I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumberdaya alam adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia. Semua kekayaan di bumi, baik biotik
maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kesejahteraan manusia merupakan sumberdaya alam yang sangat strategis.
Pemanfaatan sumberdaya alam harus diikuti dengan pemeliharaan dan pelestarian karena sumberdaya alam bersifat terbatas. Salah satu sumberdaya alam yang
strategis karena menguasai hajat hidup manusia adalah Daerah Aliran Sungai DAS.
Daerah Aliran Sungai DAS adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas topografi secara alami sedemikian rupa, sehingga setiap air hujan yang
jatuh dalam DAS tersebut akan mengalir melalui titik tertentu titik pengukuran di sungai dalam DAS tersebut. Pengertian DAS tersebut menggambarkan bahwa
DAS merupakan suatu wilayah yang mengalirkan air yang jatuh diatasnya beserta sedimen dan bahan terlarut melalui titik yang sama sepanjang suatu aliran atau
sungai. Dengan demikian DAS watershed dapat terbagi menjadi beberapa Sub DAS, sehingga luas DAS pun akan bervariasi dari beberapa puluh meter persegi
sampai ratusan ribu hektar tergantung titik pengukuran ditempatkan Sihite dan Sinukaban, 2004.
Indonesia memiliki sedikitnya 5.590 sungai utama dan 65.017 anak sungai. Dari 5.590 sungai utama, panjang totalnya mencapai 94.573 kilometer,
sedangkan luas DAS mencapai 1.512.466 kilometer per segi Tim Narasumber Kemenkoperekonomian, 2010. Selain mempunyai fungsi hidrologis, DAS juga
mempunyai peran dalam menjaga keanekaragaman hayati, nilai ekonomi, budaya, transportasi, pariwisata dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut, maka penilaian
valuasi ekonomi DAS secara menyeluruh dari hulu hingga ke hilir sangat penting untuk dilakukan. Valuasi ekonomi DAS yang sering dilakukan di
Indonesia yaitu terkait dengan penilaian perubahan penggunaan lahan di DAS Tulang Bawang, penialaian sumberdaya air di DAS Code dan penilaian jasa
lingkungan di DAS Ciliwung hulu.
Berbagai macam aktivitas yang dilakukan disuatu kawasan DAS akan dapat mempengaruhi aliran air di bagian hilir baik dari segi kuantitas maupun
kualitas. Penebangan hutan secara sembarangan di bagian hulu suatu DAS dapat mengganggu distribusi aliran sungai di bagian hilir. Pada musim hujan air sungai
akan terlalu banyak bahkan sering menimbulkan banjir tetapi pada musim kemarau jumlah air sungai akan sangat sedikit atau bahkan kering. Disamping itu
kualitas air sungai pun menurun, karena sedimen yang terangkut akibat meningkatnya erosi cukup banyak. Perubahan penggunaan lahan atau penerapan
agroteknologi yang tidak cocok juga dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang mengalir ke bagian hilir.
Saat ini sebagian DAS di Indonesia mengalami kerusakan sebagai akibat dari perubahan penggunaan lahan, pertambahan jumlah penduduk serta kurangnya
kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan DAS. Gejala kerusakan lingkungan DAS dapat dilihat dari penyusutan luas hutan dan kerusakan lahan
terutama kawasan lindung di sekitar DAS. Kasus sedimentasi di anak sungai Brantas Jawa Timur, Jratunseluna Jawa Tengah dan Citanduy Jawa Barat
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kontribusi Sedimentasi Sungai di DAS Utama Jawa
Daerah Aliran Sungai DAS
Laju Sedimentasi TonHaTahun
Brantas, Jawa Timur - Kalikonto pra 1979
- Kalikonto 1979-1981 - Karangkates
34 10
34 Jratunseluna, Jawa Tengah
- Jragung - Lusi
38 21
Citanduy, Jawa Barat - Citanduy
- Cimuntur - Cikawung
- Ciseel 37
30 19
15
Kisaran di Jawa 9-20
Kisaran di luar Jawa 1-11
Sumber: Fagi dan Mackie, 2010
1
Kontribusi sedimentasi dari beberapa anak sungai Brantas Jawa Timur, Jratunseluna Jawa Tengah dan Citanduy Jawa Barat yaitu 10-34 tonhatahun,
1
Laporan kebijakan pengelolaan sumberdaya air, tim narasumber Kemenkoperekonomian RI
21-38 tonhatahun dan 15-37 tonhatahun. Sedimentasi dibeberapa sungai di Jawa juga begitu besar 9-20 tonhatahun. Ada kecenderungan bahwa pada era
desentralisasi, laju erosi dan sedimentasi telah meningkat karena penggundulan hutan. Menurut laporan PBB, luas lahan kehutanan turun dari 130,1 juta hektar
pada tahun 1993, menjadi 123,4 juta hektar pada tahun 2003, selanjutnya antara tahun 1985-1997 laju penebangan hutan rata-rata di Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku dan Papua adalah 1,8 juta hektar per tahun. Kontribusi tersebut akan semakin besar pada tahun-tahun yang akan datang jika tidak ada perhatian
khusus dari pemerintah Tim Narasumber Kemenkoperekonomian, 2010. Kondisi DAS di wilayah Sulawesi khususnya DAS Limboto tidak jauh
berbeda dengan DAS di wilayah Jawa. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, beban sedimen terlihat bahwa laju sedimentasi di kawasan DAS Limboto
mencapai 1-2 juta ton per tahun yang bersumber dari sungai-sungai di kawasan daerah tangkap air Danau Limboto yang luasnya mencapai 900 kilometer per segi
LIPI, 2006. Kawasan DAS Limboto terdiri dari beberapa Sub DAS antara lain Sub DAS Biyonga, Sub DAS Marisa dan Sub DAS Alo. Diantara beberapa Sub
DAS tersebut, yang paling konsisten menyuplai air ke Danau Limboto sepanjang tahun adalah Sub DAS Biyonga. Sub DAS Biyonga juga merupakan Sub DAS
yang menjadi sumber utama pembawa sedimen paling dominan. Selama ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai valuasi ekonomi
sumberdaya alam di kawasan DAS tersebut, sehingga nilai ekonomi total total economic value
di kawasan DAS Limboto maupun di wilayah Sub DAS Biyonga belum dapat diketahui. Selain itu, pemanfaatan air di wilayah Sub DAS Biyonga
untuk pertanian dan perikanan sangat besar. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut diatas, maka penelitian mengenai valuasi ekonomi sumberdaya alam Sub
DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto di Kabupaten Gorontalo sangat penting untuk dilakukan.
1.2 Perumusan Masalah
Sub DAS Biyonga yang terletak didalam kawasan DAS Limboto merupakan salah satu penunjang sosial ekonomi masyarakat Gorontalo. Pada saat
ini sudah banyak terjadi peralihan pemanfaatan lahan kawasan hutan dan bahkan