Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, NPV di wilayah Sub DAS Biyonga pada tingkat diskon faktor 10 nilai NPV yang terbesar yaitu pada tahun
ke 50 sebesar Rp.11.126.891.368.946,10. Nilai NPV yang terkecil pada tingkat diskon faktor 10 yaitu pada tahun ke 15 sebesar Rp.8.535.915.676.433,26. Pada
tahun ke 25, nilai NPV dengan tingkat diskon faktor 10 hanya sebesar Rp.10.186.699.747.610,40.
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, NPV di wilayah Sub DAS Biyonga pada tingkat diskon faktor 15 nilai NPV yang terbesar yaitu pada tahun
ke 50 sebesar Rp.7.474.756.405.218,00. Nilai NPV yang terkecil pada tingkat diskon faktor 15 yaitu pada tahun ke 15 sebesar Rp.6.562.205.673.687,00. Pada
tahun ke 25, nilai NPV dengan tingkat diskon faktor 15 hanya sebesar Rp.7.254.385.319.795,00.
Berdasarkan hasil perhitungan NPV Sub DAS Biyonga menunjukkan bahwa semakin besar tingkat diskon faktor maka nilai ekonomi Sub DAS Biyonga
akan semakin kecil. Sedangkan pada tingkat diskon faktor yang sama, menunjukkan bahwa semakin lama jangka waktunya maka nilai ekonomi Sub
DAS Biyonga akan semakin besar. Sehingga pada berbagai tingkat diskon faktor, menunjukkan bahwa semakin lama Sub DAS Biyonga dipertahankan sebagai
suatu aset sumberdaya alam, maka nilai ekonominya akan terus bertambah. Nilai ekonomi dari sumberdaya alam Sub DAS Biyonga dapat terus bertambah lebih
besar, apabila seluruh stakeholders dalam memanfaatkan dan meningkatkan produksi di wilayah Sub DAS Biyonga tanpa merusak lingkungan. Apabila hal
tersebut tidak dapat dilakukan, maka dalam beberapa tahun kedepan nilai ekonomi sumberdaya alam Sub DAS Biyonga akan terus menurun dan bahkan
secara fisik Sub DAS Biyonga yang selama ini menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat disekitarnya akan hilang dan punah.
7.5 Implementasi Nilai Ekonomi
Kawasan DAS Limboto merupakan salah satu DAS prioritas I, berdasarkan SK Menhut No. 248Kpts-II1999 tentang urutan prioritas Daerah
Aliran Sungai. Berdasarkan undang-undang tersebut Sub DAS Biyonga merupakan salah satu Sub DAS penting dan tidak dapat dipisahkan
keberadaannya dari kawasan DAS Limboto. Sebagian besar kawasan DAS Limboto masuk ke dalam wilayah Kabupaten Gorontalo, namun pengelolaannya
tidak hanya dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Gorontalo saja. Hal ini disebabkan karena DAS Limboto yang bermuara di Danau Limboto mempunyai
arti penting bagi kelestarian danau tersebut, dimana sebuah danau tidak hanya dipandang sebagai aset lokal namun juga merupakan aset nasional yang sangat
penting. Nilai ekonomi total total economic value yang telah didapatkan dalam
penelitian ini yaitu sebesar Rp.1.122.249.073.172,81 mengindikasikan bahwa wilayah Sub DAS Biyonga merupakan wilayah yang sangat penting dan strategis
bagi kehidupan masyarakat disekitarnya. Sedangkan nilai ekonomi total dengan perhitungan NPV tertinggi diskon faktor 5 pada tahun ke-50 didapatkan yaitu
sebesar Rp.20.487.695.428.017,00. Nilai ekonomi total Sub DAS Biyonga tersebut jika dibandingkan dengan nilai ekonomi total pada Taman Hutan Raya
Bukit Soeharto di Kalimantan Timur Rp.141.390.367.264.492,00 memang tergolong sangat kecil. Nilai ekonomi total Sub DAS Biyonga yang didapatkan
tersebut merukapan kombinasi antara nilai riil dan nilai potensi. Nilai riil merupakan nilai sumberdaya alam yang ada pada saat ini, sedangkan nilai potensi
merupakan nilai yang menggambarkan bahwa kawasan DAS Limboto memiliki potensi yang cukup besar jika dilakuka pengelolaan dengan baik. Dengan nilai
ekonomi total tersebut pemerintah seharusnya dapat menjaga kelestarian alam dan meningkatkan produktivitas di wilayah Sub DAS Biyonga tanpa merusak
lingkungan. Pengelolaan kawasan DAS Limboto berdasarkan kondisi yang ada saat ini
dapat dikatakan kurang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan hasil focus group discussion
FGD yang dilakukan dengan pemerintah, tokoh masyarakat dan tokoh agama di Kabupaten Gorontalo. Selain itu juga, berdasarkan hasil-hasil
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terjadinya degradasi kawasan DAS yang cukup besar seperti, kerusakan lingkungan, pendangkalan dan penyempitan
didaerah hilir DAS serta kualitas sumberdaya air yang menurun disebabkan karena kurang optimalnya pengelolaan DAS. Ketidakoptimalan dalam mengelola
DAS Limboto antara lain disebabkan: 1 pandangan yang berbeda antara sektor
terhadap sumberdaya alam DAS, 2 masing-masing instansi memiliki agenda sektoral, 3 adanya otonomi daerah yang menyebabkan pengelolaan bersifat
administratif, 4 tumpang tindihnya aturan yang membuat konflik kewenangan dan kepentingan antara pemegang kebijakan.
Sumberdaya alam DAS yang bersifat public goods memiliki tingkat kompleksitas yang cukup tinggi. Kondisi tersebut dapat dilihat dari peraturan
yang hanya bersifat administratif. Berdasarkan UU No.22 tahun 1999 tentang kewenangan pengelolaan sumberdaya alam termasuk DAS, menyatakan bahwa
kewenangan ada di pemerintah KabupatenKota. Implikasinya berdampak pada pengelolaan sumberdaya alam DAS Limboto yang berada pada dua wilayah
kebijakan yaitu Kabupaten Gorontalo dan Propinsi Gorontalo. Sebaliknya dengan UU No.7 tahun 2004, menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya air dilakukan
melalui koordinasi dengan mengintegrasikan kepentingan antar sektor, wilayah dan stakeholder belum dipahami secara efektif. Oleh karena itu, dibutuhkan
pengelolaan sumberdaya alam DAS yang sinergis diantara seluruh stakeholders yaitu pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan masyarakat.