Berdasarkan identifikasi lapang yang dilakukan, jenis perikanan tangkap tradisional bibilo dapat memudahkan nelayan untuk menangkap ikan. Namun
disisi lain menimbuklan dampak negatif, yaitu menyebabkan sebagian besar lokasi di Danau Limboto yang merupakan daerah hilir dari Sub DAS Biyonga,
menjadi kapling-kapling milik pribadi atau kelompok. Hal tersebut dapat menimbulkan konflik horizontal diantara sesama nelayan, menyebabkan
penyempitan dan pendangkalan danau, serta terjadinya penurunan kualitas sumberdaya air di kawasan DAS Limboto.
Jenis perikanan lainnya yang sering diusahakan oleh nelayan di wilayah Sub DAS Biyonga yaitu jenis perikanan tangkap biasa pancing. Jenis perikanan
ini juga paling sering diusahakan oleh nelayan karena cukup murah dan tidak merusak lingkungan. Namun dari sisi ekonomi perikanan tangkap ini kurang
menguntungkan karena tergantung kepada jumlah ikan yang dipancing dan kondisi cuaca serta lingkungan yang ada. Hasil pancing yang didapatkan nelayan
akan melimpah ketika musim hujan tiba, namun setelah itu hasilnya akan menjadi berkurang karena pendangkalan Danau Limboto akibat kekeringan.
Perairan Danau Limboto juga memiliki beranekaragam jenis ikan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat 12 jenis
ikan yang hidup di perairan Danau Limboto, serta empat jenis diantaranya merupakan jenis ikan khas endemik yang hanya terdapat di perairan Danau
Limboto. Adapun jenis-jenis ikan yang terdapat di perairan Danau Limboto dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Jenis-Jenis Ikan di Perairan Danau Limboto
Jenis-Jenis Ikan Keterangan
Nama Latin Nama Lokal
Uphiocara poroceplrala Payangga
Endemik Uphiocara sp
– Endemik
Glossogobius giurus Manggabai
Endemik Anguilla sp
Belut Endemik
Pertunnus sp Kepiting air tawar
Hasil Introduksi Channa striata
Gabus Hasil Introduksi
Trichogaster pectoralis Mujair
Hasil Introduksi Oreochromis mossambicus
Sepat Siam Hasil Introduksi
Osteochilus hasselti Nilem
Hasil Introduksi Cyprinus carpio
Mas Hasil Introduksi
Puntius gonionotus Tawes
Hasil Introduksi Oreochromis niloticus
Nila Hasil Introduksi
Sumber : Sarnita 1994 dalam Master Plan Penyelamatan Danau Limboto, 2008.
Beberapa jenis ikan yang khas di Danau Limboto adalah payangga dan manggabai. Jenis ikan tersebut pada awalnya sangat mudah untuk
mendapatkannya. Namun seiring dengan terjadinya penyempitan dan pendangkalan di perairan Danau Limboto, maka jenis ikan tersebut menjadi
langka dan tidak tersedia di pasar. Selain jenis-jenis ikan tersebut, ada juga beberapa jenis ikan lokal yang sering ditemui di perairan Danau Limboto antara
lain, ikan betok, ikan lele, ikan kepala timah dan ikan seribu.
6.3 Kehutanan
Sub DAS Biyonga merupakan suatu kesatuan dari DAS Limboto yang memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah. Selain berfungsi sebagai
lahan pertanian dan perkebunan, Sub DAS Biyonga juga berfungsi sebagai area konservasi untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak
terdegradasi. Wilayah tersebut menyimpan air dan curah hujan dengan tutupan vegetasi lahan yang cukup memadai.
Kawasan hutan di wilayah Sub DAS Biyonga terletak di daerah hulu, tepatnya di Kelurahan Biyonga dan Kelurahan Malahu. Kawasan hutan tersebut
terdiri dari hutan lindung dan hutan produksi. Hutan lindung yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga dikenal sebagai kawasan hutan lindung Gunung Damar, sesuai
dengan SK Menhut No. 452Kpts-II1989 tentang penunjukkan kawasan hutan. Secara administratif, letak kawasan hutan lindung Gunung Damar berada di dua
kabupaten yaitu Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango. Adapun luas kawasan hutan lindung tersebut yaitu sekitar 20.117 hektar.
Perlu diketahui bahwa kawasan hutan tersebut dinamakan hutan lindung Gunung Damar, karena sebagian besar tumbuhan yang ada merupakan tumbuhan
damar. Selain itu juga, terdapat tumbuhan meranti dan cempaka. Tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Luas
kawasan hutan lindung yang berada di wilayah Sub DAS Biyonga yaitu hanya sekitar 113 hektar atau hanya sekitar 0,5 dari total luas kawasan hutan lindung
Gunung Damar. Selain hutan lindung, di wilayah Sub DAS Biyonga juga terdapat kawasan
hutan produksi yang hasilnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan di wilayah Sub DAS Biyonga, sebagian besar tumbuhan yang terdapat pada hutan produksi adalah tanaman jati,
rotan dan bambu, serta tanaman perkebunan seperti kemiri dan cengkeh. Masyarakat yang tinggal di daerah hulu Sub DAS Biyonga sering mengangkut
hasil hutan seperti kayu, rotan dan bambu dengan memanfaatkan sungai sebagai sarana transportasi alami. Bagian hulu dari Sub DAS Biyonga dapat dilihat pada
Gambar 12.
Gambar 12. Bagian Hulu Sub DAS Biyonga
Hutan produksi lebih luas dari pada hutan lindung yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga. Luas kawasan hutan produksi yang berada di wilayah Sub
DAS Biyonga yaitu sekitar 2.754 hektar atau kurang lebih 24 kali lebih luas dari kawasan hutan lindung yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga. Data luas
kawasan hutan lindung dan hutan produksi di wilayah Sub DAS Biyonga dapat dilihat pada Tabel 10.
Berdasarkan hasil identifikasi lapang yang dilakukan pada daerah hulu di wilayah Sub DAS Biyonga, kondisi hutan yang ada sebagian telah mengalami
kerusakan. Hal tersebut dapat dilihat dari total bahaya erosi yang terjadi di wilayah Sub DAS Biyonga yaitu sebesar 54.262,68 hektar. Besarnya total bahaya
erosi di wilayah Sub DAS Biyonga, mengindikasikan bahwa tingkat kerusakan yang terjadi di wilayah tersebut cukup besar. Berdasarkan penggunaan lahan land
use , Sub DAS Biyonga didominasi oleh lahan pertanian dan perkebunan,
sehingga mengakibatkan setiap tahunnya terjadi alih fungsi lahan kehutanan menjadi lahan pertanian dan perkebunan serta pemukiman penduduk.
Tabel 10. Luas Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi di Wilayah Sub DAS Biyonga
Nama Kelurahan
Hutan Lindung Ha
Hutan Produksi Ha
Biyonga -
2.754 Malahu
113 -
Bongohulawa -
- Kayu Merah
- -
Hunggaluwa -
- Kayu Bulan
- -
Total 113
2.754
Sumber: BP DAS Bone Bolango, 2011 Diolah
Praktek-praktek illegal logging yang ada di daerah hulu Sub DAS Biyonga juga menjadi penyebab terjadinya kerusakan hutan di wilayah Sub DAS Biyonga.
Setiap tahunnya terdapat puluhan kasus illegal logging di wilayah Sub DAS Biyonga. Illegal logging tersebut terjadi akibat lemahnya pengawasan yang
dilakukan oleh pemerintah terkait, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah polisi hutan yang mengawasi daerah hulu Sub DAS Biyonga hanya berjumlah enam
orang, sedangkan luas kawasan hutan yang menjadi wilayah kerjanya mencapai lebih dari 10.000 hektar.
Kerusakan hutan tersebut dapat dicegah dengan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya keberadaan hutan, pemanfaatan jenis produk
kehutanan itu sendiri tanpa merusak lingkungan yang ada di Sub DAS Biyonga dan menggalakkan gerakan rehabilitasi lahan dan hutan. Namun yang harus
diperkuat adalah pengawasan hutan tersebut oleh pihak terkait dalam hal ini adalah Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kabupaten Gorontalo untuk