Hubungan Antara Masyarakat Lokal dengan Pendatang

Mayoritas masyarakat pada setiap lapisan sosial di Kampung Joglo menyatakan masih peduli dan suka membantu. Sebesar 83 persen atau sebanyak lima rumahtangga lapisan atas, sebesar 84 persen atau sebanyak sepuluh rumahtangga lapisan menengah dan 67 persen atau sebanyak delapan rumahtangga lapisan bawah di Kampung Joglo menyatakan masih peduli dan suka membantu. Berdasarkan data pada Gambar 23 terlihat perbedaan antara hubungan yang terjadi antar masyarakat lokal di Kampung Gunung Cabe dan Kampung Joglo. Sistem gotong royong masih terdapat di Kampung Gunung Cabe dengan persentase sebesar 11 persen pada lapisan menengah dan 13 persen pada masyarakat lapisan bawah. Hal ini dikarenakan pada masyarakat Kampung Gunung Cabe, kegiatan pengajian masih sangat sering dilakukan. Melalui pengajian tersebut, masyarakat masih sering melakukan komunikasi. Kegiatan seperti perbaikan mesjid pun masih sering dilakukan secara bersama-sama, sehingga hubungan masih terjalin dengan erat. Sementara itu sebesar 100 persen atau sebanyak empat rumahtangga pada lapisan atas, sebesar 72 persen atau sebanyak 13 rumahtangga lapisan menengah dan sebesar 74 persen atau sebanyak enam rumahtangga pada lapisan bawah menyatakan masih peduli dan saling membantu. Kegiatan gotong royong di Kampung Joglo sudah jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan para warga sudah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Ya kalau dulu sih disini warganya pada masih suka gotong royong. Kayak untuk pembangunan mesjid begitu, semua masyarakat pada ikut bantu-bantu. Dana pembangunannya aja dikumpulin dari semua masyarakat. Itu untuk ngebangun mesjid yang disebelah situ tuh. Tapi sekarang sih gotong royong sudah jarang sekali . Mungkin karena pada sibuk kali ya Bapak Hj. Rjk, tokoh agama berusia 57 tahun. Pada umumnya, hubungan yang terjalin antar sesama masyarakat lokal di Kampung Joglo dan Kampung Gunung Cabe masih tergolong baik dan bersifat kolektivis, karena mayoritas masyarakat menyatakan peduli dan suka membantu.

5.8.2 Hubungan Antara Masyarakat Lokal dengan Pendatang

Pada umumnya, hubungan yang terjadi antara masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang masih tergolong baik. Sebesar 50 persen atau sebanyak tiga rumahtangga lapisan atas di Kampung Joglo menyatakan masih peduli dan suka membantu. Sebesar 67 persen atau sebanyak delapan rumahtangga lapisan menengah menyatakan masih terjalin kontak dan komunikasi. Sementara itu sebanyak 42 persen atau sebanyak lima rumahtangga lapisan bawah menyatakan masih peduli dan suka membantu. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan hubungan yang terjadi antara masyarakat lokal dengan pendatang di Kampung Gunung Cabe. Sebesar 50 persen atau sebanyak dua rumahtangga lapisan atas menyatakan masih peduli dan suka membantu. Sebesar 44 persen atau sebanyak delapan rumahtangga lapisan menengah menyatakan masih terjalin kontak dan komunikasi. Sementara itu sebesar 63 persen atau sebanyak lima rumahtangga pada lapisan bawah menyatakan masih peduli dan suka membantu. Keterangan: n Kampung Joglo = 30 rumahtangga n Kampung Gunung Cabe = 30 rumahtangga Gambar 24. Hubungan Antara Masyarakat Lokal dengan Pendatang Berdasarkan Lapisan Sosial Berdasarkan perbandingan, hubungan yang terjadi antar sesama masyarakat lokal dengan hubungan yang terjadi antara masyarakat lokal dengan pendatang maka hubungan yang terjadi antara masyarakat lokal dengan pendatang tergolong lebih rendah. Hal ini dikarenakan adanya tingkat persaingan kerja di sektor pertambangan. Terdapat beberapa rumahtangga di Kampung Joglo dan Kampung Gunung Cabe yaitu sebesar 17 persen pada lapisan atas, sebesar 25 persen pada lapisan menengah, dan sebesar 16 persen pada lapisan bawah di Kampung Joglo menyatakan sudah tidak peduli dengan keadaan penduduk pendatang lagi. Persentase responden Kampung Joglo Jumlah pertambangan banyak Sementara itu, terdapat 23 persen lapisan menengah dan 12 persen pada lapisan bawah di Kampung Gunung Cabe yang menyatakan sudah tidak peduli dengan keadaan penduduk pendatang lagi. Hal dikarenakan adanya anggota keluarga yang tidak mampu bersaing untuk bekerja di sektor pertambangan sehingga masyarakat tersebut sulit menjangkau perusahaan. Ibu sudah tidak peduli lagi sama penduduk pendatang. Soalnya anak Ibu yang sudah susah payah melamar kerja di pertambangan tidak diterima. Tapi giliran penduduk pendatang aja langsung diterima. Nggak tau ibu juga kenapa bisa kayak gitu Ibu Mae, pedagang dan Ibu rumahtangga berusia 60 tahun. Rendahnya pendidikan yang di tempuh dan minimnya keterampilan yang dimiliki, menjadikan masyarakat lokal tidak mampu bersaing dengan masyarakat pendatang untuk bekerja dan menduduki posisi yang layak di perusahaan pertambangan. Adanya tingkat persaingan antara masyarakat lokal dengan pendatang ini berpeluang menimbulkan konflik, akibat dominasi perekonomian oleh masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal.

5.9 Ikhtisar