Konversi Lahan Pertanian Sumber Air yang digunakan Masyarakat

BAB VI DAMPAK SOSIO-EKOLOGI AKTIVITAS PERTAMBANGAN

Kondisi geografis Desa Cipinang yang dikelilingi oleh wilayah pegunungan menunjukkan kekayaan sumberdaya alam yang sangat melimpah didalamnya. Kekayaan sumberdaya alam tersebut bukan hanya memberikan kenyamanan hidup bagi masyarakat, melainkan juga bagi ekosistem yang berada disekitarnya. Namun saat ini seiring dengan adanya eksploitasi terhadap sumberdaya alam tambang, kondisi lingkungan hidup berada pada fase kritis dan sangat mengkhawatirkan. Pada awalnya, Desa Cipinang dikelilingi oleh wilayah pegunungan dan terdapat lahan sawah pada bagian bawah gunung. Di pegunungan tersebut terdapat mata air yang dijadikan sebagai sumber air utama oleh setiap masyarakat Desa Cipinang. Selain itu, masyarakat juga memanfaatkan lahan di beberapa bagian pegunungan sebagai lahan pertanian untuk jenis komoditas pisang. Kondisi lahan yang sangat subur, menjadikan Desa Cipinang sebagai daerah yang potensial bagi berkembangnya sektor pertanian. Kekayaan sumberdaya alam yang ada, tidak hanya terlihat pada potensi yang tinggi bagi sektor pertanian saja melainkan juga bagi sektor pertambangan.

6.1 Konversi Lahan Pertanian

Peralihan sektor pertanian menjadi sektor non pertanian atau sektor pertambangan di Desa Cipinang, terjadi seiring dengan semakin banyaknya jumlah masyarakat lokal yang menjual lahan pertanian yang dimiliki kepada pihak perusahaan pertambangan untuk dijadikan sebagai lahan tambang. Sebelum ada pertambangan masyarakat lokal memanfaatkan lahan di sekitar pegunungan untuk menanam pisang dan padi. Banyaknya cadangan air di pegunungan tersebut menjadikan kondisi lahan sangat subur dan potensial bagi sektor pertanian karena banyaknya saluran irigasi. Namun seiring dengan masuknya perusahaan pertambangan, jumlah lahan pertanian menjadi semakin menyempit karena terkonversi menjadi area pertambangan. Di satu sisi, konversi lahan pertanian menjadi pertambangan memberikan dampak negatif berupa semakin menurunnya kesempatan kerja sektor pertanian. Namun di sisi lain kesempatan kerja sektor pertambangan mengalami peningkatan sehingga memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat di sekitar dan di luar wilayah pertambangan. Konversi lahan pertanian menjadi pertambangan juga menimbulkan dampak negatif pada aspek sosio-ekologi seperti terjadinya gangguan resapan air berupa kekeringan.

6.2 Sumber Air yang digunakan Masyarakat

Desa Cipinang merupakan salah satu kawasan yang dikelilingi oleh pegunungan dan dialiri Sungai Cisadane. Meskipun wilayah tersebut merupakan wilayah yang dialiri Sungai Cisadane, namun Mayoritas masyarakat Desa Cipinang menjadikan air sumur sebagai sumber air. Hal ini dikarenakan jarak tempat tinggal menuju sungai sangat jauh sehingga mayoritas rumahtangga lebih memilih air sumur sebagai sumber air. Disini kebanyakan warga memperoleh air dari sumur soalnya kalau ke sungai kan jauh. Dulu sih sempet kekeringan tapi sekarang sudah ada penanganan dari PT, tuh yang deket jalan kan ada selang air bersih yang bisa dipergunakan oleh siapapun warga disini Bapak Skd, tokoh masyarakat berusia 33 tahun. Masyarakat menggunakan air sumur sebagai air untuk mandi, mencuci, dan kakus atau MCK. Sebagian masyarakat juga menjadikan air sumur sebagai air minum, namun sebagian lainnya lebih memilih mengkonsumsi air minum yang berasal dari air galon atau air minum isi ulang. Sebelum akses pada sumur, masyarakat lokal menggunakan mata air pegunungan sebagai sumber air utama. Namun seiring dengan dilakukannya aktivitas pengerukan pertambangan, mata air pegunungan tersebut mengalami kekeringan. Aktivitas blasting dan pengerukan bahan tambang mengakibatkan penurunan kualitas lahan pertanian. Mata air yang berasal dari gunung menjadi kering dan menghilang seiring dengan eksploitasi sumberdaya alam tambang yang terus dilakukan. Guncangan blasting menyebabkan penurunan kualitas air yang berasal dari sumur dan semakin berkurangnya saluran irigasi. Saat ini, masalah kekeringan air merupakan salah satu masalah yang paling dikeluhkan oleh masyarakat Desa Cipinang. Hal ini dikarenakan pada saat musim kemarau, air sumur yang dimiliki oleh masyarakat selalu mengalami kekeringan. Selain itu, guncangan blasting menyebabkan penurunan kualitas air yang berasal dari sumur karena air menjadi semakin keruh. Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan pertambangan. Upaya tersebut berupa pengadaan air bersih yang berasal dari selang maupun membuat air sumur yang dapat dipergunakan oleh setiap masyarakat di Desa Cipinang. Keterangan: n Kampung Joglo = 30 rumahtangga n Kampung Gunung Cabe = 30 rumahtangga Gambar 25. Sumber Air yang digunakan Masyarakat Berdasarkan Lapisan Sosial Berdasarkan data pada Gambar 25 di atas terlihat bahwa sebesar 100 persen rumahtangga pada setiap lapisan sosial di Kampung Joglo dan Kampung Gunung Cabe menggunakan air sumur sebagai sumber air. Sementara itu terdapat satu rumahtangga atau sebesar delapan persen pada lapisan bawah di Kampung Joglo yang menggunakan sungai sebagai sumber air. Hal ini dikarenakan air sumur yang dimiliki oleh rumahtangga tersebut mengalami gangguan berupa kekeringan dan diperparah dengan kondisi air yang sangat kotor, sehingga lebih memilih untuk beralih menggunakan air sungai sebagai sumber air.

6.3 Kondisi Sumber Air