lama kemudian adiknya yang bernama Wiwid juga terkena penyakit tersebut. Bang Dedi dan Ibunya juga mengalami hal yang sama, tidak lama ibunya sembuh dari
penyakit “kena aji” racun, Bang Dedi juga menderita penyakit tersebut juga. Seterusnya Bang Mesdi, meskipun dia tidak tertular dari penyakit yang diderita
almarhum bapaknya akan tetapi ketika di Medan dia tinggal satu rumah kos dengan Wiwid, yang sebelumnya telah lebih dahulu menderita penyakit “kena aji” racun.
Dengan mengetahui riwayat sakit dari informan tersebut, sehingga diketahui bahwa penyakit “kena aji” racun ini menular karena apabila seseorang terkena “aji” racun
maka dalam beberapa waktu baik dalam waktu yang relatif singkat atau lama, orang terdekat dengan penderita juga akan tertular.
5.2. Faktor Penyebab Munculnya Penyakit
“Kena Aji” Racun
Menurut informan, masyarakat setempat tidak mengetahui dengan pasti munculnya penyakit ini. Proses pewarisan aji menurut masyarakat yaitu diawali dari
orang- orang tua dulunya yang sengaja membuat ramuan “aji” racun, seterusnya
untuk me mpertahankan keberadaan “aji” racun tersebut maka diwariskan kepada
anak cucunya yang mau menerima. Selain itu “aji” racun juga bisa diwariskan kepada orang lain yang memang ingin memilikinya, terkadang “aji” racun juga
diwariskan kepada orang yang menjadi pilihan orang yang dianggap cocok untuk menerima “aji” atau racun bagi yang mempunyai “aji” racun meskipun orang
tersebut tidak mengetahuinya terlebih dahulu.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya informan dan masyarakat juga menjelaskan mengenai daerah- daerah yang merek
a anggap banyak mengandung “aji” racun sehingga banyak diantara
mereka yang
menyarankan peneliti
untuk berhati-hati
apabila mendatanginya. Akhirnya di daerah yang sering dianggap sebagai daerah yang
banyak mengandung “aji” racun nya, peneliti berniat untuk tinggal dan menetap disana. Kebetulan teman dari bapak Wiwit Bapak H.Imam Sarimo ada yang
menjadi warga daerah tersebut. Sehingga peneliti langsung dikenalkan dan dititipkan disana untuk tinggal beberapa lama bersama mereka. Hanya selama 2 hari peneliti
tinggal bersama keluarga Mbah Anto sebutan untuk teman bapak Wiwit tersebut, peneliti dikenalkan kepada Tua Sambo yang menurut Mbah Anto adalah orang yang
mungkin bisa memberikan banyak informasi kepada peneliti mengenai penyakit “kena aji” racun ini. Ternyata memang benar, Tua Sambo adalah salah seorang
pengobat penyakit ini. Dari hasil wawancara peneliti bersama beliau, peneliti mendapatkan banyak informasi yang sebelumnya peneliti belum dapatkan mengenai
faktor penyebab munculnya penyakit “kena aji” racun. Berikut penjelasan Tua Sambo mengenai hal ini :
“Mengapa orang mau memberikan aji racun kepada orang lain Tua? pertanyaan peneliti.”
“O.. kalo itu dulu Tua pernah berdebat dengan orang-orang kampung sana, dia punya kaji dalam hidup. Pada zaman-zaman dahulu nenek moyangnya, ini
kaji dia ya “kalo kita bisa membunuh seseorang, kita akan masuk syurga” itu kata mereka. Memang kalo di dalam al-
Qur‟an kita yang terbunuh ini masuk syurga, itu betul. Kita dibunuh tanpa ada salah apapun, kita masuk syurga.
Kenapa? karena yang membunuh kita itu sudah bertanggung jawab menerima dosa apa yang ada pada kita. Itu janji Allah “Allah tidak akan mengingkari
janjinya”.
Universitas Sumatera Utara
Jadi katanya “kalo aku nanti meninggal, syurga mereka yang ku bunuh tak minta. Karena dia m
asuk syurga karena aku.” Datang saya, saya debat, kalo di dunia bisa kita berkonsultasi, berkomunikasi. Tapi kalo sudah diakhirat
yang dapat berbicara adalah amal, bukan tangan dan bukan mulut. Kalo tangan yang berbuat maka tangan yang rusak, mulut yang berbuat mulut yang
rusak, otak yang berbuat maka otak akan meleleh-leleh keluar dari rambut ini. Itu kalo kamu mau tau, tau kamu dalil nya? tau kamu firmannya? Saya
bantah terus, sampai dia tidak berkata apa-apa. Sebenarnya dia memang
jago, trus dia bilang “saya bisa menjadikan tali pinggang saya ini jadi ular”. Saya pun jadi bingung, saya bacakan lah doa yang ada sama saya trus saya
bilang “jadikanlah ular”. Saya tau, dihantamkannya tali pinggang itu sampai 4 kali, hingga patah kepala tali pinggangnya itu tapi gak jadi ular.
Berkeringat dia dan trus pulang, saya pun takut kalo ntar dia bawa parang. Pulang dia ke pinggiran sungai, dulu kan pinggiran sungai itu jalur perahu.
Karena sungai itu dulu jalur lalu lintas, gak ada jalan darat. Kalo singkil dan rimo ini jalan sungai ndak ada jalan darat. Orang ini dulukan hutan
belantara. Nah itulah kajinya, yang sampai sekarang selalu diturunkan ke anak cucu,
anak cucu. Biar bisa bunuh orang, karena 10 yang dibunuh, 10 syurga untukmu. Islam sebenarnya tidak begitu, setelah dilahirkan dan diangkat
menjadi rasul maka turunlah ayat bismillahirahmanirrahim yang artinya
“tidak aku turunkan engkau ya rasulullah wahai Muhammad terkecuali untuk memberi rahmad kepada sekalian alam” lil‟alamin, kan gitu kan? Jadi
apalagi manusia, katak yang tidak ada salah tidak boleh kita bunuh, kayu yang gak ada artinya jangan kita tebang, orang semua mendapat rahmatan
lil‟alamin. Toh ini kita sesama manusia kok bunuh-bunuhan? kan udah gak mungkin. Dari situ aja dari yang paling kecil firman Allah sudah dijelaskan,
berarti kita menyalahi kan? Nah ini, ya kalo dia langsung mati kalo dia sampai menderita sakit apalagi anaknya banyak kan dosa kali tu.
” Dari penjelasan Tua Sambo ini, terlihat jelas bahwa terdapat paham ajaran
agama yang berbeda. Memang menurut Tua Sambo ajaran yang ini juga terdapat dalam ajaran Islam akan tetapi ini tidak dikaji dan diartikan dengan benar, sehingga
menjadi tidak benar secara ajaran Islam yang sesungguhnya. Dengan berlandaskan paham yang seperti ini menjadikan mereka tetap menjaga budaya mereka secara turun
temurun. Seharusnya paham yang telah menjadi budaya ini harus diluruskan kembali atau dengan kata laim dicari kebenarannya. Karena pada dasarnya tidak semua
Universitas Sumatera Utara
budaya yang diwariskan dari zaman dahulu sampai sekarang itu mutlak kebenarannya. Seperti budaya larangan makan ikan yang banyak bagi anak-anak
karena akan menyebabkan anak cacingan, padahal menurut ilmu gizi konsumsi ikan justru sangat baik bagi perkembangan otak anak karena ikan banyak mengandung
protein yang sangat baik untuk kesehatan tubuh dan kecerdasan. Selain adanya perbedaan paham ajaran agama, juga terdapat penyebab lainnya mengenai munculnya
“aji” racun ini yaitu adanya konflik pribadi seperti perasaan iri, sakit hati kepada orang lain, serta adan
ya suatu keharusan bagi yang menyimpan “aji” racun ini untuk membuangnya kepada orang lain.
5.3. Siapa yang Memberi “Aji” Racun