Otonomi Daerah pada tanggal 16 Februari 2001. Pada saat ini lembaga yang ada tidak hanya berasal dari lembaga yang dibentuk oleh pemerintah, tetapi juga
lembaga non-pemerintah atas prakarsa dan komitmen yang kuat dalam pengelolaan kawasan DAS Limboto.
Berdasarkan hal tersebut maka keberadaan kawasan DAS Limboto menjadi semakin penting karena adanya Danau Limboto yang merupakan
landmark dari ekosistem perairan di Propinsi Gorontalo. Kawasan DAS Limboto
terdiri dari beberapa Sub DAS dan 23 anak sungai yang bermuara ke Danau Limboto. Adapun Sub DAS yang konsisten menyuplai air ke Danau Limboto
yaitu Sub DAS Alo, Sub DAS Pohu, Sub DAS Marisa dan Sub DAS Biyonga. Hasil identifikasi dilapangan saat ini kondisi Danau Limboto yang
merupakan bagian hilir dari DAS Limboto sangat memprihatinkan. Kerusakan ekosistem yang terjadi di Danau Limboto salah satunya dapat dilihat dari keadaan
fisik. Berdasarkan keadaan fisik Danau Limboto, menunjukkan bahwa setiap tahun terjadi sedimentasi sebanyak 46,66 cm, terjadi penyempitan Danau Limboto
berkisar antara 66,66 hektar per tahun dan terjadi penurunan permukaan air normal Danau Limboto sebesar 1,75 cm. Perlu diketahui bahwa pada tahun 1932
kedalaman air di Danau Limboto yaitu sebesar 30 meter dan luasnya mencapai 7.000 hektar diukur pada bagian terdalam. Pada tahun 1955 kedalamannya
menurun menjadi 16 meter dengan luasnya hanya mencapai 4.500 hektar. Pada saat ini terus terjadi penurunan dengan kedalaman hanya mencapai 2,5 meter,
serta luas Danau Limboto hanya sekitar 3.000 hektar BP DAS Bone Bolango, 2009.
Berdasarkan kondisi tersebut, sangat jelas bahwa telah terjadi proses penyempitan dan pendangkalan di bagian hilir DAS Limboto yang berlangsung
relatif cepat. Berdasarkan perhitungan sederhana yang dilakukan, maka di bagian hilir DAS Limboto setiap tahun mengalami pendangkalan mencapai 10,6 cm dan
penyempitan mencapai 69 hektar. Apabila tidak ada penanganan secara khusus oleh pihak terkait, maka dapat diprediksikan bahwa kurang lebih 40 tahun yang
akan datang Danau Limboto yang merupakan bagian hilir dari DAS Limboto akan hilang dari permukaan bumi dan akan menjadi sebuah daratan.
5.2 Kondisi Sub DAS Biyonga
Sub DAS Biyonga merupakan salah satu Sub DAS yang paling konsisten menyuplai air sepanjang tahun ke Danau Limboto dibandingkan dengan Sub DAS
lainnya yang berada di dalam kawasan DAS Limboto. Sub DAS Biyonga memiliki luas wilayah sebesar 45.146,45 hektar, dengan panjang sungai sekitar
32,16 kilometer persegi, serta merupakan tipe sungai sub sekuen-permanen dengan bentuk V. Sub DAS Biyonga memiliki kedalaman mencapai 30 cm pada
bagian hulu dan 40 cm pada bagian hilir, lebar sungai pada bagian hulu 26,6 m dan pada bagian hilir 42 m, serta kecepatan arus pada bagian hulu 0,5 meter kubik
per detik dan pada bagian hilir 0,71 meter kubik. Wilayah Sub DAS Biyonga dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber : EGSLP, 2010.
Gambar 4. Wilayah Sub DAS Biyonga
Sub DAS Biyonga
Danau Limboto
Sub DAS Biyonga merupakan suatu kesatuan dari DAS Limboto yang memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah. Potensi luas lahan pertanian
di wilayah Sub DAS Biyonga kurang lebih sekitar 4.117 hektar. Oleh karena itu, Sub DAS Biyonga memiliki nilai penting bagi kehidupan masyarakat di
Kabupaten Gorontalo. Selain berfungsi sebagai lahan pertanian dan perkebunan, Sub DAS Biyonga juga berfungsi sebagai area konservasi yang dikelola untuk
mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi. Wilayah ini menyimpan air dan curah hujan dengan tutupan vegetasi lahan yang cukup
memadai. Kondisi wilayah Sub DAS Biyonga secara umum adalah sebagai berikut:
1. Letak dan Luas Secara administratif pemerintahan, Sub DAS Biyonga berada di dalam
kawasan DAS Limboto, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, Propinsi Gorontalo. Secara geografis Sub DAS Biyonga terletak pada 122
o
58 ’ 09” BT
- 123
o
02 ’ 19” BT dan 0
o
36 ’ 06” LU - 0
o
46’ 55” LU. 2. Keadaan Iklim
Keadaan iklim di wilayah Sub DAS Biyonga memiliki tipe iklim C Smidth - Ferguson yang agak basah yaitu kurang dari tujuh bulan basah dan kurang
dari empat bulan kering, serta selebihnya bulan lembab. Curah hujan pada Sub DAS Biyonga berkisar antara 1.400 mmtahun - 1.700 mmtahun dengan suhu
maksimum sebesar 32
o
C dan suhu minimum sebesar 23
o
C. Musim hujan terjadi sekitar bulan Oktober hingga bulan April, sedangkan musim kemarau
terjadi sekitar bulan Mei hingga bulan September. 3. Penggunaan Lahan
Pola penggunaan lahan di Sub DAS Biyonga berdasarkan peta tutupan lahan yaitu didominasi oleh lahan pertanian dan perkebunan seluas 5.006 hektar,
hutan sekunder seluas 1.073 hektar, rawa dan semak-belukar seluas 501 hektar, serta pemukiman seluas 572 hektar. Adapun potensi lahan kritis yang
disebabkan oleh terjadinya erosi yaitu seluas 6.651 hektar. 4. Keadaan Topografi
Kondisi topografi pada Sub DAS Biyonga sangat bervariasi yaitu mulai dari datar-landai sampai berbukit, dengan dominasi topografi bergelombang 3.218
hektar, berombak 1.788 hektar, datar-landai 1.430 hektar dan berbukit 715 hektar.
5. Jenis Tanah Berdasarkan peta jenis tanah dari Balai Pengelolaan DAS Bone Bolango, jenis
tanah yang terdapat pada Sub DAS Biyonga didominasi oleh jenis tanah aluvial seluas 21.809,41 hektar, litosol seluas 6.825,01 hektar dan podsolik
seluas 25.628,26 hektar. 6. Lahan Kritis
Tingkat kekritisan lahan di wilayah Sub DAS Biyonga sudah cukup besar. Berdasarkan data lahan kritis dari Balai Pengelolaan DAS Bone Bolango pada
tahun 2009 ada dua kelurahan yang memiliki tingkat kekritisan yang cukup besar yaitu, Kelurahan Biyonga sebesar 22.153,54 hektar dan Kelurahan Kayu
Merah sebesar 15.155,07 hektar. Adapun total lahan kritis yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga yaitu sebesar 54.262,68 hektar.
Wilayah Sub DAS Biyonga dibagi menjadi tiga daerah yaitu Kelurahan Biyonga dan Malahu yang berada di daerah hulu, Kelurahan Bongohulawa dan
Kayu Merah yang berada di daerah tengah, serta Kelurahan Hunggaluwa dan Kayu Bulan yang berada di daerah hilir. Berdasarkan pemanfaatan sumberdaya
alam yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga dapat dibagi menjadi beberapa kawasan, antara lain:
1. Kawasan pertanian terdapat di Kelurahan Biyonga, Bongohulawa, Kayu Merah, Hunggaluwa dan Kayu Bulan. Kawasan tersebut memiliki potensi
pertanian tanaman pangan yang cukup besar antara lain padi, jagung, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, sayur-sayuran dan buah-buahan. Akan tetapi
tanaman yang paling sering diusahakan sepanjang tahun oleh petani di kawasan tersebut antara lain padi, jagung, cabe dan tomat.
2. Kawasan perkebunan terdapat di Kelurahan Biyonga dan Malahu. Pada kawasan tersebut terdapat perkebunan kelapa, kelapa hibrida, kemiri, cengkeh,
kopi, vanili, kakao dan durian. Akan tetapi tanaman yang paling sering diusahakan sepanjang tahun oleh petani di kawasan tersebut antara lain
kelapa, kemiri dan cengkeh.