Potensi dan Kondisi Sumberdaya Alam

Selain mengganti tanaman padi dengan tanaman pangan lainnya, ada juga petani yang menanam tanaman tahunan Sengon. Petani yang memilih menanami sebagian lahan mereka dengan Sengon didasarkan oleh dua hal yakni sebagai investasi pada 4 sampai 5 tahun ke depan serta anggapan bahwa tanaman Sengon pasti sesuai dengan lahan karena belum ada yang menanam sengon dan tidak tumbuh mati. Selain itu faktor efektifitas waktu dalam hal pemeliharaan juga menjadi alasan mengapa mereka memilih Sengon. Dari beberapa penyesuaian yang dilakukan oleh petani, terlihat bahwa alih fungsi lahan yang awalnya berupa sawah tadah hujan pola A telah berubah menjadi ladang dan kebun campuran. Pada gambar 21 memperlihatkan 2 tipe pola pemanfaatan lahan, yakni pola tanam B dengan kombinasi tanaman semusim-palawija ladang serta pola tanam C dengan kombinasi antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan; kebun campuran. Gambar 21 Ilustrasi Perubahan Pola Tanam Sebelum Longsor Pola A dan Sesudah Longsor Pola B C SingkongPisang Palawija Pola B; Ladang Padi Pola A; Sawah Tadah Hujan PisangSingkong Sengon Palawija Pola C ; Kebun Campuran Dari jumlah total 25 petani pemilik maupun penyewa terdapat 20 petani yang telah mengalami kerusakan lahan garapan, termasuk sawah dan kebun. Kerusakan pada kebun tidaklah merubah perlakuan petani pada lahan. Kebun yang pada dasarnya masih didominasi oleh tanaman tahunan seperti Sengon, Lame, Afrika, Puspa dan Bambu masih dapat bertahan dengan baik. Kerusakan hanya berdampak pada lahan garapan berupa sawah tadah hujan. Ke-20 petani yang mengalami kerusakan pada sawahnya dan memilih beberapa pergantian pola tanam Pola B dan C berdasarkan kebutuhan dan kesesuaian lahan. Petani yang memilih pola B menganggap bahwa tanaman semusim lebih cepat panen sehingga lebih cepat juga menghasilkan. Hasil panen sebagian disimpan untuk konsumsi rumahtangga dan sebagian lagi dijual untuk dikonversi ke beras. Jenis tanaman yang dipilih dalam menerapkan pola B diantaranya adalah Singkong, Pisang, Labu, Kacang Panjang, Cabe, Tomat, dan sebagainya. Bagi yang memilih pola C alasannya hampir sama dengan yang memilih pola B hanya saja mereka juga mulai menanam tanaman tahunan seperti sengon dengan alasan tanaman sengon tidak memerlukan perhatian yang intensif sepanjang tahun sehingga waktu luang lebih banyak dan dapat digunakan untuk bekerja sebagai buruh. Pada pola C variasi jenis tanaman semusim dan tahunan lebih terlihat. Adapun persentase jumlah petani yang memilih pola tanam B dan C, terlihat pada gambar 22. Gambar 22 Distribusi Petani dalam memilih Perubahan Pola Tanam Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2012 Pada gambar 22 terlihat bahwa Petani lebih banyak memilih mengalihkan sawah mereka ke bentuk ladang pola B menandakan bahwa perhatian petani lebih mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang bersifat harian atau jangka pendek. Seluruh lahan dimanfaatkan untuk jenis tanaman yang secara ekonomi dianggap lebih cepat menghasilkan. Selain untuk memenuhi kebutuhan pangan di dapur, hasil tanaman palawija juga memudahkan para petani untuk menjual agar dapat membeli beras. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kerusakan lingkungan di Kampung Sirnagalih mengharuskan para petani untuk menjalani etika subsisten. 60 40 Pola B Pola C

b. Perubahan Cara Pemanfaatan Lahan

Selain merusak lahan garapan, longsor juga mengkibatkan terjadinya tanah amblas yang meruntuhkan rumah warga di Kampung Sirnagalih. Jumlah rumah yang hancur sebanyak 33 dengan kondisi rusak berat sehingga tidak lagi layak untuk dihuni. Runtuhnya rumah-rumah warga memunculkan lahan kosong. Pada gambar 23 terlihat beberapa warga yang berinsiatif memanfaatkan lahan bekas rumah sebagai kebun dan ladang. Tanaman yang banyak ditanam adalah Pisang, Singkong dan sayuran seperti labu, tomat, cabe. Gambar 23 Ilustrasi Perubahan Pemanfaatan Lahan Sebelum Tipe A dan Sesudah Longsor Tipe B Tipe A Tipe B Bekas Pemukiman Kebun campuran Pemanfaatan areal bekas pemukiman dengan menanam tanaman palawija lagi-lagi memperlihatkan pilihan warga yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan harian. Setiap peluang yang ada senantiasa dimanfaatkan untuk melakukan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan pangan harian.

c. Adopsi Bantuan

Di sisi lain, warga yang kehilangan tempat tinggal diungsikan ke daerah yang lebih aman. Untuk membangun tempat hunian baru dibutuhkan lahan yang cukup untuk menampung semua korban. Para korban longsor yang kehilangan tempat tinggal diungsikan ke hunian sementara Huntara yang dibangun di atas lahan seluas 2.300 meter persegi. Pada awalnya lahan merupakan kebun campuran milik seorang warga yang kemudian disewa oleh pemerintah dan kemudian difungsikan sebagai bangunan Huntara. Saat ini warga masih berada di Huntara. Pada gambar 26 terlihat bangunan Huntara yang didesain non permanen dengan ukuran 7 x 5 m. Huntara tersebut telah 2 bulan dihuni oleh warga. Dinding terbuat dari anyaman