Marsella, Anthony J, Johnson JL, Watson P, Gryczynski J. 2008. Ethnocutural Perspective on Disaster and Trauma. Foundation, Issues, and Appilcations.
New York: Springer. Moran EF. 1982. Human Adaptability. An Introduction to Ecoloical Anthropology.
Colorado: Westview Press.Inc. Mukhlis T, Teuku FF, Sudarno. 2008. Perencanaan Sistem Peringatan Dini
Bencana Tanah Longsor di Dusun Lucu Palongan Desa Campoan Kecamatan Mandingan Kab. Situbondo Jawa Timur. Jurnal Forum Teknik
Sipil No. XVIII3-September. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Murray G, Neis B, Jhonsen JP. 2006. Lesson Learned from Reconstructing
Interactions Between Local Ecological Knowledge, Fisheries Science, and Fisheries Management in the Commercial Fisheries of Newfoundland and
Labrador, Canada. Human Ecology Vol. 34 No. 2. USA
Nazir M. 2009. Metode Penelitian. Cetakan ke-7. Bogor: Ghalia Indonesia .
Nugraha E. 2010. Tanggap Bencana Alam. Tanah Longsor. Bandung: Angkasa Bandung.
Ostrom E. 1990. Governing the Common: The Evolution of Institutions for Collective Action. New York: Cambridge University Press.
Parlindungan RR, Teuku FF, Dwikorita K. 2008. Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat pada Daerah Rawan Longsor di Desa Kalitlaga, Kecamatan
Pagetan, Kab. Banjarnegara Jawa Tengah. Jurnal Forum Teknik Sipil No. XVIII3-September. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Polanyi K, Arensberg C, Pearson H. 1971. Trade and Market in The Early Empires. Economic in History and Theory. Chicago: Henry Regnery Comp.
Rambo AT. 1981. Conceptual Approaches to Human Ecology. A Soucebook on Alternative Paradigms for The Study of Human Interactions with The
Environment. Hawaii:East-West Environment and Policy Institute. Sarwono WS. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta: Grasindo Widiasarana
Indonesia. Schmidt A. 1987. Propety, Power and an Inquiry Into Law and Economic. New
York: Preeger. Schiller, Jim, Lucas A, Sulistiyanto P. 2008. Learning form the East Java
Mudflow. Disaster Politics in Indonesia. Jurnal Indonesia. Vol. 85. Jakarta. Scot, Richard W. 2008, Institutions and Organizations, Idea and Interest. Los
Angeles: Sage Publications. Sigel JM, Shoaf KI, Afifi AA, Bourque LB. 2003. Surviving Two Disasters. Does
Reaction to The First Predict Response to The Second? Environment and Behavior. Vol.35. No.5. New York.
Sitorus MT, Felix. 1998. Penelitian Kualitatif. Suatu Pengenalan. Diterbitkan oleh Kelompok Dokumentasi Ilmu-ilmu Sosial IPB. Bogor.
Soekanto S. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Susilo RKD. 2008. Sosiologi Lingkungan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Steward J. 1968. Cultural Ecology. In International Encyclopedia of the Social
Science 4 New York: Mac Millan. Sudibyakto, Retnowati A, Suryanti ED, Hisbaron D. 2012. Menuju Masyarakat
Tangguh Bencana. Tinjauan dari Fenomena Multi-bencana di Indonesia dalam Konstruksi Masyarakat Tangguh Bencana. Bandung: MizanMU.
Sylviani. 2005. Kajian Sistem Penguasaan dan Pemanfaatan Lahan Adat. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Taneko SB. 1984. Struktur dan Proses Sosial. Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan. Jakarta: CV Rajawali.
Tonny F. 2004. Perspektif Kelembagaan dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citanduy. Studi Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata
Pemerintahan Sumberdaya Alam. Bogor: Pusat Studi Pembangunan-IPB. Twigg J. 2007. Charasterictic of a Disaster-Resilient Community. DFID Disaster
Risk Reduction Interagency Coordination Group. Uphoff NT. 1986. Local Institutional Development. An Analytical Sourcebook with
Cases. For The Rural Development Committee. USA: Kumarian Press. Usman S. 1998. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Utami, Nuryani HU, Maas, Darmanto, dkk. 2010. Daya Dukung Lahan Kawasan
Lereng Merapi untuk Pertanian dan Peternakan Pasca Erupsi. Laporan Hibah Merapi. Yogyakarta: Pusat Studi SDL UGM.
www.bappenas.go.idget-file-servernode8844 www.esdm.go.idbatubaradoc489-pengenalan-gerakan-tanah.html.
Zamroni MI. 2011. Islam dan Kearifan Lokal Dalam Penanggulangan Bencana di
Jawa. Jurnal Penanggulangan Bencana Vol.2 No.1. Jakarta: BNPB.
143 Lampiran 1.
Identitas Responden pada Desa Sukaraksa-Kampung Sirnagalih No.
Nama Responden
Jenis Kelamin
Status Umur
th Pendidikan
Terakhir Pekerjaan
Pokok Pekerjaan
Sampingan Lahan Garapan
Jenis Luas Ha
1. Dirman
Laki-Laki Suami KRT
40 SD
Bertani Beternak
Sawah, Kebun 0,25
2. Inan
Laki-Laki Suami KRT
37 SD
Bertani -
Sawah, Kebun 0.50
3. Sai’
Laki-Laki Suami KRT
52 SD
Bertani Beternak
Sawah, Kebun 0.50
4. Anim
Laki-Laki Suami KRT
45 SD
Bertani Beternak
Sawah, Kebun 0,25
5. Sukanta
Laki-Laki Suami KRT
52 SD
Bertani Beternak
Sawah 0,20
6. Wendi
Laki-Laki Suami KRT
28 SD
Kuli Bangunan Tk.Ojek
- -
7. Ardi
Laki-Laki Suami KRT
46 SD
Bertani -
Sawah 0.20
8. Bohari
Laki-Laki Suami KRT
37 SD
Bertani Beternak
Sawah, Kebun 0,50
9. Amin
Laki-Laki Suami KRT
42 SD
Bertani -
Sawah 0,25
10. Agung
Laki-Laki Suami KRT
26 SD
Tk. Ojek Buruh Tumbuk
- -
11. Restu
Laki-Laki Suami KRT
60 SD
Bertani Buruh Tumbuk
- -
12. Rustam
Laki-Laki Suami KRT
51 SD
Bertani -
- -
13. Bagas
Laki-Laki Suami KRT
30 SD
Tk. Ojek Kuli Bangunan
- -
14. Marnata
Laki-Laki Suami KRT
51 SD
Bertani -
Sawah, Kebun 0,50
15. Mattoha
Laki-Laki Suami KRT
48 SD
Bertani Beternak
Sawah, Kebun 0,50
16. Aruna
Laki-Laki Suami KRT
35 SD
Bertani -
- -
17. Rasalim
Laki-Laki Suami KRT
35 SD
Bertani Buruh Tumbuk
- -
18. Budi
Laki-Laki Suami KRT
37 SD
Bertani Beternak
- -
19. Diman
Laki-Laki Suami KRT
40 SD
Bertani -
- -
20. Karmin
Laki-Laki Suami KRT
36 SD
Bertani Kuli bangunan
- -
21. Sutisna
Laki-Laki Suami KRT
31 SD
Kuli bangunan Buruh Tumbuk -
- 22.
Udin Perempuan
Janda KRT 49
SD Bertani
- Kebun
0,50 23.
Pendi Laki-Laki
Suami KRT 42
SD Bertani
Beternak Sawah, Kebun
0,25 24.
Misnan Laki-Laki
Suami KRT 50
SD Bertani
- Sawah
0,15 25.
Tarna Laki-Laki
Suami KRT 27
SD Tk. Ojek
- -
- 26.
Ade Laki-Laki
Suami KRT 54
SD Bertani
Beternak Sawah
0,25 27.
Salim Laki-Laki
Suami KRT 36
SD Bertani
Beternak Sawah
0,25 28.
Ruslam Laki-Laki
Suami KRT 42
SD Bertani
Kuli bangunan -
- 29.
Jimro Laki-Laki
Suami KRT 53
SD Bertani
- Sawah
0,25 30.
Yati Perempuan
Janda KRT 47
SD Dagang
- -
- 31.
Asep Laki-Laki
Suami KRT 40
SD Bertani
Buruh tumbuk -
- 32.
Udin Laki-Laki
Suami KRT 37
SD Bertani
Beternak -
- 33.
Adun Laki-Laki
Suami KRT 52
SD Bertani
Beternak Sawah
0,25 34.
Ujang Laki-Laki
Suami KRT 55
SD Bertani
- Sawah
0,25 35.
Rahmat Laki-Laki
Suami KRT 58
SD Dagang
Bertani Sawah, Kebun
0,75 36.
Asep Laki-Laki
Suami KRT 59
SD Bertani
- Sawah, Kebun
0,50 37.
Uus Laki-Laki
Suami KRT 31
SD Tk. Ojek
- -
- 38.
Karna Laki-Laki
Suami KRT 30
SD Buruh serabutan
- -
- 39.
Miftoha Laki-Laki
Suami KRT 49
SD Dagang
Bertani Kebun
0,75
144
No. Nama
Responden Jenis
Kelamin Status
Umur th
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan Pokok
Pekerjaan Sampingan
Lahan Garapan Jenis
Luas Ha
40. Parmin
Laki-Laki Suami KRT
53 SD
Bertani Buruh tumbuk
- -
41. Restu
Laki-Laki Suami KRT
37 SD
Bertani Kuli bangunan
- -
42. Hambali
Laki-Laki Suami KRT
41 SD
Wirausaha -
- -
43. Taufan
Laki-Laki Suami KRT
42 SD
Beternak Kuli serabutan
- -
44. Jimra
Laki-Laki Suami KRT
51 SD
Bertani -
Kebun 0,75
45. Harman
Laki-Laki Suami KRT
33 SD
Beternak Kuli serabutan
- -
46. Wawan
Laki-Laki Suami KRT
35 SD
Dagang -
- -
47. Basir
Laki-Laki Suami KRT
45 SD
Bertani -
Sawah, Kebun 0,75
48. Bahri
Laki-Laki Suami KRT
40 SD
Wirausaha -
- -
49. Masna
Laki-Laki Suami KRT
43 SD
Wirausaha Beternak
- -
50. Tatang
Laki-Laki Suami KRT
50 SD
Bertani Beternak
Sawah 0,50
51. Parmin
Laki-Laki Suami KRT
31 SD
Dagang -
- -
52. Anton
Laki-Laki Suami KRT
34 SD
Ternak Kuli serabutan
- -
53. Rudi
Laki-Laki Suami KRT
28 SD
Tk.Ojek -
- -
54. Alo’
Laki-Laki Suami KRT
50 SD
Bertani Beternak
Sawah, Kebun 0,50
55. Hasari
Laki-Laki Suami KRT
30 SD
Tk. Ojek Kuli serabutan
- -
Jumlah 11,50
Rata2 3,6
Keterangan: KRT = Kepala Rumah Tangga
145 Lampiran 2.
Hasil Pengolahan dan Tabulasi Data Kuantiatif
A. Persepsi Lingkungan Penyebab, Dampak dan Kondisi Lingkungan
KODE 1
2 3
a b
c d
e a
b c
d e
a b
c a
b a
b a
b a
b a
b a
b a
b a
b a
b a
b No.
Responden 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 2
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 3
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 4
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 5
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 6
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 7
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 8
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 9
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 10
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 11
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 12
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 13
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 14
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 15
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 16
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 17
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 18
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 19
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 20
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 21
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 22
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 23
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 24
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 25
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 26
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 27
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 28
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 29
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 30
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 31
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 32
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 33
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 34
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 35
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 36
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 37
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 38
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 39
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 40
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 41
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 42
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 43
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 44
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 45
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 46
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 47
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 48
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 49
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 50
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 51
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 52
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 53
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 54
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 55
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 JUMLAH
55 50
5 55
55 55
55 41
14 44
11 10
45 1
54 14
41
146
Lanjutan 1 A. Persepsi Lingkungan Penyebab, Dampak dan Kondisi Lingkungan
KODE 3
4 5
6 f
a b
c d
a b
c d
a b
a b
c a
b a
b a
b a
b a
b a
b a
b a
b No.
Responden 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
2 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 3
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
4 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 5
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
6 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 7
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
8 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 9
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
10 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 11
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
12 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 13
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
14 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 15
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
16 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 17
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
18 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 19
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
20 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 21
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
22 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 23
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
24 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 25
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
26 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 27
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
28 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 29
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
30 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 31
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
32 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 33
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
34 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 35
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
36 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 37
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
38 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 39
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
40 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 41
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
42 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 43
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
44 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 45
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
46 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 47
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
48 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 49
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
50 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 51
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
52 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 53
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
54 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 55
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
JUMLAH 25
30 28
14 13
52 3
52 3
52 3
52 3
39 16
38 17
14 41
39 16
147
Lanjutan 3 A. Persepsi Lingkungan Penyebab, Dampak dan Kondisi Lingkungan
KODE
9 10
a b
c a
b c
No. Responden 1
1 1
2 1
1 3
1 1
4 1
1 5
1 1
6 1
1 7
1 1
8 1
1 9
1 1
10 1
1 11
1 1
12 1
1 13
1 1
14 1
1 15
1 1
16 1
1 17
1 1
18 1
1 19
1 1
20 1
1 21
1 1
22 1
1 23
1 1
24 1
1 25
1 1
26 1
1 27
1 1
28 1
1 29
1 1
30 1
1 31
1 1
32 1
1 33
1 1
34 1
1 35
1 1
36 1
1 37
1 1
38 1
1 39
1 1
40 1
1 41
1 1
42 1
1 43
1 1
44 1
1 45
1 1
46 1
1 47
1 1
48 1
1 49
1 1
50 1
1 51
1 1
52 1
1 53
1 1
54 1
1 55
1 1
JUMLAH 51
4 44
11
148
B. Penyebab Warga Masih Bertahan
KODE
1 2
3 4
a b
c d
e f
g
a b
a b
c a
b a
b a
b a
b a
b a
b a
b a
b No.
Responden 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
2 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 3
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
4 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 5
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
6 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 7
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
8 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 9
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 10
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
11 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 12
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
13 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 14
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
15 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 16
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
17 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 18
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
19 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 20
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
21 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 22
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 23
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
24 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 25
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
26 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 27
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
28 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 29
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
30 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 31
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
32 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 33
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
34 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 35
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
36 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 37
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
38 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 39
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
40 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 41
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
42 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 43
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
44 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 45
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
46 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 47
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
48 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 49
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
50 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 51
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
52 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 53
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
54 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 55
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
JUMLAH 31
24 31
24 2
53 2
15 40
52 3
22 33
7 48
55 55
55
149
C. Persepsi Diri tentang Kemampuan Bertahan Mencegah Longsor
KODE
1 2
3 4
5 a
b c
d
a b
a b
a b
a b
c a
b a
b a
b a
b No.
Responden 1
1 1
1 1
1 1
1 1
2 1
1 1
1 1
1 1
1 3
1 1
1 1
1 1
1 1
4 1
1 1
1 1
1 1
1 5
1 1
1 1
1 1
1 1
6 1
1 1
1 1
1 1
1 7
1 1
1 1
1 1
1 1
8 1
1 1
1 1
1 1
1 9
1 1
1 1
1 1
1 1
10 1
1 1
1 1
1 1
1 11
1 1
1 1
1 1
1 1
12 1
1 1
1 1
1 1
1 13
1 1
1 1
1 1
1 1
14 1
1 1
1 1
1 1
1 15
1 1
1 1
1 1
1 1
16 1
1 1
1 1
1 1
1 17
1 1
1 1
1 1
1 1
18 1
1 1
1 1
1 1
1 19
1 1
1 1
1 1
1 1
20 1
1 1
1 1
1 1
1 21
1 1
1 1
1 1
1 1
22 1
1 1
1 1
1 1
1 23
1 1
1 1
1 1
1 1
24 1
1 1
1 1
1 1
1 25
1 1
1 1
1 1
1 1
26 1
1 1
1 1
1 1
1 27
1 1
1 1
1 1
1 1
28 1
1 1
1 1
1 1
1 29
1 1
1 1
1 1
1 1
30 1
1 1
1 1
1 1
1 31
1 1
1 1
1 1
1 1
32 1
1 1
1 1
1 1
1 33
1 1
1 1
1 1
1 1
34 1
1 1
1 1
1 1
1 35
1 1
1 1
1 1
1 1
36 1
1 1
1 1
1 1
1 37
1 1
1 1
1 1
1 1
38 1
1 1
1 1
1 1
1 39
1 1
1 1
1 1
1 1
40 1
1 1
1 1
1 1
1 41
1 1
1 1
1 1
1 1
42 1
1 1
1 1
1 1
1 43
1 1
1 1
1 1
1 1
44 1
1 1
1 1
1 1
1 45
1 1
1 1
1 1
1 1
46 1
1 1
1 1
1 1
1 47
1 1
1 1
1 1
1 1
48 1
1 1
1 1
1 1
1 49
1 1
1 1
1 1
1 1
50 1
1 1
1 1
1 1
1 51
1 1
1 1
1 1
1 1
52 1
1 1
1 1
1 1
1 53
1 1
1 1
1 1
1 1
54 1
1 1
1 1
1 1
1 55
1 1
1 1
1 1
1 1
JUMLAH 55
47 8
53 2
55 55
33 22
35 20
44 11
150
lanjutan C. Persepsi Diri tentang Kemampuan Bertahan Mencegah Longosr KODE
6 7
a b
c a
b c
d e
f
a b
a b
a b
a b
a b
a b
a b
a b
a b
No. Responden 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 2
1 1
1 1
1 1
1 1
1 3
1 1
1 1
1 1
1 1
1 4
1 1
1 1
1 1
1 1
1 5
1 1
1 1
1 1
1 1
1 6
1 1
1 1
1 1
1 1
1 7
1 1
1 1
1 1
1 1
1 8
1 1
1 1
1 1
1 1
1 9
1 1
1 1
1 1
1 1
1 10
1 1
1 1
1 1
1 1
1 11
1 1
1 1
1 1
1 1
1 12
1 1
1 1
1 1
1 1
1 13
1 1
1 1
1 1
1 1
1 14
1 1
1 1
1 1
1 1
1 15
1 1
1 1
1 1
1 1
1 16
1 1
1 1
1 1
1 1
1 17
1 1
1 1
1 1
1 1
1 18
1 1
1 1
1 1
1 1
1 19
1 1
1 1
1 1
1 1
1 20
1 1
1 1
1 1
1 1
1 21
1 1
1 1
1 1
1 1
1 22
1 1
1 1
1 1
1 1
1 23
1 1
1 1
1 1
1 1
1 24
1 1
1 1
1 1
1 1
1 25
1 1
1 1
1 1
1 1
1 26
1 1
1 1
1 1
1 1
1 27
1 1
1 1
1 1
1 1
1 28
1 1
1 1
1 1
1 1
1 29
1 1
1 1
1 1
1 1
1 30
1 1
1 1
1 1
1 1
1 31
1 1
1 1
1 1
1 1
1 32
1 1
1 1
1 1
1 1
1 33
1 1
1 1
1 1
1 1
1 34
1 1
1 1
1 1
1 1
1 35
1 1
1 1
1 1
1 1
1 36
1 1
1 1
1 1
1 1
1 37
1 1
1 1
1 1
1 1
1 38
1 1
1 1
1 1
1 1
1 39
1 1
1 1
1 1
1 1
1 40
1 1
1 1
1 1
1 1
1 41
1 1
1 1
1 1
1 1
1 42
1 1
1 1
1 1
1 1
1 43
1 1
1 1
1 1
1 1
1 44
1 1
1 1
1 1
1 1
1 45
1 1
1 1
1 1
1 1
1 46
1 1
1 1
1 1
1 1
1 47
1 1
1 1
1 1
1 1
1 48
1 1
1 1
1 1
1 1
49 1
1 1
1 1
1 1
1 1
50 1
1 1
1 1
1 1
1 1
51 1
1 1
1 1
1 1
1 1
52 1
1 1
1 1
1 1
1 1
53 1
1 1
1 1
1 1
1 1
54 1
1 1
1 1
1 1
1 1
55 1
1 1
1 1
1 1
1 1
JUMLAH 48
6 37
18 55
55 37
18 52
3 51
4 33
22 54
1
ABSTRACT
SUKMA TARONIARTA. 2012. Local Institution: A Form of Socio-Ecological Adaptation in Landslide-Prone Areas A Case of Landslide-Prone Community in
Sukaraksa Village, Bogor Regency, West Java Province. Supervised by NURMALA K. PANDJAITAN and FREDIAN TONNY.
Landslides have damaged the cultivated land, settlements, and other infrastructures. Such damages have led the people to make adaptation as a
survival strategy. The objective of this study are to describe and analyze: 1 the reality of landslides, 2 the people perceptions of both environment and their
ability as well as self-confidence 3 the shapes of socio-ecological adaptation landslide-prone, and 4 the local institutions of landslides areas. The location of
this study in Sirnagalih Kampong, Sukaraksa Village, Bogor Regency, West Java. The study used a combination of two techniques of data collection: a
quantitative technique to measure perception, and a qualitative technique to explore the reality of landslides, the forms of socio-ecological adaptation and the
local institutions of landslide communities. The result of this study reveals that the reality of landslides-prones have changed the people perceptions about
environment, and pushed the shapes of socio-ecological adaptation. Further, the shape of adaptation is followed by the norms to manage and use the natural
resources. Besides, the shapes of adaptation affect the availability of local institutions in landslide-prones communities.
Keywords :
perception, socio-ecological
adaptation, landslide-prones
communities, local institutions
RINGKASAN
SUKMA TARONIARTA. 2012. Kelembagaan Lokal : Bentuk Adaptasi Sosio- Ekologi Daerah Rawan Longsor Kasus Kampung Sirnagalih, Desa Sukaraksa,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh NURMALA K. PANDJAITAN dan FREDIAN TONNY.
Dampak peristiwa longsor atau pergerakan tanah adalah terjadinya kerusakan pada lahan garapan, pemukiman serta sarana infrastruktur lainnya.
Kerusakan tersebut membawa perubahan yang menuntut masyarakat pada daerah rawan longsor untuk melakukan tindakan adaptasi sebagai strategi
bertahan hidup. Dalam rangka penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi maka dibutuhkan kehadiran seperangkat pranata-norma kelembagaan agar
kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat tetap dapat berjalan baik.
Tujuan dilakukannya kajian adalah 1 memperoleh gambaran tentang setiap kejadian longsor dan perubahan-perubahannya pada suatu daerah rawan
longsor secara obyektif, reflektif, interpretatif dan decisional ORID, 2 mengetahui persepsi warga setempat tentang fenomena longsor serta
kemampuannya menanggulangi longsor, 3 mendeskripsikan tentang bentuk- bentuk adaptasi sosio-ekologi pada daerah rawan longsor dan 4
mendeskripsikan sekaligus menganalisa bentuk dan peran kelembagaan lokal sebagai bentuk adaptasi sosio-ekologi pada daerah rawan longsor.
Kajian dilakukan pada Kampung Sirnagalih yang secara administratif berada di Desa Sukaraksa, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kajian ini menggabungkan dua teknik pengambilan data yakni kuantitatif dan kualitatif. Kuantitatif dilakukan untuk mengukur persepsi lingkungan dan
kemampuan diri, dengan menggunakan metode sensus. Responden yang dipilih adalah suami atau istri dari masing-masing keluarga yang secara keseluruhan
berjumlah 55 KK. Kualitatif dilakukan untuk menggali informasi tentang realitas longsor, bentuk-bentuk adaptasi sosio-ekologi, serta keberadaan pranata-norma
yang menjadi bentuk kelembagaan lokal pada daerah rawan longsor. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan melakukan pengamatan dan wawancara
mendalam.
Hasil kajian menunjukkan, pertama tentang realitas longsor pada Kampung Sirnagalih yang telah terjadi selama 4 tahun terakhir. Peristiwa longsor di
Sirnagalih merupakan fenomena alam yang terjadi karena faktor alam dan faktor manusia. Berbagai dampak dan perubahan secara sosio-ekologis telah terjadi.
Upaya penanggulangan sebagai bentuk adaptasi telah dilakukan baik yang bersifat temporer maupun jangka menengah dan panjang.
Kedua, persepsi menjadi titik awal terjadinya bentuk adaptasi. Hasil pengukuran persepsi menunjukkan bahwa warga Sirnagalih memahami
perubahan yang terjadi pada lingkungan mereka, khususnya tanah-lahan. Warga melihat bahwa tanah-lahan telah mengalami penurunan kualitas, sehingga
membutuhkan perlakuan yang berbeda untuk tetap dapat bertahan. Perlakuan berbeda tersebut diwujudkan dalam bentuk adaptasi mulai dari perubahan pola-
teknik menanam yang dibarengi dengan alih fungsi lahan lahan basah menjadi lahan kering, perubahan pola-gaya hidup akibat terkonsentrasinya pemukiman
warga di tempat hunian sementara huntara, perubahan struktur dan sumber nafkah peralihan mata pencaharian serta penambahan fungsi dan peran sosial
dalam hal kebencanaan. Kemampuan masyarakat Sirnagalih dalam melakukan
adaptasi didukung oleh tingginya optimisme dan kepercayaan-keyakinan diri self efficacy yang kuat dalam bertahan dan menangani persoalan longsor.
Ketiga, bentuk-bentuk adaptasi ditemukan dalam 4 unsur yang menjadi inti core perubahan sosio-ekologi warga Sirnagalih. Empat core tersebut diawali
dengan perubahan 1 teknologi yakni berubahnya teknik-cara pemanfaatan lahan serta hadirnya bantuan tempat tinggal hunian sementara huntara.
Perubahan teknologi tersebut selanjutnya mempengaruhi unsur core lainnya yakni 2 populasi dengan perubahan pola pemukiman, pola interaksi dan gaya
hidup, serta arus migrasi, 3 kelembagaan ekonomi dengan perubahan sistem livelihood, pola produksi-
distribusi, serta kehadiran pasar „jalan’, dan 4 organisasi sosial-politik dengan kehadiran-keberadaan peran dan aturan untuk
penanggulangan bencana. Dalam proses terbentuk dan berjalannya adaptasi, secara sosio-ekologi
telah melahirkan berbagai perubahan sehingga dibutuhkan seperangkat pranata- norma agar tetap tercipta keselarasan. Pranata-norma yang dimaksud adalah
rules of the games yang mengatur pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam. Hasil kajian menunjukkan bahwa beberapa norma telah hidup dan
terinternalisasi dalam aktivitas keseharian sedangkan beberapa norma lainnya hadir sebagai bentuk modifikasi. Pranata-norma tersebut berjalan seiring dengan
kehadiran organisasi sosial baik pada aspek sosial-ekonomi maupun pada aspek kebencanaan.
Keberadaan pranata-norma serta organisasi sosial merupakan bentuk keberadaan kelembagaan lokal pada komunitas rawan longsor di Kampung
Sirnagalih. Keberadaan kedua bentuk kelembagaan lokal tersebut merupakan pondasi terbentuknya ketahanan sosial yang akan menjaga sustainabilitas
kehidupan masyarakat Sirnagalih.
Katakunci : Persepsi, Adaptasi Sosio-Ekologi, Kelembagaan Lokal, Komunitas pada Daerah Rawan Longsor
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bencana alam merupakan fenomena yang terjadi sepanjang sejarah kehidupan manusia di berbagai belahan bumi. Peristiwa bencana muncul dalam
berbagai bentuk dengan frekwensi keparahan yang berbeda-beda. Letusan gunung merapi, gempa bumi, angin puting beliung, tsunami, banjir dan tanah
longsor adalah berbagai bentuk bencana alam yang kerap melanda Indonesia dalam kurun waktu satu dekade terakhir BNPB 2009.
Secara umum, bencana alam dapat dikategorikan ke dalam 2 bentuk yakni bencana yang terjadi secara alami, seperti; gempa bumi, tsunami, angin puting
beliung, serta bencana yang terjadi karena perbuatan buruk manusia, yang merusak lingkungan, seperti; banjir, longsor, kekeringan dan kebakaran hutan.
Penyebab bencana akibat perilaku manusia mulai terlihat sejak revolusi industri berlangsung di negara-negara maju. Lingkungan global secara signifikan mulai
terkontaminasi dan membawa dampak pada perubahan iklim mikro dan makro Hadad 2010.
Salah satu jenis bencana alam yang kerap terjadi akibat ulah perilaku manusia serta didukung oleh perubahan iklim yang ekstrem adalah tanah
longsor. Peristiwa tanah longsor merupakan bencana alam yang sering dikaitkan dengan degradasi hutan dan lahan akibat alih fungsi.
Isu lain yang berkembang sebagai penyebab bencana longsor adalah pengembangan kegiatan yang tidak sesuai dengan karakteristik kawasan,
misalnya pengembangan budidaya BPDAS Citarum-Ciliwung 2008. Ditambah dengan pembangunan yang tidak sesuai dengan tata ruang wilayah. Berbagai
kegiatan pengembangan dan pembangunan tersebut bertujuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD sehingga solusinya dilegalkan
melalui perijinan pemerintah setempat. Pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi menyebabkan
perubahan perilaku manusia, sehingga kondisi alampun semakin terdegradasi. Perubahan perilaku manusia dalam perspektif dominasi lingkungan dijelaskan
oleh Auguste Comte Susilo, 2008 bahwa telah terjadi peralihan perkembangan masyarakat dari tahap teologi dan metafisik menuju tahap positif ilmiah, dimana
kerusakan lingkungan yang ditengarai sebagai akibat dari revolusi industri merupakan tahap dimana lingkungan tidak lagi mendominasi kehidupan
manusia. Sebaliknya, manusialah yang mendominasi bahkan mengendalikan lingkungan melalui penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi modernisasi
dan industrialisasi. Merujuk pada Beck 2000, perubahan iklim akibat perubahan perilaku
manusia yang bergeser dari pola- pola tradisional menuju perilaku ”moderen”
yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dengan industrialisasinya telah mengantarkan Indonesia berada pada risk society yakni kondisi masyarakat yang
kian dicengkram oleh individualistik dan kekuatan pasar yang disebabkan manufactured risk bencana akibat perbuatan dan keputusan politik yang tidak
tepat. Indonesiapun mendapat julukan baru sebagai negeri bencana alam. Dampak dari bencana alam bukan pada penurunan kualitas pada aspek
ekologi saja, namun aspek sosial-ekonomi, budaya bahkan politik juga ikut terganggu. Beragam persoalan berpotensi menimbulkan dan atau memperparah
persoalan kemiskinan, keamanan, ketersediaan pangan, kesehatan dan perencanaan tata kota yang telah hadir lebih dulu. Pada akhirnya persoalan
ekologi, sosial, ekonomi dan budaya menjadi satu matarantai yang saling terkait hubungan kausalitas dan membutuhkan penanganan yang bersifat terpadu dan
sustainable bukan temporer dan parsial. Kompleksnya
persoalan yang
ditimbulkan oleh
bencana alam
membutuhkan penanganan secara mikro lokal maupun makro nasional hingga global yang membutuhkan perhatian dan tanggungjawab besar serta sinergi dari
para pihak, khususnya pemerintah. Lebih jauh tentang bagaimana menangani daerah rawan bencana dituangkan ke dalam Undang-undang No.24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana yang kemudian diikuti dengan keluarnya beberapa turunan Undang-undang tersebut yakni Peraturan Presiden No.
082008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah No.212008 tentang Penyelenggaraan penanggulangan bencana,
Peraturan Pemerintah No.222008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, Peraturan Pemerintah No.232008 tentang Peran serta lembaga
internasional dan lembaga asing non pemerintah dalam penanggulangan bencana. Lahirnya Undang-undang tersebut memperlihatkan keseriusan
pemerintah memberikan payung hukum bagi para pihak untuk menangani daerah rawan bencana secara lebih baik.
Terkait dengan keseriusan pemerintah dalam menanggulangi bencana, pihak Bappenas telah melakukan evaluasi penanggulangan bencana pada tahun
2009 ke beberapa daerah dan masih ditemukan berbagai persoalan yang menyebabkan lemahnya perhatian pemerintah dan pihak terkait lainnya ke
masyarakat yang tinggal di titik-titik rawan bencana. Tak jarang ditemui sejumlah aksi dan program yang mengatasnamakan solidaritas dan kepedulian namun
tidak saling terkordinir sehingga terkesan masing-masing beraksi lebih dikarenakan adanya kepentingan lain. Aksi saling tumpah tindih dan cenderung
tidak terkoordinasi bukannya meringankan penderitaan warga yang terdampak, justru menambah penderitaan mereka Schiller et.al. 2008
Pada akhirnya, penanggulangan bencana masih bersifat teknis, temporer dan parsial. Penanggulangan bencana masih sering didefinisikan sebagai
bantuan dan pertolongan, belum dianggap sebagai program penanggulangan yang menyeluruh, sehingga pelaksanaannya baru bersifat reaktif dan kurang
konsepsional Andjasmaja 1994. Belum
optimalnya pelaksanaan
peran dan
fungsi pemerintah
mengakibatkan kondisi masyarakat yang hidup pada daerah rawan bencana sulit memperoleh jaminan keamanan dan kenyamanan, meskipun kelembagaan
formal telah dibangun oleh pemerintah guna menanggulangi bencana alam seperti Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Bakornas PB
yang kemudian digantikan fungsinya oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD.
Upaya penanggulangan bencana memang tidak seharusnya dibebankan ke pundak pemerintah saja. Seluruh komponen masyarakat harus terlibat aktif
dalam upaya penanggulangan bencana. Sebagus apapun program pemerintah, tanpa dukungan dari berbagai pihak maka upaya penanggulangan tidak akan
berjalan optimal, demikian halnya sebaliknya. Kahn dan Barondess 2008 mengatakan bahwa kerangka konstitusional, hukum dan sosial suatu negara
merupakan penentu kunci terkait fungsinya dalam merespon bencana. Pemerintah selaku pihak yang memiliki power seyogyanya mampu
mengintegrasikan unsur-unsur masyarakat untuk bersama-sama menanggulangi bencana.
Terlepas dari kelemahan pemerintah dalam menanggulangi bencana alam, masyarakat yang tinggal dan bergantung hidup di daerah rawan bencana harus
tetap bertahan dan melanjutkan hidup mereka dengan kondisi yang sangat riskan. Keterbatasan pilihan untuk bertahan hidup pada kondisi yang rentan
terhadap bencana alam khususnya longsor membuat masyarakat setempat harus menjalaninya dengan cara-cara yang dianggap relevan.
Pola atau perilaku sehari-hari masyarakat pada daerah rawan longsor mencerminkan cara mereka beradaptasi terhadap tempat tinggal. Pada daerah
dengan peristiwa atau kondisi kerentanan yang sama, belum tentu melahirkan cara adaptasi yang sama, begitupun sebaliknya.
Cara-pola adaptasi sedikit banyak dipengaruhi oleh cara pandang masyarakat yang hidup di daerah rawan bencana. Masing-masing daerah
memiliki cara-bentuk adaptasi yang berbeda dan sebagian perbedaan tersebut dipengaruhi oleh interpretasi atau persepsi yang berbeda dalam memaknai
peristiwa longsor Donie 2006. Beberapa cara-pola adaptasi yang diterapkan oleh komunitas yang tinggal
di daerah rawan longsor menunjukkan bagaimana pandangan mereka terhadap bahaya longsor sehingga perlu melakukan berbagai kegiatan mitigasi.
Diantaranya membentuk kelembagaan organisasi lokal Kelompok Masyarakat Peduli Bencana KMPB yang berfungsi memantau gejala awal terjadinya longsor
serta evakuasi dini, membentuk sistem peringatan dini dengan pembagian peran antar warga untuk memantau gejala awal terjadinya longsor, bahkan
membangun kembali rumah dengan dengan beton bertulang, bagi yang kurang mampu mereka membangun rumah dengan bahan kayu agar terhindar dari
bahaya longsor Parlindungan dkk. 2008, Mukhlis dkk. 2008, Hariyanto dkk. 2009.
Manusia sebagai makhluk adaptif akan mengoptimalkan kekuatan-potensi yang dimiliki sembari belajar untuk hidup selaras dengan kondisi alam bahkan
bersahabat dengan bencana longsor. Bentuk adaptasi terhadap lingkungan di beberapa tempat telah berjalan lama bahkan telah mengakar dan menjadi
sebuah kelembagaan lokal yang sarat akan nilai-nilai luhur, misalnya akar falsafah Tri Hita Karana di Bali, Berguru pada Alam di Minangkabau dan
Hamemayu Hayuning Bawana serta tradisi seperti nyabuk gunung, bersih desa, serta larangan-larangan pamali di pedesaan Jawa dan lainnya.