Tata aturan dalam Pengelolaan Property Rights

a. Aturan yang dipertahankan

1. Tetap menjaga hutan Batu Kaca sebagai kawasan penyangga meskipun dari segi luasan Batu Kaca hanya sebesar 2 ha namun warga menyadari bahwa kelestarian hutan Batu Kacalah yang masih mempertahankan ketersediaan air bersih di dalam Kampung Sirnagalih dan kampung- kampung sekitarnya 2. Tetap mempertahankan tanaman bambu sebagai tanaman yang mendukung kelestarian ekologis serta tetap berfungsi sebagai bahan bangunan yang mendatangkan penghasilan tambahan. 3. Tetap mempertahankan jenis tanaman keras Sengon, Lame, Puspa, dan lain-lain sebagai tanaman investasi yang ditebang setelah masa panen minimal 4 sampai 5 tahun 4. Melakukan penebangan pohon berdasarkan kebutuhan dan usia pohon 5. Melakukan penanaman ulang setiap selesai melakukan penebangan. 6. Kepemilikan lahan berdasarkan tata batas yang telah disepakati sejak dulu. Pergeseran batas yang disebabkan oleh longsor tidak merubah hak pemilik lahan. 7. Kepemilikan tanaman berdasarkan kepemilikan lahan 8. Kepemilikan tempat tinggal bangunan beserta pekarangan berdasarkan kepemilikan awal.

b. Aturan yang dimodifikasi

1. Tidak melakukan ekploitasi lahan dengan tidak membiarkan terjadinya penambangan batu bara, meskipun warga menyadari betul potensi finansial yang bisa dihasilkan. 2. Pola tanam disesuaikan dengan kondisi lahan. Misalnya melakukan perubahan pola tanam yang awalnya sebagai sawah tadah hujan kini beralih menjadi ladang-kebun. Jenis tanaman pun ikut disesuaikan, yang awalnya padi monokultur berubah menjadi kebun campuran dengan beragam tanaman semusim dan tahunan. 3. Jenis tanaman yang ditanam berdasarkan kebutuhan pangan dan rumahtangga serta kesesuaian lahan. 4. Pemanfaatan fasilitas umum air bersih, Huntara-tenda berdasarkan kebutuhan dasarmendesak 5. Kepemilikan Huntara-tenda bersifat temporer yang didasarkan oleh wewenang Pemerintah setempat 6. Membangun sikap toleransi-kesadaran yang tinggi antar sesama warga.. Warga memahami dan menyadari bahwa salah satu cara untuk tetap bertahan hidup di kampung adalah mengungsi ke Huntaratenda, oleh sebab itu warga melakukan berbagai penyesuaian dengan berbagi peran sosial kepada sesama warga. Setiap peran sosial yang terbentuk mengandung hak dan kewajiban beserta konsekwensi jika terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya. 7. Pelaksanaan peran dan fungsi sosial,secara formal maupun informal 8. Pelaksanaan mitigasi bencana melalui upaya tanggap bencana Tagana Secara tegas, ke-2 bentuk hak atas kepemilikan property tersebut meliputi : a. Private property yakni lahan, tanaman, tempat tinggal. b. Public Property yang bersifat fisik yakni hutan bersama GunungBatu Kaca, sumberdaya air dan non fisik berupa kenyamanan, keamanan, keselamatan hidup. Representasi berupa aturan-norma tersebut juga menggambarkan kejelasan kepemilikan property rigths melalui batas yurisdiksi yurisdiction of boundary sehingga jelas wilayah kekuasaan atau batas wewenang yang dimiliki oleh suatu komunitas. Batas wewenang disini untuk mempertegas setiap aturan mengikat siapa saja, seluruh warga Sirnagalih atau juga masyarakat di luar Sirnagalih. Kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana longsor telah menggeser bahkan merubah dan menghilangkan batas-batas kepemilikan warga khususnya private property yang dapat berimbas pada public property. Beberapa persoalan mengenai private property yang muncul akibat peristiwa longsor diantaranya adalah berkurangnya luas lahan garapan akibat tanah retak-tanah jatuh. Bahkan di beberapa titik terlihat retak tanah menyebabkan sebagian lahan menyatu dengan lahan milik warga lain. Meskipun demikian, warga yang seolah mendapatkan tambahan lahan mengerti bahwa lahan tersebut bukanlah haknya sehingga dibuat batas baru. Jika lahan yang bergeser berupa lahan kering maka diberi patok baru berupa tanaman atau ajir, jika yang bergeser lahan basah maka dibuat batas dari tanah dengan cara mengelilingi lahan. Potensi konflik akibat pergeseran lahan yang disebabkan oleh retak tanah dapat memicu ketegangan antar pemilik lahan, namun kondisi tersebut sejauh ini masih dapat diselesaikan dengan sikap saling mengerti, percaya dan menyadari hak masing-masing. Di sisi lain ikatan kekeluargaan karena masih memiliki ikatan kekerabatan terasa masih kental. Ikatan-ikatan yang selama ini terjalin baik menjadi modal sosial dalam menangani persoalan yang ditimbulkan oleh bencana longsor, termasuk pergeseran tata batas lahan. Potensi konflik lainnya akibat kerusakan lahan adalah tumbangnya beberapa pohon tanaman dan jatuh ke lahan warga lain. Tanaman yang tumbang tetap menjadi hak pemiliknya meskipun tanaman yang tumbang tersebut merusak tanaman milik warga lain, namun mereka tidak menuntut ganti rugi karena menyadari bahwa kejadian tersebut murni disebabkan oleh faktor alam. Private property lainnya yang tak kalah pentingnya adalah tempat tinggal. Para korban longsor mengalami kerusakan rumah sehingga mengakibatkan sebagian warga kehilangan tempat tinggal. Lahan yang diatasnya dibangun rumah meskipun telah rusak namun warga masih mempunyai hak atas lahan tersebut. Sebagian warga memanfaatkan lahan bekas rumah mereka dengan menanam sayuran seperti jagung, Pisang, terong, labu dan cabai. Warga tetap memiliki hak untuk merubah fungsi lahan mereka. Alih fungsi tersebut dilakukan semata-mata untuk memanfaatkan lahan yang dianggap masih berpotensi untuk memenuhi kebutuhan pangan harian warga. Saat ini warga telah tinggal di Huntara tempat pengungsian. Tiap warga yang menjadi korban longsor berhak atas tempat tinggal yang saat ini dihuni. Tiap rumahtangga berhak mendapatkan satu bilik Huntara ataupun satu tenda. Meskipun non permanen, namun warga selain memiliki hak, juga memiliki kewajiban untuk menjaga tempat tinggal sementara tersebut. Keberadaan private property yakni lahan dan tempat tinggal akan terkait dengan keberadaan public property yakni air bersih. Berkurangnya air bersih di Huntara menyebabkan warga mengalihkan beberapa akivitas rumahtangga seperti mandi dan mencuci ke pancuran air yang terdapat di areal persawahan. Pada prinsipnya pemilik sawah tidaklah keberatan namun warga lain juga harus memikirkan dampak yang ditimbulkan akibat aktivitas mereka. Bahan kimia dari detergent, sabun dan shampo dapat merusak tanaman padi. Oleh beberapa warga dibuatkan saluran aliran agar air bekas mandi dan cucian warga tidak langsung mengalir ke sawah namun terurai sepanjang saluran aliran. Selain itu warga juga menggunakan bahan pembersih dalam jumlah yang tidak berlebihan. Public property lainnya yang bersifat non materi adalah ketenangan, keamanan, kenyamanan dan keselamatan. Kepemilikan pubic property non materi tidaklah seperti private atau public property lainnya yang bersifat materi dimana hak akses dan pemanfaatannya lebih nyata dan jelas. Property ini merupakan hak semua warga namun hanya dapat dinikmati jika masing-masing warga mengetahui batas-batas pemanfaatan property lainnya dan menyadari bahwa ada hak orang lain atas hak yang dimiliki. Pada dasarnya, ketiga karakteristik kelembagaan tersebut telah ada dan dapat dikenali pada struktur kelembagaan lokal yang meskipun tidak formal, tetapi nilai dan aturan mainnya tersosialisasikan sehingga secara perlahan mulai melembaga. Proses melembaganya aturan-aturan tersebut dapat bertahan jika dirasakan bermanfaat oleh para warga. Besarnya manfaat dari keberadaan aturan-norma yang ada akan berpotensi menciptakan suatu sistem nilai berupa tata perilaku mores bahkan adat-istiadat custom selama terinternalisasikan secara terus-menerus. Saat ini, aturan-norma yang telah ada dan hidup dalam komunitas rawan longsor Sirnagalih menunjukkan kekuatan yang berbeda-beda. Dari rentang waktu dan sejarah, perilaku yang telah terinternalisasi dan tingkatannya telah sejajar dengan adat-istiadat custom adalah perilaku menjaga kelestarian Hutan Gunung Batu Kaca. Dari mitos yang hidup di masyarakat menggambarkan betapa tingginya keyakinan warga untuk tidak merusak dan terus menjaga kelestarian hutan keramat tersebut. Warga meyakini bahwa siapapun yang berani merusak maka hukuman akan langsung datang dari penunggu hutan seperti yang telah terjadi sebelumnya. Dari hasil identifikasi aturan-norma ditemukan masih ada yang merupakan sebuah cara usage, sebagian berupa kebiasaan folkways dan sebagian lagi telah menjadi tata kelakuan mores. Meskipun jangka waktu peristiwa longsor yang benar-benar merusak dan merubah kehidupan warga belum hampir 6 bulan, namun daya adaptasi warga terhadap lingkungan fisik dan sosial telah memperlihatkan berbagai perubahan yang menjadi acuan dalam berinteraksi.