Melihat kenyataan ini, maka diperlukan suatu penelitian sebagai langkah awal untuk memahami
fenomena penyakit ”kena aji” racun yang ada pada masyarakat Lipat Kajang, karena suatu masalah tidak akan bisa dipecahkan apabila belum ada
penelitian yang dilakukan. Serta penelitian ini bertujuan untuk menentukan strategi promosi kesehatan yang tepat dalam menanggulangi penyakit ”kena aji” racun
nantinya, karena sampai saat ini belum ada upaya dari tenaga kesehatan dalam hal promosi kesehatan untuk penanggulangan penyakit ”kena aji” racun ini. Pada
dasarnya untuk mencapai keberhasilan dari tujuan strategi promosi kesehatan yang dilakukan yaitu bila tenaga kesehatan itu sendiri dapat memahami informasi yang
akan disampaikan kepada masyarakat dalam upaya untuk perubahan perilaku. Oleh sebab itu tesis ini akan memberikan pengertian yang terdiri dari
pembahasan mengenai apakah yang disebut dengan penyakit ”kena aji” racun,
bagaimana asal usul penyakitnya, faktor apa yang menjadi penyebab muncul penyakit, siapa yang memberi ”aji” racun, siapa saja yang beresiko terkena
penyakit, tanda-tanda yang dirasakan nampak, pencegahan, dampak dari penyakit ”kena aji” racun serta bagaimana penyembuhan yang dilakukan masyarakat Lipat
Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah yang disebut dengan penyakit ”kena aji” racun,
bagaimana asal usul penyakitnya, penyebab muncul penyakit, tanda-tanda yang
Universitas Sumatera Utara
dirasakan nampak, dampak dari penyakit ”kena aji” racun, pencegahan, serta
bagaimana proses penyembuhan yang dilakukan masyarakat Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami, menganalisa dan menggambarkan penyakit ”kena aji” racun serta proses penyembuhan yang
dilakukan masyarakat Lipat Kajang, yang dilihat dari faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit ”kena aji” racun seperti mengetahui apakah yang disebut dengan
penyakit ”kena aji” racun, bagaimana asal usul penyakitnya, penyebab muncul penyakit, tanda-tanda yang dirasakan nampak, pencegahan, serta dampak dari
penyakit ”kena aji” racun.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Dengan diketahuinya penyakit ”kena aji” racun, sehingga hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan, Puskesmas dan instansi terkait untuk strategi upaya
penanggulangan dan pencegahan penyakit ”kena aji” racun ini. 2.
Sebagai bahan informasi dan diskusi kepada masyarakat tentang penyakit ”kena aji” racun sehingga bisa dilakukan pengobatan dan upaya
pencegahan yang benar.
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk melatih peneliti dalam mengaplikasikan Ilmu Kesehatan
Masyarakat, serta diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam pengembangan penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Medis 2.1.1. Definisi Sistem Medis
Menurut Dunn 1976 yang dikutip dari Anne 2007 sistem medis adalah pola-pola dari pranata sosial dan tradisi-tradisi yang menyangkut perilaku yang
disengaja untuk meningkatkan kesehatan, meskipun hasil dari tingkah laku khusus tersebut belum tentu menghasilkan kesehatan yang baik. Sistem medis juga
merupakan suatu kompleks luar dari pengetahuan, kepercayaan, teknik, peran, norma- norma, nilai-nilai, ideology, sikap, adat istiadat, upacara-upacara dan lain-lain. Secara
singkat sistem medis mencakup semua kepercayaan dalam usaha untuk meningkatkan kesehatan dan tindakan serta pengetahuan ilmiah mapun keterampilan anggota-
anggota kelompok yang mendukung sistem tersebut. Mekanisme sistem medis terdiri dari Sianipar, 1989 :
a. Sistem Teori Penyakit.
Adalah meliputi beberapa pembahasan mengenai kepercayaan-kepercayaan dalam mengenai ciri-ciri sehat, sebab-sebab sakit, serta pengobatan dan teknik-teknik
penyembuhan terhadap penyakit. Selain itu adanya konsep sehat dan sakit pada masyarakat juga akan memengaruhi terhadap kesehatan. Konsep sehat sakit adalah
keadaan biospikososial yang menyatu dengan kehidupan manusia Soekanto, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Sehat health adalah konsep yang tidak mudah diartikan sekalipun dapat kita rasakan dan diamati keadaannya. Misalnya, orang tidak dapat memiliki keluhan-
keluhan fisik dipandang sebagai orang yang sehat. Sebagai satu acuan untuk memahami konsep “sehat”, WHO merumuskan dalam cangkupan yang sangat luas
yait u “keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya
terbebas dari penyakit atau kelemahan cacat”. Sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit atau cacat. Orang yang tidak berpenyakitpun belum tentu dikatakan sehat.
Semestinya dia dalam keadaan yang sempurna baik fisik, mental atau sosial. Pengertian ini merupakan suatu keadaan ideal dari sisi biologis, psikologis
dan sosial. Konsep “sakit” terkait dengan tiga konsep, dalam Bahasa Inggris yaitu disease, illness dan sickness. Ketiga istilah ini mengandung pengertian yang
berdimensi bispikososial. Disease berdimensi biologis, illness berdimensi psikologis, sickness berdimensi sosiologis Solita, 2007.
Disease penyakit berarti suatu penyimpangan yang simptomnya diketahui lewat diagnosis. Penyakit berdimensi biologis dan obyektif, bersifat independen
terhadap pertimbangan-pertimbangan psikososial, tetap ada tanpa dipengaruhi keyakinan orang atau masyarakat terhadapnya. Illness adalah konsep psikologis yang
menunjuk pada persaan, persepsi, atau pengalaman subyektif seseorang tentang ketidaksehatannya atau keadaan tubuh yang dirasa tidak enak. Sebagai pengalaman
subyektif, maka illness ini bersifat individual. Sedangkan sicknesss meruoakan konsep sosiologis yang bermakna sebagai penerimaan sosial terhadap seseorang
sebagai orang yang sedang mengalami kesakitan illness atau disease. Dalam
Universitas Sumatera Utara
keadaan sickness ini orang dibenarkan melepaskan tanggung jawab, peran, atau kebiasaan-kebiasaan tertentu yang dilakukan saat sehat karena adanya ketidaksehatan
Solita, 2007. Oleh karena pengertian “sakit” itu dapat berdimensi subyektif-kulturalistik,
maka setiap masyarakat memiliki pengertian sendiri tentang sakit sesuai dengan pengalaman dan kebudayaannya. Peran sakit hanya dapat dilakukan dan diakui oleh
masyarakatnya jika sesuai dengan pertimbangan nilai, keyakinan norma sosialnya. Karena itu, suatu kesakitan yang dirasakan secara dan diakui oleh individu atau
masyarakat tidak selalu dirasaskan secara sama oleh individu atau masyarakat yang lainnya. Menurut Sudarma 2008 relatifitas pengertian masyarakat tentang sehat dan
sakit dapat dipahami beberapa hal antara lain: 1.
Memahami kondisi sehat dan sakit 2.
Memahami penyebab suatu kesakitan 3.
Memberi kewenangan orang yang dapat menetapan kondisi sehat atau sakit 4.
Merespon terhadap kesakitan aau simptomnya 5.
Menetapkan klasifikasi kesakitan Akibat dari perbedaan pemahaman tidak mudah menilai seseorang yang sehat
atau sakit bedasarkan eksperimen, pengalaman, persepsi, penilaian, atau budaya sendiri. Karena dalm memberikan penilaian tentang sehat dan sakit perlu
memperhatikan aspek biopsikososialnya. Berdasarkan pengertian tentang sehat dan sakit secara singkat keadaan kesehatan itu merupakan :
Universitas Sumatera Utara
1. Suatu pengertian construct yang samgat longgar yang dipahami berbeda oleh
masyarakat. 2.
Bedasarkan kualitatif karena dapat dimengerti menurut perasaan dan persepsi. 3.
Keadaan yang bersifat kontinum karena posisinya berada pada dua titik ekstrem yang berlawanan, yaitu titik sehat pada satu sisi dan titik sakit pada sisi lain.
b. Sistem Perawatan Kesehatan
Adalah suatu cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam merawat orang yang sedang menderita sakit. Sistem perawatan kesehatan setidaknya melibatkan interaksi
antara sejumlah orang yang terdiri dari penyembuh dan orang yang menderita sakit. Bentuk perawatan kesehatan dalam sistem medis tradisional dapat dilihat umpamanya
dalam berbagai bentuk upacara ritual, iringan music tradisional, tari-tarian, nyanyian, kesurupan, penggunaan mantra dan jimat, atau penyembuhan yang dilakukan dengan
memijit atau mengurut bagian tubuh, memberikan berbagai jenis ramuan obat-obatan alami lainnya.
Di dalam sistem medis juga dikenal sistem medis tradisional dan sistem medis pengobatan alternatif. Sistem medis tradisional biasanya merupakan suatu sistem
pengobatan turun temurun dalam suatu daerah dimana pengetahuan, penyembuh, maupun pemakainya menggunakan teori penyembuhan yang sama. Sistem medis
pengobatan alternatif juga sebenarnya hampir serupa dengan pengobatan tradisional. Pengobatan alternatif ini biasanya cenderung bersifat non-barat, akan tetapi banyak
juga yang berasal dari tempat atau negara lain.
Universitas Sumatera Utara
Efektif atau tidaknya suatu sistem medis untuk menyembuhkan penyakit yang diderita manusia, semua memang sangat tergantung kepada kepercayaan masing-
masing. Jika penderita lebih percaya kepada sistem medis tradisional, maka itulah yang lebih efektif untuk kesembuhannya, selain itu penggunaan peralatan kesehatan
dan ilmu pengetahun yang memadai juga menjadi faktor penting dalam mencari kesembuhan.
Penyakit dalam padangan budaya adalah pengakuan sosial bahwa sesorang itu tidak bisa menjalankan peran normalnya secara wajar, dan bahwa harus dilakukan
sesuatu terhadap situasi tewrsebut. Semua sistem medis memiki segi-segi pencegahan dan pengobatan. Sistem medis memiliki fungsi yaitu :
1. Memberikan rasional bagi pengobatan.
2. Suatu sistem teori penyakit menjelaskan “mengapa” suatu teori penyakit
serangkaian menjalankan peran kuat dalam memberi sanksi dan dorongan norma-norma budaya sosial dan moral.
2.1.2. Ethnomedicine
Ethnomedicine mengacu pada studi tentang praktek medis tradisional yang berkaitan dengan interpretasi budaya kesehatan, penyakit dan juga alamat proses
kesehatan-mencari dan praktek-praktek penyembuhan. Praktek ethnomedicine adalah sistem multi-disiplin yang kompleks yang merupakan penggunaan tanaman,
spiritualitas dan lingkungan alam dan telah menjadi sumber penyembuhan bagi orang-orang selama ribuan tahun.
Universitas Sumatera Utara
Aspek spiritual dari kesehatan dan penyakit telah menjadi komponen integral dari praktek ethnomedicinal selama berabad-abad, suatu dimensi diabaikan oleh
praktisi biomedis, karena kesulitan yang terlibat dalam memvalidasi keberhasilan menggunakan prinsip-prinsip ilmiah dan eksperimen. Sistem Ethnomedical sistem
obat primitif atau obat tradisional memiliki dua kategori etiologi penyakit universal - alam dan non-alam supernatural. Dengan demikian, penyakit ini diduga berasal dari
kekuatan alam atau kondisi seperti dingin, panas dan mungkin oleh ketidakseimbangan dalam unsur-unsur dasar tubuh.
Ethnomedicine merupakan istilah kontenporer untuk kelompok pengethuan luas yang berasal dari rasa ingin tahu dan metode-metode penelitian yang digunakan
untuk menambah pengetahuan itu, menarik minat ahli-ahli antropologi ,baik dari alasan teoritis maupun alasan pratek.
Selain itu pada masyarakat terdapat dua konsep etiologi penyebab sakit yang dianut yaitu naturalistic dan personalistik Foster, 1986.
1. Konsep Naturalistic yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh
lingkungan, makanan salah makan, kebiasaan hidup, ketidakseimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin
dan penyakit bawaan. 2.
Konsep Personalistic yaitu menganggap munculnya penyakit disebabkan oleh intervensi suatu agent aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia hantu,
roh, leluhur atau roh jahat, atau makhluk manusia tukang sihir, tukang tenung.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Penyakit Nonmedis
Secara garis besar, sangat sulit membedakan antara penyakit medis dan nonmedis karena penderita merasakan sama sakitnya sehingga tidak bisa dibedakan.
Biasanya setelah proses pengobatan baru akan diketahui apakah seorang pasien menderita penyakit medis atau nonmedis. Apabila pasien menderita penyakit medis
tentu saja akan cepat sembuh dengan pengobatan medis karena ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran sangat berkembang. Tetapi bia dengan pengobatan
medis tidak juga bisa sembuh karena tidak bisa didiagnosis secara tepat. Kadang- kadang diagnosisnya berubah-ubah secara medis tidak mendapatkan hasil maka harus
dicurigai bahwa kasus tersebut tergolong panyakit nonmedis, karena pada dasarnya gangguan utama penyakit nonmedis adalah pada jiwa manusia, bukan pada fisiknya
jasadnya. Hakim, 2010.
2.2.1. Jenis Penyakit Nonmedis
Penyakit nonmedis yang biasanya diderita oleh masyarakat terbagi atas 2 jenis yaitu sebagai berikut :
1. Penderita hanya merasakan sakit pada jiwanya.
Penderita pada kelompok 1 tidak merasakan sakit pada fisiknya, dia hanya merasa gelisah, tertekan, stres, bingung, takut, merasa tidak bertenaga, marah, kesal,
sedih dan putus asa tanpa sebab yang jelas. Kadang-kadang merasakan aneh, pikiran dan perasaan yang bukan-bukan, bahkan ada yang mendengar bisikan di teling, di
kepala, dan di dada dan ada pula yang disertai mimpi buruk, timbul dorong-dorongan
Universitas Sumatera Utara
di pikiran dan perasaan untuk melakukan hal-hal yang tidak wajar seperti bunuh diri, atau menyakiti orang lain serta sulit mengendalikan diri.
Penderita dalam kesehariannya selalu merasakan tidak enak, tidak nyaman, bahkan ada yang merasakan ketakutan dan terancam oleh sesuatu yang tidak jelas
atau hal-hal yang tidak masuk akal, tidak bisa tidur, nafsu makan turun. Gangguan- gangguan ini pada mulanya tidak begitu kuat dan jarang terjadi, tapi lama kelamaan
akan bertambah parah sampai keadaan yang tidak bisa lagi ditanggung oleh si penderita.
2. Penderita merasakan sakit pada fisik jasad dan jiwanya.
Penderita pada kelompok 2 biasanya di dahului oleh gejala seperti pada kelompok 1 tetapi ada juga yang tidak melewati tahap tersebut, langsung saja fisiknya
sakit baik dengan ada tanda-tanda sebelumnya maupun tanpa tanda-tanda yang sifatnya tiba-tiba.
2.2.2. Penyebab Penyakit Nonmedis
Banyak di antara pihak yang salah dalam mengambil kesimpulan atau dugaan terhadap penyakit yang diderita seseorang, tanpa penelitian serta pengetahuan dan
pemahaman yang benar tentang penyakit nonmedis. Tentunya hal ini akan merugikan dan memperparah kondisi kesehatan penderitanya. Salah satu hal yang sangat
mendasar untuk mendiagnosis penyakit nonmedis secara tepat adalah punya pengetahuan yang cukup tentang berbagai macam penyebab penyakit nonmedis dan
mampu mengenalinya secara baik dan benar. Walaupun penyembuh penyakit nonmedis sangat hebat, namun tanpa pengetahuan yang mendalam tentang berbagai
Universitas Sumatera Utara
macam penyebab penyakit nonmedis maka akan sulit mendiagnosis penyakit pasiennya secara tepat Hakim, 2010.
Menurut Hakim 2010 menyebutkan bahwa terdapat 3 kelompok penyebab penyakit nonmedis yang menyangkut persoalan dengan aspek yang sangat luas pada
manusia yaitu sebagai berikut : 1.
Faktor internal Adalah kasus penyakit yang disebabkan oleh kesalahan si penderita sendiri
baik yang disengaja maupun tidak sengaja, diketahui maupun tidak diketahui, sadar maupun tidak sadar, menyebabkan terjadinya konflik atau disintegrasi atara jiwa
sekunder yang satu dengan jiwa sekunder yang lain atau bahkan antara jiwa sekunder dengan jiwa pertama. Contohnya seorang pejabat personalia di suatu instansi
pemerintah datang berobat dengan keluhan mulutnya selalu bau dan bertahun-tahun diobati dengan obat apapun tidak pernah sembuh. Setelah ditanyakan oleh pengobat
penyembuh apakah dia sering menasehati orang, dan ternyata memang benar dia sering menasehati orang dan menjadi khotib di mesjid kantornya. Kemudian
pengobat penyembuh langsung menyebutkan bahwa pejabat personalia tadi telah melanggar apa yang dinasehatinya kepada orang lain, dan akhirnya iapun
mengakuinya bahwa ia pernah melakukan korupsi sementara ia selalu memberikan nasehat tentang larangan untuk korupsi. Dari contoh tersebut maka sebenarnya
persoalan utama munculnya faktor internal ini adalah akibat pengembangan khalifah dalam tiap diri manusia yang tidak konsisten. Sehingga hal ini menjadi kategori kasus
yang rumit dan sulit untuk disembuhkan.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal ini adalah penyebab yang berasal dari luar diri penderitanya. Sebenarnya terdapat banyak hal lain yang masuk dalam kategori faktor eksternal akan
tetapi jarang diketahui. Ada juga orang yang diganggu jin atau setan karena berbagai sebab. Contoh yang banyak dijumpai pada masyarakat seperti santet, guna-guna,
teluh, tenung. Antara ke empat contoh tersebut juga memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya yaitu :
a. Santet, merupakan metode penyerangan jarak jauh, serangan ini dapat diketahui
dari tubuh korban yang normal tanpa gejala yang tidak terlalu tampak. Rasa sakit yang ditimbulkan oleh serangan ini umumnya lokal pada bagian tertentu saja
serta bisa datang pada saat-saat tertentu saja dan bila diperiksa oleh tenaga kesehatan misalnya dengan dironsen maka tidak ada terlihat apa-apa. Jenis bahan
yang dipergunakan spesifik umumnya barang mati tidak bernyawa seperti kain, jerami batang padi yang dibentuk menjadi boneka, jarum, silet, beling pecahan
kaca, kembang bunga, kemenyan, dan sebagainya. b.
Teluh, metode ini merupakan kebalikan dari metode santet dan sangat identik yang selalu membawa unsur yang bernyawa seperti binatang. Cara kerjanya yaitu
dengan mengubah suatu bentuk zat tertentu menggunakan ilmu khusus. Ciri serangannya dapat dilihat secara kasat mata orang awam juga bisa melihat.
Gejalanya seperti terlihat cahaya api yang terbang dan masuk ke rumah korban, malam hari terdengar suara benda yang biasanya sering digunakan pasir yang
seperti dilempar ke atap rumah korban, tiba-tiba di rumah ada lintah atau bau
Universitas Sumatera Utara
busuk yang tidak jelas asalnya, dan jika terkena korban dibagian tubuhnya terlihat benjolan yang dapat berpindah-pindah tempat saat dikeluarkan yang
biasanya berisi cacing, kelabang, bambung serangga pohon kelapa urik-urik serangga yang terdapat di kandang kambing, dan sebagainya.
c. Tenung, merupakan ilmu pengembangan dari santet dan teluh yang prinsip
dasarnya sama namun pengaplikasian ilmu ini berbeda karena dapat menggunakan barang dan benda mati. Cara pengirimannya sama seperti teluh,
namun kelebihannya ilmu ini bisa menyusup ke dalam tanah. Gejala dan serangan ini dapat dilihat seperti saat korban makan tiba-tiba dimakanannya
terselip paku, kawat, silet, jarum dan sebagainya. Gejala dari terkenapun tidak jauh beda seperti teluh namun saat dikeluarkan dalam tubuh terdapat jarum, silet,
kawat, serpihan beling kaca, paku, batu kerikil, dan sebagainya. d.
Guna-guna, lebih identik dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan makanan, minuman, dan pakaian. Misalnya ada seseorang yang terlalu suka
dengan seorang korban, kemudian dia memberikan buah makanan kesukaan korban. Saat dimakan oleh korban, maka pengaruhnya akan merasuk dan
mengunci pertahanan tubuh yang berakibat korban akan berbalik suka kepada seseorang tersebut.
3. Kombinasi faktor internal dan faktor eksternal
Kombinasi dua faktor penyebab penyakit nonmedis merupakan kasus paling rumit, apalagi bila variabel yang terlibat di dalamnya sangat banyak. Faktor
kombinasi ini bisa terjadi apabila seseorang mempunyai jimat, benda pusaka yang
Universitas Sumatera Utara
bertuah dikenal dengan isti lah „ada isinya‟, yang spesifikasinya untuk menjaga diri
atau menundukkan orang lain. Ketika yang bersangkutan ingin mencelakai orang lain dengan benda bertuahnya, namun orang tersebut juga mempunyai ilmu pertahanan
yang lebih kuat maka benda yang bertuah tersebut akan berbalik mencelakai si pemiliknya. Sehingga bila sudah seperti ini maka akan sangat sulit disembuhkan.
Penyakit nonmedis yang disebabkan oleh kombinasi antara faktor internal dan faktor eksternal ini merupakan kasus yang sangat sulit untuk didiagnosis dan disembuhkan
kecuali oleh orang yang sangat ahli dan mempunyai kemampuan yang sangat baik. Selain ketiga kelompok penyebab penyakit nonmedis tersebut terdapat juga
yang sering disebut „kekuatan ghaib‟ sebagai penyebab penyakit, karena kecuali sebab fisik terdapat sejumlah makhluk atau kekuatan ghaib yang dipercayai dapat
menimbulkan kerugian di tengah masyarakat terutama penyakit dan kematian. Kekuatan ghaib yang dimaksud bisa bersumber dari jin, roh halus dan setan. Jin
terbagi atas dua macam yaitu jin Islam dan jin kafir yang keduanya juga dapat memengaruhi hidup manusia. Selain jin juga ada setan yang berasal dari roh manusia
yang mati sebelum ajalnya. Misalnya wanita yang mati hamil dan kemudian rohnya juga akan mengganggu wanita hamil lainnya. Sedangkan roh halus adalah roh
manusia yang baik seperti roh orangtua, nenek dan lainnya yang masuk ke dalam tubuh seseorang atau keluarganya untuk mengingatkan keturunannya yang
melupakan dirinya, misalnya sudah lama tidak dibacakan doa-doa dan sebagainya. Orang yang dimasuki dikenal juga dengan „kerasukan roh halus‟ biasanya akan
Universitas Sumatera Utara
meniru tingkah laku dari roh yang masuk ke dalam tubuhnya misalnya, cara makan, berbicara, dan tingkah laku lainnya Sianipar, 1989.
2.2.3. Cara Menentukan Penyakit Nonmedis
Langkah pertama yang dilakukan sebelum menentukan penyakit yang diderita termasuk kategori penyakit nonmedis atau bukan yaitu dengan mengetahui beberapa
langkah berikut dibawah ini yaitu Hakim, 2010 : 1.
Mengorek informasi yang diperlukan dari penderita dan keluarga penderita. Sejumlah informasi yang diperlukan untuk melakukan diagnosis penyakit
yang diderita oleh seseorang yaitu dengan mengetahui gejala penyakit, riwayat penyakit, upaya-upaya penyembuhan yang pernah dilakukan, aspek spiritual jiwa
dan aspek psikologis penderita, keluarga, dan keturunan penderita serta rumah tempat tinggal.
2. Mendalami gejala.
Para dokter dalam diagnosis awal untuk menentukan penyebab penyakit seorang pasien biasanya dari gejala yang muncul pada diri penderita. Segala bentuk
gejala penyakit sudah tersusun dan dapat diketahui dari buku panduan kedokteran. Tetapi untuk penyakit nonmedis tidak selamanya bisa diterapkan cara seperti itu.
Misalnya untuk suatu gejala yang timbul pada si penderita, penyebabnya bisa dari banyak ragam kemungkinan. Bisa diakibatkan dari faktor internal, faktor eksternal,
bahkan kombinasi kedua faktor ini. Sejumlah gejala penyakit nonmedis yang biasa ditemukan yaitu sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
- Semua kasus yang berkaitan dengan persoalan psikologis.
- Gejala awal penderita yaitu tidak merasa nyaman oleh sebab yang tidak jelas.
Seperti tidak bisa tidur pulas, nafsu makan menurun, tidak tenang, mendengar bisikan di kepala, telinga, hidung, dan dada, seing mimpi buruk dan sebagainya.
- Merasakan dingin di seluruh tubuh atau sebagian tubuh meskipun udara tidak
dalam temperatur yang dingin, merasa kepala seperti ada yang menekan atau menusuk dari atas, atau beberapa bagian tubuh yang terasa seperti tertusuk jarum
atau sebagainya. -
Kebanyakan penderita penyakit nonmedis meskipun rasa sakitnya parah, namun tidak tampak pada perubahan wajah yang masih terlihat seperti orang yang tidak
sakit. -
Rasa sakit pada bagian anggota tubuh yang terasa berpindah-pindah bahkan kesurupan juga termasuk kepada penyakit nonmedis, serta diagnosis dokter tidak
tetap atau berubah-ubah terhadap kasus tersebut serta pengobatan medis tidak memberikan kesembuhan.
Gejala-gejala lain baik yang ditemukan oleh pengobat penyembuh pada saat menentukan seseorang menderita penyakit nonmedis atau bukan, serta gejala-gejala
yang dipaparkan oleh penderita sendiri perlu didalami dengan membandingkan dan menghubungkan dengan informasi-informasi yang didapat dari pendertia dan
keluarganya. Menganalisis secara tepat akan memberikan kesimpulan yang tepat pula tetang penyebab penyakit yang diderita.
Universitas Sumatera Utara
3. Memaksa penyebab penyakit berbicara sendiri.
Cara ini tidak bisa dilakukan oleh orang awam, melainkan hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki ilmu dan keterampilan namun juga memiliki
resioko yang cukup besar. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan seperti melakukan sesuatu sehingga si penderita kesurupan kemudian mengungkapkan segala
informasi yang detail tentang penyakit yang dideritanya serta cara-cara lainnya. Apabila semua variabel penyebab penyakit telah berhasil ditangani secara baik dan
tepat maka saat itu juga penderita akan sembuh.
2.2.4. Beberapa Contoh Penyakit Nonmedis
Pada masyarakat, masih sangat banyak dijumpai penyakit-penyakit yang dianggap sebagai penyakit nonmedis seperti adanya kesambet teguran, palasik, racun
santau, begu ganjang, penyakit yang diakibatkan oleh santet, guna-guna, teluh maupun tenung, dan sebagainya.
- Penyakit akibat racun santau
Penyakit ini merupakan pengalaman dari Suherman dan keluarganya yang ditulis dalam sebuah artikel http:quranic-healing.com, 2011. Racun santau ialah
sejenis sihir racun yang diberi kepada seseorang yang ingin diracun dengan cara secara diam-diam dimasukkan langsung kedalam makanan atau minuman atau
melalui angin dengan perantaraan jin dan setan. Seseorang yang kena santau akan selalu merasakan rasa sakit disekujur tubuhnya yang akan tersiksa secara perlahan-
lahan hingga. Korban akan menderita berpanjangan yang berakhir dengan kematian, atau pun menemui ajalnya dalam jangka masa tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Bahan-bahan racun ini jika masuk kedalam tubuh melalui mulut akan menuju tekak leher dan membuat batuk yang berkepanjangan lalu terus masuk hingga
berhenti dan berada diusus besar. kemudian oleh usus besar diserap masuk dan berjalan dalam peredaran darah lalu berhenti pada setiap sendi hingga akibatnya
tubuh akan merasa ngilu dan sakit. Terus bergerak hingga keujung-ujung kuku tangan akibatnya seluruh kuku akan membiru dan menghitam ini menandakan tingkat sakit
akibat racun sudah mulai parah, tangan sudah mulai kebas dan kesemutan. Bahan- bahan racun ini juga akan membawa kuman dan virus penyakit yang jika masuk
kedalam organ tertentu ditubuh akan membuat kerusakan pada jaringan sel organ tersebut bahkan akan menimbulkan kanker dan tumor.
Racun santau dari benda-benda yang membuat gatal jika menempel dikulit akan membuat kulit akan menjadi luka, gatal, memerah bahkan menimbulkan borok,
jika masuk kedalam saluran pernapasan akan membuat batuk kering yang sangat parah hingga susah mengambil nafas. Racun santau dari benda-benda tajam biasanya
akan langsung dibawa dna dikontrol oleh jin dan akan dimasukkan kedalam salah satu bagian tubuh seperti perut, dada dll hingga akan membuat kerusakan sel pada
bagian tubuh tersebut. Jika tidak cepat diobati dan dikeluarkan racunnya dapat dipastikan orang yang
terkena racun santau ini akan cepat mengalami kematian sebab seluruh organ dan bagian sel tubuhnya sudah rusak oleh benda-benda tajam, racun dan bibit penyakit
yang dibawanya. Tanda-tanda bila terkena penyakit ini yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Batuk yang susah untuk berhenti,batuk kering, batuk berdarah dan bernanah serta
keluar debu-debu kecil seperti serbuk atau kaca. Batuknya terjadi pada masa-masa tertentu saja seperti mada malam hari atau pagi hari.
2. Pusing kepala, badan lemah dan lemas, sulit untuk makan dan minum.
3. Ngilu atau sakit pada salah satu atau seluruh bagian tubuh, sakit tulang belakang
pada waktu maghrib dan malam jumaat,kadangkala sakit menjadi lebih terasa ketika hampir solat jumat, sakit dan sesak nafas terutama pada waktu maghrib,
kuku menjadi hitam dan nafas menjadi busuk 4.
Keluar darah istihadah yang berpanjangan bagi kaum wanita, sulit tidur, badan gatal, kulit memerah dan mudah luka dan bernanah, badan terasa panas, timbul
lebam-lebam pada tubuh, timbul Kanker atau tumor, bulu-bulu pada tubuh berguguran terlepas.
5. Tanda semasa tidur misalnya mimpi jatuh dari tempat tinggi, mimpi melihat
benda-benda racun seperti miang buluh, ulat bulu, racun ular, mimpi bermain dengan benda tajam seperti pisau dan sembilu, mimpi melihat kecil, mimpi
binatang menakutkan seperti ular, kalajengking, dan sebagainya. -
Kesambet teguran Dalam pandangan masyarakat Buton sakit yang bersifat tidak nyata jauh lebih
berbahaya daripada sakit yang nyata, terutama ditinjau dari kemampuan untuk mengobatinya. Sakit yang tidak nyata dan dipercayai sepenuhnya oleh masyarakat
Buton yaitu sakit kemasukan roh jahat guna-guna sakit ingatan amagila dan sakit yang sering menimpa anak-anak seperti dalam bahasa daerah disebut lebuta. Penyakit
Universitas Sumatera Utara
ini oleh masyarakat diidentifikasikan sebagai penyakit yang terkena teguran leluhur atau melanggar pantangan tertentu, dan cara pengobatannya harus ditangani oleh
ahlinya. Sakit yang dalam bahasa Buton disebut dengan amapii, panaki yang berarti orang tersebut harus istirahat dari aktivitas. Kepada mereka yang sakitnya ringan dan
masih dapat melaksanakan tugasnya seadanya dikatakan Parangara tanda-tanda sebelum sakit. Sakit ringan menurut batasan amapii adalah masuk angin, batuk, sakit
kepala, sakit gigi, sakit perut, demam, gatal-gatal dan sariawan. Kepercayaan tentang makhluk gaib yang jahat menimbulkan banyak istilah penyakit yang bersifat tidak
nyata. Dalam lingkungan masyarakat Buton sakit yang tidak jelas namanya dan tidak dapat diidentifikasikan sendiri jenis pengobatannya, dianggap sebagai perbuatan
makhluk gaib, yang menurut kepercayaan masyarakat setempat dianggap sebagai perbuatan yang melanggar sesuatu kebiasaan adat atau akibat perbuatan manusia
dengan menggunakan roh jahat Syahrun, 2008.
2.3. Pengobatan Tradisional
2.3.1. Definisi Pengobatan Tradisional
Pengobatan tradisional merupakan salah satu cara penyembuhan yang dianggap sebagai hal yang biasa di masyarakat. Memang ada masyarakat yang pernah
mencoba sekurang-kurangnya satu kali dan ada yang belum pernah sama sekali, akan tetapi sudah mendapat informasi dari orang lain. Kepopuleran pengobatan tertentu
tergantung pada bermacam faktor. Faktor-faktor ini berdasarkan alasan mengapa
Universitas Sumatera Utara
seseorang memilih atau tidak memilih suatu jenis pengobatan. Faktor-faktor ini biasanya yaitu sebagai berikut Tjiong, 1991 :
1. Ekonomi
Menurut Ablas 2002 yang dikutip dalam Walcott 2004 menyebutkan bila keuangan menjadi hal yang penting sekali untuk seseorang dalam rangka memilih
jenis pengobatan, pilihan jenis alternatif adalah pilihan yang termurah. Memang sifat murah adalah sifat yang berpengaruh khususnya untuk masyarakat dari tingkatan
ekonomi yang agak rendah. Satu alasan mengapa pengobatan tradisional relatif murah, sering dikatakan sebagai alasan alami. Ada banyak pengobatan tradisional
yang berdasarkan tumbuh-tumbuhan dari pada kimia, maka tersedianya bahan-bahan bisa lebih mudah di dapat dimana saja. Oleh karena itu harganya harganya lebih
murah dari pada obat kimia yang hanya bisa didapat dari apotek. 2.
Kepercayaan dan kebudayaan Memang kepercayaan dimiliki orang tertentu apa lagi terhadap kesehatan
sangat dipengaruhi budayanya. Seperti sudah dijelaskan kepercayaan mistik sangat kuat dan mempengaruhi kebudayaan Jawa. Kesehatan dari pendapat mistik terdiri
atas sifat jasmani dan sifat yang selain jasmani, yaitu rohani. Orang Jawa percaya bahwa kehidupan seharusnya bersifat „keseimbangan‟ dan hubungan yang „rukun‟.
Pola-pikir kesehatan dipengaruhi rohani, jasmani dan mental, adalah pola-pikir yang masuk akal untuk orang yang mengidentifikasikan dengan kebudayaan Indonesia.
Masalah kesehatan merupakan masalah yang kompleks, gabungan dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia
Universitas Sumatera Utara
misalnya sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Selain itu adanya persepsi mengenai suatu penyakit pada masyarakat menjadi suatu
hal yang sangat penting. Persepsi tentang penyakit itu sendiri ditentukan oleh budaya, hal ini dikarenakan oleh penyakit merupakan suatu pengakuan sosial bahwa
seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar Setiadi, 2009. Hal ini sesuai dengan pendapat Antoni 2009 dalam penelitiannya
sehubungan dengan penyakit dilihat dari sisi sosial budaya. Disebutkan bahwa sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa gejala penyakit tuberkulosis karena
penyakit kutukan, termakan racun atau kena guna-guna oleh perbuatan orang lain sehingga penderita berusaha untuk menyembunyikan penyakitnya karena takut
dikucilkan dan disingkirkan dari pergaulan masyarakat, sehingga penderita tidak mau mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan. Anggapan seperti ini menyebabkan
masyarakat pertama kali mencari pertolongan pengobatan ke dukun kampung. Konsep kesehatan tidak saja berorientasi pada aspek klinis saja, tetapi lebih
berorientasi pada ilmu-ilmu lain yang ada kaitannya dengan kesehatan dan kemasyarakatan, antara lain; ilmu sosiologi, psikologi, perilaku danlain-lain yang
kegunaannya sebagai penunjang yang sekaligus sebagai faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan. Salah satu cabang antropologi dan sosiologi yang membahas
kebudayaan termasuk didalamnya adalah : pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat yang dilakukan oleh masyarakat Winkelman, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Manusia sebagai makhluk yang multidimensional, berpotensi muncul dimensi-dimensi pada berbagai aspek dalam hidup seperti pada aspek kesehatan,
contohnya persepsi sakit bagi orang desa berbeda dengan persepsi sakit orang kota. Oleh karena itu perbedaan persepsi ini dapat mengembangkan perbedaan perilaku
sehat antara setiap individu masyarakat Wisadirana, 2005. Perilaku terwujud secara nyata dari seperangkat pengetahuan kebudayaan.
Bila berbicara tentang sistem budaya, berarti mewujudkan perilaku sebagai suatu tindakan yang kongkrit dan dapat dilihat, yang diwujudkan dalam sistem sosial di
lingkungan warganya. Berbicara tentang konsep perilaku, hal ini berarti merupakan satu kesatuan dengan konsep kebudayaan. Perilaku kesehatan seseorang sangat
berkaitan dengan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma dalam lingkungan sosialnya, berkaitan dengan terapi, pencegahan penyakit fisik, psikis, dan sosial
berdasarkan kebudayaan mereka masing-masing Dumatubun, 2002. Di negara maju terdapat unsur kebudayaan yang dapat menunjang
peningkatan status kesehatan seperti tingkat pendidikan yang optimal sosial ekonomi yang tinggi, lingkungan hidup yang baik . Di Negara berkembang terjadi sebaliknya,
masalah yang kita hadapi adalah jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta penyebaran yang tidak merata. Tingkat pengetahuan dan
pendidikan yang rendah terutama pada golongan wanita, kebiasaan yang negatif yang berlaku di masyarakat serta adat istiadat dan kepercayaan yang kurangnya peran serta
masyarakat terhadap pembangunan kesehatan Anonim, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi sosial budaya masyarakat yang mendukung adalah semangat gotong royong dan kekeluargaan serta bermusyawarah dalam mengambil keputusan. Aspek
sosial budaya juga berhubungan dengan : a.
Kesehatan Ibu, disebabkan oleh tingkat pendidikan wanita yang rendah, kurangnya pengetahuan tentang cara pemilihan jenis bahan makanan, cara pengolahan dan
cara penyajian serta budaya pantangan terhadap makan makanan tertentu yang mestinya sangat dibutuhkan.
b. Kesehatan Anak, kesehatan pada anak berkaitan erat dengan faktor sosial budaya
dimasyarakat seperti halnya tingkat pendidikan yang rendah pada wanita, sosek, kepercayaan pada pelayanan tenaga kesehatan masih rendah, adanya budaya
memprioritaskan ayah dalam pemberian makanan dalam keluarga. c.
Pelayanan Kesehatan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan pelayanan terutama kepada petugas kesehatan masih rendah, yang
disebabkan karena relasi interpersonal yang dirasa masih ada batas. Petugas kesehatan pada umumnya pendatang sehingga ada perbedaan pengakuan dan
penerimaan sebagai keluarga. Cara dan gaya hidup manusia, adat istiadat, kebudayaan, kepercayaan bahkan
seluruh peradaban manusia dan lingkungannya berpengaruh terhadap penyakit. Secara fisiologis dan biologis tubuh manusia selalu berinteraksi dengan
lingkungannya. Manusia mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan yang selalu berubah, yang sering membawa serta penyakit baru yang belum dikenal atau
perkembangan perubahan penyakit yang sudah ada. Konsep sehat sakit
Universitas Sumatera Utara
sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya, akan tetapi
bila konsep sehat sakit ini tidak dijadikan sebagai suatu hal yang mendasar pada kesehatan maka akan sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap terwujudnya
derajat atau status kesehatan masyarakat Sudarma, 2008. Cara berinteraksi, perilaku manusia merupakan fenomena yang dapat
dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit termasuk juga dalam hal pemilihan
pelayanan kesehatan yang akan digunakan oleh masyarakat. Semua itu akan mempengaruhi status kesehatan masyarakat itu sendiri. Sehingga kajian atau
penelitian mengenai konsekuensi kesehatan perlu memperhatikan konteks budaya dan sosial masyarakat Setiadi, 2009.
3. Geografi
Tersediannya pengobatan tradisional mudah dan bersifat beraneka guna. Jamu, obat dari tumbuh-tumbuhan dijual disamping jalan dan seperti tadi disebut bisa
didapat di mana-mana saja karena bersumber alami. Kemudian kalau jaraknya menjadi kesulitan kemudian ada pilihan bentuk pengobatan tradisional yang
pengobatnya bisa menyembuhkan dari tempat yang jauh dari orang pasien. Kalau pengobatnya memakai kekuatan-kekuatan yang tidak luar seperti tenaga dalam
kemudian berikut bahwa jarak fisik tidak mambatasi penyembuhan dari mana-mana. Barangkali alasan itu menjadi alasan lain yang mendorong masyarakat yang tidak
mempunyai fasilitas kedokteran, dan bergantung pada pengobatan tradisional.
Universitas Sumatera Utara
4. Sosial dan demografis
Ada kecenderungan tentang pengobatan alternatif dengan daerah perdesaan. Biasanya
orang-orang yang
tinggal di
daerah pedesaan
menilai sifat
tradisionalalternatif dari pada orang-orang yang tinggal di daerah perkotaan. Dikarenakan orang-orang ini masih bergantung pada daerah pedalaman alami dan hal
spiritual seperti diturunkan orang tuannya dari masa dahulu. Tidak ada pengaruh modern atau fasilitas modern yang tersedia yang seperti di daerah pekotaan, karena
alasan itu kebanyakkan orang mencoba pengobatan alternatif biasanya disarankan oleh orang tuannya.
Menurut Timmermans 2001 yang dikutip dari Walcott 2004 ada bareneka- macam jenis pengobatan tradisional yang bisa dibedakan lewat hal cara-caranya.
Perbedaan ini dijelaskan sebagai terapi yang „berdasarkan cara-cara‟ seperti terapi spiritual yang terkait hal gaib atau terapi dengan tusukan jarum. Jenis terapi yang
kedua „berdasarkan obat-obatan‟ seperti jamu dan pengobatan herbal. Pembagian ini se
ring dikenal sebagai jenis pengobatan yang „berdasarkan mantra-mantra‟ dan jenis pengobatan lain yang berdasarkan „alat-alat‟. Pembagian ini juga digaris bahawi salah
satu responden dukun. Dia membedakan pengobatan yang cara dan pendidikannya „bisa ditulis‟ seperti pengobatan Cina dengan pengobatan yang cara dan
pendidikannya tidak „bisa ditulis‟, seperti terapi spiritual. Tidak ada pendidikan formal untuk kebanyakan pengobatan alternatif,
khususnya pengobatan yang „pakai cara-cara‟. Ini tergantung pada faktor „keahlian‟ dan apakah pengobatan ini bisa ditulis atau tidaknya. Pada umumnya pengobatan
Universitas Sumatera Utara
yang bersifat obat-obat Cina seperti jamu dan pengobatan herbal bisa ditulis. Walaupun pada pihak yang lain pengobatan alternatif yang dipengaruhi supranatural
atau metafisik tidak bisa dipelajari dari buku-buku. Pelajaran atau pendidikan pengobatan yang terkait hal ghaib hanya bisa dilatih oleh orang yang mempunyai
keahlian khusus untuk menjadi dukun. Keahlian ini tidak terdapat melalui pendidikan formal tetapi lewat keturunun saja atau bakat dari Tuhan Walcott, 2004.
Menurut Bakker 1993 yang dikutip pada Walcott 2004, menyebutkan bahwa sering pada berbagai daerah seorang yang ahli pengobatan tradisional biasanya
dinamakan „dukun‟. Peran dukun bermacam-macam dan tidak hanya khusus pengobatan. Kekuatan-kekuatan dimiliki dukun bisa dipakai untuk tujuan-tujuan
seperti santet, meramalkan, mempercantik, menyembuhkan dan bisa berhubungan dengan dunia spiritual dan mistik. Pada umumnya seorang dukun memiliki
kemampuan untuk mengobati bareneka-macam penyakit, baik penyakit luar maupun penyakit yang tidak luar Sianipar, 1989.
2.3.2. Pengobatan Tradisional Terkait Hal Ghaib
Para dukun bisa memakai pengaruh dari luar dunia manusia untuk membantu orang yang sakit dan untuk alasan selain ini. Tidak semua ahli pengobatan yang
terkait hal ghaib menganggap sendirinya sebagi dukun. Misalnya, menurut seorang dukun tenaga dalam, dia bukan dukun karena tidak memakai mantra-mantra atau alat-
alat Sianipar, 1989.
Universitas Sumatera Utara
Pengob atan tradisional bisa menyembuhkan penyakit „luar‟ maupun penyakit
yang „tidak luar‟. Ada banyak jenis pengobatan lain baik tradisional maupun modern yang penggunaannya terlibat dengan penyakit luar, karena itu pengobatan tradisional
yang terkait hal ghaib lebih kenal untuk penggunaan yang terlibat dengan penyakit yang tidak luar Walcott, 2004.
Menurut Sianipar 1989 dengan kata lain pengobatan tradisional yang terkait hal ghaib khusus untuk mengobati korban „sakit jiwa‟, atau sifat lain yang tergantung
pada dunia ghaib untuk menjadi sembuh. Di masyarakat Jawa jiwa selalu berhubungan dengan raga atau fisik. Istilah-istilah ini juga dikenal sebagai batin dan
lahir. Yang mana dipakai tergantung pada jenis pengobatan supranatural yang terfokus. Misalnya, istilah-
istilah pertama terkait dengan pengobatan „tenaga dalam‟, sedangkan istilah-
istilah yang kedua terlibat dengan pengobatan „kebatinan‟. Menurut Mulder 1998 yang dikutip pada Walcott 2004, pada sisi yang lain
lahir atau raga termasuk kekuatan-kekuatan dari luar dirinya seperti perlilaku seseorang. Begitu bahwa jiwa dan raga atau batin dan lahir selalu merupakan satu
kesatuan. Dalam masyarakat Jawa seseorang yang sakit jiwa berarti seseorang yang tidak bisa mengontrol atau menyeimbangan „lahir dan batinnya‟. Kemudian berikut
bahwa seseorang yang tidak bisa melindungi keseimbangan ini, tubuhnya terlalu peka dan terbuka terhadap pengaruh yang kurang baik. Biasanya pengaruh-pengaruh ini
bersumber jin, gangguan roh atau mahkluk lain dari duni a supranatural. Istilah „lahir‟
bersama istilah „batin‟ tidak khusus untuk bidang pengobatan yang terkait hal ghaib tetapi penting sekali dalam kehidupan sehari-hari seorang yang berbudaya Jawa.
Universitas Sumatera Utara
Dalam budaya ini ada kepercayaan „Mistik‟ yang kuat sekali. Segala keadaan kehidupan sebetulnya melindungi kesiembangan ini.
2.3.3. Pengobatan Tradisional sebagai Kepercayaan Mistik
Kepercayaan mistik menyediakan kesamaan dalam dasar pola-pikir untuk semua jenis pengobatan yang terkait hal ghaib. Memang dasar-dasar pola fikir orang
Jawa sangat berbau kepercayaan ini juga. Kepercayaan mistik termasuk sebagian dari identitas orang Jawa karena sudah diusahkan sejak zaman dahulu, nenek moyang
Soewandi, 2009. Kepercayaan Mistik bisa ketahui sejak abad dua belas pada waktu agama
Hindu dan agama Budha paling berpengaruh. Kepercayaan mistik masih hidup selama proses Islamisasi pada akhir abad tiga belas tetapi bentuknya berubah untuk
menyesuaikan dengan agama ini yang baru. Menurut Mulder 1998 yang dikutip pada Walcott 2004 pada akhir abad sembilan belas kepercayaan ini mulai dianggap
dengan sengaja sebagai simbang budaya Indonesia. Kecenderungan ini bisa dilihat sebagai jawaban terhadap penjajahan. Yaitu, ada kecenderungan untuk masyarakat
tertentu untuk memperkuatkan budaya pribumi atau menciptakan identitas yang melawan identitas penjajah Walcott, 2004.
Di Jawa kecenderungan ini terlihat sebagai pengakuan kepercayaan mistik sebagai bagian dari budaya Jawa. Sifat „spiritualisme‟ dinilai penting sekali dari pada
„materialisme‟ – sifat yang diasosiasikan dengan seorang Belanda. Pada saat ini, ada keinginan bersama masyarakat Belanda untuk mengalami kepercayaan yang bersifat
Universitas Sumatera Utara
hal „ghaib‟ serta hal „mistik‟. Oleh karena itu, kepercayaan Mistik tumbuh dengan semangat dan masih hidup dengan kuat sampai masa ini Soewandi, 2009.
Apabila semua aspek kehidupan dipengaruhi kepercayaan ini kemudian berikut bahwa pengobatan juga dipengaruhi kepercayaan ini juga. Kepercayaan
Mistik mengutamakan tujuan masyarakat unt uk tetap mendapat keadaan „rukun‟
dalam kehidupan dan seluruh masyarakat. Bila tidak ada keseimbangan, maka tidak ada „rukun‟ dan ini bisa terlihat lewat pengaruh jahat dari dunia ghaib. Situasi ini
yang ideal adalah situasi yang bersiembang. Masih ada hal „jahat‟, masih ada hal
„baik‟ dan hubungan di antara dunia supranatural dan dunia manusia saling berhubungan. Manusia yang pokok dalam proses ini bisa menentukan apakah situasi
bisa hidup atau tidak lewat perilakunya. Akan tetapi manusia harus mengakui bahwa ada yang lebih kuasa dari pada manusia dalam dunia itu alias Tuhan atau Allah.
Manusia harus memilihara perilakunya dan tindakan supaya setuju dengan „rukun‟. Seperti sudah disebut, seseorang bisa mendapat kontrol dirinya kalau mendapatkan
keseimbangan batin dan lahirnya. Kemudian tidak ada kekacauan dalam masyarakat maka tidak ada alasan untuk kekacauan di dunia lain. Pada pihak yang lain, kalau
orang tidak memilahara perilakunya lalu ini menyebabkan kekacauan dalam masyarakat Sianipar, 1989.
2.4. Perilaku Penggunaan Pelayanan Kesehatan
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme makhluk hidup yang bersangkutan. Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
Universitas Sumatera Utara
aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung. Menurut Skinner 1938, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar Notoatmodjo, 2003.
Meskipun perilaku adalah dalam bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme orang, namun dalam memberikan respons
sangat bergantung pada karakteristik atau faktor – faktor lain dari orang yang
bersangkutan. Faktor – faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang
berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni :
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. 2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,
social, budaya, ekonomi, politik, dsb. Salah satu contohnya adalah media elektronikcetak dan penyuluhan, teman sosial, dan lain-lain. Faktor
lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau
resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Dengan
Universitas Sumatera Utara
perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bentang yang sangat luas.
Benyamin Bloom 1908 seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain yaitu kognitif cognitive, efektif affective, dan
psikomotor pshycomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :
1. Pengetahuan knowladge
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Penelitian Rogers 1974 yang dikutip oleh Notoatmodjo 2003 mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurut, yakni: a. Tahu know
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali recall
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.
Universitas Sumatera Utara
b. Memahami comprehension Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi application Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebgai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisa analysis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen
–komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintetis synthetis Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian –bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi
–formulasi yang ada. f. Evaluasi evaluation
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Universitas Sumatera Utara
2. Sikap attitude
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap objek di lingkkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap mencerminkan kesenangan atau
ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu yang berasal dari pengalaman atau dari orang yang dekat dengan kita. Sikap juga dapat merupakan suatu pengetahuan, tetapi
pengetahuan yang disertai kecenderungan bertindak dengan pengetauhan itu. Beberapa tingkatan sikap menurut Notoatmodjo 2003 yaitu diantaranya :
a. Menerima receiving.
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan objek.
b. Menanggapi responding.
Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
Universitas Sumatera Utara
c. Menghargai valving.
Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan
mengajak atau mempengaruhi dan menganjurkan orang lain merespons. d.
Bertanggung jawab responsible. Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa
yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko atas sikapnya itu.
3. Tindakan
Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan tersebut bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi inilah yang disebut
dengan perilaku,bentuk-bentuk perilaku itu sendiri dapat bersifat sederhana dan kompleks. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan
oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara logis,sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan namun tidak pula dapat
dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Tindakan terdiri dari beberapa tingkatan,yaitu :
1. Persepsi,mengenal dan memilih sebagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
Masyarakat merupakan sekumpulan orang yang memiliki tujuan hidup bersama yang saling berkaitan dan berkesinambungan antara satu kelompok dengan
kelompok lain, antara individu dengan individu lain. dalam menjalankan rutinitas
Universitas Sumatera Utara
sehari-hari tentunya harus dimulai secara terpadu melalui pendekatan struktural, apakah ketika mareka berada dalam lingkungan keluarga atau dalam lingkungan
masyarakat itu sendiri, setiap tahap aktifitas sehari-hari hendaknya tidak terlepas dengan nilai-nilai keagamaan dan hukum.
Istilah persepsi diartikan sebagai pendapat, pandangan seseorang atau kelompok manusia dan sebagainya. Namun, sebenarnya istilah persepsi memiliki
pengertian yang lebih mendalam adalah suatu penglihatan atau gambaran terhadap sesuatu yang dilakukan seseorang atau kelompok. Menurut Thoha 1998 persepsi
adalah proses kognitif yang dialami penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Persepsi merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi. Yang
dimaksud dengan kognitif diatas adalah proses atau kegiatan mental yang dasar seperti berfikir, mengetahui, memahami, dan kegiatan konsepsi mental seperti sikap,
kepercayaan dan pengharagaan yang kesemuanya merupakan faktor yang menentukan perilaku.
Menurut Soekanto 2007 menyatakan bahwa persepsi adalah kesadaran yang tidak dapat ditafsirkan yang timbul dari stimulus, persepsi itu lahir karena adanya
rangsangan yang ditmbulkan. Persepsi masyarakat adalah suatu proses dimana sekelompok manusia yang hidup dan tinggal bersama dalam wilayah tertentu dan
memberikan pemahaman atau tanggapan terhadap hal-hal atau peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Terbentuknya persepsi dalam diri individu tidak terlepas dari
adanya keterkaitan dengan faktor – faktor dari individu itu sendiri. Faktor ini terdiri
dari faktor obyektarget yang dipersepsikan tergantung dari karakteristik obyek
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Dalam hal ini adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap obyek target yang dipersepsikan oleh individu. Faktor situasi dipengaruhi oleh waktu, keadaan saat
menerima suatu perlakuan, lokasi dan keadaan lingkungan. Variable yang ikut menentukan persepsi individu yang paling penting adalah faktor demografi disebut
juga dengan karaktristik individu seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, kepribadian, latar belakang social ekonomi, budaya, lingkungan fisik, dan
pengalaman hidup. Faktor-faktor atau karakteristik individu ini sangat berpengaruh menentukan persepsi individu terhadap suatu objek.
2. Respon terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar. 3. Mekanisme,apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan. 4. Adaptasi,suatu tindakan yang sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
2.4.1. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan, atau reaksi manusia baik bersifat pasif maupun aktif. Dengan demikian perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tiga kelompok : 1.
Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Health Maintenance, terdiri dari 3 tiga aspek: a.
Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan Health promotion behavior.
Universitas Sumatera Utara
b. Perilaku pencegahan dan penyembuhan penyakit Health prevention
behavior. c.
Perilaku terhadap gizi makanan dan minuman Health nutrition behavior 2.
Perilaku Pencarian Pengobatan Health Seeking Behavior 3.
Perilaku terhadap Lingkungan Kesehatan Enviromental health behavior Menurut pendapat Sadli 1982 dikutip oleh Notoatmodjo 2003,
menggambarkan hubungan individu dengan lingkungan sosial yang saling memengaruhi, yakni :
1. Perilaku kesehatan individu, sikap dan kebiasaan-kebiasaan yang erat kaitannya
dengan lingkungan. 2.
Lingkungan keluarga, kebiasaan-kebiasaan tiap anggota keluarga mengenai kesehatan.
3. Lingkungan terbatas, tradisi, adat istiadat dan kepercayaan masyarakat sehubungan
dengan kesehatan. 4.
Lingkungan umum, kebijakan-kebijakan kesehatan pemerintah di bidang kesehatan,
undang-undang kesehatan,
program-program kesehatan,
dan sebagainya.
2.4.2. Penggunaan Pelayanan Kesehatan
Menurut Purwanto 1999 yang dikutip oleh Sudarma 2008 menyebutkan bahwa perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia dan
dorongan itu merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam
Universitas Sumatera Utara
diri manusia. Dengan adanya dorongan tersebut, menimbulkan seseorang melakukan sebuah tindakan atau perilaku khusus yang mengarah pada tujuan.
Dalam kaitannya dengan perilaku kesehatan atau lebih spesifik lagi yaitu derajat kesehatan, perilaku manusia merupakan salah satu faktor utama dalam
terwujudnya derajat kesehatan individu secara prima. Sementara itu Kasl dan Cobb, 1966 dalam Notoatmodjo 2003 menyebutkan bahwa biasanya orang terlibat dengan
kegiatan medis dikarenakan oleh 3 alasan pokok yaitu : 1.
Untuk pencegahan penyakit atau pemeriksaan kesehatan pada saat gejala penyakit belum dirasakan perilaku sehat.
2. Untuk mendapatkan diagnosis penyakit dan tindakan yang diperlukan jika ada
gejala penyakit yang dirasakan perilaku sakit. 3.
Untuk mengobati penyakit, jika penyakit tertentu telah dipastikan, agar sembuh dan sehat atau agar penyakit tidak bertambah parah peran sakit
– sick role behaviour.
Faktor-faktor yang menentukan perilaku kesehatan sangat banyak dan rumit. Menurut McKinlay, 1972 dalam mengatakan bahwa terdapat 5 pendekatan utama
mengenai pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu dilihat dari sudut : 1.
Ekonomi 2.
Sosiodemografi 3.
Psikologi sosial 4.
Sosial budaya 5.
Organisasional
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan kesehatan tidak hanya bertujuan untuk memulihkan kualitas kesehatan individu. Lebih jauh dari itu, pelayanan kesehatan lebih menekankan pada
usaha untuk melakukan tindakan layanan kesehatan yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap perilaku individu, sehingga perilaku individu tersebut
mampu menunjukkan sikap dan budaya hidup sehat. Berikut adalah model-model perilaku kesehatan yang berbeda sesuai dengan
pandangan teori serta tipe perilaku, namun menggunakan variabel-variabel yang sama yaitu :
Model Suchman Merupakan suatu model yang membahas tentang pola sosial dari perilaku
sakit yang tampak pada cara orang mencari, menemukan, dan melakukan perawatan medis. Pendekatan yang digunakan berkisar pada adanya 4 unsur yang merupakan
faktor utama dalam perilaku sakit yaitu : 1.
Perilaku itu sendiri Perilaku sakit menyangkut serangkaian konsep-konsep yang menggambarkan
alternatif perilaku berikut akibatnya, yaitu : Mencari pertolongan medis dari berbagai sumber atau pemberi pelayanan.
Fragmentasi perawatan medis, disaat orang menerima pelayanan dari berbagai unti, tetapi dari sumber yang sama.
Menangguhkan procastination atau mengundurkan upaya mencari pertolongan sesuai dengan keadaan atau gejala yang dirasakan.
Universitas Sumatera Utara
Melakukan pengobatan sendiri self-medication. Membatalkan atau menghentikan pengobatan discontinuity.
2. Sekuensi peristiwa medis
Sekuensi peristiwa medis dibagi atas 5 tingkat yaitu : Pengalaman dengan gejala penyakit.
Penilaian terhadap peran sakit. Kontak dengan perawatan medis.
Jadi pasien. Sembuh atau masa rehabilitasi.
Pada setiap tingkat, setiap orang harus mengambil keputusan-keputusan dan melakukan perilaku-perilaku tertentu yang berkaitan dengan kesehatan. Pada tingkat
permulaan terdapat 3 tiga dimensi gejala yang menjadi pertanda adanya ketidakseimbangan dalam diri seseorang yaitu :
a. Adanya rasa sakit, kurang enak badan atau sesuatu yang tidak biasa dialami.
b. Pengetahuan seseorang tentang gejala tersebut mendorongnya membuat
penafsiran-penafsiran yang berkaitan dengan akibat penyakit serta gangguan terhadap fungsi sosialnya.
c. Perasaan terhadap gejala tersebut berupa rasa takut atau cemas.
Pada saat orang mengira bahwa dirinya sakit, maka orang tersebut akan mencoba mengurangi atau mengontrol gejala tersebut melalui pengobatan sendiri.
Sementara itu pihak keluarga dan teman-teman dimintai nasehat. Sistem ini ini
Universitas Sumatera Utara
disebut sebagai sistem rujukan awam lay-refferal system yang dapat memengaruhi seseorang untuk berperan sakit, sedangkan upaya untuk mendiskusikan gejala itu
dengan orang- orang terdekat atau “orang penting” lainnya bertujuan untuk
memperoleh “pengakuan” yang diperlukan agar ia mendapat kebebasan dari tuntutan dan tanggung jawab sosial tertentu. Pada tahap menjadi pasien, disaat seseorang
tergantung pada pihak pemberi perawatan medis, maka orang sakit itu berada dalam suatu tindakan yang ditentukan oleh dokter. Meskipun orang itu tidak ingin
menyerahkan semua keputusan pada dokter, namun situasi ini dianggap perlu diterima agar dapat sembuh dari penyakitnya.
3. Tempat atau ruang lingkup
4. Variasi perilaku selama tahap-tahap perawatan medis
Menurut Suchman, bahwa perilaku individu berkembang dan berubah seiring dengan tahapan kesadaran dan proses pengambilan keputusan dirinya terhadap
kualitas kesehatan yang dialaminya. Setiap tahapan individu memiliki kesadaran terhadap diri, persepsi dan tindakan pengambilan keputusan tertentu yang berkaitan
dengan kesehatan, yang mana tahapan tersebut yaitu : 1.
Tahap pengenalan terhadap gejala penyakit. 2.
Tahap asumsi terhadap peranan sakit. 3.
Kontak dengan pelayanan kesehatan. 4.
Tahap menjadi pasien. 5.
Tahap penyembuhan atau rehabilitasi.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahap ini seorang individu akan mengevaluasi ulang mengenai perannya selama ini. Bila berbagai aktivitas dan peran sosialnya dapat dilakukan kembali
dengan baik, maka kualitas dan derajat kesehatannya sudah membaik dan dapat dikatakan sebagai sehat. Sementara bila tambah memburuk, bisa jadi individu
tersebut sampai pada tahap akut atau bahkan meninggal. Model Hochbaum, Kasl dan Cobb, Rosenstock
Model yang diperkenalkan oleh Hochbaum, Kasl dan Cobb, Rosenstock ini dinamakan dengan model Kepercayaan Kesehatan Health Belief Model HBM yaitu
orang tidak akan mencari pertolongan medis atau pencegahan penyakit bila mereka kurang mempunyai pengetahuan dan motivasi minimal yang relevan dengan
kesehatan, bila mereka memandang keadaan tidak cukup berbahaya, bila tidak yakin terhadap keberhasilan suatu intervensi medis, bila mereka melihat adanya beberapa
kesulitan dalam melaksanakan perilaku kesehatan yang disarankan. Dengan kata lain, model ini berdasarkan penyelidikan pada sejumlah alasan
mengapa masyarakat menerima perilaku yang disarankan sedangkan yang lain tidak. Terdapat 4 keyakinan utama yang diidentifikasi delama model HBM ini yaitu
sebagai berikut : 1.
Keyakinan tentang kerentanan kita terhadap keadaan sakit. 2.
Keyakinan tentang keseriusan atau keganasan penyakit. 3.
Keyakinan tentang kemungkinan biaya.
Universitas Sumatera Utara
4. Keyakinan tentang efektivitas tindakan ini sehubungan dengan adanya
kemungkinan tindakan alternative. Modifikasi utama yang dilakukan oleh Kasl dan Cobb 1966, menyangkut
perilaku tertentu yang dijalankan seseorang pada saat mengalami suatu gejala penyakit, seperti rasa sakit dan kurang enak badan, tekanan psikologis, tingkat
toleransi terhadap rasa sakit, kurang daya dan tenaga, serta keadaan sosiodemografik, semuanya ini memegang peranan penting.
Hipotesis HBM adalah perilaku pada saat mengalami gejala penyakit dipengaruhi secara langsung oleh persepsi individu mengenai ancaman penyakit dan
keyakinannya terhadap nilai manfaat dari suatu tindakan kesehatan. Bagaimanapun juga, rasa sakit dan kurang enak badan yang berkaitan dengan gejala penyakit dapat
mempengaruhi persepsi individu terhadap ancaman penyakit dan juga mempengaruhi perilaku, sedangkan karakteristik sosial tingkat toleransi seseorang terhadap sakit,
kekurangan daya dan semangat diperkirakan mempunyai pengaruh tidak langsung atas suatu tindakan atau perilaku.
Dalam model HBM ini dapat dipahami bahwa perbedaan faktor demografis, personal, struktural dan sosial mempengaruhi perilaku kesehatan, namun semua
variabel itu sebenarnya mempengaruhi persepsi dan motivasi individu bukan berfungsi sebagai penyebab langsung dari suatu tindakan. Pada dasarnya model ini
terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut McKenzie, 1997:
Universitas Sumatera Utara
1. Kesiapan seseorang untuk melakukan suatu tindakan ditentukan oleh pandangan
orang itu terhadap bahaya penyakit tertentu, dan persepsi mereka terhadap kemungkinan akibat fisik dan sosial bila terserang penyakit tersebut.
2. Penilaian seseorang terhadap perilaku kesehatan tertentu, dipandang dari sudut
kebaikan dan kemanfaatan misalnya perkiraan subjektif mengenai kemungkinan manfaat dari suatu tindakan dalam mengurangi tingkat bahaya dan keparahan.
Kemudian dibandingkan dengan persepsi terhadap pengorbanan fisik, uang, dan lain-lain yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan tindakan tersebut.
3. Suatu “kunci” untuk melakukan tindakan kesehatan yang tepat harus ada baik
dari sumber internal misalnya gejala penyakit, maupun eksternal misalnya interaksi interpersonal, komunikasi massa.
Model Fabrega Dalam model ini yang dikemukakan oleh Fabrega 1973 menekankan pada
teori pengambilan keputusan yang menitikberatkan pada proses informasi yang diharapkan seseorang pada saat kejadian penyakit sakit merupakan sesuatu yang
telah ditetapkan oleh kebudayaan yang membentuk dasar-dasar untuk pengambilan keputusan tentang pengobatan medis sehingga model ini mempunyai aplikasi lintas-
budaya. Model oleh Fabrega ini mencoba menyusun dan mengkategorikan langkah-
langkah yang dilalui seseorang dalam rangka pengenalan dan respons terhadap penyakit dengan memusatkan perhatian pada :
Universitas Sumatera Utara
1. Informasi yang akan dilaksanakan.
2. Urutan peristiwa dalam proses pengambilan keputusan.
3. Pengurangan variasi dalam proses dan peristiwa medis melalui struktur yang
konstan dan repetitive untuk menjaring informasi yang relevan. Dalam mempertimbangkan pengobatan, biasanya seseorang melakukan
serangkaian pertimbangan menyangkut rencana pengobatan yaitu sebagai berikut : 1.
Memperkirakan kemungkinan bahwa setiap tindakan yang diambil akan mengurangi ancaman yang mungkin timbul karena penyakit.
2. Memperhitungkan segala keuntungan yang akan diperoleh dari suatu tindakan,
yakni seberapa jauh setiap rencana pengobatan akan dapat mengurangi keluhan penyakit yang dirasakan.
3. Memperhitungkan segala kerugian meliputi biaya, waktu, tenaga yang diperlukan
untuk melaksanakan setiap tindakan. 4.
Menetapkan manfaat dari setiap alternative rencana pengobatan dengan melihat selisih kerugian dan keuntungan dari setiap tindakan yang akan dilakukan.
Semua informasi yang dapat dipakai sebagai perbandingan akan mendorong orang untuk memilih rencana pengobatan. Dalam proses pemilihan tindakan yang
akan dilaksanakan orang akan menerapkan aturan-aturan dalam pengambilan keputusan misalnya memilih yang termurah, manfaatnya besar, dan sebagainya.
Agar model dalam perilaku sakit tersebut dapat diterapkan, terdapat 3 asumsi khusus yaitu sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Penyakit yang diderita tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Dengan kata lain,
model tersebut tidak dapat diterapkan pada orang-orang yang mengharapkan atau menolak jenis penyakit itu, jadi tidak ada motivasi untuk melakukan tindakan
guna penyembuhan. 2.
Kejadian penyakit harus mempunyai ciri-ciri tersendiri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan yang biasa dilakukan. Dengan kata lain, tidak ada suatu kepastian
tentang jenis penyakit dan pengobatannya. 3.
Orang harus membuat keputusan berdasarkan evaluasi optimal dari suatu tindakan pengobatan. Dengan kata lain, keputusan tidak didasarkan atas alasan yang tidak
rasional atau untung-untungan. Fabrega 1973 melalui model pendekatannya telah mengembangkan suatu
kerangka perilaku dalam mempelajari pengaruh sosial dan budaya dalam proses mencari informasi tentang penyakit dan keputusan pengobatan.
Model Mechanic Model Mechanic ini diperkenalkan oleh Charles Abraham dan Eamon
Shanley Mechanic 1978 dengan melihat faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan cara orang melihat, menilai, serta bertindak terhadap suatu gejala penyakit. Model ini
menekankan pada 2 faktor yaitu : 1.
Persepsi dan definisi oleh individu pada suatu situasi. 2.
Kemampuan individu melawan keadaan yang berat
Universitas Sumatera Utara
Dalam mengembangkan teorinya tentang cara orang mencari pertolongan medis dengan menekankan pentingnya penelitian terhadap segala sesuatu yang terjadi
sebelum orang mengunjungi pemberi pelayanan kesehatan serta mempertimbangkan konteks budaya dari penyakit.
Model Andersen Model ini diperkenalkan oleh R.Andersen 1968 yang kemudian
disempurnakan bersama Newman, model ini dinamakan dengan Individual Determinants of Health Service Utilization Teory, yang menggambarkan suatu
sekuensi determinan individu terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga dan menyatakan bahwa hal itu bergantung pada :
1. Predisposisi keluarga untuk menggunakan jasa pelayanan kesehatan.
Komponen predisposisi keluarga dalam model tersebut mencakup karakteristik keluarga sebelum kejadian penyakit, dimana terdapat kecendrungan
yang berbeda dalam penggunaan pelayanan kesehatan; meliputi variabel demografik umur, jenis kelamin, status perkawinan, variabel struktur sosial pendidikan,
pekerjaan, suku bangsa serta kepercayaan dan sikap terhadap perawatan medis, dokter, dan penyakit termasuk stres serta kecemasan yang ada kaitannya dengan
kesehatan. Variabel-variabel predisposisi keluarga ini tidak sertamerta berpengaruh
langsung terhadap pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, akan tetapi sebagai faktor pendorong untuk menimbulkan hasrat guna memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
2. Kemampuan untuk melaksanakannya.
Adalah suatu kondisi yang memungkinkan orang memanfaatkan pelayanan kesehatan, atau setidak-tidaknya mereka siap memanfaatkannya, yang terdiri atas
persepsi terhadap penyakit serta evaluasi klinis terhadap penyakit. 3.
Kebutuhan terhadap jasa pelayanan kesehatan. Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan
dapat terwujud dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Model Kurt Lewin
Kurt Lewin 1970 berpandangan bahwa individu hidup di lingkungan masyarakat, yang akan bernilai baik positif maupun negatif di suatu daerah atau
wilayah tertentu. Implikasinya dalam kesehatan adalah penyakit atau sakit adalah suatu daerah negatif sedangkan sehat adalah daerah positif. Apabila seseorang
bertindak untuk melawan atau mengatasi penyakit, ada 4 variabel yang terlibat di dalamnya yaitu :
1. Kerentanan yang dirasakan perceived suspectibility.
Suatu tindakan akan ditunjukkan individu bila dirinya atau keluarganya sudah menunjukkan persepsi yang sama mengenai status gejala yang dirasakannya dan dia
mengkategorikan bahwa dirinya dan keluarga atau lingkungannya rentan terhadap suatu penyakit.
Universitas Sumatera Utara
2. Keseriusan yang dirasakan perceived seriousness.
Persepsi mengenai kerentanan ini dipengaruhi pula oleh persepsi mengenai tingkat keparahan atau kesungguhan suatu penyakit.
3. Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan perceived benefits and barriers.
Usaha mencari dan mengatasi penyakit tersebut, diperkuat dengan adanya persepsi akan manfaat yang didapat dari usaha tersebut sehingga individu mau untuk
menghadapi rintangan-rintangan yang ada. 4.
Isyarat atau tanda-tanda clues. Tindakan individu akan lebih dirasakan tepat adanya bila dia mendapat
dukungan lain dari sisi eksternal, misalnya informasi dari media massa, keluarga, pesan dan nasehat orang lain, dan sebagainya. Seiring dengan hal ini Kurt Lewin
berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong driving forces dan kekuatan-kekuatan penahan
resistining forces. Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang sehingga ada tiga
kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang yaitu : a.
Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat, hal ini terjadi bila ada stimulus yang mendorong terjadinya perubahan. Misalnya keinginan hidup sehat meningkat
maka dia akan berusaha mencari tempat penyembuhan. b.
Kekuatan-kekuatan penahan menurun, hal ini terjadi bila ada penurunan dari kekuatan-kekuatan penahan sehingga terjadi usaha ke arah perubahan. Misalnya
jarak ke lokasi pelayanan kesehatan, karena yang mestinya mengeluarkan biaya
Universitas Sumatera Utara
mahal sebaliknya menjadi lebih murah oleh karena ada orang yang mau meminjamkan kendaraan transportasi ke lokasi pelayanan.
c. Kekuatan pendorong meningkat dan kekuatan penahan menurun. Misalnya ada
dukungan dan partisipasi dari anggota keluarga untuk segera berobat.
2.5. Penyakit TB Paru
Penyakit TB paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Menurut data dari WHO, bahwa terdapat 9 sembilan juta orang penduduk dunia setiap
tahunnya menderita penyakit TB paru. Serta diperkirakan 95 penderita berada di negara berkembang, selain itu diperkirakan ditemukan 8 juta kasus baru penyakit TB
paru setiap tahunnya Alsagaff, 2005. Di Indonesia penyakit ini adalah penyumbang pasien ketiga terbesar di dunia, setelah India dan Cina serta penyebab kematian
nomor tiga pada semua kelompok usia setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan lainnya, dan nomor 1 satu dari seluruh penyakit infeksi Alfian,
2005.
2.5.1. Definisi Penyakit TB Paru
Penyakit tuberkulosis paru TB paru adalah penyakit menular yang menyerang paru-paru, penyakit ini disebabkan oleh kuman bakteri Mycobacterium
Tuberkulosis. Miko bakteria adalah kuman bakteri aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk spora. Sebagian besar kuman bakteri tuberkulosis menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Tuberkulosis paru merupakan salah
Universitas Sumatera Utara
satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah. Di Indonesia penyakit ini merupakan penyakit infeksi terpenting setelah malaria Girsang, 2002.
Apabila seseorang sudah terpapar dengan kuman bakteri penyebab tuberkulosis akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas
kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian. Pada penyakit tuberkulosis jaringan pang
paling sering diserang adalah paru-paru 95,9 . Cara penularan melalui ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu batuk butir-
butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit TB Paru Hiswani, 2002.
2.5.2. Gejala dan Diagnosa TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan. Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positip apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen sewaktu
– pagi – sewaktu SPS Basil Tahan Asam BTA hasilnya positif. Berikut adalah cara untuk
memastikan seseorang menderita penyakit TB paru yaitu Alfian, 2005 :
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk mengetahui secara pasti, seseorang menderita penyakit TBC atau tidak,
yaitu dengan pemeriksaan dahaknya di laboratorium klinik dahak=riak, bukan ludah.
2. Pemeriksaan dahak harus dilakukan sebanyak 3kali selama 2 hari.
3. Jika hasilnya positif ada kuman berarti orang tersebut menderita penyakit TBC.
4. Waktu pemeriksaan dahak adalah : SPS Sewaktu Pagi Sewaktu
5. Sewaktu Hari I : dahak diperiksa di laboratorium sewaktu penderita datang
dengan gejala penyakit TB 6.
Sewaktu Hari II : sehabis bangn tidur keesokan harinya, keluarkan dahak, tampung dalam pot wadah yang diberi petugas, tutup rapat, bawa ke rumah sakit.
7. Sewaktu Hari II : penderita akan diminta dahak lagi di rumah sakit.
Penyakit TB paru ditandai dengan gejala yang khas yaitu batuk yang sebenarnya batuk bukan penyakit tapi suatu gejala yang merupakan refleks dari tubuh
untuk mengeluarkan seseuatu yang ada di dalam saluran napas. Sesuatu tersebut bisa lendir
atau benda-benda
asing yang
dapat membuat
tubuh berusaha
mengeluarkannya. Meskipun batuk merupakan sebuah mekanisme perlindungan tubuh, bila terlampau sering maka tentunya akan mengganggu pernapasan. Batuk
dengan durasi yang panjang dapat memengaruhi organ sehingga mengalami peradangan. Batuk yang demikian lebih membahayakan karena adanya infeksi
Indiarti, 2007. Secara umum jenis batuk yang banyak dijumpai yaitu : batuk berdahak dan
batuk tidak berdahak. Selain itu ada juga batuk yang dapat terjadi akibat infeksi
Universitas Sumatera Utara
saluran napas dan alergi, batuk kronis, batuk akut, batuk rejan atau pertusis Indiarti, 2007.
1. Batuk akibat infeksi saluran napas dan alergi
Batuk akibat infeksi saluran napas dan alergi yang terdiri atas infeksi saluran napas atas dan saluran napas bawah. Batuk yang disebabkan oleh infeksi saluran
napas atas seringkali lebih ringan misalnya batuk karena flu, amandel, atau radang tenggorokan. Sementara batuk yang disebabkan oleh infeksi saluran napas bawah
seringkali lebih berat seperti pada penderita pneumonia. Adapun batuk yang disebabkan oleh alergi sering terjadi pada penderita asma.
2. Batuk kronis
Adalah batuk yang berlangsung selama atau lebih dari 14 hari dan atau berulang. Batuk ini disebut juga dengan batuk berulang, yang apabila batuk
berlangsung selama 3 kali episode berturut-turut dalam 3 bulan. Misalnya seseorang batuk pada bulan Maret, April dan Mei secara berturut-turut dan sebaliknya batuk
dapat pula hanya sekali misalnya pada bulan Maret saja, tetapi berlangsung selama 14 hari atau lebih. Batuk kronis berulang ini harus dicurigai sebab seringkali merupakan
gejala adanya suatu penyakit serta membutuhkan penanganan yang khusus oleh dokter. Batuk ini bisa menjadi suatu gejala dari penyakit TB paru dan asma.
3. Batuk akut
Batuk akut seringkali lebih ringan, misalnya karena flu, radang tenggorokan atau tersedak. Namun ada penyakit yang ditandai oleh batuk akut misalnya
pneumonia. Pneumonia adalah suatu radang atau infeksi paru-paru yang seringkali
Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh kuman atau bakteri yang ditandai dengan panas tinggi, tenggorokan merah dan seperti bengkak. Jika darahnya diperiksa, maka sel darah putihnya
meningkat. Dengan demikian infeksi harus diobati dengan antibiotic. 4.
Batuk rejan atau pertusis Batuk yang berat bunyinya seringkali terjadi terjadi 6-10 kali, kemudian
terdengar bunyi melengking, dokter menyebutnya dengan batuk rejan atau pertusis, dan orang awam lebih mengenal dengan batuk 100 hari. Dikatakan demikian karena
batuknya memang dalam waktu lama, namun dengan perawatan biasa batuk baru akan sembuh pada 7-8 minggu atau sampai 3 bulan, sehingga pola makan akan
terganggu dan mengakibatkan penurunan berat badan. Batuk rejan seringkali diawali dengan pilek biasa dan batuknya lebih sering
terjadi di malam hari. Setelah berlangsung 2 minggu batuk bertambah parah, suara menjadi serak dan sulit bernapas. Serangan batuk yang demikian dapat menyebabkan
penderitanya muntah serta keluar darah dari mulut, hidung dan terlihat perdarahan pada bagian putih mata. Serangan batuk dapat timbul dengan tiba-tiba, kadang jika
terjadi pertukaran suhu. Pada akhir minggu ke empat bahkan lebih batuk mulai reda dan bisa sembuh, namun batuk rejan ini bersifat menular kepada orang lain.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Pikir
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir di atas ini merupakan gambaran penyakit “kena aji” racun yang ada di masyarakat Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh
Singkil. Melihat karakteristik masyarakat yang diantaranya secara demografi umur, jenis kelamin, etnissuku, tingkat pendidikan, agama, pendapatan dan sosiofisiologis
pengalaman sakit sebelumnya. Penyakit “kena aji” racun juga dilihat secara menyeluruh mulai dari definisi penyakit itu sendiri, asal usul penyakit, penyebab
munculnya, tanda-tanda yang nampak dirasakan, serta dampak yang ditimbulkan. Dari gambaran penyakit “kena aji” racun nantinya akan berkaitan juga dengan
proses penyembuhan dan pencegahan yang dilakukan masyarakat Lipat Kajang.
Penyakit “Kena aji” Racun
Apa penyakit “Kena aji” Racun
Asal usul penyakit Kenapa bisa terkena
Tanda-tanda yang nampak dirasakan
Faktor penyebab Siapa yang beresiko
Dampak penyakit
Karakteristik Informan:
Demografi
umur, jenis kelamin, etnissuku, tingkat
pendidikan, agama, pendapatan
Sosiofisiologis
pengalaman sakit sebelumnya
Sistem Perawatan Kesehatan Proses
Penyembuhan
Pencegahan
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian