Sementara itu, terdapat 23 persen lapisan menengah dan 12 persen pada lapisan bawah di Kampung Gunung Cabe yang menyatakan sudah tidak peduli dengan
keadaan penduduk pendatang lagi. Hal dikarenakan adanya anggota keluarga yang tidak mampu bersaing untuk bekerja di sektor pertambangan sehingga masyarakat
tersebut sulit menjangkau perusahaan.
Ibu sudah tidak peduli lagi sama penduduk pendatang. Soalnya anak Ibu yang sudah susah payah melamar kerja di pertambangan tidak diterima. Tapi
giliran penduduk pendatang aja langsung diterima. Nggak tau ibu juga kenapa bisa kayak gitu Ibu Mae, pedagang dan Ibu rumahtangga berusia 60
tahun.
Rendahnya pendidikan yang di tempuh dan minimnya keterampilan yang dimiliki, menjadikan masyarakat lokal tidak mampu bersaing dengan masyarakat
pendatang untuk bekerja dan menduduki posisi yang layak di perusahaan pertambangan. Adanya tingkat persaingan antara masyarakat lokal dengan
pendatang ini berpeluang menimbulkan konflik, akibat dominasi perekonomian oleh masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal.
5.9 Ikhtisar
Kehadiran industri pertambangan memberikan dampak positif dan negatif pada aspek sosio-ekonomi masyarakat Desa Cipinang. Tingkat pendapatan yang
diperoleh masyarakat di Kampung Joglo dan Kampung Gunung Cabe selama kurun waktu satu tahun terakhir tergolong sedang, dengan kondisi fisik tempat
tinggal sangat layak. Kepemilikan lahan pertanian tergolong rendah karena banyak dari anggota masyarakat yang menjual lahannya kepada pihak perusahaan.
Rendahnya kepemilikan lahan pertanian berkorelasi terhadap semakin rendahnya luasnya lahan yang dimiliki. Selain itu, rendahnya kepemilikan lahan juga
menyebabkan sulitnya kesempatan kerja sektor pertanian. Terjadi perubahan kesempatan kerja pertanian pada kondisi sebelum dan setelah ada pertambangan.
Kesempatan kerja sektor pertanian pada kondisi sebelum ada pertambangan tergolong sangat mudah, namun menjadi sulit setelah ada pertambangan.
Di Kampung Joglo dan Kampung Gunung Cabe, dampak pada aspek sosio- ekonomi seperti struktur pendapatan, kesempatan kerja sektor pertanian dan
kesempatan kerja sektor non pertanian, serta tingkat konflik yang terjadi di masyarakat terangkum sebagaimana Tabel 7.
Tabel 7. Dampak Aktivitas Pertambangan pada Aspek Sosio-Ekonomi Terhadap Masyarakat Lokal Desa Cipinang, 2011.
Aspek Penelitian Kampung Joglo
Jumlah pertambangan banyak
Kampung Gunung Cabe Jumlah pertambangan
sedikit Tingkat Pendapatan
Sedang, rendah Sedang
Kondisi Fisik Tempat Tinggal
Sangat layak Sangat layak
Status Tempat Tinggal Milik pribadi
Milik pribadi Kepemilikan Lahan
Pertanian Rendah
lahan 0,001 hektar Rendah
lahan 0,001 hektar Luas Lahan yang dimiliki
Sangat rendah lahan 0,001 hektar
Sangat rendah lahan 0,001 hektar
Kesempatan Kerja Pertanian Sebelum Ada
Pertambangan Sangat mudah
Sangat mudah
Kesempatan Kerja Pertanian Setelah Ada
Pertambangan Sulit
Sulit
Kesempatan Kerja Non Pertanian Sebelum Ada
Pertambangan Sangat sulit
Sulit
Kesempatan Kerja Non Pertanian Setelah Ada
Pertambangan Mudah
Mudah
Tingkat Kedalaman Konflik Akibat Perubahan
Udara Sedang
Sedang
Tingkat Kedalaman Konflik Akibat Polusi
Suara Sedang
Sedang
Tingkat Kedalaman Konflik Akibat Gangguan
Sumber Air Sedang
Sedang
Hubungan Antar Sesama Masyarakat Lokal
Tinggi Tinggi
Hubungan Antara Masyarakat Lokal dengan
Pendatang Sedang
Tinggi
Sumber: hasil pengolahan data primer, 2011
Berdasarkan data pada Tabel 7 terlihat bahwa kesempatan kerja sektor non pertanian sebelum ada pertambangan di Kampung Joglo tergolong sangat sulit dan
tergolong sulit menurut masyarakat di Kampung Gunung Cabe. Hal ini dikarenakan sebelum ada pertambangan, mayoritas masyarakat bekerja di sektor
pertanian. Kehadiran industri pertambangan memberikan peluang kerja bagi masyarakat, sehingga mayoritas masyarakat tersebut menyatakan bahwa
kesempatan kerja di sektor non pertanian tergolong mudah. Konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan serta pemerintah
akibat perubahan lingkungan seperti perubahan udara, polusi suara, dan gangguan sumber air di Kampung Joglo dan Kampung Gunung Cabe masih tergolong
sedang karena mayoritas masyarakat hanya mengeluh. Adanya penanganan dari pihak perusahaan dengan membuka air sumur yang dapat digunakan saat musim
kemarau, dan upaya penyiraman air untuk mengurangi kapasitas debu menyebabkan konflik semakin teratasi. Hubungan yang terjadi antar masyarakat
lokal di Kampung Joglo Kampung Gunung Cabe tergolong tinggi. Sementara itu, Hubungan yang terjalin antara masyarakat lokal dengan pendatang di Kampung
Gunung Cabe tergolong masih tinggi, sedangkan di Kampung Joglo tergolong sedang. Hal ini dikarenakan adanya persaingan antara masyarakat lokal dengan
pendatang untuk bekerja di sektor pertambangan.
BAB VI DAMPAK SOSIO-EKOLOGI AKTIVITAS PERTAMBANGAN
Kondisi geografis Desa Cipinang yang dikelilingi oleh wilayah pegunungan menunjukkan kekayaan sumberdaya alam yang sangat melimpah didalamnya.
Kekayaan sumberdaya alam tersebut bukan hanya memberikan kenyamanan hidup bagi masyarakat, melainkan juga bagi ekosistem yang berada disekitarnya.
Namun saat ini seiring dengan adanya eksploitasi terhadap sumberdaya alam tambang, kondisi lingkungan hidup berada pada fase kritis dan sangat
mengkhawatirkan. Pada awalnya, Desa Cipinang dikelilingi oleh wilayah pegunungan dan
terdapat lahan sawah pada bagian bawah gunung. Di pegunungan tersebut terdapat mata air yang dijadikan sebagai sumber air utama oleh setiap masyarakat
Desa Cipinang. Selain itu, masyarakat juga memanfaatkan lahan di beberapa bagian pegunungan sebagai lahan pertanian untuk jenis komoditas pisang. Kondisi
lahan yang sangat subur, menjadikan Desa Cipinang sebagai daerah yang potensial bagi berkembangnya sektor pertanian. Kekayaan sumberdaya alam yang
ada, tidak hanya terlihat pada potensi yang tinggi bagi sektor pertanian saja melainkan juga bagi sektor pertambangan.
6.1 Konversi Lahan Pertanian
Peralihan sektor pertanian menjadi sektor non pertanian atau sektor pertambangan di Desa Cipinang, terjadi seiring dengan semakin banyaknya
jumlah masyarakat lokal yang menjual lahan pertanian yang dimiliki kepada pihak perusahaan pertambangan untuk dijadikan sebagai lahan tambang. Sebelum ada
pertambangan masyarakat lokal memanfaatkan lahan di sekitar pegunungan untuk menanam pisang dan padi. Banyaknya cadangan air di pegunungan tersebut
menjadikan kondisi lahan sangat subur dan potensial bagi sektor pertanian karena banyaknya saluran irigasi. Namun seiring dengan masuknya perusahaan
pertambangan, jumlah lahan pertanian menjadi semakin menyempit karena terkonversi menjadi area pertambangan. Di satu sisi, konversi lahan pertanian
menjadi pertambangan memberikan dampak negatif berupa semakin menurunnya kesempatan kerja sektor pertanian. Namun di sisi lain kesempatan kerja sektor