Tanda- Drs. Amir Purba, MA, Ph.D

BAB 6 TANDA-TANDA GEJALA PENYAKIT Secara umum menurut penjelasan informan, penyakit “kena aji” racun memiliki beberapa tanda-tanda gejala yang khas. Sehingga bab ini menjelaskan pengalaman informan mengenai tanda- tanda gejala penyakit “kena aji” racun, lama informan menderita penyakit ini, dampak dari penyakit, cara mencegah supaya tidak terkena “aji” racun, serta bagaimana persepsi dari tenaga kesehatan sendiri sehubungan dengan gejala pada penyakit “kena aji” racun pada masyarakat Lipat Kajang.

6.1. Tanda-

Tanda Gejala Penyakit “Kena Aji” Racun Seseorang yang telah terpapar atau “kena aji” racun, seperti yang diungkapkan oleh beberapa informan yang pernah mengalaminya maka beberapa bagian tubuh akan terasa nyeri atau sakit. Seperti penjelasan beberapa orang informan mengenai pengalaman sakitnya sosiofisiologis. Sebelas orang informan yang peneliti wawancarai dalam penelitian ini, ada 4 empat orang informan yang pernah menderita penyakit “kena aji” racun, dan 1 satu orang informan yang sedang menderita penyakit tersebut. Berikut adalah gambaran informan yang dilihat berdasarkan sosiofisiologis pengalaman sakit sebelumnya yaitu sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Tabel 6.1. Gambaran Sosiofisiologis Informan Desa Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Informan Umur tahun Jenis Kelamin Suku Pengalaman Sakit Lama Menderita Penyakit Lina 36 Perempuan Jawa kena aji racun ± 4 tahun Ahmad 26 Laki-laki Jawa kena aji racun ± 1 tahun Mesdi 25 Laki-laki Jawa kena aji racun ± 3½ tahun Dedi 27 Laki-laki Melayu kena aji racun ± 10 bulan Pipit 34 Perempuan Aceh kena aji racun ± 2 bulan Dari gambaran pada tabel 6.1 tersebut diatas, hampir sebagian besar informan yang peneliti dapatkan berasal dari Etnis Jawa hanya ada satu Etnis Melayu dan satu Etnis Aceh. Pernah juga dari Etnis Batak Pak- pak menderita penyakit “kena aji” racun. Hasil wawancara peneliti dengan Bapak H.Imam Sarimo yang merupakan tokoh masyarakat setempat, menjelaskan bahwa : . . . “kemaren ini dikampung seberang ada yang meninggal kena aji, orang Pak-pak Boang pun dia. Dah sampai batuk darah ” . . . Keterangan ini memberi arti kepada kita bahwa, semua Etnis tanpa terkecuali dapat terkena penyakit ini. Berikut ini merupakan rangkaian cerita pengalaman dari informan yang pernah maupun yang sedang menderita penyakit “kena aji” racun yang berhasil peneliti wawancarai, yaitu sebagai berikut : a. Kasus Sakit; Kak Lina Dalam kehidupannya sehari-hari bekerja sebagai seorang guru di SD Gunung Lagan. Bercerita tentang penyakit “kena aji” racun, Kak Lina merupakan salah satu orang yang selama kurang lebih 4 tahun pernah mengalaminya. Pada saat Kak Lina Universitas Sumatera Utara berumur 24 tahun, dan dulunya bekerja di pabrik pengolahan kayu “kilang kayu”, ia sudah mulai merasakan gejala atau tanda-tanda dari penyakit tersebut seperti : Tabel 6.2. Gambaran Kesehatan Informan; Kak Lina Sehubungan dengan Penyakit “Kena Aji” Racun di Desa Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Bagian Tubuh Yang Dirasakan Dampak Badan Lemas, panas dingin Malas, berat badan menurun cepat Tulang Ngilu nyeri Susah bergerak Dada Sesak Batuk terasa berdahak tapi tidak ada dahak, sesak napas Bola mata Nyeri seperti mau keluar Ngantuk terus menerus, mata cekung Pada awalnya Kak Lina tidak mengetahui bahwa gejala yang dirasakannya tersebut adalah gejala dari penyakit “kena aji” racun, untuk menghilangkan rasa sakit “tidak enak” ia hanya membeli obat di warung depan rumahnya. Memang pada dasarnya setiap orang akan mengambil keputusan dan melakukan tindakan-tindakan tertentu yang berkaitan dengan kesehatannya. Pada tingkat permulaan setelah gejala yang menjadi pertanda adanya ketidakseimbangan dalam diri seseorang, maka pada saat itu ia akan mengira bahwa dirinya sakit. Dan selanjutnya ia akan mencoba mengurangi atau mengontrol gejala tersebut melalui pengobatan sendiri Sudarma, 2008. Selama hampir enam bulan Kak Lina hanya mengandalkan obat luar yang dijual di warung, akan tetapi sakitnya tidak sembuh. Selanjutnya Kak Lina berobat ke bidan desa, setiap kali datang ke tempat praktek bidan obatnya selalu berbeda tetapi hasilnya tetap sam a. Ketika peneliti menanyakan “apakah kakak tidak mencoba berobat ke Puskesmas? ”. Dari penjelasan Kak Lina, ternyata ia tidak berobat ke Universitas Sumatera Utara Puskesmas dikarenakan sudah tidak percaya lagi akan sembuh dari pengobatan medis modern. Hal ini terlihat dari jawaban Kak Lina : “ya . . . gak, ngapain lagi? Orang dah ke bidan gak sembuh juga, ngapain ke Puskesmas lagi? Toh bakalan sama juga nya, yang periksa disanakan kadang orang bidan tu juga ”. Hal ini sesuai dengan Model Suchman yang dikutip dalam Solita 2007 yang menyebutkan bahwa terdapat alternatif perilaku sehubungan dengan menentukan pencarian pengobatan, yang mana dari gejala yang dirasakan seseorang akan melakukan proses menangguhkan procastination atau mengundurkan upaya mencari pertolongan pengobatan sesuai dengan anjuran oranglain akan keadaan atau gejala yang dirasakan. Kemudian seterusnya penderita akan berupaya untuk melakukan pengobatan sendiri self-medication, namun ketika upaya yang dilakukan tidak menunjukkan tanda-tanda kesembuhan maka penderita akan membatalkan atau menghentikan pengobatan discontinuity. Dengan kata lain, unsur kepercayaan terhadap upaya pengobatan yang dilakukan sendiri sudah tidak ada lagi. Hampir satu setengah tahun Kak Lina berupaya untuk mencari pengobatan atas penyakitnya, mulai dari membeli obat di warung sampai berobat ke bidan desa. Karena sudah hampir putus asa untuk berobat, Kak Lina yang pada awalnya menutupi penyakit yang dirasakannya ini kepada tetangga dan teman kerjanya akhirnya mencoba menceritakan apa yang dirasakannya. Ketika ia menceritakan rasa sakit “tidak enak” nya ini kepada tetangga-tetangga dekat rumah, spontan hampir keseluruhan dari tetangganya menyarankan Kak Lina untuk berobat ke orang pintar atau dukun. Menurut penjelasan mereka, dari gejala-gejala yang dirasakan Kak Lina Universitas Sumatera Utara sudah tidak salah lagi berarti Kak Lina sudah “kena aji” racun, yang kadang ada juga yang menyebutkan bahwa Kak Lina “sudah termakan”. Pada awalnya, Kak Lina tidak mempercayai penjelasan dari tetangga- tetangganya tersebut. Malahan ia terkadang tertawa sendiri bila teringat ucapan dari tentangganya yang menyebutkan kalau ia “sudah termakan”, karena bila dipikirkan secara logika penjelasan tersebut tidak mempunyai landasan dan bukti yang jelas. Tidak cukup rasanya Kak Lina memperoleh penjelasan dari beberapa tetangga, selanjutnya Kak Lina juga menceritakan rasa sakitnya kepada teman kerja dan semua orang yang pernah dikenalnya di desa tersebut. Secara keseluruhan jawaban dan penjelasan yang didapatkan Kak Lina ternyata diluar dugaannya, semua orang menyarankan untuk berobat ke orang pintar atau dukun karena mereka juga beranggapan sama yaitu Kak Lina sudah “kena aji” racun. Bahkan beberapa orang pintar dan dukun juga disarankan dan disebutkan alamat serta syarat-syarat untuk datang berobat. Tindakan yang dilakukan oleh Kak Lina sehubungan dengan upayanya untuk mendapatkan informasi dan nasehat dari semua pihak keluarga, teman-teman bahkan semua orang yang dikenalnya disebut dengan sistem rujukan awam lay-refferal system. Semua informasi yang diperoleh Kak Lina, banyak sedikitnya akan memberikan pengaruh terhadap pengetahuan, sikap bahkan tindakannya untuk menentukan tempat pengobatan yang akan digunakan. Sesuai dengan Model Fabrega 1973 yang menitikberatkan pada proses informasi yang diharapkan seseorang pada saat kejadian penyakit, yang mana semua informasi yang diperoleh dapat dipakai Universitas Sumatera Utara sebagai perbandingan yang akan mendorong seseorang untuk memilih rencana pengobatan yang akan dilakukan. Karena pada dasarnya informasi yang diberikan oleh orang lain selain dapat digunakan untuk memperkirakan biaya,waktu serta dapat memperkirakan kemungkinan bahwa setiap tindakan yang diambil akan mengurangi ancaman yang mungkin timbul karena penyakit, dan memperhitungkan segala keuntungan yang akan diperoleh yakni seberapa jauh setiap rencana pengobatan akan dapat mengurangi keluhan penyakit yang dirasakan Sudarma, 2008. Lama kelamaan Kak Lina yang merupakan seorang sarjana, akhirnya mencoba mengikuti saran untuk berobat ke orang pintar atau ke dukun yang ada di desa tersebut. Menurut penjelasan para tetangga, orang pintar atau dukun yang bisa mengobati penyakit “kena aji” racun ini cukup banyak, tidak ada pengobatannya yang sama semua menggunakan teknik dan obat yang berbeda. Sesuai anjuran salah seorang tetangga Kak Lina yang bernama Kak Misni, yang menjadi tujuan Kak Lina berobat tertuju kepada orang pintar atau dukun di Desa Pandan Sari yang bernama Imam Zakir akan tetapi biasa dikenal masyarakat dengan sebutan mbah Pandan Sari. Selama proses pengobatan, Kak Lina diminta untuk membawa jenis kelapa muda yang hijau, dan uang 105 ribu rupiah seratus ribu untuk pembuka pengobatan, dan 5 ribu untuk penutup. Kelapa muda ini juga memiliki syarat ketika diambil dari batangnya yaitu tidak boleh mengenai tanah. Ketika peneliti menanyakan alasannya, Kak Lina juga tidak tahu alasan pastinya. Menurut penjelasan Kak Lina : Universitas Sumatera Utara “. . . hmm, mungkin maksudnya supaya kelapa tetap dalam keadaan bersih, tidak terkena tanah yang barangkali dikhawatirkan ada najis ”. Kelapa muda tersebut setelah dibawa ke mbah Pandan Sari, kemudian disyarati dengan membaca mantra-mantra sambil diarahkan ke keris yang diasapi dengan kemenyan yang dibakar. Setelah itu Kak Lina diminta untuk meminum air kelapa tersebut, tidak beberapa lama kemudian Kak Lina muntah. Isi muntahan yg keluar yaitu nanas, rambut, dan paku berkarat yang masih utuh. Menurut penjelasan mbah Pandan Sari yang diceritakan kembali oleh Kak Lina bahwa : . . . “kakak terkena racun melalui nanas yang kak makan, racunnya berisi rambut dan paku. Kata mbah, paku itulah yang membuat badan kakak selalu terasa sakit, dan rambut yang membuat tenggorakan kak gatal sampai batuk. Menurut mbah racun ini memang sengaja diberikan, ntah karena sakit hati atau karena hal lainnya ”. Kemudian Kak Lina mencoba mengingat kapan ia makan nenas, apakah ia pernah menyakiti orang lain. Seingat Kak Lina terakhir kali ia makan nenas yaitu bersama teman kerjanya, tapi sudah dua tahun yang lalu. Memang pada saat itu nenas yang sudah diracik menjadi rujak diberikan langsung dari temannya kepada Kak Lina. Cuma Kak Lina tidak bisa memastikan benar atau tidaknya karena makan rujak nenas waktu itu. Setelah racun berhasil dikeluarkan, Kak Lina diminta datang lagi satu minggu kedepan oleh mbah Pandan Sari untuk melihat apakah racunnya sudah benar-benar habis atau belum. Selama satu minggu itu Kak Lina juga diminta untuk menghindari makanan yang dianggap pantangan untuk dimakan seperti tidak boleh makan cabe, makanan yang berminyak-minyak, dan ikan asin. Serta ia juga mengharuskan Kak Universitas Sumatera Utara Lina agar hanya memakan makanan yang direbus-rebus saja alasannya Kak Lina juga tidak tahu dan ketika ditanya Kak Lina, waktu itu mbah hanya mencoba menekankan untuk mengikuti sarannya saja bila ingin sembuh. Dalam Model Suchman yang dikutip dari Solita 2007 menyebutkan bahwa ketika seseorang berada pada tahap menjadi pasien, maka ada ketergantungan dari pasien tersebut terhadap seorang pemberi pengobatan. Pada diri pasien akan muncul kepercayaan bahwa pemberi pengobatan memiliki kemampuan untuk memberikan layanan dan tindakan sesuai dengan yang diharapkannya untuk mencapai kesembuhan. Begitu juga dengan Kak Lina, ketika ia menjadi pasien dari Mbah Pandan Sari, maka semua aturan atau syarat yang diberikan harus dilakukan oleh Kak Lina supaya proses pengobatan dapat berjalan dengan lancar dan penyakitnyapun dapat segera disembuhkan. Kedatangan Kak Lina setelah satu minggu berikutnya, disambut mbah Pandan Sari dengan satu panci putih yang berisi air. Kemudian mbah membacakan mantra- mantra sambil meniup panci yang sudah berisi air tersebut. Seterusnya Kak Lina diminta untuk batuk terus menerus sampai sudah terasa mau muntah. Jika masih ada yang keluar berarti racun dalam tubuh masih ada, akan tetapi bila tidak ada yang keluar itu artinya Kak Lina sudah benar-benar sembuh. Dan menurut penuturan Kak Lina : . . . “dan Alhamdulillah tidak keluar apa-apak dek, kata mbah itu artinya racun dalam tubuh kakak udah keluar semua waktu itu. Dan kakak sudah dinyatakan sembuh, sampai sekarang gak batuk-batuk lagi. Cuma kurusnya masih sih, he. . . he. . . ”. Universitas Sumatera Utara b. Kasus Sakit; Ahmad Nama lengkap informan ini yaitu Ahmad Witasman. Panggilan akrab oleh teman-temannya yaitu Wiwid. Ahmad Witasman atau Wiwid ini seperti yang telah penulis ceritakan diatas, merupakan anak ke tujuh dari Bapak H.Imam Sarimo dan Ibu Hj.Saijem serta merupakan adik kandung dari Kak Lina. Sama halnya dengan Kak Lina, Wiwid juga pernah mengalami penyakit yang sama, sehingga disini Wiwid juga menjadi salah satu informan dalam penelitian. Umurnya yang masih muda yaitu 26 tahun, Wiwid sudah pernah merasakan bagaimana sakitnya penyakit yang diyakini masyarakat sebagai penyakit “kena aji” racun. Berdasarkan pengalaman kakaknya, Wiwid dikategorikan penderita yang tidak lama merasakan sakit, hanya selama 1 tahun dan kemudian cepat diobati kepada orang yang biasa mengobati penyakit tersebut. Dengan kata lain tidak berobat kesana kemari dulu. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengalaman sakit sebelumnya sosiofisiologis yaitu sakit yang didertia oleh Kak Lina, menjadikan orangtua Wiwid langsung menyarankan untuk berobat ke tempat Kak Lina disembuhkan waktu itu. Agar penyakitnya tidak bertambah parah dan dapat langsung diobati dengan cepat. Tidak sama dengan pengobatan kakaknya, Wiwid diobati oleh “Ibu Wirjah” nama keseharian dari Subulussalam yang merupakan salah satu Kota Madya yang berada dekat dengan Singkil. Alasannya yaitu ketika Wiwid dibawa berobat ke Mbah Pandan Sari dukun yang mengobati Kak Lina, beliau sedang tidak ada di rumah. Menurut keterangan dari Kak Misni yang merupakan tetangga dari Kak Lina, Mbah Universitas Sumatera Utara Pandan Sari pergi ke luar kota ke Aceh Tamiang untuk menjenguk anaknya yang baru melahirkan. Sehingga dengan begitu Wiwid dibawa ke kediaman Ibu Wirjah untuk diobati disana. Informasi mengenai pengobatan oleh Ibu Wirjah diperoleh berdasarkan saran atau anjuran dari teman ibunya Wiwid yang bernama Ibu Rosinah Bancin. Menurut Ibu Rosinah Bancin yang merupakan orang dari Etnis Batak yaitu batak Pak-pak, Ibu Wirjah sangat pintar untuk mengobati penyakit tersebut karena pengobatannya tidak membutuhkan waktu yang lama. Proses pengobatan yang dilaksanakan Wiwid memang sedikit berbeda dengan pengobatan Kak Lina. Menurut penjelasan Wiwid, ketika pertama kali ia datang untuk berobat, Wiwid langsung diperiksa dengan menggunakan daun sirih yang sudah disediakan oleh Ibu Wirjah. Daun sirih sebanyak tiga helai diletakkan di dada sebelah kanan dan kiri serta di tengah diantara dada kanan dan kiri. Kemudian Ibu Wirjah membacakan ayat-ayat keterangan mengenai ayat-ayat apa saja, tidak dapat dijelaskan oleh Wiwid. Tidak beberapa lama kemudian, daun sirih yang sebelumnya berwarna hijau dan segar-segar berubah menjadi warna coklat dan rapuh seperti terbakar. Menurut Ibu Wirjah yang diceritakan kembali oleh Wiwid bahwa : . . . “nah, ternyata benar dugaan saya. Kamu dah kena aji, liat aja daun sirihnya hangus. Begitulah keadaan paru-parumu saat ini, panas dan harus segera didinginkan ” . . . Paru-paru yang panas, merupakan perumpamaan yang diberikan oleh Ibu Wirjah atas apa yang dirasakan oleh Wiwid, gejala atau rasa sakit yang dirasakan oleh Wiwid seperti tergambar dalam tabel berikut ini : Universitas Sumatera Utara Tabel 6.3. Gambaran Kesehatan Informan; Ahmad Sehubungan dengan Penyakit “Kena Aji” Racun di Desa Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Bagian Tubuh Yang Dirasakan Dampak Badan Lemas, panas dingin pada waktu maghrib Malas Tulang persendian Ngilu nyeri Susah bergerak Dada Sesak Batuk kering pada malam hari, siang hari jarang batuk Bola mata Nyeri Ngantuk terus menerus Kepala Berat Emosian Dari hasil pemeriksaan Ibu Wirjah kepada Wiwid maka Wiwid dinyatakan “kena aji” termakan racun, oleh sebab itu atas permintaan dan anjurannya Wiwid diminta untuk datang kembali esok hari waktu jam tidak ditentukan untuk melakukan pengobatan. Tapi kali ini Wiwid diminta untuk membawa air minum satu botol, sirih beberapa helai, piring, kain putih untuk penutup piring, dan uang senilai 110 ribu rupiah. Cara pengobatan yang dilakukan Ibu Wirjah sangat unik dan berbeda dengan Mbah Pandan Sari yang mengobati Kak Lina. Sesampainya Wiwid dirumah Ibu Wirjah, ia diminta untuk meletakkan syarat tersebut diatas “tampah” yang telah disediakan Ibu Wirjah. Selanjutnya Wiwid diminta untuk berwudhu karena menurut Ibu Wirjah orang yang akan dibersihkan dari aji racun terlebih dahulu harus dalam keadaan suci atau bersih juga. Setelah berwudhu dan kembali duduk di samping Ibu Wirjah, kemudian Wirjah memulai proses pengobatannya. Pertama kali yang dilakukan Ibu Wirjah adalah mengambil uang senilai 110 ribu rupiah yang dibawa Universitas Sumatera Utara Wiwid dan diletakkan dibawah piring sebagai syarat lancarnya pengobatan. Piring diisi dengan air minum dan ditutup kain putih, kemudian Wiwid serta piring tersebut ditutup dengan jubah putih yang telah disediakan Ibu Wirjah. Dari luar jubah tepatnya di belakang Wiwid, Ibu Wirjah meminta Wiwid untuk menghela nafas sedalam- dalamnya sampai muntah, sambil dibacakan ayat-ayat dan mantra-mantra oleh Ibu Wirjah. Tidak lama kemudian sekitar 1 jam lebih, Wiwid muntah ke dalam piring yang telah ditutup tersebut. Akhirnya jubah dibuka oleh Ibu Wirjah dan mengambil piringnya. Dengan membaca “bismillahirohmanirrohim” Ibu Wirjah lalu membuka kain putih yang menjadi penutup piring tadi. Di dalam piring terlihat muntahan yang dikeluarkan Wiwid, tapi anehnya kain putih penutup piring tidak kotor sedikitpun. Muntahan Wiwid yaitu mie instan dan nasi putih yang masih terlihat utuh. Menurut keterangan Ibu Wirjah dalam cerita Wiwid bahwa : . . . “mie dan nasi putih itulah yang mengandung aji, yang waktu itu pasti pernah kau makan. Makanan yang udah ada itu tadi, sampai kapanpun gak akan hancur dalam tubuh. ” Selesai pengobatan hari itu, tiga hari kemudian wiwid diminta untuk datang kembali dengan maksud untuk mengecek dan memastikan tidak ada lagi aji racun dalam tubuh Wiwid. Seperti proses awalnya, sirih diletakkan di dada wiwid yang sedang berbaring dan kemudian dibacakan ayat-ayat. Tidak berapa lama sirih yang tadinya berwarna hijau dan segar, tidak terjadi perubahan apa-apa pada sirih tersebut. Maka itu berarti sudah sembuh karena aji racun sudah habis dikeluarkan, dan Universitas Sumatera Utara kemudian Ibu Wirjah kembali membacakan ayat-ayat yang menurut penjelasannya bacaan tersebut berguna untuk menutup jalan masuk aji ke tubuh. Dari pengalaman dua anak Bapak H.Imam Sarimo dan Ibu Hj.Saijem ini yaitu Kak Lina dan Wiwid, semenjak saat itu semua anak mereka dilarang untuk makan atau jajan diluar dimanapun itu. Karena sangat berbahaya bila sudah terkena aji racun, dapat masuknya mudah tapi keluarnya sangat susah. Meskipun umur anak- anak mereka sudah dewasa, bahkan sudah memiliki keluarga sendiri. Sehingga dengan begitu, pengalaman merupakan ilmu yang berharga untuk menjadikan seseorang tidak mengulangi kesalahan yang sama. c. Kasus Sakit; Mesdi Mesdi itulah nama dari informan ini, sapaan akrab yang peneliti berikan kepadanya yaitu Bang Mesdi karena usianya 1 tahun lebih tua dibandingkan usia peneliti. Sebelum almarhum bapaknya Bang Mesdi meninggal dunia, beliau sebenarnya telah terbaring sakit di rumah selama berbulan-bulan. Menurut keterangan yang peneliti dapatkan dari tetangganya, bapak Bang Mesdi sakit karena diguna-guna orang lain. Banyak pengobatan tradisional yang telah dilakukan, akan tetapi tidak dapat menyembuhkan beliau. Sakit yang beliau rasakan seperti tidak tampak dari luar, lama kelamaan tubuhnya melemas, tambah kurus seperti ada yang menggerogoti dari dalam tubuh, hingga akhirnya beliau lumpuh dan meninggal. Selama bapak Bang Mesdi sakit yang pada akhirnya meninggal dunia, sebenarnya Bang Mesdi juga mengalami hal yang sama. Apakah karena penyakit bapaknya menular ke Bang Mesdi atau tidak, peneliti juga tidak bisa memastikannya. Universitas Sumatera Utara Cuma sakit yang dirasakan berbeda dengan bapaknya, Bang Mesdi merasakan gejala seperti penyakit “kena aji” racun yang mana menurut keterangan Bang Mesdi ia sering merasakan : Tabel 6.4. Gambaran Kesehatan Informan; Mesdi Sehubungan dengan Penyakit “Kena Aji” Racun di Desa Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Bagian Tubuh Yang Dirasakan Dampak Badan Lemas, panas dingin, tidak nafsu makan Malas, berat badan turun, bertambah kurus Tulang Ngilu nyeri Susah bergerak Dada Saki, sesak Batuk kering, sesak napas, sampai pada akhirnya batuk berdarah Mata Berat Ngantuk terus menerus Hampir sekitar 3½ tahun Bang Mesdi merasakan sakit ini, sambil terus berupaya untuk berobat ke pengobatan tradisional yang dianjurkan banyak orang. Sampai pada akhirnya peneliti mengenal Bang Mesdi sebagai salah satu teman dari Wiwid. Peneliti sering berkumpul dan bercerita dengan Bang Mesdi baik tentang perkuliahan maupun tentang kehidupan. Hingga pada akhirnya Bang Mesdi menceritakan bahwa saat ini ia sedang menderita penyakit yang menurut orang kampungnya disebut dengan penyakit “kena aji” racun. Selain menceritakan bagaimana rasa sakit yang dirasakannya, Bang Mesdi juga menceritakan pengobatan yang sedang dilakukannya. Bang Mesdi setiap beberapa bulan sekali harus pulang kampung untuk mengecek kondisinya, apakah sudah mendingan atau belum. Selain itu cara pengobatan yang dilakukan Bang Mesdi yaitu pengobatan jarak jauh karena Universitas Sumatera Utara mengingat Bang Mesdi kuliah di Medan sementara pengobatannya di kampung Aceh singkil, sehingga kadang badannya terasa aneh. Menurut Bang Mesdi : . . . “abang diobati dari kampung makanya terkadang badannya terasa panas kali kadang menggigil, kata dukunnya nama dukun tidak diketahui, hanya nama desa yaitu Desa Jontor itu adalah reaksi dari obat yang dikirimkan dari kampung. ” Selain diobati dari jarak jauh oleh dukun yang mengobati Bang Mesdi di kampung, ia juga diminta untuk tiap hari makan daun sirih dan tiap pagi dan malam minum poding telur ayam kampung. Menurut dukunnya yang diceritakan kembali oleh Bang Mesdi, hal ini dilakukan untuk menjaga stamina Bang Mesdi agar jangan sampai lemas. Sedangkan sirih yang dimakan, berguna sebagai pembersih dalam tubuh atau dengan kata lain sebagai sterilisasi dari racun yang ada dalam tubuh Bang Mesdi. Sudah hampir 4 tahun peneliti mengenal sosok Bang Mesdi, namun sampai pada akhir tahun 2010 penyakitnya tidak nampak berkurang atau tidak menunjukkan tanda-tanda kesembuhan. Hingga pada suatu malam tepatnya malam Rabu tanggal dan bulannya sudah tidak ingat lagi, Bang Mesdi batuk darah. Wiwid yang satu kamar kos dengan Bang Mesdi sangat panik, ketika diajak untuk berobat ke klinik terdekat Bang Mesdi malah menolak. Ia yakin bahwa ini mungkin reaksi dari pengobatan yang dilakukan oleh dukun dari kampungnya. Keesokan harinya Wiwid datang ke rumah peneliti dan menceritakan apa yang terjadi terhadap Bang Mesdi. Peneliti mendatangi Bang Mesdi dan membujuk Bang Mesdi untuk memeriksakan diri ke Poliklinik USU. Bersama Wiwid, peneliti Universitas Sumatera Utara membawa Bang Mesdi ke Poliklinik USU untuk diperiksakan kesehatannya. Disana Bang Mesdi diminta untuk mengambil dahaknya, dan dibawa kembali ke Poliklinik untuk diperiksa. Besoknya hasil pemeriksaan laboratorium dahak Bang Mesdi diambil dari Poliklinik, dokter menjelaskan bahwa Bang Mesdi terkena TB paru cuma dari hasil laboratorium pemeriksaan dahaknya BTA negatif. Sesuai dengan anjuran dokter di Poliklinik USU, Bang Mesdi diminta untuk foto rontgen di rumah sakit karena di Poliklinik USU tidak bisa dilakukan foto rontgen. Bang Mesdi akhirnya juga mengikuti saran dari dokter, ia mendatangi Rumah Sakit Siti Hajar yang berada tidak jauh dengan kampus USU dan rumah kosan Bang Mesdi. Hasil laboratorium dari Rumah Sakit Siti Hajar menunjukkan bahwa Bang Mesdi positif paru terdapat bintik-bintik putih di foto paru. Kemudian Bang Mesdi diminta untuk datang ke Puskesmas supaya mendapatkan pengobatan secara gratis. Dari hasil laboratorium di rumah sakit, serta anjuran untuk ke Puskesmas Puskesmas yang dituju yaitu Puskesmas Padang Bulan sampai saat ini Bang Mesdi meminum obat secara rutin selama 6 enam bulan dari Puskesmas. Syarat yang diberikan oleh Puskesmas yaitu bahwa obat tersebut tidak boleh lupa untuk diminum jika ingin benar-benar sembuh dari penyakitnya. Tiga bulan terakhir ini saya kembali menanyakan bagaimana kondisi kesehatan Bang Mesdi, kemudian ia menjawab : . . . “sepertinya udah sembuh sih za, abang udah gak batuk lagi, gak panas dingin lagi, dan udah agak enak rasanya. Makasih ya, supaya gak sakit lagi abang juga tetap diobati dari kampung sama mamak bg. heeee ”. Universitas Sumatera Utara d. Kasus Sakit; Dedi Membahas tentang penyakit “kena aji” racun, Bang Dedi mempunyai cukup banyak pengalaman karena sebelum ia menderita penyakit tersebut ia juga pernah mengurusi ibunya yang sakit karena penyakit yang sama sampai ibunya sembuh. Pada waktu ibunya sakit, kalau dikategorikan sakitnya sudah kategori parah karena sudak banyak darah yang keluar setiap kali ibunya batuk. Sampai pada akhirnya darah yang keluar dari batuk tidak dapat tertampung dengan sapu tangan lagi, dengan kata lain sudah seperti disemburkan saja. Menurut keterangan dari Bang Dedi bahwa ibunya sakit sudah sampai bertahun-tahun, segala cara pengobatan yang dianjurkan telah dilakukan akan tetapi tidak sembuh juga. Pada akhirnya ibu Bang Dedi berobat ke dukun yang pada saat itu diakui sebagai dukun paling manjur untuk mengobati penyakit “kena aji” racun. Ketika peneliti juga ingin mengetahui tentang siapa dan bagaimana cara pengobatan yang dilakukan oleh dukun tersebut, menurut keterangan Bang Dedi : . . . “kalau nama dukunnya dah gak ingat lagi lah abang dek, waktu mamak sakit tu abang masih sekitar umur berapa ya? udah lupa lah, dukunnya pun udah lama meninggal karena dah tua. ” Setelah dinyatakan sembuh oleh dukun tersebut, dan ibu Bang Dedi telah menampakkan perubahan yang lebih baik terhadap kesehatannya dukun yang mengobati tersebut beberapa bulan berikutnya meninggal dunia. Penyebab meninggalnya menurut masyarakat setempat yaitu karena memang sudah tua, dan sering sakit-sakitan juga. Setahun berikutnya, penyakit yang pernah dialami ibu Bang Dedi kembali dirasakan oleh Bang Dedi sendiri. Universitas Sumatera Utara Permulaan dari gejala yang dirasakan oleh Bang Dedi sesuai dengan penjelasannya yaitu : . . . “awalnya kan dek, abang ngerasa bila pagi tuh rasanya malas bangun dan bawaannya pengen tiduran aja. Terus gak lama kira-kira beberapa bulan berikutnya abang batuk, batuknya tu batuk kering gak berhenti-henti, susah nafas lah jadinya. Trus muka dan badan bang pucat, kalau kulit dicubit nih . . . lama kembali seperti warna semula, ibaratnya seperti orang kurang darah, dan kulit ini pun seperti kulit orang tua-tua dah gak elastis lagi. ” Dari penjelasan yang diberikan oleh Bang Dedi, bila dibuatkan ke dalam bentuk tabel pengelompokkan maka akan terlihat seperti berikut ini : Tabel 6.5. Gambaran Kesehatan Informan; Dedi Sehubungan dengan Penyakit “Kena Aji” Racun di Desa Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Bagian Tubuh Yang Dirasakan Dampak Badan Lemas Malas bangun pagi, dan beraktifitas Kulit Tidak elastis Kulit tampak pucat, kurus Dada Sakit, sesak Batuk kering, sesak napas Awalnya menurut Bang Dedi, ia tidak mengetahui sama sekali bahwa ia telah menderita penyakit “kena aji” racun karena belum ada batuk sebelumnya. Ia hanya berpikir bahwa badan yang terasa lemas serta malas bangun pagi dan beraktifitas tersebut merupakan permulaan kebiasaannya yang sering malas-malasan. Tapi lama kelamaan seiring dengan perubahan yang terjadi pada Bang Dedi, ibunya telah menduga bahwa Bang Dedi telah termakan aji atau racun. Setelah adanya gejala batuk-batuk pada Bang dedi, ibunya semakin yakin dengan dugaannya. Selanjutnya Bang Dedi dibawa ibunya untuk segera pergi berobat ke dukun atau orang pintar. Akan tetapi Bang Dedi merupakan orang yang tidak Universitas Sumatera Utara mudah untuk mempercayai pengobatan yang diberikan oleh dukun atau orang pintar. Ia menolak permintaan ibunya untuk pergi berobat ke dukun. Awalnya Bang Dedi lebih memilih apotek untuk membeli obat sesuai dengan rasa sakit yang dirasakannya. Selama dua bulan ia hanya mengkonsumsi obat batuk “woods untuk batuk kering ”, namun batuknya tidak sembuh-sembuh juga. Kemudian ia mendatangi Puskesmas setempat yaitu Puskesmas yang ada di Desa Pulo Sarok, disana Bang Dedi diberikan beberapa macam obat. Habis obat, kemudian disambung lagi dengan obat yang sama membuat Bang Dedi jenuh dan bosan untuk datang ke Puskesmas terus-terusan. Hanya kira-kira 3 kali balik ke Puskesmas saja Bang Dedi melakukan pengobatan di Puskesmas, karena menurut penjelasannya : . . . “capek abang makan obat tu terus, ke puskesmas lagi, tapi gak nya sembuh-sembuh juga batuknya. Dah sampe 3 kali pun abang ke Puskesmas, obat yang dikasih pun itu-itu aja. Gak nya da OBH Obat Batuk Hitam bang di kasih. ” Setelah merasa bosan dengan pengobatan dari Puskesmas, Bang Dedi akhirnya mengikuti saran dari ibunya untuk berobat ke dukun atau orang pintar yang memang mengerti tentang penyakit “kena aji” racun. Ada 3 dukun atau orang pintar yang didatangi Bang Dedi bersama ibunya. Yang pertama yaitu Ibu Wirjah di Subulussalam, selanjutnya ke dukun yang di Pangkal Buah dan terakhir berobat ke ustadz Mukhdin di Desa Sianjo-anjo. Dari ketiga pengobatan yang telah dijalani Bang Dedi, ia dapat mengambil kesimpulan bahwa yakin adalah modal utama dalam pengobatan dengan siapapun Universitas Sumatera Utara kita berobat. Apabila kita tidak yakin kepada suatu pengobatan maka hasilnya tidak akan maksimal. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh Bang Dedi ketika peneliti menanyakan tentang proses pengobatan yang telah dijalaninya : . . . “cara pengobatan tiap dukun yang bang jumpai itu ya bermacam-macam lah, sebenarnya kita pun antara yakin dan gak yakin gitu. Kayak dukun bang berobat yang di Sulussalam itu lah, antara yakin gak yakin kita. Ya memang kita ditutup gitu, cuma daun sirih yang ditempel ke dada tiba-tiba terbakar gitu, kita pun kan disuruh seperti hah . . . hah . . . hah . . . selama 1-2 jam. Kayak gitu terus kan capek juga tuh, pegal leher rasanya. Terus ada juga yang punya pantangan kayak makan yang berminyak-minyak, makan cabe. Itu pantangan kali tu, kita hanya disuruh makan telur rebus atau makanan yang direbus-rebus saja selama pengobatan. Ada juga lagi yang dukunnya di Pangkal Buah ngobati pakai telur ayam kampung, dikasih susu dan madu kayak poding kita kalau datang berobat kesana. Ya kita kan jadi enak. Kalau dukun yang namanya ustadz Mukhdin di Desa Sianjo-anjo kita disuruh bawa air minum untuk disyarati dan diminum tiap pagi dan malam. Abang waktu itu bang bawa aja air 1 galon biar gak capek bolak balik aja. Tapi yang pastinya sembuh karena dukun yang mana, ya abang gak tau juga karena kan dah berobat sama banyak dukun. Tau sembuh karena kata dukun-dukun itu bang dah gak pucat lagi. ” Setelah Bang Dedi dinyatakan sudah sembuh oleh beberapa dukun dengan diagnosa dukun tersebut masing-masing, namun menurut pengakuan Bang Dedi sendiri : . . . “ya, kalau malas bangun paginya sih sampai sekarang ya tetap gitu juga dek. Tapi sekarang dah ada yang banguni kalau pagi, bisa ngamuk dunia kalau gak bangun. Pagi tu abang harus bantu kakak tuk mandikan si Riqki dan buatkan bubur. Mungkin karena dulu masih lajang dan gak sibuk makanya malas bangun pagi kali. haaa haaa haaa. ” e. Kasus Sakit; Pipit Selanjutnya yang menjadi informan dalam penelitian ini bernama Cut Aida Fitriani yang akrab dipanggil Pipit. Kak Pipit adalah seorang wanita berumur 34 tahun berprofesi sebagai seorang perawat di rumah sakit umum Singkil yang saat ini Universitas Sumatera Utara tengah hamil 4 bulan. Sehubungan dengan penyakit “kena aji” racun, Kak Pipit juga merupakan salah seorang penderitanya. Selama sekitar dua bulan masa kehamilannya, sempat ia sangat panik dan stress ketika mengetahui bahwa ia “kena aji” racun. Karena ia khawatir akan keadaan janin yang ada dalam kandungannya selain itu ia juga bingung untuk melakukan upaya pengobatan. Sebagai seorang yang memiliki ilmu di bidang kesehatan, ia dapat memahami bahwa gejala-gejala yang ia rasakan adalah gejala seorang penderita penyakit paru dan harus diobati secara teratur dan sesegera mungkin. Akan tetapi ia juga takut untuk melakukan pengobatan karena dikhawatirkan akan mengganggu pertumbuhan janinnya. Kebingungan Kak Pipit ini, disampaikan kepada suaminya, mertua dan orang tuanya. Semua hanya memberikan satu pilihan yaitu berobat ke dukun atau orang pintar saja, alasan mereka sama dengan ke khawatiran Kak Pipit yaitu keselamatan dan kesehatan janin yang dikandungnya. Suami, mertua dan orang tuanya tidak mengizinkan Kak Pipit untuk berobat ke Puskesmas, dokter, bahkan rumah sakit. Akhirnya Kak Pipit pun mengikuti saran suami, mertua dan orang tuanya, karena di satu sisi ia juga tidak mau dianggap durhaka serta jika terjadi apa-apa dengan janinnya ia juga tidak mau disalahkan. Menurut pengakuan Kak Pipit, bahwa sebenarnya ia malu untuk berobat ke dukun atau orang pintar. Karena ia orang kesehatan yang juga ikut memberikan informasi tentang upaya pengobatan terhadap penyakit yang harus dilakukan kepada masyarakat. Seperti uraian penjelasannya berikut ini : Universitas Sumatera Utara . . . “mau gimana lagi za, makanya kakak gak mau cerita kepada orang lain kemana kak berobat. Ntar bisa-bisa kak dibilang gak jelas, katanya orang kesehatan berobat juganya di dukun. Orang-orang ini payah za, dia gak akan ngerti alasan kita. Selain itu kak juga takut durhaka sama abang, mamak dan mertua kak. Trus juga kak takut kalau gak nurut, kalo anak kak kenapa- kenapa kan kak juga ntar yang disalahkan. Tapi mau gimana lagi lah, yang penting sekarang Alhamdulillah dukunnya bilang ajinya dah gak da. ” Kak Pipit yang pada akhirnya memilih berobat ke dukun, mendatangi seorang dukun atau orang pintar yang bernama Buya Sidingin di daerahnya sendiri yaitu di Desa Lipat Kajang Bawah. Buya Sidingin dalam melakukan pengobatannya menggunakan beras yang ditumbuk setelah itu di campur air dan pandan. Menurut Kak Pipit campuran ramuan ini dioleskan di bagian dada dan punggung pada malam hari ketika mau tidur supaya panas yang ada dalam tubuh khususnya paru-paru dapat didinginkan. Selanjunya terapi yang dianjurkan Buya Sidingin kepada Kak Pipit yaitu setiap pagi Kak Pipit harus mengeluarkan dahak, seperti “mengeluarkan nafas dari dalam perut” sampai terasa mau muntah baru berhenti. Bila suatu pagi ada keluar sesuatu benda baik dalam bentuk makanan atau benda lainnnya maka sudah bisa dipastikan bahwa aji racun tersebut juga sudah keluar. Keterangan dari Kak Pipit yaitu : . . . “selama 1 minggu kak buat seperti yang dibilang buya za, awalnya gak da yang keluar terus beberapa hari berikutnya ada potongan roti ukuran kecil yang keluar. Trus kak ambil dan kak perhatikan, apakah ini aji yang keluar seperti yang dimaksudkan buya itu ya? karena penasaran kak bawa ke rumah buya, buya bilang itulah memang racunnya yang termakan bersama roti itu. ” Penjelasan buya membuat Kak Pipit sedikit lega karena berarti ia sudah tidak sakit lagi. Dan gejala seperti dibawah ini : Universitas Sumatera Utara Tabel 6.6. Gambaran Kesehatan Informan; Pipit Sehubungan dengan Penyakit “Kena Aji” Racun di Desa Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Bagian Tubuh Yang Dirasakan Dampak Badan Lemas, panas dingin, tidak nafsu makan Malas, berat badan turun Tulang Ngilu nyeri Susah bergerak Dada Sakit, sesak Batuk kering, sesak napas. Mata Berat Ngantuk terus menerus, tidak mau bergerak Gejala tersebut diatas sampai saat ini sudah tidak dirasakan lagi oleh Kak Pipit. Akan tetapi menurut pengakuan Kak Pipit bahwa sebenarnya ia masih belum percaya sepenuhnya dengan kesembuhannya itu. Seperti ungkapannya berikut ini : . . . “sekarang kan kata buya kak dah sembuh, tapi rencananya setelah jebol nih si adek kak mau periksa lagi ke Puskesmas untuk pasti‟in kesehatan kak.” Sehingga dengan begitu menurut Kak Pipit, ia bisa yakin dengan kesehatannya yangmana untuk memperoleh kesehatan yang maksimal terkadang kita juga membutuhkan beberapa sumber pengobatan yang berbeda. Dari penjelasan mengenai pengalaman setiap informan yang pernah menderita penyakit “kena aji” racun, sehingga terdapat beberapa bagian tubuh yang terasa sakit, seperti yang telah peneliti kelompokkan ke dalam tabel berikut ini yaitu : Universitas Sumatera Utara Tabel 6.7. Gambaran Tanda-tanda yang Nampak Dirasakan Sehubungan dengan Penyakit “Kena Aji” Racun di Desa Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Bagian Tubuh Yang Dirasakan Dampak Badan Lemas, panas dingin kadang pada waktu maghrib, tidak nafsu makan Malas, berat badan menurun cepat, bertambah kurus, malas bangun pagi, dan beraktifitas Tulang dan persendian Ngilu nyeri Susah bergerak Dada Sesak Batuk terasa berdahak tapi tidak ada dahak, sesak napas, batuk kering kadang hanya pada malam hari siang hari jarang batuk, batuk berdarah Mata Nyeri seperti mau keluar, terasa berat Ngantuk terus menerus, mata cekung Kepala Berat sakit Emosian Kulit Tidak elastis Kulit tampak pucat Tenggorokan Perih Hilang suara Dari tabel dapat diketahui bahwa terdapat beberapa bagian tubuh yang menjadi sasaran utama rasa sakit yang ditimbulkan oleh “aji” racun ini diantaranya yaitu badan. tulang dan persendian, dada, mata, kepala, serta kulit. Jika digambarkan maka akan terlihat seperti gambar dibawah ini : Universitas Sumatera Utara Gambar 6.1. Tanda-tanda atau Gejala pada Tubuh Penderita Penyakit “Kena Aji” Racun “Aji” racun yang masuk ke dalam tubuh, akan mengalami suatu proses yangmana antara jenis aji keras dengan aji ringan memiliki proses yang berbeda Ngilu nyeri Ngilu nyeri Ngilu nyeri Ngilu nyeri Ngilu nyeri Sesak Berat sakit Tidak elastis Nyeri berat Batuk darah Perih Universitas Sumatera Utara ketika berada dalam tubuh manusia. Jenis aji keras, proses yang terjadi berlangsung cepat dalam waktu yang singkat. Sehingga tubuh cepat merasakan lemas, bahkan dalam hitungan jam atau hari saja, penderita dalam langsung meninggal. Sedangkan jenis aji ringan, prosesnya berlangsung lama dengan beberapa tahap seperti merusak sistem pencernaan bahkan merusak sistem peredaran darah dalam tubuh. Dengan begitu gejala yang dirasakanpun juga bertahap mulai dari gejala ringan sampai ke gejala yang berat. Seperti gejala ngantuk yang berlebihan yang lama kelamaan menyebabkan rasa malas sehingga tidak produktifitas, emosi yang tidakstabil, berat badan turun, badan terasa meriang panas dingin, nyeri pada tulang dan persendian, batuk dan lama kelamaan batuk darah dan meninggal. Namun begitu, kedua jenis “aji” racun ini sama-sama berdampak pada kesehatan penderitanya.

6.2. Lama Menderita Penyakit “Kena Aji” Racun

Dokumen yang terkait

Motivasi Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintahan Kabupaten Aceh Selatan Untuk Melanjutkan Pendidikan ke Tingkat Sarjana Keperawatan

0 46 61

Higiene Sanitasi Depot dan Analisis Cemaran Mikroba coliform Dan E.coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2015

0 9 175

PERUBAHAN MAKNA DAN SIMBOL DI DALAMUPACARA ADAT BEGAHAN KHITANAN PADA MASYARAKAT BOANG DI DESA SILATONGKECAMATAN SIMPANG KANAN KABUPATEN ACEH SINGKIL.

0 1 26

Undangan PK Jalan Lipat Kajang

0 0 1

Higiene Sanitasi Depot dan Analisis Cemaran Mikroba coliform Dan E.coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2015

1 1 15

Higiene Sanitasi Depot dan Analisis Cemaran Mikroba coliform Dan E.coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2015

0 0 2

Higiene Sanitasi Depot dan Analisis Cemaran Mikroba coliform Dan E.coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2015

0 0 7

Higiene Sanitasi Depot dan Analisis Cemaran Mikroba coliform Dan E.coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2015

0 1 31

Higiene Sanitasi Depot dan Analisis Cemaran Mikroba coliform Dan E.coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2015

0 0 3

Higiene Sanitasi Depot dan Analisis Cemaran Mikroba coliform Dan E.coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2015

0 0 57