Arus Migrasi Local Institution: A Form of Socio-Ecological Adaptation in Landslide-Prone Areas (A Case of Landslide-Prone Community in Sukaraksa Village, Bogor Regency, West Java Province).
tanaman pangan lainnya sebagai pengganti beras. Di sisi lain petani juga jadi memiliki waktu yang lebih luang karena perlakuan untuk pemeliharaan tanaman
palawija dan tahunan tidak seintensif tanaman padi. Kekosongan waktu tersebut dimanfaatkan oleh beberapa petani khususnya para buruh tani untuk mencari
pekerjaan sampingan. Mereka tidak lagi menjadikan lahan garapan sebagai satu-satunya sumber
perekonomian dan penghidupan. Mereka mencari pekerjaan lain tidak berbasis lahan untuk menghasilkan uang agar tetap dapat memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, khususnya kebutuhan pangan. Berangkat dari kebutuhan yang mendasar dengan kondisi lingkungan yang tidak lagi memadai, dorongan dalam
diri masyarakat mulai terlihat dengan membuka diri dan mau mencoba pekerjaan baru yang dianggap menghasilkan.
Pergeseran struktur nafkah menyebabkan pola hubungan patron-client juga berubah. Warga yang awalnya bekerja sebagai petani buruh dan hanya
bergantung pada kemurahan hati pemilik lahan, kini mulai mencari dan membangun jaringan informasi tentang sumber-sumber mata pencaharian
lainnya. Si patron pun tidak keberatan sebab di satu sisi beban patron pun berkurang.
Hubungan patron-client tidaklah seperti yang digambarkan oleh Scott dimana seluruh keperluan hidup client dapat dipenuhi oleh patron. Buruh sawah
hanya mendapatkan hak atas pekerjaannya berupa pembagian hasil panen sebesar 40 persen, sedangkan buruh kebun mendapatkan hak berupa upah
sebesar Rp.20.000hari. Nasib status ekonomi antara patron dan client di Kampung Sirnagalih tidak berbeda jauh, meskipun si patron sebagai pemilik
lahan. Minimnya lahan garapan yang harus dikerjakan oleh beberapa petani lebih didasarkan atas rasa empati dan solidaritas antar warga yang notabene
masih terikat hubungan kerabat. Kondisi petani Sirnagalih menggambarkan konsep Geertz tentang shared of poverty.
Para petani khususnya mereka para buruh tani kini mulai mencari kesempatan kerja yang tidak berbasis lahan meski harus keluar dari desa.
Jaringan informasi yang dibangun warga hanya mengandalkan informasi dari mulut ke mulut yang datang dari para warga yang telah bekerja. Warga lebih
mudah percaya dan tergiur jika mendengar dan menyaksikan langsung hasil yang diperoleh dari temannya yang telah mengalami. Warga lain yang ingin
bergabung dan ikut biasanya akan meminta bantuan dari temannya tersebut karena dianggap telah berpengalaman.
Salah satu jenis mata pencaharian yang saat ini marak dilakukan oleh warga Sirnagalih adalah menjadi buruh tumbuk di lokasi penambangan emas
yang berada di Kecamatan Nanggung
10
. Untuk bekerja sebagai buruh tumbuk, warga harus „mendaftar’ ke salah satu Bos agar diperkenankan ikut menumbuk.
Bos akan memberikan biaya makan, rokok dan biaya transport jika hasil
tumbukan mengandung emas. Mereka bekerja secara llegal. Hasil yang diperoleh tidak dapat dipastikan
Rp. 20.000haribeban
11
. Jika beruntung, maka hasil yang diperoleh akan menguntungkan. Biasanya warga memperoleh Rp. 50.000 sampai Rp.
100.000hari. Jika fisik kuat maka warga bisa menumbuk sebanyak 20 beban dan menghasilkan Rp. 400.000hari. Satu bos biasanya menanggung hingga 100
orang pekerja. Sistem kerjanya sederhana, warga membawa sendiri peralatannya dan Bos hanya menadah hasil tumbukan yang mengandung emas.
Warga yang sudah bekerja sebagai buruh tumbuk sebanyak 20 orang. Perubahan lain yang berkaitan dengan perubahan struktur nafkah adalah
diferensiasi mata pencaharian di sektor jasa-transportasi yakni menjadi tukang ojek dadakan. Pengaruh aksesibilitas serta sarana infrastruktur jalan kampung
yang belum memadai membuat sebagian warga memaksa diri untuk membeli kendaraan roda 2 motor dengan membayar secara kredit.
Di tengah himpitan ekonomi, kehadiran motor menjadi kebutuhan alternatif bagi warga setempat. Beberapa kebutuhan tidak dapat diperoleh dari dalam
kampung sehingga warga harus keluar dari kampung untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan. Meskipun frekuensi warga ke luar kampung untuk berbelanja
tidaklah tinggi, namun beberapa pemuda melihat peluang tersebut dan menjadikannya sebagai mata pencaharian tambahan di sektor jasa dengan
menjadi tukang ojek dadakan.
10
Nanggung merupakan kecamatan yang berbatasan langsung dengan Desa Sukaraksa. Nanggung memang terkenal dengan hasil tambang emasnya sehingga menjadi daya tarik masyarakat luar
untuk datang mencari kerja. Salah satu pekerjaan yang banyak dilirik adalah sebagai buruh tumbuk. Mereka menumbuk batu yang diperkirakan mengandung emas di dalamnya.
11
Beban merupakan bongkahan batu yang ditaksir mengandung emas. Satu bongkahan berbeda- beda ukurannya serta berbeda-beda tingkat kepadatannya keras-lunak.
Selain itu, pola fikir untuk mulai berinvestasi meskipun hanya untuk jangka waktu pendek juga mulai muncul. Sebagian warga mulai berfikir dan melakukan
aktivitas ekonomi lainnya seperti menjadi tukang ojek dadakan, beternak kambing, dan ikut arisan kampung.
Berbeda dengan warga yang memelihara kambing dan ikut arisan di kampung lain, mereka menganggap bahwa untuk situasi darurat, menjual
kambing atau menggunakan dana arisan adalah cara yang cepat dan efektif untuk mendapatkan dana.
Adapun kegiatan berinvestasi dengan cara menanam pohon tanaman keras tetap dilakukan meskipun kondisi lahan mereka sebagian telah rusak. Hal
tersebut terlihat dari aktivitas para petani yang tetap melakukan pengayaan dan permudaan kebun-hutan dari bekas penebangan.