Hal yang sama terjadi pada masyarakat Kampung Gunung Cabe. Mayoritas setiap kategori lapisan sosial di Kampung Gunung Cabe menyatakan mengeluh
akibat terjadinya polusi suara. Sebesar 75 persen atau sebanyak tiga rumahtangga lapisan atas, sebesar 83 persen atau sebanyak 15 rumahtangga lapisan menengah,
dan sebesar 100 persen atau sebanyak delapan rumahtangga pada lapisan bawah menyatakan mengeluh akibat polusi suara. Jumlah persentase yang mengeluh
pada lapisan bawah lebih besar dibandingkan dengan lapisan menengah dan lapisan bawah. Hal ini dikarenakan tingkat kebisingan yang dirasakan oleh lapisan
bawah lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan atas dan lapisan menengah akibat jarak rumah yang lebih dekat dengan lokasi blasting dan jalan raya sebagai tempat
melajunya kendaraan truk, sehingga jumlah masyarakat yang mengeluh pada lapisan bawah lebih banyak dibandingkan dengan lapisan menengah dan atas.
Pada kategori lapisan sosial di Kampung Joglo, semakin tinggi status sosial masyarakat maka semakin tinggi tingkat keluhan terhadap kebisingan. Sementara
itu pada kategori lapisan sosial di Kampung Gunung Cabe, semakin rendah status sosial di masyarakat maka semakin tinggi tingkat keluhan terhadap kebisingan.
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa sensitivitas kebisingan lapisan atas di Kampung Joglo lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan menengah dan bawah.
Sebaliknya, tingkat sensitivitas kebisingan lapisan bawah di Kampung Gunung Cabe lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan atas dan menengah.
5.7.3 Tingkat Kedalaman Konflik Akibat Gangguan Sumber Air
Masyarakat Kampung Joglo dan Kampung Gunung Cabe pada umumnya menggunakan air sumur sebagai sumber air. Hanya sebagian kecil dari masyarakat
yang menggunakan sungai sebagai sumber air. Permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya aktivitas pertambangan pada sumber air tersebut adalah terjadinya
kekeringan pada saat musim kemarau. Permasalahan ini, menjadi salah satu masalah yang paling dikeluhkan oleh masyarakat Kampung Joglo dan Kampung
Gunung Cabe. Data pada Gambar 22 menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat pada
setiap kategori lapisan sosial menyatakan mengeluh akibat gangguan sumber air. Di Kampung Joglo sebesar seratus persen atau sebanyak enam rumahtangga pada
lapisan atas, sebesar 75 persen atau sebanyak sembilan rumahtangga lapisan
menengah, dan sebesar 58 persen atau sebanyak tujuh rumahtangga pada lapisan bawah menyatakan mengeluh akibat adanya gangguan sumber air
Keterangan:
n
Kampung Joglo = 30 rumahtangga
n
Kampung Gunung Cabe = 30 rumahtangga
Gambar 22. Tingkat Kedalaman Konflik Akibat Gangguan Sumber Air Berdasarkan Lapisan Sosial
Data pada Gambar 22 di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi lapisan sosial di Kampung Joglo, maka semakin tinggi tingkat persentase rumah tangga
yang mengeluh. Hal ini menunjukkan tingkat sensitivitas lapisan atas terhadap gangguan sumber air lebih tinggi dibandingkan lapisan menengah dan bawah. Hal
yang sama juga terjadi di Kampung Gunung Cabe, dimana mayoritas masyarakat pada setiap kategori lapisan sosial menyatakan mengeluh akibat gangguan sumber
air. Sebesar 100 persen atau sebanyak empat rumahtangga pada lapisan atas, sebesar 75 persen atau sebanyak 15 rumahtangga lapisan menengah, dan sebesar
100 persen atau sebanyak delapan rumahtangga pada lapisan bawah menyatakan mengeluh akibat gangguan sumber air.
Sebagian masyarakat di Kampung Joglo menyatakan masih dapat mengambil air dari sumur yang disediakan oleh perusahaan jika terjadi
kekeringan, sedangkan yang lainnya lebih memilih untuk pergi ke kampung terdekat yang masih terdapat air. Sementara itu, masyarakat di Kampung Gunung
Cabe masih dapat memperoleh air bersih yang berasal dari selang milik
Persentase responden
Kampung Joglo Jumlah pertambangan banyak
perusahaan dan air yang disediakan oleh pemerintah melalui tangki-tangki jika terjadi kekeringan saat musim kemarau.
5.8 Hubungan Antar Warga 5.8.1 Hubungan Antar Masyarakat Lokal