang mencerminkan kerelaan peserta untuk melakukan akad tabarru’ tanpa ada
paksaan. Disamping itu, dengan mewajibkan peserta membaca dan memahami bahwa dana tabarru’ yang dibayarkan pada akhirnya digunakan
untuk menanggung risiko atas dirinya dan peserta lain, dalam hal ini yang dimaksud adalah risiko kematian, maka sampai tahap ini perusahan telah
berusaha menghilangkan unsur gharar dalam akad. Hal itu dikarenakan setiap awal transaksi sudah ditekankan adanya kejelasan dana yang digunakan untuk
menanggung risiko yang mungkin terjadi. Selama masa perjanjian, PT. Asuransi Takaful Keluarga diberi kuasa
oleh peserta asuransi untuk memotong langsung dana investasi peserta sebesar 7,5 dari premi dasar tahunan selama 8 tahun atau 1,25 dari premi dasar
sekaligus, yang kemudian dimasukan dalam rekening khusus sebagai dana tabarru’. Perhitungan premi tabarru dilakukan perusahaan dengan
menggunakan konsep “Hukum Bilangan Besar” dengan menggunakan tabel mortalita, untuk memprediksi kemungkinan kerugian di masa depan. Dengan
informasi yang diperoleh dari calon peserta, seperti usia, kesehatan dan jenis kelamin, perusahaan dapat memprediksi jumlah kerugian yang akan
timbul pada jenis kelompok yang serupa dan lebih akurat. Dari sini bisa diprediksi berapa jumlah uang yang dibutuhkan untuk dana santunan peserta.
Premi tabarru’ dalam produk takafulink ditentukan terlebih dahulu dalam prosentase yang sama untuk semua peserta. Sehingga melalui proses
underwriting, calon peserta yang diterima adalah calon peserta yang memenuhi kriteria yang pantas membayar sejumlah dana tabarru’ yang telah
ditetapkan dalam produk takafulink. Dalam hal ini peserta- peserta dalam produk Takafulink memiliki latar belakang kesehatan dan cara hidup
yang cenderung sama, serta range usia dari 17 hingga 60 tahun. Pada tahap ini, perusahaan telah berusaha menegakkan prinsip keadilan, dimana dengan
menetapkan kelompok yang memiliki kesamaan latar belakang sebagai calon yang diterima sebagai peserta, sementara prosentase pembayaran premi yang
diberlakukan adalah sama untuk semua peserta, maka diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan, karena masing- masing peserta menanggung
tingkat risiko yang hampir sama dengan pembayaran premi tabarru yang sama pula.
Penerapan akad tabarru’ juga dilakukan di dalam mekanisme operasional produk Allisya Protection milik Allianz Life Indonesia. Sama
halnya dengan Asuransi Takaful Keluarga, Allianz Life Indonesia Syariah juga mengharuskan calon peserta untuk membaca dan memahami akad
tertulis yang salah satu isinya adalah bahwa nantinya calon peserta akan menjadi anggota kumpulan peserta asuransi syariah Allianz bersama dengan
para peserta lainnya untuk saling tolong menolong terhadap musibah yang mungkin dialami oleh salah seorang diantara peserta dan untuk itu peserta
diwajibkan membayar sejumlah dana tabarru sebagai dana ta’awun. Selain itu pada saat proses marketing, perusahaan juga menjelaskan kepada calon
peserta asuransi bahwa dengan berasuransi syariah setiap peserta asuransi akan saling membantu, bekerjasama dan saling bertanggung jawab kepada
sesama peserta lain melalui dana kebajikan tabarru’. Langkah perusahaan untuk meyakinkan calon peserta mengenai adanya prinsip tolong menolong
dalam akad serta kewajibannya membayar dana tabarru’ adalah salah satu bentuk usaha perusahaan untuk mengedepankan prinsip dasar asuransi
syariah, kerelaan al-ridha, dan menghilangkan unsur paksaan. Namun ada perbedaan penerapan akad tabarru’ antara Allianz Life
Indonesia Syariah dengan Asuransi Takaful Keluarga. Perbedaan tersebut terletak pada prosedur penetapan jumlah dan pembayaran premi tabarru’
yang dilakukan oleh peserta. Setiap peserta dalam produk Allisya Protection dikenakan dana tabarru’ yang berbeda- beda jumlahnya disesuaikan dengan
usia, jenis kelamin, dan jumlah uang pertanggungan, dan dihitung berdasarkan hasil underwriting. Oleh karena itu, diawal perjanjian atau pada saat
penandatangan kontrak tidak disebutkan jumlah pasti yang harus dibayarkan peserta untuk dana tabarru’. Hal ini cukup beralasan, karena perusahaan juga
menetapkan perjanjian agar peserta menyetujui dan mengikhlaskan pembagian surplus underwriting surplus account tabarru’ sebesar 30
serta pembayaran fee sebesar 25 dari dana tabarru’ kepada PT. Asuransi Allianz Life Indonesia, sementara peserta tidak mengetahui secara pasti
berapa jumlah account tabarru di awal perjanjian. Disamping itu, pemotongan dana tabarru’ untuk keperluan biaya pengelolaan risiko tersebut tentu saja
menyalahi prinsip asuransi syariah, dimana akad tabarru’ tidak boleh diubah menjadi akad tijarah serta menyalahi aturan dimana seharusnya dana tabarru’
sepenuhnya untuk dana kebajikan yang menjadi hak peserta, yang digunakan dalam proses ta’awun saling tolong menolong.