21-38 tonhatahun dan 15-37 tonhatahun. Sedimentasi dibeberapa sungai di Jawa juga begitu besar 9-20 tonhatahun. Ada kecenderungan bahwa pada era
desentralisasi, laju erosi dan sedimentasi telah meningkat karena penggundulan hutan. Menurut laporan PBB, luas lahan kehutanan turun dari 130,1 juta hektar
pada tahun 1993, menjadi 123,4 juta hektar pada tahun 2003, selanjutnya antara tahun 1985-1997 laju penebangan hutan rata-rata di Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku dan Papua adalah 1,8 juta hektar per tahun. Kontribusi tersebut akan semakin besar pada tahun-tahun yang akan datang jika tidak ada perhatian
khusus dari pemerintah Tim Narasumber Kemenkoperekonomian, 2010. Kondisi DAS di wilayah Sulawesi khususnya DAS Limboto tidak jauh
berbeda dengan DAS di wilayah Jawa. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, beban sedimen terlihat bahwa laju sedimentasi di kawasan DAS Limboto
mencapai 1-2 juta ton per tahun yang bersumber dari sungai-sungai di kawasan daerah tangkap air Danau Limboto yang luasnya mencapai 900 kilometer per segi
LIPI, 2006. Kawasan DAS Limboto terdiri dari beberapa Sub DAS antara lain Sub DAS Biyonga, Sub DAS Marisa dan Sub DAS Alo. Diantara beberapa Sub
DAS tersebut, yang paling konsisten menyuplai air ke Danau Limboto sepanjang tahun adalah Sub DAS Biyonga. Sub DAS Biyonga juga merupakan Sub DAS
yang menjadi sumber utama pembawa sedimen paling dominan. Selama ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai valuasi ekonomi
sumberdaya alam di kawasan DAS tersebut, sehingga nilai ekonomi total total economic value
di kawasan DAS Limboto maupun di wilayah Sub DAS Biyonga belum dapat diketahui. Selain itu, pemanfaatan air di wilayah Sub DAS Biyonga
untuk pertanian dan perikanan sangat besar. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut diatas, maka penelitian mengenai valuasi ekonomi sumberdaya alam Sub
DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto di Kabupaten Gorontalo sangat penting untuk dilakukan.
1.2 Perumusan Masalah
Sub DAS Biyonga yang terletak didalam kawasan DAS Limboto merupakan salah satu penunjang sosial ekonomi masyarakat Gorontalo. Pada saat
ini sudah banyak terjadi peralihan pemanfaatan lahan kawasan hutan dan bahkan
lahan pertanian untuk keperluan pemukiman dan industri. Hal tersebut sangat berkaitan erat dengan pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali.
Sehingga menyebabkan keterbatasan hutan dalam menyediakan air bersih untuk kehidupan masyarakat disekitarnya. Selanjutnya berdampak kepada DAS yang
rentan terhadap erosi dan sedimentasi, yaitu banjir dimusim hujan dan mengalami krisis air dimusim kering. Total bahaya erosi dan lahan kritis di wilayah Sub DAS
Biyonga Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Total Bahaya Erosi dan Lahan Kritis di Wilayah Sub DAS Biyonga Tahun 2009
Kelurahan Lahan Kritis Ha
Total Ha
Amat Kritis
Kritis Potensi
Kritis Sedikit
Kritis Tidak
Kritis Biyonga
16.058,78 2.316,76
- 3.778
- 22.153,54
Bongohulawa 6.367,02
- -
- -
6.367,02 Kayu Bulan
1.680,93 -
- -
- 1.680,93
Kayu Merah 10.963,41
462,36 -
3.729,30 -
15.155,07 Malahu
Hunggaluwa 56,63
2.807,30 2.013,44
- -
- 1.990,16
- -
2.038,59 4.060,23
4.845,89 Sumber: BP DAS Bone Bolango, 2009 Diolah
Pada daerah hulu dari Sub DAS Biyonga terdapat Kelurahan Biyonga dan Kelurahan Malahu, sementara untuk daerah hilir bermuara pada Danau Limboto.
Sub DAS Biyonga melewati beberapa kelurahan, yaitu Kelurahan Biyonga, Kelurahan Malahu, Kelurahan Bongohulawa, Kelurahan Kayu Merah, Kelurahan
Hunggaluwa dan Kelurahan Kayu Bulan. Kelurahan Biyonga merupakan salah satu kelurahan yang memiliki total bahaya erosi dan lahan kritis yang paling besar
yaitu sebesar 22.153,54 hektar, sedangkan Kelurahan Kayu Bulan memiliki total bahaya erosi dan lahan kritis yang paling kecil yaitu sebesar 1.680,93 hektar.
Peranan dan aktivitas manusia di DAS tersebut sering memberikan dampak terjadinya peningkatan pasokan-pasokan padatan tersuspensi maupun
unsur hara. Tercatat bahwa danau Limboto telah menerima beban sedimen yang diangkut sungai-sungai yang menjadi inlet-nya antara 1-2 juta ton per tahun. Sub
DAS Biyonga ternyata memiliki kontribusi yang cukup tinggi sebagai pemasok sedimen ke Danau Limboto yaitu sebesar 56 persen LIPI, 2006. Sejarah telah
menunjukkan bahwa kondisi pemanfaatan DAS yang kurang bijaksana telah
memunculkan kondisi-kondisi yang memburuk dari ekosistem Danau Limboto yang merupakan daerah hilir dari wilayah Sub DAS Biyonga.
Data luasan sekuensi waktu telah menunjukkan terjadinya penyusutan luas perairan dan pendangkalan yang berlangsung sangat pesat di Danau Limboto.
Data luasan danau pada tahun 1934 mencapai 7.000 hektar dengan kedalaman 14 meter, sementara data pada tahun 1993 luasan danau tinggal 3.002 hektar dengan
kedalaman 1,8 meter. Data hasil survei tahun 2006 memperlihatkan kedalaman danau maksimum sekitar 2,25 meter, sementara luas genangan air yaitu 2.168
hektar serta volume terhitung sekitar 23.532.919 meter kubik LIPI, 2006. Permasalahan-permasalahan yang muncul bersumber dari kerusakan Sub
DAS Biyonga, yang menghasilkan tingkat erosi yang tinggi dan memberikan dampak pendangkalan yang sangat dramatis. Pendangkalan telah menciptakan
hamparan-hamparan tepian yang mendorong berkembangnya tumbuhan air dan alih fungsi lahan tepian tersebut, serta mengurangi daya tampung air dan
menurunkan perannya sebagai peredam banjir. Menurut laporan kajian ekohidrologi LIPI 2006, telah terjadi penurunan produktivitas perikanan umum
di perairan Danau Limboto dalam beberapa dekade terakhir. Proses pencemaran perairan terjadi akibat aktivitas pemanfaatan DAS yang berlebihan dari
persawahan, pemukiman dan budidaya perikanan jaring apung. Pada saat ini terdapat kekhawatiran dari berbagai kalangan masyarakat
setempat, bahwa Danau Limboto yang menjadi salah satu landmark ekosistem Propinsi Gorontalo pada tahun 2020 akan hilang. Suatu proses alami yang
memang akan terjadi semestinya akan berlangsung dalam jangka waktu yang lebih panjang, namun aktivitas manusia dapat mempercepat proses alam untuk
menuju kepunahan. Upaya-upaya untuk mengarahkan pada sistem pengelolaan kawasan DAS Limboto khususnya Sub DAS Biyonga secara lebih bijaksana
sangat perlu untuk dilakukan. Selama ini telah terjadi kerusakan lingkungan di wilayah tersebut, namun belum pernah dilakukan penelitian mengenai valuasi
ekonomi sumberdaya alam, sehingga nilai ekonomi total total economic value di kawasan DAS Limboto maupun di wilayah Sub DAS Biyonga belum dapat
diketahui. Selain itu juga, pemanfaatan air di wilayah Sub DAS Biyonga untuk pertanian dan perikanan sangat besar.