Gambar 4.7. Rumah Masyarakat Desa Lipat Kajang
Dari kedua gambar tersebut diatas, terlihat bahwa antara rumah yang satu dengan rumah yang lain jaraknya sangat dekat sekali bahkan hanya berbatas dengan
satu dinding saja. Antara rumah Desa Lipat Kajang Atas dan Lipat Kajang hampir rata-rata rumah masyarakatnya terbuat dari kayu serta bentuknya juga sedikit ada
persamaan.
4.2. Gambaran Demografis
Aceh Singkil merupakan salah satu daerah yang memiliki banyak ragam budaya, yang terlihat dari ragam kelompok etnis yang mendiami daerah Aceh Singkil
itu sendiri. Kata Singkil juga memiliki makna tersendiri yang diberikan oleh masyarakat setempat bila dimintai keterangan tentang kelompok etnis yang mendiami
Universitas Sumatera Utara
daerah tersebut. Penjelasan salah seorang masyarakat yang sudah tinggal menetap di Aceh Singkil menyebutkan bahwa :
. . . “Singkil itu asal katanya adalah sek‟l bahasa Pakpak, yang artinya mau atau berminat. Orang Singkil mau atau mudah untuk menyesuaikan diri
dengan suku yang lain, makanya di Singkil banyak terdapat suku masyarakatnya. Selain itu orangnya
sangat netral terhadap suku yang lain” . . .
Beberapa kelompok etnis awal atau asal dari penduduk yang menetap di
wilayah Singkil, yang menurut tokoh masyarakat setempat terdapat berbagai kelompok etnis di dalamnya yaitu : kelompok etnis Batak, Aceh, Minang, Nias, dan
kelompok etnis lain dalam jumlah kecil. Kelompok etnis Batak merupakan kelompok mayoritas yang ada di Aceh Singkil. Namun menurut salah seorang Kepala Desa
yang ada di Aceh Singkil yaitu Kepala Desa Lipat Kajang menyebutkan bahwa sebenarnya yang menjadi mayoritas di Aceh Singkil adalah orang Pakpak, bukan dari
kelompok etnis Batak. Memang pada dasarnya banyak orang mengakui bahwa Pakpak adalah merupakan salah satu bagian dari Batak. Namun keduanya sangatlah
berbeda, di Aceh Singkil sendiri yang dimaksud dengan kelompok etnis Batak yaitu merupakan masyarakat dari kelompok etnis Batak Toba.
Secara kasat mata, memang sulit membedakan antara suku Pakpak dengan suku Batak lainnya, sehingga para ilmuwan menggolongkan suku Pakpak ke dalam
sub suku Batak. Padahal bila dilihat dari sejarah asal usul Pakpak, yang mana melalui pendalaman sejarah tentang masyarakat orang Pakpak, maka sesungguhnya ada 3
tiga sejarah sebagai awal mulanya yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Datang dari India Selatan Indika Tondal ke muara Tapus dekat Barus, kemudian
berkembang di tanah Pakpak dan menetap serta menjadi suku Pakpak. 2.
Sama-sama datang dari India Selatan ke daerah lainnya, kemudian datang ke tanah Pakpak dan menetap, berkembang di tanah Pakpak dan menjadi suku Pakpak.
Mereka ini sudah banyak punya marga clau dari tempat asalnya, kemudian membentuk marga baru yang tidak jauh beda dengan marga asalnya.
3. Berasal dari suku lain, akan tetapi ketika tiba di tanah Pakpak ia menjadi bahagian
dari marga yang didapatinya. Kemudian ia berkembang, menetap di tanah Pakpak dan menjadi suku Pakpak.
Orang Pakpak menganut prinsip patrilineal dalam memperhitungkan garis keturunan dan pembentukan clau kelompok kekerabatan yang disebut marga.
Dengan demikian berimplikasi terhadap sistem pewarisan dominan diperuntukkan untuk anak laki-laki saja. Bentuk perkawinannya adalah eksogami marga, artinya
seseorang harus kawin diluar marganya dan kalau kawin dengan orang semarga dianggap melanggar adat karena dikategorikan sebagai sumbang atau incest Berutu,
2002 dan Manik, 2010. Kelompok etnis Pakpak mendiami bagian Utara, Barat Laut Danau Toba
sampai perbatasan Sumatra Utara dengan Provinsi Aceh selatan, dan terpusat di dataran tinggi Sumatra Utara, tepatnya di Kabupaten Dairi Ibukota Sidikalang dan
Kabupaten Pakpak Bharat Ibukota Salak. Selain itu juga tersebar di beberapa kabupaten lain. Pakpak terdiri atas 5 subsuku, dalam istilah setempat sering disebut
dengan istilah Pakpak Silima Suak yang terdiri dari Manik, 2010 :
Universitas Sumatera Utara
1. Pakpak Klasen Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra
Utara. 2.
Pakpak Simsim Kabupaten Pakpak Barat Sumatera Utara, Ibukota Salak. 3.
Pakpak Boang Kabupaten Aceh-Singkil dan Kota Subulusalam-Aceh. 4.
Pakpak Pegagan Kabupaten Dairi Sumatera Utara, Ibukota Sidikalang. 5.
Pakpak Keppas Kabupaten Dairi Sumatera Utara, Ibukota Sidikalang Kelompok etnis Pakpak mendiami daerah Aceh Singkil pada awalnya bermula
dari sejarah perpindahan nenek moyang suku Pakpak yang bernama Mpung Kada dan Lona, yang memilih menetap di suatu lokasi yang kemudian menjadi huta atau kota
kampung. Lokasi tersebut berada di pinggiran sungai besar yang ada di Aceh Singkil bernama Lae Cinendang di Kecamatan Simpang Kanan sungai yang saat ini berada
di belakang pemukiman desa Lipat Kajang. Tradisi pada kelompok etnis Pakpak yaitu bahwa marga pertama yang
membuka huta adalah yang menjadi penguasa daerah itu. Pendatang baru yang datang kemudian akan menempati daerah yang bertetangga dengan penduduk yang datang
sebelumnya, sehingga tersusun suatu tatanan kemasyarakatan Manik, 2010. Kelompok etnis Pakpak ini sendiri meskipun secara umum di Aceh Singkil
lebih dikenal dengan Pakpak Boang, menurut salah seorang Kepala Desa di Aceh Singkil yaitu Kepala Desa Lipat Kajang menyebutkan bahwa terdapat dua bagian
kelompok etnis Pakpak yaitu : orang Pakpak dan orang Boang.
Universitas Sumatera Utara
Orang Boang adalah mereka yang pada awalnya yang tinggal di daerah pinggiran sungai. Walaupun saat ini mereka sudah menyebar ke daerah perkotaan.
Ada juga yang mengatakan inilah penduduk asli Aceh Singkil. Ini bisa kita baca dan ditelusuri dari segi bahasa ada persamaannya dengan penduduk Aceh Tenggara.
Menurut sejarahnya, memang dahulunya orang menuju arah Medan harus melalui sungai alas Aceh Tenggara atau Kuta Cane setelah itu baru kemudian menggunakan
jalur darat menuju Karo terus ke Medan. Orang Pakpak adalah mereka yang tinggal lebih dekat ke daerah perbatasan
Sumatera Utara. Walaupun begitu ada juga Suku Papkpak yang tinggal di daerah kota. Adapun perbedaan yang jelas terlihat adalah dari segi bahasa yang di gunakan
oleh mereka. Misalnya orang Pakpak mengucapkan “roh ke weh”, sedangkan orang
Boang mengucapkan “kho kene kaum” yang artinya dalam bahasa Indonesia sehari- hari adalah “datang juganya kamu?”.
Selain kelompok etnis diatas, terdapat juga kelompok etnis Jawa yang juga mayoritas banyak di Aceh Singkil. Akan tetapi tidak menjadi kelompok etnis asli atau
awal daerah Aceh Singkil. Kelompok etnis Jawa lebih sering disebut masyarakat setempat sebagai “pendatang”, terutama bekerja di perkebunan kelapa sawit dan karet
di wilayah Simpang Kanan yang disebut Perkebunan Lae Butar bergabung dalam PT Socfindo. Perpindahan kelompok etnis Jawa ini berlangsung sejak zaman kolonial
Belanda.
Universitas Sumatera Utara
Jalur transportasi yang dahulu ada hanya melalui jalur laut, itupun harus ditempuh berhari-hari lamanya dari kota Sibolga Sumatera Utara untuk dapat
mencapai kota Singkil. Sedangkan dari daerah pedalaman untuk sampai ke kota Singkil harus melalui jalur sungai yang juga memakan waktu yang lama pula.
Sebahagian besar mata pencaharian penduduk masih sangat tergantung dari potensi yang ada pada alam, terutama dibidang hasil kehutanan seperti kayu, kapur barus,
kemenyan, dibidang pertanian, perikanan, serta pelayaran. Selain itu didaerah pesisir pantai Singkil banyak dihuni oleh pembuat garam dapur dari air laut.
Wilayah Singkil merupakan salah satu daerah yang diperbolehkan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk membuat garam, dimana garam yang dihasilkan
kemudian diperdagangkan dengan pedagang-pedagang yang datang ke Singkil terutama sekali dari Alas, Blangkejeren yang diangkut melalui jalur sungai di Singkil.
Pemerintah penjajahan kolonial Belanda pada saat itu juga telah membuka perkebunan kelapa sawit dan karet di daerah Lae Butar Rimo.
Keadaan ini berubah setelah Kabupaten Aceh Singkil terbentuk, kabupaten ini mulai menjadi berkembang. Tahap demi tahap pembangunan di wilayah Singkil
mulai berjalan seperti dibangunnya sarana transportasi jalan, perkantoran dan pelabuhan. Banyaknya ragam suku masyarakat di Aceh Singkil ini, berpengaruh juga
kepada bahasa yang digunakan dalam keseharian masyarakat. Kemudian Desa Lipat Kajang yang berada di salah satu kecamatan yang ada di Aceh Singkil yaitu
Kecamatan Simpang Kanan, bila dilihat dari etnis yang banyak mendiaminya adalah Etns PakPak. Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari Kepala Desa Lipat Kajang,
Universitas Sumatera Utara
jumlah penduduk secara keseluruhan yaitu berjumlah 1420 orang dan terdiri atas 227
KK dengan perincian sebagai berikut : Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Desa Lipat Kajang Berdasarkan Etnis
No. Kelompok Etnis
Jumlah orang
1 Pakpak
1210 2
Aceh 105
3 Jawa
45 4
Batak 40
5 Karo dan Nias
20
Total 1420
Sumber : Kepala Desa Lipat Kajang, 2012 Dari tabel diatas, diketahui bahwa sebagian besar penduduk yang tinggal di
Desa Lipat Kajang mempunyai suku etnis Pakpak. Dilihat dari tingkat pendidikannya, secara umum penduduk Desa Lipat Kajang pendidikannya
dikategorikan masih tingkat menengah yang terlihat dari sebagian besar penduduk tingkat pendidikannya tamat SMA. Perinciannya jumlah penduduk Desa Lipat
Kajang berdasarkan tingkat pendidikan, dijabarkan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Desa Lipat Kajang Berdasarkan Pendidikan No.
Tingkat Pendidikan Jumlah orang
1 Tamat SD
310 2
Tamat SMP sederajat 376
3 Tamat SMA sederajat
650 4
Perguruan Tinggi 84
Total 1420
Sumber : Kepala Desa Lipat Kajang, 2012 Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa sebagian besar tingkat pendidikan
penduduk Desa Lipat Kajang yaitu tamat SMA sederajat, selanjutnya tingkat pendidikan SMA sederajat dan tamat SD hanya sedikit penduduk yang
Universitas Sumatera Utara
berpendidikan sampai ke tingkat Perguruan Tinggi. Dari tingkat pendidikan dan melihat kondisi daerahnya, maka terdapat 2 dua mata pencaharian yang banyak
dilakukan dalam keseharian masyarakat Desa Lipat Kajang yaitu menjadi petani sawit dan buruh pabrik. Selain data jumlah penduduk berdasarkan etnis, tingkat
pendidikan dan mata pencaharian penduduk Desa Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan, berikut adalah data penyakit yang diperoleh dari Puskesmas Simpang Kanan.
Tabel 4.3. Sepuluh Penyakit Terbesar di Puskesmas Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil
No. Nama Penyakit
Jumlah Penderita orang
Persentase
1 ISPA
347 26,35
2 Dispesia
169 12,83
3 Reumatik
157 11,92
4 Kecelakaan lalu lintas
120 9,11
5 Pelayanan KB
114 8,66
6 Cumoncool
95 7,21
7 Hypotensi
90 6,83
8 Diare
87 6,61
9 Hypertensi
80 6,07
10 Infeksi kulit
58 4,40
Total 1317
100,0
Sumber : Puskesmas Simpang Kanan, Juli 2012 Disamping adanya sepuluh penyakit terbesar yang tercatat selama bulan Juli
tahun 2012 ini, terdapat juga penyakit yang masih harus menjadi pusat perhatian bagi setiap tenaga kesehatan yaitu penyakit TB paru. Meskipun dalam selama bulan Juli
tidak terdapat penderita TB paru yang baru terinfeksi dan datang memeriksakan diri ke puskesmas, namun berdasarkan data dari bulan Januari sampai dengan Juni jumlah
penderita TB paru yaitu sebanyak 25 orang. Sementara jumlah penderita suspect
Universitas Sumatera Utara
keseluruhan yaitu berjumlah 250 orang. Berikut rincian penderita TB paru berdasarkan desa tempat tinggalnya.
Tabel 4.4. Jumlah Penderita TB Paru di Puskesmas Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil.
No. Tempat Tinggal
Desa Jenis Kelamin
Umur tahun
Jumlah orang
Total
1 Lipat Kajang
a. Laki-laki b. Perempuan
a. 22-39 b. 20-31
3 2
5 20,0
2 Lipat Kajang Atas a. Laki-laki
b. Perempuan a. 35-37
b. 30-38 3
1 4
16,0 3
Cibubukan a. Laki-laki
b. Perempuan a. 26-40
b. 18-21 5
1 6
24,0 4
Silatong a. Laki-laki
b. Perempuan a. 20-24
b. - 3
- 3
12,0 5
Lae Nipe a. Laki-laki
b. Perempuan a. 18-33
b. 21 3
1 4
16,0 6
Pandan Sari a. Laki-laki
b. Perempuan a. 29
b. - 1
- 1
4,0 7
Lae Gecih a. Laki-laki
b. Perempuan a. 25
b. 21 1
1 2
8,0
Total 25
100,0
Sumber : Puskesmas Simpang Kanan, Januari - Juni 2012 Dari tabel tersebut diketahui bahwa dari bulan Januari sampai dengan Juni
tahun 2012, penderita TB paru banyak terdapat di Kampong Desa Cibubukan yaitu sebanyak 6 orang. Semua penderita TB paru yang tercatat di Puskesmas Simpang
Kanan ini yaitu adalah hasil rekapan dari penderita yang berobat ke Puskesmas maupun ke bidan desa setempat.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PENGELOMPOKAN “AJI” RACUN
Bab ini membahas tentang pengertian “aji” racun pada masyarakat Lipat Kajang. Bahasan ini meliputi
faktor penyebab munculnya penyakit “kena aji” racun, siapa yang memberi “aji” racun, orang yang beresiko untuk terkena dan menderita
penyakit “kena aji” racun sampai akhirnya di sajikan juga informasi mengenai adanya pengelompokan “aji” racun itu sendiri.
Semua informan yang diwawancarai, dapat memberikan penjelasan mengenai aji dan penyakit “kena aji” racun menurut pengetahuan yang mereka miliki. Hanya
saja tidak semuanya mendalam, yang mereka ketahui hanya bagaimana gejala yang dirasakan serta tempat yang harus dituju ketika untuk mendapatkan kesembuhan.
Informan yang mengetahui secara mendalam pembahasan mengenai “aji” racun ini mulai dari apa penyakit
“Kena aji” racun, asal usul penyakit, dan sebagainya yaitu Tua Sambo, Udin Lembong serta Mbah Pandan Sari.
5.1. Apa “Aji” Racun