BAB V DAMPAK SOSIO-EKONOMI AKTIVITAS PERTAMBANGAN
Pelaksanaan pembangunan di Indonesia dengan melakukan transformasi sektor tradisional menjadi sektor industri, memberikan berbagai dampak terhadap
struktur sosial masyarakat Desa Cipinang. Mayoritas penduduk Desa Cipinang yang pada awalnya bergerak di sektor pertanian kini mulai beralih meninggalkan
sektor tradisional tersebut dengan menjadi pekerja di sektor industri pertambangan. Dampak kehadiran industri pertambangan bagi masyarakat Desa
Cipinang tidak hanya terlihat pada perubahan struktur mata pencaharian saja, melainkan juga pada aspek sosial dan ekonomi yang meliputi tingkat pendapatan
masyarakat, pelapisan sosial, kesempatan kerja sektor pertanian dan non pertanian, serta tingkat konflik yang terjadi di masyarakat sebagai akibat adanya
perubahan kondisi lingkungan. Berbagai dampak positif dan negatif aktivitas pertambangan dirasakan
berbeda bagi setiap lapisan sosial yang terdapat di Desa Cipinang. Pada penelitian ini, sistem pelapisan sosial yang ada berdasarkan pada struktur pendapatan yang
diperoleh masyarakat. Hal ini dikarenakan sistem pelapisan sosial di Kampung Joglo dan Kampung Gunung Cabe masih tergolong rendah dan masih bersifat
egaliter. Pada penelitian ini juga akan dilakukan studi perbandingan pada dua kampung yang berbeda yaitu Kampung Joglo dan Kampung Gunung Cabe. Studi
perbandingan ini berdasarkan pada banyaknya jumlah pabrik industri pertambangan, untuk melihat pengaruhnya pada sektor pertanian. Selain itu, studi
perbandingan juga dilakukan pada persepsi masyarakat mengenai kondisi sosial ekonomi dan lingkungan pada saat sebelum dan sesudah adanya aktivitas
pertambangan.
5.1 Struktur Pendapatan
Struktur pendapatan masyarakat pada penelitian digolongkan menjadi tiga kategori yaitu kategori rendah apabila pendapatan yang diperoleh lebih kecil dari
Rp 8.787.117, tingkat pendapatan sedang apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp 8.787.117 hingga lebih kecil dari Rp 16.964.607, sedangkan tingkat
pendapatan tergolong tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar atau
sama dengan Rp 16.964.607. Struktur pendapatan ini diperoleh dengan menggunakan rumus sebaran normal pada rataan pendapatan berdasarkan jumlah
pendapatan dari aktivitas pekerjaan, yang dilakukan dalam kurun waktu satu tahun selama bulan Januari hingga Desember 2010. Adapun pada penelitian ini,
sektor pekerjaan tersebut dibedakan menjadi dua kategori yaitu sektor pertanian dan sektor non pertanian. Pada umumnya, masyarakat pada lapisan atas
merupakan anggota masyarakat yang melakukan sistem atau pola nafkah ganda yang dilakukan oleh suami, istri atau anak dengan bertani dan melakukan
pekerjaan lain seperti berdagang atau bekerja di perusahaan pertambangan. Sementara itu, mayoritas masyarakat pada kategori lapisan menengah dan lapisan
bawah diduduki oleh anggota masyarakat yang hanya bekerja sebagai petani, pedagang atau pekerja perusahaan pertambangan.
Keterangan:
n
Kampung Joglo = 30 rumahtangga
n
Kampung Gunung Cabe = 30 rumahtangga
Gambar 9. Struktur Pendapatan Rumahtangga Desa Cipinang, 2011 Gambar 9 di atas menunjukkan perbandingan struktur pendapatan
masyarakat di Kampung Joglo dan Kampung Gunung Cabe. Dari Gambar 9 tersebut terlihat bahwa mayoritas penduduk di Kampung Joglo berada pada
tingkat pendapatan sedang dan rendah dengan persentase sebesar 40 persen atau sebanyak 12 rumahtangga untuk masing-masing golongan, sedangkan mayoritas
masyarakat di Kampung Gunung Cabe memiliki pendapatan sedang dengan
Persentase responden
Kampung Joglo Jumlah pertambangan banyak
persentase sebesar 60 persen atau sebanyak 18 rumahtangga. Hanya sebesar 27 persen atau sebanyak delapan rumahtangga saja yang memiliki tingkat pendapatan
rendah. Sementara itu, masyarakat di Kampung Joglo yang memiliki pendapatan tinggi dengan pendapatan di atas Rp 16.964.607 adalah sebesar 20 persen atau
sebanyak enam rumahtangga. Jumah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan jumlah masyarakat di Kampung Gunung Cabe yang hanya berjumlah sebanyak
empat rumahtangga atau sebesar 13 persen saja. Berdasarkan data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa banyaknya jumlah pabrik industri pertambangan belum
dapat memberikan pengaruh pada kemajuan perekonomian masyarakat lokal dan cenderung menimbulkan rantai kemiskinan karena pendapatan yang diperoleh
masyarakat masih berada di bawah garis kemiskinan. Pemerataan pembangunan melalui sektor pertambangan masih belum dirasakan oleh masyarakat lokal.
Dampak negatif berupa penurunan kualitas lingkungan hidup dan masih rendahnya tingkat perekonomian masyarakat lokal menimbulkan ketidakadilan
dari hasil pembangunan yang telah dilakukan.
5.2 Kategori Lapisan Sosial Berdasarkan Struktur Pendapatan