Keadaan Masyarakat Desa Sukaraksa .1 Demografi dan Kependudukan

Gambar 4 Struktur Penduduk Desa Sukaraksa Berdasarkan Jenis Kelamin Sumber: Data Monografi Desa, Tahun 2012 Berdasarkan klasifikasi usia produktif dan non produktif, pada gambar 5 terlihat distribusi penduduk Desa Sukaraksa yang dibedakan menjadi dua golongan, yaitu usia non poduktif sebanyak 3.326 jiwa 39 persen serta usia produktif pada umur 15 sampai 59 tahun sebanyak 5.190 jiwa 61 persen. Adapun usia non produktif terbagi atas umur 0 sampai 15 tahun sebanyak 2.868 jiwa 86,23 persen dan di atas 60 tahun sebanyak 458 jiwa 13,77 persen. Struktur umur tersebut menggambarkan bahwa usia penduduk di Desa Sukaraksa lebih didominasi oleh usia produktif. Gambar 5 Struktur Penduduk Desa Sukaraksa Berdasarkan Usia Produktif Non Produktif Sumber: Data Monografi Desa, Tahun 2012 Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar penduduk berusia kurang dari 35 tahun sudah tidak memiliki lahan tuna kisma. Akibatnya lapangan kerja di sektor pertanian sangat terbatas sehingga sebagian warga harus menjalani strategi nafkah ganda dengan merantau dan bekerja sebagai pedagang kecil, kuli bangunan, dan pekerjaan lain di luar Desa Sukaraksa. Mengacu pada Data Monografi Desa Tahun 2012, potensi tenaga kerja produktif di Desa Sukaraksa maka pada penduduk produktif laki-laki laki-laki masih lebih banyak dibandingkan penduduk penduduk produktif perempuan. 52 48 Laki-laki Perempuan 39 61 Umur produktif Umur non produktif Distribusi usia produktif berdasarkan jenis kelamin tersebut dapat dilihat pada gambar 6. Gambar 6 Struktur Usia Produktif Penduduk Desa Sukaraksa Berdasarkan Jenis Kelamin Sumber: Data Monografi Desa, Tahun 2012 Kondisi demografi di Sukaraksa seharusnya membawa keuntungan karena tanggungan terhadap usia non produktif lebih sedikit, namun ketersediaan lapangan kerja di sektor formal-informal Desa Sukaraksa dan sekitarnya belum mendukung penyerapan tenaga kerja bagi mereka yang berusia produktif. Pada tabel 4 terlihat bahwa sebagian besar mata pencaharian penduduk Sukaraksa yang bekerja di luar sektor pertanian, seperti swasta, buruh pabrik dan bangunan terdapat di luar desa sehingga banyak penduduk Sukaraksa yang merantau ke kota. Tabel 3 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Mata Pencaharian Desa Sukaraksa, Tahun 2012 No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah Jiwa Persentase 1. Petani 923 14, 18 2. Pedagang 1.050 16,14 3. Swasta 2.015 30,98 4. Buruh Pabrik 135 2,08 5. Tukang Bangunan 2.109 32,42 6. Tukang Ojek 225 3,46 7. Lain-lain 48 0,74 Jumlah 6.505 100,00 Sumber: Data Monografi Desa, Tahun 2012 Keterangan : Petani Pemilik yang tidak memiliki alternatif mata pencaharian lain selain bertani Penduduk yang merantau untuk bekerja Secara birokrasi, struktur organisasi pemerintahan Desa Sukaraksa dipimpin oleh Kepala Desa dan membawahi 4 dusun. Masing-masing dusun dipimpin oleh Kepala Dusun Kadus yang membawahi unsur wilayah atau RW 47 53 Perempuan Laki-laki dengan jumlah keseluruhan sebanyak 10 RW. Pada tabel 3 terlihat pembagian daerah berdasarkan unit terkecil, dimulai dari tingkat RW yang membawahi RT yang berjumlah 35 RT. Selain wilayah administratif yang terbagi dalam wilayah pemerintahan, Desa Sukaraksa juga terbagi dalam 17 kampung. Kampung- kampung tersebut bukanlah merupakan wilayah pemerintahan yang dipimpin oleh kepala kampung melainkan hanya sebagai wilayah geografis yang dibedakan menurut tanda-tanda alam seperti perbukitan, dataran, sungai atau didasarkan pada suatu rumpun keluarga. Tabel 4 Pembagian Wilayah Administratif dan Kondisi Topografi Desa Sukaraksa, Tahun 2012 Dusun RW Jumlah RT Jumlah Kampung Nama Kampung Kondisi Topografi I 01 3 1 Kp. Juga Raksa Bergelombang 02 3 1 Kp. Juga Raya II 03 6 6 Kp. Manglid, Kp. Tangseng, Kp. Babakan Manglid, Kampung Sirnagalih, Kp. Juga Jembatan Berbukit dan bergunung 04 4 2 Kp. Ciruwuk, Kp. Juga Jalan Berbukit III 05 3 1 Kp. Parakantiga Landai 06 4 1 -sda- 07 3 1 -sda- IV 08 2 1 Kp. Kebon Kelapa Landai dan Bergelombang 09 2 1 Kp. Jambu Manis 10 5 5 Kp. Sipugur, Kp. Babakan Saga, Kp. Babakan Urug, Kp. Warung Dua, Kp. Babakan Pendeuy Bergelombang Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, Tahun 2012 Secara umum, karakteristik sosial-ekonomi masyarakat di Desa Sukaraksa masih bersifat homogen dengan karakteristik; Pertama, mata pencaharian utama para warganya masih berbasis lahan dan SDA yakni petani sawah, kebun dan ladang, penambang pasir sungai, peternak kambing-sapi serta budidaya ikan kolam, meskipun secara kuantitatif data monografi desa menunjukkan jumlah mata pencaharian non lahan seperti wiraswasta dan pedagang lebih besar. Mereka yang terdata berprofesi sebagai wiraswasta, pedagang dan tukang bangunan sebenarnya adalah petani petani pemilik ataupun petani penggarap yang memiliki strategi nafkah ganda Kedua, memeluk agama Islam dan masih memegang teguh beberapa kepercayaan terkait dengan keberadaan hutan di desa mereka. Larangan pamali memasuki hutan leuweung tutupan untuk mengambil hasil kayu maupun non kayu masih mereka taati dengan alasan demi keselamatan dan menjaga agar kampung-desa mereka aman dari gangguan. Kata-kata pamali bagi warga merupakan sebuah aturan, larangan keras yang sangat pantang untuk dilanggar karena mengandung resiko besar meskipun tidak dapat dinalar secara ilmiah. Ketiga, tingkat pendidikan yang masih rendah yakni rata-rata tingkat pendidikan warga setempat adalah tamatan SD tabel 5. Kesadaran warga untuk menyekolahkan anak masih terbilang rendah, baik untuk anak laki-laki maupun anak perempuan, meskipun di Desa Sukaraksa terdapat 1 unit Sekolah Lanjut Tingkat Pertama SLTP selain 4 unit Sekolah Dasar SD. Persoalan biaya pendidikan serta aksesibilitas menjadi faktor utama para orangtua lebih memilih menikahkan anak perempuannya pada usia dini dan berharap anak laki- laki lebih cepat bekerja agar dapat membantu orangtua. Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Desa Sukaraksa No. Tingkat Pendidikan Jumlah Jiwa Persentase 1. Tidak Tamat SD 613 0,07 2. Tamat SD 4.966 58,31 3. Tamat SLTP 1.030 0,12 4. Tamat SLTA 903 0,11 5. Tamat Akademi Perguruan Tinggi 6 0,70 6. Sedang Pendidikan SD, SLTP, SLTA 2.818 33,09 7. Belum Sekolah 998 11,71 Jumlah 8.516 100,00 Sumber : Data Monografi Desa, Tahun 2012 Keempat, keeratan hubungan sosial antar warga masih baik, saling mengenal, peduli dan masih membudayakan kebiasaan bergotongroyong. Hubungan antara masyarakat setempat dengan aparat pemerintah Desa maupun Kecamatan serta Instansi lainnya juga terlihat baik. Hal tersebut terlihat dari jalinan komunikasi antara aparat desa dengan warga yang ditandai dengan adanya rasa saling percaya. Aspirasi warga yang disalurkan melalui wakil masyarakat yang duduk di Badan Perwakilan Desa BPD pada kegiatan musrembang serta unsur-unsur masyarakat dari tingkat RTRW hingga kelompok-kelompok masyarakat seperti Kelompok Karang Taruna, LPM, Linmas, dan sebagainya, berjalan bersama-sama untuk merumuskan program yang berguna bagi pembangunan desa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Keinginan warga untuk mengadopsi berbagai saran, informasi dan bantuan dari luar terkait untuk perubahan hidup ke arah yang lebih baik juga mendapatkan perhatian dan fasilitas dari aparat setempat dengan sistem kekeluargaan. Salah satu contoh adalah pelaksanaan program pinjaman bergulir dari PNPM Mandiri yang sering terhambat pengembaliannya. Aparat desa dan pengurus yang duduk di kelompok PNPM tidak segan untuk menutupi pinjaman tersebut dan tetap memberi kesempatan kepada warga yang belum atau tidak sanggup melunasinya.

4.2.2 Pola-pola Adaptasi Ekologi

Bentuk adaptasi ekologi masyarakat di Desa Sukaraksa yang masih tergantung pada pemanfaatan lahan dapat dilihat dari sistem pengelolaan SDA mulai penggunaan teknologi alat-modal yang digunakan, kebutuhan hidup subsisten, semi-subsisten, komersiil serta pola pemukiman penduduk. Mata pencaharian utama masyarakat di Desa Sukaraksa adalah bertani- berladang dengan sistem pengairan irigasi; modern dan konvensional. Dari 4 Dusun dengan jumlah 17 kampung, hanya di Dusun III Kampung Parakan Tiga, Kampung Juga Raya, Kampung Juga Raksa yang terdapat bangunan irigasi untuk mengairi persawahan Desa Sukaraksa. Pembangunan irigasi tersebut didukung oleh topografi Dusun III yang lebih landai-datar. Pola penyebaran pemukiman penduduknya pun berkelompok dimana sebagian besar terkonsentrasi pada daerah yang mendapat pengairan irigasi. Pemukiman penduduk di Desa Sukaraksa terpusat di Dusun III yang lebih dikenal oleh warga setempat dengan sebutan Kampung Parakan Tiga. Kondisi geografis kampung yang lebih datar serta terdapat bangunan irigasi menyebabkan Kampung Parakan Tiga dan sekitarnya menjadi sasaran utama warga untuk bermukim. Lebih dari 50 persen penduduk Desa Sukaraksa hidup di Kampung Parakan Tiga. Berbeda dengan beberapa kampung lainnya yang berada di dataran tinggi atau perbukitan, para petani menggunakan pengairan dengan sistem pengairan konvensional yakni tadah hujan dan dibantu alat sederhana berupa bambu- bambu yang disambung dari beberapa sumber mata air. Akibatnya, pola pemukiman sebagian penduduk Sukaraksa terkonsentrasi mengikuti keberadaan lahan berupa kebun, ladang yang memiliki karakteristik geografis berbukit. Para petani yang menerapkan pola pertanian tadah hujan melakukan kegiatan penanaman berdasarkan musim. Pada musim penghujan para petani melakukan pola pertanian lahan basah dengan menanam padi. Pada musim kemarau petani melakukan pola pertanian lahan kering dengan menanam tanaman palawija seperti kacang, Pisang, timun, jagung, Singkong dan cabai. Para petani di Desa Sukaraksa merupakan petani menetap yang memenuhi kebutuhannya dengan menjalankan etika semi-subsisten yakni hasil pertanian yang dihasilkan berupa padi digunakan untuk konsumsi keluarga sedangkan hasil tegalan berupa tanaman palawija-kacang-kacangan dan hasil kebun berupa buah-buahan Pisang, nangka, Singkong sebagian dibawa ke pasar kecamatan untuk dijual. Hasil penjualan digunakan untuk membeli kebutuhan lainnya yang tidak dapat diproduksi sendiri, termasuk untuk kebutuhan tersier. Selain tanaman palawija dan buah-buahan, hasil lainnya yang dapat dimanfaatkan adalah hasil hutan-kebun milik berupa kayu dan bambu. Kayu dan bambu tersebut oleh sebagian warga digunakan untuk kebutuhan pribadi seperti membangun rumah, namun oleh warga lainnya diperuntukan khusus sebagai komoditas bahan bangunan yang dipersiapkan untuk dijual meskipun hanya skala kecil. Minimnya lahan yang dimiliki oleh para petani juga menjadi salah satu faktor mengapa masih banyak yang menggunakan peralatan pertanian sederhana seperti cangkul, arit, garu dan parang, serta lebih memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk kandang. Upaya tersebut untuk menekan biaya produksi. Petani sedapat mungkin mengeluarkan biaya produksi hanya untuk pembelian bibit. Untuk pupuk, para petani lebih memilih menggunakan pupuk kandang meskipun sebagian kecil telah menggunakan pupuk urea sebagai campuran. Pada umumnya petani di Desa Sukaraksa juga memelihara hewan ternak yakni ayam dan kambing. Beternak Kambing, selain dijadikan sebagai alat investasi yang dapat digunakan dalam keadaan darurat, juga untuk memanfaatkan kotorannya sebagai pupuk kandang. Warga yang memiliki ternak dapat menekan biaya produksi untuk pembelian pupuk sejumlah Rp. 2.000karung untuk kotoran kambing dan Rp.5.000karung untuk kotoran ayam. Penekanan biaya produksi juga terlihat dalam pelibatan tenaga kerja. Penggunaan tenaga kerja lebih sedikit karena luas lahan yang dimiliki para petani tergolong kecil sehingga masih dapat dikerjakan oleh diri sendiri beserta keluarga dekat. Hanya pada masa panen, beberapa warga biasanya diupah untuk ikut membantu dengan bayaran sukarela dari pemilik lahan. Bentuk mata pencaharian lainnya yang berbasis SDA adalah menambang pasir sungai. Pekerjaan ini menjadi alternatif mata pencaharian lainnya untuk menambah penghasilan khususnya di musim hujan. Pekerjaan sebagai penambang pasir secara hukum tidak dibenarkan ilegal namun minimnya pendapatan warga khususnya bagi mereka yang tidak lagi memiliki lahan garapan tuna kisma menyebabkan aparat desa membiarkan dan tidak memberikan sanksi terhadap warganya yang melakukan penambangan pasir. Alat yang digunakan untuk menambang pasir termasuk sederhana berupa pengki 4 , cerangka 5 gambar 7, cangkul dan karung. Pasir diambil oleh para pekerja yang kemudian menjualnya kepada penadah dengan menggunakan alat transportasi seperti mobil kecil dan truk. Gambar 7 Jenis Alat Tradisional untuk Menambang Pasir; Pengki Carang, Pengki Kerep, Cerangka Dari kiri ke kanan Pada musim kemarau, sebagian warga memilih untuk tidak melakukan penambangan. Selain karena minimnya stok pasir yang tersedia di sungai, warga 4 Pengki terbagi menjadi 2 jenis yakni pengki cerangka merupakan alat untuk memisahkan menyaring pasir dari batu sungai serta pengki kerep yang berfungsi untuk mengambil pasir yang telah disaring 5 Alat pengangkut pasir dari sungai menuju ke tempat yang lebih kering lebih memilih untuk membersihkan dan memelihara tanaman kebun-ladang bagi yang memiliki kebun. Bagi yang tidak memiliki lahan, biasanya memilih alternatif pekerjaan lainnya seperti menjadi kuli bangunan, membersihkan lahan warga lainnya bahkan banyak yang merantau untuk sementara waktu. Secara umum, Desa Sukaraksa sebenarnya memiliki potensi SDA lainnya yang bernilai tinggi yakni tambang batu bara. Informasi yang diperoleh dari Kementerian Energi Sumberdaya Mineral ESDM menyatakan bahwa daerah mereka mengandung hasil tambang bumi batu bara dengan kadar 6,8 menghampiri kualitas baik yakni 7 namun masyarakat setempat tidak ada yang melakukan kegiatan penambangan. Pihak dari luar pun tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan penambangan kecuali mereka sanggup memberi ganti rugi 2 kali lipat dari harga lahan masyarakat. Ketatnya persyaratan tersebut sengaja dilakukan warga untuk melindungi lahan mereka dari incaran pihak- pihak yang ingin mengeksploitasi hasil bumi di lahan milik warga. Masyarakat di Desa Sukaraksa sangat memahami keterbatasan lahan dan potensi SDA yang ada di desa mereka. Mereka berupaya memanfaatkan lahan dan potensi SDA dalam batas-batas toleransi yang tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Warga tidak berupaya melakukan kegiatan yang bersifat eksploitasi meskipun mereka bisa saja melakukan. Salah satu contoh perilaku warga yang tidak ingin merusak lahan adalah tidak melakukan menghentikan aktivitas penambangan batu bara meskipun beberapa warga sudah pernah melakukan aktivitas penambangan. Adapun pembagian lahan berdasarkan pemanfaatannya terangkum pada tabel 6. Tabel 6 Pemanfaatan Lahan Menurut Luas Penggunaannya di Desa Sukaraksa No. Jenis Pemanfaatan Luas Lahan Ha 1. Pemukiman Pekarangan 15.160,00 2. Sawah 16.742,00 3. Ladang huma 125,00 4. Jalan 5,65 5. Pemakaman-Kuburan 9,00 6. Perkantoran 0,03 7. Lapangan Olah Raga 0,01 8. Bangunan Penddikan 0,26 9. Bangunan Peribadatan 1,10 10. Tanah Kas Desa 13,54 Total Luas 32.056,59 Sumber: Data Monografi Desa, Tahun 2012

4.2.3 Aksi-aksi Kolektif Kelembagaan

Dinamika kehidupan sosial-budaya masyarakat Desa Sukaraksa tercermin dari pola interaksi antar warganya dalam relasi-relasi sosial antar kelompok maupun antar anggota kelompok. Secara formal dan informal, Desa Sukaraksa memiliki 8 jenis kelompok yang aktif bergerak berdasarkan bidang masing- masing sesuai dengan peran dan fungsinya. Keragaman kelompok-organisasi sosial tersebut lahir berdasarkan aspirasi masyarakat dan juga karena tuntutan regulasi yang ada di tingkat desa. Wujud pelaksanaan dari fungsi dan peran dari kelompok-organisasi sosial tersebut adalah berjalannya berbagai aktivitas aksi serta munculnya kebiasaan- kebiasaan bahkan sebagian telah menjadi tata perilaku masyarakat di Desa Sukaraksa. Diantaranya adalah kegiatan Jumat Bersih Jumsih yang sejak lama sudah dilakukan oleh warga. Kegiatan jumsih dilakukan oleh para warga minimal satu kali dalam sebulan. Pemilihan hari Jumat biasanya diumumkan oleh Kepala Desa melalui masing-masing Ketua RT. Pada pelaksanaannya, aksi jumsih juga dikoordinir oleh marbot 6 bersama aparat Desa-RT dengan tujuan tak lain untuk menjaga agar budaya gotong royong tidak hilang. Bagi sebagian tokoh masyarakat, budaya gotong royong juga berfungsi menguatkan hubungan-relasi sosial antara warga yang perlahan mulai pudar akibat budaya cuek yang mulai terjadi di kalangan para pemuda yang jumlahnya lebih banyak dari warga tua. Beberapa aksi kelembagaan lainnya di beberapa bidang juga terlihat meskipun dalam skala kecil, tidak melibatkan semua warga desa, namun tujuannya tetap diarahkan untuk kemaslahatan warga desa. Adapun nama dan jumlah anggota dari ke-8 jenis kelompok tersebut sebagaimana terlihat pada tabel 7. 6 Orang yang bertanggungjawab atas kebersihan masjid dan sekitarnya serta mengkoordinir aktivitas keagamaan lainnya yang diselenggarakan di masjid. Tabel 7 Jenis Kelompok-Organisasi Sosial Desa Sukaraksa, Tahun 2012 No. BidangAspek Jenis Kelompok-Organisasi Sosial Jumlah Anggota 1. Pemerintahan BPD 11 orang 2. Pembangunan Desa LPM LKMD 5 orang 3. Keamanan Linmas 10 orang 4. Keterampilan Perempuan PKK 11 orang 5. Agama 1 MUI Desa 3 orang 2 Dewan Kerja Masjid 11 orang 3 Kelompok Pengajian Kampung 17 Kelompok 6. Kesehatan Kelompok Kader Posyandu 27 orang 7. Kepemudaan Olah Raga Kelompok Karang Taruna 13 orang 8. Pertanian Kelompok Tani KT Usaha Ekonomi Produktif : 1 KT. Saluyu 30 orang 2 KT. Rahayu 30 orang 3 KT. Sabilulungan 35 orang 4 KT. Sri Rahayu 32 orang Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Sekunder, Tahun 2012 Seberapa jauh kelompok-organisasi sosial tersebut memberikan manfaat dapat terlihat dari peran dan fungsi masing-masing kelompok seperti pada uraian di bawah ini : 1 BPD Badan Pewakilan Desa bertugas menampung aspirasi masyarakat dan menyampaikan kepada kepala desa, baik dalam pertemuan yang bersifat formal seperti musrembang ataupun dalam pertemuan yang bersifat informal. Warga yang duduk di BPD merupakan wakil dari masing-masing RW yang dipilih berdasarkan suara terbanyak. Saat ini yang duduk di BPD adalah para orang tua yang ditokohkan dan dianggap mampu menjalin kerjasama yang baik terhadap pihak desa kepala desa beserta aparatnya. 2 LPM LKMD merupakan lembaga yang berfungsi sebagai penerima bantuan pembangunan dan menyalurkan kepada masyarakat. LPM juga berperan mengawasi jalannya pembangunan proses hingga selesai. Kehadiran LPM sangat penting untuk mengontrol pelaksanaan dan penyerapan dana bantuan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah desa. 3 Linmas atau Perlindungan Masyarakat merupakan suatu lembaga perlindungan di tingkat desa yang berfungsi untuk melakukan penertiban khususnya pada acara-hajatan rakyat. Linmas juga dapat berperan sebagai perpanjangan tangan pihak kepolisian untuk melakukan penangkapan- penahanan terhadap warga yang melakukan pelanggaran atau tindakan kriminal. Linmas merupakan lembaga lokal yang muncul karena kebutuhan masyarakat dan kemudian berubah menjadi organisasi formal sebagai bagian dari pendukung Pemerintahan Desa yang mendapatkan bayarangaji meskipun belum memadai. Anggota Linmas saat ini sebanyak 10 orang. 4 PKK adalah kelompok yang seluruh anggotanya perempuanibu-ibu dan lebih banyak berperan sebagai pendukung di bidang konsumsi pada acara- acara formal di tingkat desa. 5 MUI Desa dan DKM yang beranggotakan para marbot berfungsi untuk mengkodinir kegiatan di bidang keagamaan. MUI Desa beperan pada acara- acara besar keagamaan islam seperti tara wih keliling, isra’ mi’raj, dan sebagainya. DKM atau lebih dikenal dengan sebutan marbot merupakan bentuk kelembagaan lokal yang sudah ada sejak dulu dan berfungsi untuk mengkoordinir kegiatan kegamaan di tingkat masjid. Kegiatan jumat bersih, gotong royong merupakan salah satu kegiatan DKM yang masih bertahan hingga saat ini di tingkat kampung. 6 Kelompok Kader Posyandu merupakan kelompok yang beranggotakan para pemudi yang telah dikader untuk membantu tugas bidan dalam pelayanan kesehatan untuk ibu dan balita. 7 Kelompok Karang Taruna adalah kelompok pemuda yang bergerak di bidang olehraga dan berfungsi untuk menyalurkan minat para pemuda di bidang keolahragaan. Kelompok ini juga terlihat aktif pada acara-acara besar kenegaraan seperti peringatan proklamasi. 8 Kelompok Tani Usaha Ekonomi Produktif merupakan kelompok di bidang pertanian yang tujuannya untuk membantu para petani meningkatkan produksi pertanian mereka melalui program bantuan pemerintah berupa bibit, pupuk dan saprodi. Aksi-kegiatan lainnya juga datang dari luar desa berupa program-program pembangunan seperti PNPM Mandiri dan TNI masuk Desa. Program pembangunan tersebut pada umumnya telah memiliki aturan tersendiri yang kemudian disesuaikan dengan kondisi masyarakat.

4.3 Keadaan Kampung Sirnagalih

Diantara 17 kampung yang ada di Desa Sukaraksa, terdapat Kampung Sirnagalih yang dihuni oleh 55 keluarga dengan total jumlah penduduk sebanyak 238 jiwa. Kampung Sirnagalih merupakan kampung yang dinilai memiliki potensi longsor yang cukup tinggi. Secara geografis, letak Sirnagalih cukup rawan karena berada di areal perbukitan-pegunungan dengan kemiringan 30 derajat, serta memiliki struktur tanah yang labil. Pada tabel 8 menggambarkan secara ringkas karakteristik ekologi dan sosial-ekonomi warga di Sirnagalih. Tabel 8 Karakteristik Sosio-Ekologis Kampung Sirnagalih No. Karakteristik Kampung Sirnagalih 1. Topografi Bukit-Gunung 2. Kondisi tutupan lahan Masih rapat 3. Jenis Tanah Tanah lempung, breksi, batu pasir, kuarsa dan andesit serta mengandung batu bara 4. Luas lahan + 15 Ha 5. Kepemilikan lahan Seluruhnya masih milik warga kampung 6. Mata pencaharian utama Petani 7. Mata pencaharian sampingan Buruhkuli bangunan tumbuk, pedagang, tukang ojek, dan lain-lain 8. Populasi Besar; 238 jiwa 9. Aksesibilitas ke sarana umum + 1 Km dari jalan utama desa 10. Bantuan dari Pemerintah pihak lain Cukup Sumber : Analisis Data Primer dan Sekunder, Tahun 2012 Kampung Sirnagalih memiliki potensi lahan dan sumberdaya alam yang dimanfaatkan oleh warganya sebagai sumber nafkah sekaligus tempat bermukim. Warga bermukim mengikuti lahan dan keberadaan SDA lainnya yang menjadi mata pencaharian mereka. Berbagai jenis vegetasi masih banyak ditemukan adalah Puspa, Sengon, Lame, dan sebagainya. Jenis-jenis tanaman tersebut tergolong pada jenis tanaman keras. Selain itu, terdapat juga jenis tanaman MPTS atau multi purpose tree species yakni Nangka, Mangga, Cempedak serta tanaman semusim seperti sayuran dan kacang-kacangan. Selain itu, potensi SDA yang ada bukan hanya sebagai sarana mencari nafkah dan tempat tinggal namun juga sebagai sarana membangun relasi sosial dan kultural dengan lingkungannya. Ikatan sosial kultural masyarakat dengan lingkungannya terlihat dari bagaimana mereka berinteraksi dan mengelola SDA di sekitar. Bercocoktanam di ladang, sawah, dan kebun, merupakan aktivitas sehari-hari. Keseharian warga kampung Sirnagalih sebagian besar memang dicurahkan untuk aktivitas bercocoktanam sebab mata pencaharian mereka adalah bertani. Pada gambar 8 memperlihatkan persentase mata pencaharian utama masyarakat di Sirnagalih. Gambar 8 Struktur Mata Pencaharian Utama Warga di Kampung Sirnagalih Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, Tahun 2012 Keterbatasan lahan yang dijadikan sebagai lahan garapan membuat para petani di Sirnagalih tidak semuanya menjadi petani yang menggarap lahannya sendiri. Mengacu pada property rights Schmid 1987, maka dapat dilihat pada gambar 9 persentase petani berdasarkan kepemilikan lahan. Gambar 9 Distribusi Status Pemilikan dan Pemanfaatan Lahan Pertanian di Kampung Sirnagalih Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, Tahun 2012 Para petani yang memiliki lahan berarti memiliki hak penuh dalam pengelolaan dan pemanfaatan lahan garapan, begitupun dengan para petani yang menggarap lahan dengan menyewa. Perbedaan kepemilikan hanya pada status kepemilikan lahan. Sebagian kecil menjadi petani tuna kisma yakni petani yang tidak memiliki lahan melainkan bekerja dengan menggarap lahan milik orang lain. Jumlah petani tuna kisma di Sirnagalih sebanyak 12 orang 33 persen. Para petani yang tidak memiliki lahan tersebut hanya memiliki hak untuk 45 22 33 Petani Buruh Tani Lain-lain 62 5 33 Pemilik lahan Penyewa Lahan Penggarap