Kedudukan akad antara peserta asuransi dan perusahaan asuransi

perjanjian akad, dimana peserta asuransi merupakan pihak yang menjadi pemilik dana sepenuhnya shahibul maal, sementara perusahaan hanya sebagai fasilitator untuk menjaga dan mengelola dana mereka mudharib. Hal ini berbeda dengan perusahaan asuransi konvensional yang memposisikan peserta sebagai pembeli produk berupa polis dan perusahaan sebagai penjual, berdasarkan akad jual-beli. Polis tersebut merupakan bentuk bukti bahwa risiko telah dialihkan kepada perusahaan dengan konsekuensi peserta asuransi harus membayar sejumlah premi kepada perusahaan. Sehingga seringkali dalam proses pemasarannya, perusahaan asuransi konvensional bertumpu pada penjualan produk-produk yang dikeluarkan. Berdasarkan hal tersebut, maka proses marketing perusahaan asuransi syariah seharusnya lebih berorientasi terhadap penawaran keikutsertaan untuk saling menanggung dengan peserta lain, pada suatu peristiwa yang belum terjadi dalam jangka waktu tertentu. Jika dilihat dari proses pemasarannya, produk PT. Asuransi Takaful Keluarga, khususnya produk Takafulink, menempatkan peserta dan perusahaan dalam akad pada posisi yang tepat secara syariah. Hal ini dapat digambarkan melalui tahap- tahap marketing dan proses terbentuknya akad pada produk Takafulink. Pada saat masa pra- transaksi, ada hal penting yang harus dilakukan staf marketing kepada calon peserta asuransi, dimana marketing perusahaan diharuskan menginformasikan dan menerangkan isi syarat umum polis secara detail kepada calon peserta. Lebih lanjut lagi, bahwa dalam Pasal 1 Syarat Umum Polis Individu PT. Asuransi Takaful Keluarga memuat tentang pengertian istilah- istilah dalam asuransi syariah, termasuk diantaranya mengenai pengertian peserta dan perusahaan. Dalam pasal tersebut, yang dimaksud dengan Peserta adalah pemegang polis yang bertindak sebagai shohibul maal pemilik dana yang mengadakan perjanjian. Sementara itu, yang dimaksud dengan Perusahaan adalah PT. Asuransi Takaful Keluarga sebagai pemegang amanah. Dengan demikian sebelum peserta melakukan transaksi, peserta telah diyakinkan terlebih dahulu bahwa pihaknya bukanlah sebagai pembeli produk yang dijual perusahaan, melainkan sebagai pemilik dana sepenuhnya. Hal itu juga dimantapkan dengan adanya dasar-dasar perjanjian akad yang harus dibaca, dipahami, untuk kemudian ditandatangani oleh peserta, jika ada kesepakatan. Diantara dasar-dasar perjanjian tersebut memuat akad tertulis yang menyatakan kesediaan peserta untuk memberikan kuasa kepada PT. Asuransi Takaful Keluarga untuk mengikuti program Asuransi Takafulink, berdasarkan prinsip wakalah bil- ujrah. Dengan prinsip tersebut, peserta merupakan pihak pemilik dana yang mempercayakan dananya kepada perusahaan untuk dikelola melalui berbagai portofolio investasi, dan kemudian peserta memberikan ujrah komisi biaya pengelolaan kepada perusahaan. Disamping itu, dalam proses marketing pihak perusahaan senantiasa menekankan bahwa risiko kematian ditanggung oleh kumpulan peserta sendiri atas dasar asas tolong–menolong, melalui pembayaran dana tabarru’ yang diambil dari dana yang disetor calon peserta dan dikelola oleh perusahaan. Hal ini berarti akad yang dilakukan telah memposisikan peserta sebagai muwakil yaitu nasabah yang mewakilkan kepada perusahaan asuransi syariah untuk mengelola premi dan perusahaan sebagai wakil pengelola dana. Hal itu dilakukan tanpa paksaan karena sebelumnya peserta telah diwajibkan untuk membaca dan memahami secara seksama isi dari akad tertulis, bahkan terdapat juga surat pernyataan bahwa peserta telah benar- benar paham akan hal itu, sebelum menandatangani kontrak akad. Begitupula yang terjadi dalam fungsi pemasaran dan proses pembentukan kontrak akad produk Allisya Protection dan semua produk syariah dari Allianz Life Indonesia dimana mereka menyebut perusahaan dengan sebutan “Allianz Life Indonesia Cabang Syariah”. Keduanya mencerminkan kejelasan posisi dalam akad antara peserta dan perusahaan secara syariah, yaitu peserta merupakan pemilik dana sepenuhnya sementara perusahaan berkewajiban mengolah dana yang dipercayakan peserta kepada perusahaan melalui berbagai investasi. Sama dengan PT. Asuransi Takaful Keluarga, Allianz Life Indonesia dalam usaha pemasaran produk syariahnya, selalu menekankan kepada calon peserta bahwa Allianz syariah merupakan pihak yang akan mengelola dana sesuai syariah. Dalam hal ini agen diwajibkan untuk menjelaskan kepada calon peserta, bahwa walaupun premi dibayarkan kepada perusahaan, akan tetapi perusahaan hanya mengelola dana premi tersebut dan keuntungannya diberikan kepada peserta setelah dipotong biaya dan komisi yang telah disetujui, serta dana tabarru’ yang telah ditetapkan perusahaan. Disamping itu, dalam proses perjanjian calon peserta diwajibkan membaca akad yang diajukan pihak perusahaan untuk kemudian menandatanganinya jika telah memahami akad tersebut serta menyetujuinya. Salah satu isi dari akad tersebut adalah pernyataan dan persetujuan calon peserta untuk memberikan kuasa kepada Asuransi Allianz Life Indonesia, untuk mengelola dana dan melakukan transaksi atas nama peserta, serta bersedia membayar biaya atas jasa- jasa tersebut berdasarkan prinsip wakalah bil- ujrah . Artinya, perusahaan bukan sebagai pihak yang menjual polis asuransi yang siap menanggung risiko di masa yang akan datang, akan tetapi sebagai pengelola dana, yang mana nantinya risiko yang terjadi tetap ditanggung oleh kumpulan peserta, dalam hal ini risiko yang dimaksud adalah risiko kematian. Sehingga dilihat dari proses marketing dan proses terbentuknya akad, produk Allisya Protection telah menempatkan peserta dan perusahaan pada posisi yang benar secara syariah. Walaupun demikian, Allianz Life Indonesia memiliki perbedaan dengan Asuransi Takaful Keluarga dalam hal peran perusahaan. Dalam hal ini, Allianz Life Indonesia juga berperan sebagai penyuntik dana jika terjadi kekurangan pembayaran santunan peserta dalam proses ta’awun., dikarenakan rekening khusus milik seluruh peserta minus. Hal tersebut tidak terjadi dalam operasional Asuransi Takaful Keluarga karena pembayaran premi untuk produk Takafulink dilakukan bersamaan pembayaran premi dasar tahun pertama sampai dengan tahun ke delapan. Berbeda dengan Allianz Life Indonesia dalam produk Allisya Protection, dimana tabarru’ baru dibayarkan pada bulan ke-13 pembayaran premi hingga masa polis berakhir, sehingga jika terjadi klaim pada tahun pertama polis maka dana klaim yang akan dibayarkan merupakan pinjaman dari PT. Asuransi Allianz Life Indonesia. Dilihat dari bentuk pinjaman, yaitu didasarkan pada prinsip al- qardh, hal tersebut masih dibenarkan secara syariah karena pinjaman itu merupakan bentuk bantuan perusahaan yang dilakukan tanpa unsur riba dan bantuan tersebut merupakan bagian dari tanggung jawab mereka untuk mengelola dana dengan sebaik-baiknya. Kemudian pada akhirnya, secara bersama- sama para peserta asuransi mengembalikan dana yang dipinjam dengan menggunakan dana surplus underwriting milik peserta yang akan datang. Oleh karena itu, jika hanya dilihat dari peran perusahaan sebagai penyuntik dana, maka operasional ini masih dapat dikatakan sejalan dengan prinsip syariah. Perbedaan yang kedua adalah mengenai usia masuk calon tertanggung yang kemudian membawa dampak ketidakjelasan status peserta, yang pada akhirnya menciptakan ketidakjelasan akad. Syarat kepesertaan dalam Asuransi Takaful Keluarga Takafulink adalah seseorang yang sehat jasmani dan rohani dengan usia masuk calon tertanggung 17 sd 60 tahun, sedangkan pada Allianz Life Syariah Allisya Protection usia masuk calon tertanggung adalah 1 bulan sd 70 tahun. Ketentuan untuk produk Allisya Protection menetapkan bahwa calon tertanggung yang berusia 1 bulan sd 18 tahun dapat diwakilkan oleh orang tua wali atau oleh pihak yang ditunjuk sebagai pemegang polis. Dengan demikian pada produk Takafulink, setiap calon tertanggung merupakan calon pemegang polis peserta, sedangkan pada produk Allisya Protection setiap calon tertanggung belum tentu merupakan calon pemegang polis peserta. Seperti diketahui sebelumnya bahwa baik pada produk Takafulink maupun produk Allisya Protection, akad ditandatangani atas nama peserta asuransi, sehingga semua pernyataan yang ada dalam akad adalah bentuk persetujuan peserta asuransi. Hal ini menciptakan ketidakjelasan akad ketika calon tertanggung bukanlah pemegang polis peserta, dimana pernyataan untuk menjadi anggota kumpulan peserta ta’awun dan kesanggupan berbagi risiko dengan peserta lain dilakukan oleh peserta, sementara pihak yang memiliki risiko sebenarnya adalah calon tertanggung. Sehingga dapat dikatakan bahwa, penentuan usia calon tertanggung yang demikian akan menimbulkan ketidakjelasan akad, dimana kerelaan dan keikhlasan calon tertanggung tidak diketahui. Padahal kerelaan al-ridha merupakan salah satu dari prinsip dasar terbentuknya akad dalam asuransi syariah. Disamping itu, merujuk pada konsep ta’awun pada asuransi syariah, maka itikad buruk dan kecurangan sangat mungkin terjadi ketika perusahaan memperbolehkan calon tertanggung diwakili oleh pihak lain, dalam hal ini adalah pemegang polis. Konsep ta’awun merupakan konsep yang tercipta berdasarkan keinginan untuk saling menolong sesama peserta, dimana setiap peserta menjadi penanggung bagi semua peserta. Konsep ini secara otomatis mendorong setiap peserta untuk melakukan pencegahan risiko dan mengelola risiko masing- masing dengan baik. Akan tetapi jika calon tertanggung bukanlah peserta yang menyetujui akad, maka moral hazard dalam transaksi akan rawan terjadi, yaitu keadaan dimana ada pihak- pihak yang dengan sengaja mengambil keuntungan dari terjadinya risiko peristiwa yang tidak diinginkan terhadap calon tertanggung, mengingat calon tertanggung yang sebenarnya ditanggung risikonya bukanlah peserta yang terlibat secara langsung dalam akad.

2. Konsep pengelolaan dana dalam penetapan dana premi dan klaim.

Berikut merupakan analisis bagaimana prinsip syariah diterapkan dalam hal penetapan biaya premi dan penetapan dana klaim, yang masing- masing dianalisis dalam dua bagian yang berbeda.

a. Penetapan Biaya Premi

Prinsip- prinsip dasar asuransi syariah dalam menetapkan biaya premi harus terdapat tiga hal penting yaitu, adanya unsur kerelaan al- ridha, kejelasan dana tidak adanya unsur gharar dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan tidak ada unsur maisir. Disamping itu, penetapan biaya premi menurut prinsip syariah harus memasukkan unsur tabarru’ di dalamnya. Dalam menetapkan premi minimum dan premi maksimum produk Takafulink, Asuransi Takaful Keluarga menggunakan konsep Hukum Bilangan Besar melalui tabel mortalita, dimana informasi usia, jenis kelamin dan kesehatan sangat dibutuhkan. Informasi tersebut digunakan untuk memprediksi dana santunan, yang kemudian digunakan sebagai dasar perhitungan dana tabarru’ yang menjadi bagian dari premi. Perhitungan premi dilakukan dan ditetapkan oleh perusahaan, dimana untuk produk Takafulink ditawarkan minimal premi sebesar Rp. 1.000.000 dan maksimum Rp. 8.000.000 untuk premi tahunan, serta minimum premi sebesar Rp.8.000.000 dan maksimum Rp. 64.000.000 untuk premi sekaligus. Ketetapan premi tersebut kemudian ditawarkan kepada calon peserta untuk kemudian mendapatkan kesepakatan. Pada proses ini, peserta tidak dilibatkan dalam penetapan premi, sehingga peserta tidak mengetahui bagaimana angka 7,5 dan 1,25 dari premi untuk membayar dana tabarru’ ditetapkan. Berkaitan dengan hal ini, ketika peneliti menanyakan kenapa dana tabarru’ yang dibayarkan peserta ditetapkan sampai pembayaran premi tahun ke-8 dan apakah peserta terlibat dalam proses penetapan biaya tersebut, maka Bpk. Nastain selaku responden menjawab: “…itu ada prosesnya mbak, dengan menggunakan tabel mortalita, dalam tabel itu ada keterangan-keterangan mengenai usia, jenis kelamin, dan kesehatan peserta, yang bisa digunakan untuk memprediksi risiko dan dana santunan yang dikeluarkan nanti…perusahaan yang menetapkan dan