Kena Aji” (Racun) pada Masyarakat Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil

(1)

PENYAKIT “KENA AJI” (RACUN) PADA MASYARAKAT LIPAT KAJANG KECAMATAN SIMPANG KANAN

KABUPATEN ACEH SINGKIL

TESIS

Oleh

ARLIZA SAFITRI 107032116 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

„KENA AJI‟ (POISON) ILLNESS IN LIPAT KAJANG COMMUNITY, AT SIMPANG KANAN SUBDISTRICT, ACEH SINGKIL DISTRICT

TESIS

Oleh

ARLIZA SAFITRI 107032116 / IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH


(3)

PENYAKIT “KENA AJI” (RACUN) PADA MASYARAKAT LIPAT KAJANG KECAMATAN SIMPANG KANAN

KABUPATEN ACEH SINGKIL

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARLIZA SAFITRI 107032116 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENYAKIT “KENA AJI” (RACUN) PADA MASYARAKAT LIPAT KAJANG

KECAMATAN SIMPANG KANAN KABUPATEN ACEH SINGKIL Nama Mahasiswa : Arliza Safitri

Nomor Induk Mahasiswa : 107032116

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Fikarwin Zuska) (Dra. Syarifah, M.S)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 15 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua Penguji : 1. Dr. Fikarwin Zuska Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S

2. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H 3. Drs. Amir Purba, MA, Ph.D


(6)

PERNYATAAN

PENYAKIT “KENA AJI” (RACUN) PADA MASYARAKAT LIPAT KAJANG KECAMATAN SIMPANG KANAN

KABUPATEN ACEH SINGKIL

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

Arliza Safitri 107032116 / IKM


(7)

ABSTRAK

Setiap masyarakat memiliki sistem kesehatan sendiri, yang satu sama lain memiliki banyak persamaan dan perbedaan yang pada dasarnya terdapat dua kategori yang utama yaitu sistem teori penyakit (disease theory system) dan sistem perawatan kesehatan (health care system). Sementara itu yang sering menjadi masalah kesehatan pada masyarakat sendiri yaitu berhubungan dengan persepsi mengenai kedua kategori tersebut, sehingga adanya persepsi pada masyarakat juga menjadi suatu hal yang sangat penting yang akan memengaruhi kesehatan.

Tujuan penelitian yaitu untuk memahami, menganalisa dan menggambarkan penyakit ”kena aji” (racun) serta proses penyembuhan yang dilakukan masyarakat Lipat Kajang, yang dilihat dari faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit ”kena aji” (racun) seperti mengetahui apakah yang disebut dengan penyakit ”kena aji” (racun), bagaimana asal usul penyakitnya, penyebab muncul penyakit, tanda -tanda yang dirasakan/ nampak, pencegahan, serta dampak dari penyakit ”kena aji” (racun).

Penelitian ini adalah studi kualitatif dengan paradigma interpretive, dengan melakukan indepth interview dan observasi partisipasi kepada anggota masyarakat Desa Lipat Kajang Kecamatan Simpangan Kanan yang mengetahui tentang penyakit “kena aji” (racun) terutama yang mempunyai pengalaman sakit maupun yang bisa mengobati penyakit “kena aji” (racun) serta yang bersedia menjadi informan penelitian.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa penyakit “kena aji” (racun) disebut sebagai sebuah sistem penyakit yang bisa kena ke orang lain yang dibawa (agent) oleh jin baik dengan menggunakan serbuk sebagai media (perantara) maupun tidak menggunakan media. Kata ”aji” berasal dari bahasa Pakpak yang artinya racun. Penyebab muncul penyakit ini yaitu pada awalnya terdapat paham ajaran agama yang berbeda, selain itu juga juga terdapat adanya konflik pribadi seperti perasaan iri, sakit hati kepada orang lain, serta adanya suatu keharusan bagi yang menyimpan “aji” (racun) ini untuk membuangnya kepada orang lain. Tanda-tanda khas yang dirasakan/ nampak yaitu batuk. Serta proses penyembuhannya yaitu kepada dukun/ kiyai dan juga kepada puskesmas.

Dari hasil penelitian maka disarankan kepada petugas kesehatan perlunya membuat kerjasama dalam hal mengajak masyarakat untuk berdiskusi mengenai pengobatan penyakit “kena aji” (racun) serta membuat strategi promosi kesehatan untuk melakukan upaya penanggulangan serta pencegahannya.


(8)

ABSTRACT

Each community has its own health system in which each of them has the similarities and differences. Basically, there are two main categories of health system: disease theory system and health care system. The health problems usually occur int the society since there is different perception of these categories; this means that this different perception will influence people‟s health.

The aim of the research was to understand, to analyze, and to describe “kena aji” (poison) illness and the process of healing it, done by Lipat Kajang community, viewed from some factors related to this illness. Therefore, the problems of the research were as follows: how to know the illness which was called “kena aji” (poison), what was the origin of the illness, what caused the illness, what are the signs of the illness, how to prevent it, and what were the effects of the “kena aji” (poison).

The research was a qualitativestudy with interpretative paradigm by performing in depth interviews and participating observation toward the community members of Lipat Kajang Village, Simpang Kanan Subdistrict, who knew this kind of illness, especially those who had gone through the illness and those who had been able to heal it and were ready to become the informants.

He result of the research showed that the “kena aji” (poison) illness as an illness system which could spread to other people by an agent, a good genie, who used powder as the medium or without the medium at all. The word, “aji” comes from Pakpak dialect which means poison. This illness is caused by the difference in religion among the community members, personal conflicts like jealousy, feeling irritated toward other people, and something an obligation for the person who keeps the “aji” (poison) to „send‟ it to other people. The specific sign of the illness is coughing. The process of healing it is by visiting medicine men/clerics and Puskesmas.

It is recommended that the health workers should invite people to discuss the healing of “kena aji” (poison) illness and plan a strategy of health promotion in order to handle and prevent it.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Penyakit “Kena Aji” (Racun) pada Masyarakat Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil. Tesis ini adalah wujud persembahan penulis atas ilmu yang diperoleh selama ini di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Penulis menyadari begitu banyak yang memberi dukungan, bimbingan, informasi, bantuan baik berupa materil maupun moril dan kemudahan dari berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

4. Dr. Fikarwin Zuska dan Dra. Syarifah, M.S, selaku pembimbing tesis yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan, pemikiran, dan dukungan kepada penulis dalam penyusunan hingga selesainya tesis ini.

5. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH dan Drs. Amir Purba, MA, Ph.D selaku komisi penguji tesis yang telah memberikan kritik serta saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Seluruh dosen pengajar dan pegawai Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah bersedia menjadi teman berdiskusi untuk penyelesaian tesis ini dan juga kepada teman di Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

8. Kepala Desa Lipat Kajang beserta Sekretaris atas izin yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Seluruh masyarakat Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil khususnya kepada informan yang telah bersedia menerima kunjungan peneliti, berinteraksi dan memberikan informasi-informasi yang sangat peneliti butuhkan untuk tesis ini.

8. Teristimewa kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang sudah banyak memberikan dukungan, semangat dan doa kepada ananda dalam menjalani pendidikan ini serta adik-adikku Angga, Rizka, Widya dan Ilham serta semua sanak saudara yang telah memberikan dukungan dan doa.


(11)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, dan semoga tesis ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Medan, Oktober 2012 Penulis

Arliza Safitri 107032116 / IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Arliza Safitri, lahir di Sungai Penuh Kerinci Jambi pada tanggal 03 Mei 1988. Anak pertama dari Ayahanda Zulkardianto dan Ibunda Darleli dan memiliki 3 orang saudara. Penulis beragama Islam dari suku Minang. Beralamat di Jalan Pasar Kambang Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat dan saat ini tinggal sementara di Jalan Sei Padang Gang Langgar No.17A Medan.

Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri No.13 Pasar Kambang Kec. Lengayang Kab. Pesisir Selatan Sumatera Barat tahun 1994-2000. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Lengayang Kab. Pesisir Selatan Sumatera Barat tahun 2000-2003. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Lengayang Kab. Pesisir Selatan Sumatera Barat tahun 2003-2006 lalu melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun 2006-2010.

Penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar di Akademi Kebidanan Baruna Husada dan Paluta Husada. Setelah itu bekerja sebagai staf di Rumah Sakit Ibu dan Anak Az-Zakiyah Medan sampai sekarang. Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2010.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Medis ... 11

2.2.1 Definisi ... 11

2.2.2 Ethnomedicine ... 15

2.2 Penyakit Nonmedis ... 17

2.2.1 Jenis Penyakit Nonmedis ... 17

2.2.2 Penyebab Penyakit Nonmedis ... 18

2.2.3 Cara Menentukan Penyakit Nonmedis ... 23

2.2.4 Beberapa Contoh Penyakit Nonmedis ... 25

2.3 Pengobatan Tradisional ... 28

2.3.1 Definisi ... 28

2.3.2 Pengobatan Tradisional Terkait Hal Ghaib ... 35

2.3.3 Pengobatan Tradisional sebagai Mistik ... 37

2.4 Perilaku Penggunaan Pelayanan Kesehatan ... 38

2.4.1 Perilaku Kesehatan ... 45

2.4.2 Penggunaan Pelayanan Kesehatan ... 46

2.5 Penyakit TB Paru ... 59

2.5.1 Definisi ... 59

2.5.2 Gejala dan Diagnosa Penyakit TB Paru ... 60


(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian... 65

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 66

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 66

3.2.2 Waku Penelitian ... 66

3.3 Pemilihan Informan ... 66

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 78

3.5 Metode Analisis Data ... 88

BAB 4. GAMBARAN DAERAH PENELITIAN 4.1 Gambaran Geografis ... 90

4.2 Gambaran Demografis ... 96

BAB 5. PENGELOMPOKAN ”AJI” (RACUN) 5.1 Apa ”Aji” (Racun) ... 105

5.2 Faktor Penyebab Munculnya Penyakit ... 119

5.3 Siapa yang Memberi ”Aji” (Racun) ... 122

5.4 Siapa yang Beresiko Menderita atau ”Kena Aji” ... 124

5.5 Kenapa Bisa Terkena Penyakit ”Aji” (Racun) ... 125

BAB 6. TANDA/ GEJALA PENYAKIT ”KENA AJI” (RACUN) 6.1 Tanda/ Gejala Penyakit ”Kena Aji” (Racun) ... 128

6.2 Lama Menderita Penyakit ”Kena Aji” (Racun) ... 153

6.3 Dampak Penyakit ”Kena Aji” (Racun) ... 155

6.4 Cara Mencegah tidak Terkena ”Aji” (Racun) ... 156

6.5 Tanda/ Gejala Penyakit Menurut Tenaga Kesehatan ... 166

BAB 7. PROSES PENYEMBUHAN PENYAKIT 7.1 Proses Penyembuhan Penyakit ”Kena Aji” (Racun) ... 177

7.2 Pengobatan Tradisional ... 181

7.3 Pengobatan Medis Modern ... 199

BAB 8. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ... 203

8.2 Saran ... 205

DAFTAR PUSTAKA ... 206


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1. Jumlah Penduduk Desa Lipat Kajang Berdasarkan Etnis ... 91

4.2. Jumlah Penduduk Desa Lipat Kajang Berdasarkan Pendidikan ... 91

4.3. Sepuluh Penyakit Terbesar di Puskesmas Simpang Kanan ... 103

4.4. Jumlah Penderita TB Paru di Puskesmas Simpang Kanan ... 104

6.1. Gambaran Sosiofisiologis Informan ... 129

6.2. Gambaran Kesehatan Informan; Lina ... 130

6.3. Gambaran Kesehatan Informan; Ahmad ... 138

6.4. Gambaran Kesehatan Informan; Mesdi ... 141

6.5. Gambaran Kesehatan Informan; Dedi ... 145

6.6. Gambaran Kesehatan Informan; Pipit ... 150

6.7. Gambaran Tanda-tanda yang Dirasakan Sehubungan dengan Penyakit “Kena Aji” (Racun) ... 151

6.8. Kondisi Lingkungan Rumah Masyarakat Desa Lipat Kajang ... 163

6.9. Persepsi Tenaga Kesehatan tentang Penyakit “Kena Aji” (Racun) ... 167

6.10. Gejala Penyakit “Kena Aji” (Racun) dan Penyakit TB Paru ... 168

7.1. Gambaran Macam-macam Dukun dan Pengobatannya Sehubungan dengan Penyakit “Kena Aji” (Racun) ... 185


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kerangka Pikir Penelitian ... 64

4.1. Aceh Singkil dari Peta Nangroe Aceh Darusalam ... 91

4.2. Aceh Singkil Dilihat dari Jalur Lintas Sumatera ... 91

4.3. Wilayah Kecamatan di Aceh Singkil ... 92

4.4. Sungai Jalur Transportasi Dulunya, Pemukiman Rumah Masyarakat ... 94

4.5. Jalan Darat Menuju Sungai dan Pemukiman Rumah Masyarakat ... 94

4.6. Rumah Masyarakat Desa Lipat Kajang Atas ... 95

4.7. Rumah Masyarakat Desa Lipat Kajang ... 96

5.1. Kayu Rengas Biasa ... 114

5.2. Kayu Rengas Susu ... 115

5.3. Bagan Pengelompokkan “Aji” (Racun) ... 117

6.1. Tanda-Tanda/ Gejala Pada Tubuh Penderita ... 152

6.2. Lingkungan Rumah; Tampak dari Depan... 160

6.3. Lingkungan Sekitar Rumah Masyarakat ... 160

6.4. Kondisi dalam Rumah; Tampak Gelap... 161

7.1. Alur Pencarian Peyembuhan Penyakit “Kena Aji” (Racun)... 178


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara ... 210

2. Surat Survei Pendahuluan ... 212

3. Surat Izin Penelitian ... 213


(18)

ABSTRAK

Setiap masyarakat memiliki sistem kesehatan sendiri, yang satu sama lain memiliki banyak persamaan dan perbedaan yang pada dasarnya terdapat dua kategori yang utama yaitu sistem teori penyakit (disease theory system) dan sistem perawatan kesehatan (health care system). Sementara itu yang sering menjadi masalah kesehatan pada masyarakat sendiri yaitu berhubungan dengan persepsi mengenai kedua kategori tersebut, sehingga adanya persepsi pada masyarakat juga menjadi suatu hal yang sangat penting yang akan memengaruhi kesehatan.

Tujuan penelitian yaitu untuk memahami, menganalisa dan menggambarkan penyakit ”kena aji” (racun) serta proses penyembuhan yang dilakukan masyarakat Lipat Kajang, yang dilihat dari faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit ”kena aji” (racun) seperti mengetahui apakah yang disebut dengan penyakit ”kena aji” (racun), bagaimana asal usul penyakitnya, penyebab muncul penyakit, tanda -tanda yang dirasakan/ nampak, pencegahan, serta dampak dari penyakit ”kena aji” (racun).

Penelitian ini adalah studi kualitatif dengan paradigma interpretive, dengan melakukan indepth interview dan observasi partisipasi kepada anggota masyarakat Desa Lipat Kajang Kecamatan Simpangan Kanan yang mengetahui tentang penyakit “kena aji” (racun) terutama yang mempunyai pengalaman sakit maupun yang bisa mengobati penyakit “kena aji” (racun) serta yang bersedia menjadi informan penelitian.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa penyakit “kena aji” (racun) disebut sebagai sebuah sistem penyakit yang bisa kena ke orang lain yang dibawa (agent) oleh jin baik dengan menggunakan serbuk sebagai media (perantara) maupun tidak menggunakan media. Kata ”aji” berasal dari bahasa Pakpak yang artinya racun. Penyebab muncul penyakit ini yaitu pada awalnya terdapat paham ajaran agama yang berbeda, selain itu juga juga terdapat adanya konflik pribadi seperti perasaan iri, sakit hati kepada orang lain, serta adanya suatu keharusan bagi yang menyimpan “aji” (racun) ini untuk membuangnya kepada orang lain. Tanda-tanda khas yang dirasakan/ nampak yaitu batuk. Serta proses penyembuhannya yaitu kepada dukun/ kiyai dan juga kepada puskesmas.

Dari hasil penelitian maka disarankan kepada petugas kesehatan perlunya membuat kerjasama dalam hal mengajak masyarakat untuk berdiskusi mengenai pengobatan penyakit “kena aji” (racun) serta membuat strategi promosi kesehatan untuk melakukan upaya penanggulangan serta pencegahannya.


(19)

ABSTRACT

Each community has its own health system in which each of them has the similarities and differences. Basically, there are two main categories of health system: disease theory system and health care system. The health problems usually occur int the society since there is different perception of these categories; this means that this different perception will influence people‟s health.

The aim of the research was to understand, to analyze, and to describe “kena aji” (poison) illness and the process of healing it, done by Lipat Kajang community, viewed from some factors related to this illness. Therefore, the problems of the research were as follows: how to know the illness which was called “kena aji” (poison), what was the origin of the illness, what caused the illness, what are the signs of the illness, how to prevent it, and what were the effects of the “kena aji” (poison).

The research was a qualitativestudy with interpretative paradigm by performing in depth interviews and participating observation toward the community members of Lipat Kajang Village, Simpang Kanan Subdistrict, who knew this kind of illness, especially those who had gone through the illness and those who had been able to heal it and were ready to become the informants.

He result of the research showed that the “kena aji” (poison) illness as an illness system which could spread to other people by an agent, a good genie, who used powder as the medium or without the medium at all. The word, “aji” comes from Pakpak dialect which means poison. This illness is caused by the difference in religion among the community members, personal conflicts like jealousy, feeling irritated toward other people, and something an obligation for the person who keeps the “aji” (poison) to „send‟ it to other people. The specific sign of the illness is coughing. The process of healing it is by visiting medicine men/clerics and Puskesmas.

It is recommended that the health workers should invite people to discuss the healing of “kena aji” (poison) illness and plan a strategy of health promotion in order to handle and prevent it.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara keseluruhan akan menyebabkan terjadinya perbedaan-perbedaan persepsi tentang kesehatan tersebut. Inilah yang terjadi sejak berabad-abad tahun yang lalu, dan berdampak pada terjadinya perbedaan pendekatan dalam mengobati suatu penyakit. Umumnya, terdapat dua pandangan terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan di dunia yakni pandangan kesehatan barat dan pandangan kesehatan non barat (Bahar, 2011 dan Foster, 1986). Kedua pandangan ini sangatlah berbeda dalam melihat penyakit dan cara pengobatan yang akan dilakukan, namun kedua pandangan ini ada ditengah-tengah masyarakat pada umumnya.

Pandangan kesehatan barat atau disebut juga dengan kesehatan medis modern melihat penyakit sebagai sebuah fenomena alami yang dapat dipelajari secara ilmiah, dipengaruhi oleh prosedur-prosedur terapeutik dan juga oleh pengaturan hidup seseorang yang sangat bijaksana. Selain itu mempercayai bahwa penyakit tidak disebabkan oleh iblis atau kekuatan-kekuatan supranatural lainnya. Pandangan ini sangat berbeda dengan kesehatan non barat (kesehatan tradisional), yang menganggap penyakit merupakan ketidakserasian pada tingkat individual dan sosial yang dapat muncul dari penyesuaian yang tidak memadai pada aturan-aturan dan adat kebiasaan


(21)

dirinya untuk menyesuaikan dengan tatanan sosial yang ada. Serta kejadian penyakit sering dikaitkan dengan fenomena spiritual pada masyarakat (Winkelman, 2009).

Perbedaan kedua pandangan ini tentunya juga akan berpengaruh kepada usaha-usaha yang dilakukan pemerintah dalam upaya meningkatkan kesehatan. Namun pada dasarnya upaya-upaya yang dilakukan pemerintah secara terus-menerus lebih menekankan kepada kesehatan barat (kesehatan medis modern) saja (Bahar, 2011). Akan tetapi upaya-upaya tersebut tidak tidak dapat menghilangkan adanya pandangan kesehatan non barat (kesehatan tradisional), karena pandangan ini telah melekat dari dulunya dalam hidup masyarakat. Hal ini terlihat dari beberapa penyakit yang diberi nama dan dipercayai berdasarkan asal usulnya serta adanya praktek-praktek pengobatan yang dilandasi dengan pengetahuan dan kepercayaan secara turun temurun.

Melihat kesehatan sebagai suatu sistem dengan menggunakan pendekatan holistik, sehingga untuk mendapatkan kesehatan masyarakat melakukan upaya melalui kebudayaan yang dimiliki dan pengetahuan yang ada. Inilah yang melahirkan suatu sistem kesehatan, yang merupakan keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, keterampilan dan praktek yang mencakup seluruh aktivitas kesehatan (Sianipar, 1989).

Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap masyarakat memiliki sistem kesehatan sendiri, yang mungkin satu sama lain memiliki banyak persamaan dan perbedaan yang pada dasarnya terdapat dua kategori yang utama yaitu sistem teori penyakit (disease theory system) dan sistem perawatan kesehatan (health care


(22)

system). Menurut Foster dan Anderson (1986) sistem teori penyakit mencakup kepercayaan terhadap kesehatan, penyebab penyakit, berbagai ragam obat, dan teknik penyembuhan. Sedangkan sistem perawatan kesehatan berhubungan dengan cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk merawat orang sakit dan penggunaan ilmu pengetahuan mengenai penyakit untuk penyembuhannya. Sementara itu yang sering menjadi masalah kesehatan pada masyarakat sendiri yaitu berhubungan dengan persepsi mengenai kedua kategori tersebut, sehingga adanya persepsi pada masyarakat juga menjadi suatu hal yang sangat penting yang akan memengaruhi kesehatan (Sunanti, 2000).

Menurut Soekanto (2002), persepsi masyarakat merupakan suatu proses dimana sekelompok manusia yang hidup dan tinggal bersama dalam wilayah tertentu, dan memberikan pemahaman atau tanggapan terhadap hal-hal atau peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Hal ini berarti persepsi masyarakat tentang penyakit dan sistem perawatan kesehatan ditentukan juga oleh lingkungan dari masyarakat itu sendiri yang telah menjadi sebuah budaya. Selaras dengan pendapat Sarwono (2007) yang menyebutkan bahwa persepsi tentang penyakit ditentukan oleh budaya, karena penyakit merupakan suatu pengakuan sosial, bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar. Sehingga persepsi masyarakat mengenai timbulya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut (Sudarma, 2008).


(23)

Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, bahkan persepsi kejadian penyakit itu sendiri dapat berlainan dengan ilmu kesehatan medis modern. Persepsi yang berbeda mengenai suatu penyakit sampai saat ini masih ada disebagian besar masyarakat. Perbedaan persepsi mengenai penyakit ini, sesuai dengan penjelasan Foster (1986) yang menyebutkan bahwa persepsi timbulnya suatu penyakit dikalangan masyarakat, sering dikaitkan dengan adanya dua konsep yaitu konsep Naturalistik dan konsep Personalistik. Penyebab bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Sedangkan konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa masih banyaknya dijumpai pada masyarakat yang menganut konsep naturalistik dan personalistik ini, seperti penelitian yang dilakukan oleh Alwisol (1978) yang dikutip dalam Sianipar (1989) menjelaskan bahwa pada masyarakat Aceh didapati dua jenis penyebab penyakit, yakni yang disebabkan makhluk halus seperti roh, hantu, jin (konsep personalistik) dan bukan makhluk halus seperti racun, tuba, terkilir/ patah (konsep naturalistik).

Koentjaraningrat (1984) juga menyatakan bahwa pada masyarakat Jawa ada beberapa teori tradisional mengenai penyakit yang diyakini mereka disebabkan oleh


(24)

faktor personalistik dan naturalistik seperti batuk darah, yangmana penyakit ini pada tingkat pertama disebabkan oleh masuk angin atau terganggunya keseimbangan antara unsur panas dan dingin dalam tubuh. Akan tetapi unsur personalistik seperti guna-guna atau pelanggaran pantangan, atau perbuatan dosa dapat menjadi penyebab bertambah parahnya penyakit tersebut (Sianipar, 1989).

Selain itu terdapat beberapa penyakit yang berdasarkan asal usul kejadiannya, diasumsikan berbeda oleh masyarakat. Seperti penyakit AIDS yang menurut masyarakat penyakit ini hanya ada di luar negeri, AIDS juga dianggap sebagai penyakit yang didertita kaum homoseks lelaki dan di kalangan pelacuran saja, serta dianggap juga sebagai penyakit karena melanggar pantangan (Sciortino, 2007). Penyakit lainnya seperti kejang yang dianggap muncul karena kesurupan (kemasukan) makhluk halus, adanya kejadian diare pada bayi dan penyakit lainnya.

Pemahaman masyarakat tentang suatu penyakit yang dilihat dari adanya konsep naturalistik dan personalistik tentang suatu kejadian penyakit ini, menurut Foster dan Anderson (1986) akan berpengaruh kepada tindakan perawatan kesehatan yang akan dilakukan. Hal ini dijumpai di Desa Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil. Seperti yang terdapat pada masyarakat Desa Lipat Kajang, yang menyebutkan bahwa adanya suatu penyakit yang sering diderita masyarakat setempat yang dikenal dengan penyakit ”kena aji” (racun).

Penyakit ”kena aji” (racun) merupakan sebuah penyakit yang dinamai oleh masyarakat setempat, yang mana penyakit ini dipercayai oleh masyarakat sebagai


(25)

penjelasan salah seorang pengobat (dukun), penyakit ”kena aji” (racun) merupakan penyakit yang dengan sengaja diberikan kepada orang lain yang dibawa (agent) oleh jin baik dengan menggunakan serbuk sebagai media (perantara) maupun tidak menggunakan media. Racun ini bisa diberikan ke dalam makanan atau minuman bahkan bisa melalui perantaraan roh atau makhluk halus. Tanda-tanda/ gejala yang dirasakan oleh seorang penderita menurut penjelasan pengobat tradisional (dukun) setempat, biasanya adalah tidak selera makan, kurus, mata cekung, emosi tidak stabil, nyeri pada sendi tulang, badan terasa dingin pada waktu menjelang malam, batuk kering dalam waktu yang lama, batuk lebih sering pada malam hari akan tetapi pada siang hari penderita jarang batuk, dalam keadaan yang sudah parah penderita dapat mengeluarkan darah saat batuk.

Namun yang menjadi permasalahan yang berhubungan dengan fenomena penyakit ”kena aji” (racun) ini yaitu masyarakat mendefinisikan adanya penyakit ”kena aji” (racun), tanda-tanda yang dirasakan, serta upaya penyembuhan yang akan dilakukan berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki. Pemahaman masyarakat tentang suatu penyakit terkadang dipengaruhi oleh kepercayaan yang sulit diterima secara logika, apabila pemahaman masyarakat ini tidak diimbangi dengan pengetahuan modern, dikhawatirkan akan membawa pengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat pada umumnya. Kesalahan dalam menafsirkan penyakit yang diderita karena semata-mata hanya dilandasi pengetahuan yang dimiliki dan kepercayaan, akan berakibat fatal bagi kesehatan dan keselamatan penderita (Syahrun, 2008).


(26)

Dilihat dari kondisi pasien yang berkunjung ke pelayanan kesehatan (Puskesmas), pasien memeriksakan dirinya ketika sakitnya sudah bertambah parah. Dilihat dari tanda-tanda/ gejala pada penderita, penyakit ini diasumsikan oleh dokter/ tenaga kesehatan setempat sebagai penyakit TB paru. Sementara itu diketahui bahwa penyakit TB paru merupakan masalah utama kesehatan pada masyarakat yang hampir dijumpai di semua negara (Yoga, 2005). Penyakit ini adalah penyumbang pasien ketiga terbesar di dunia, penyebab kematian nomor tiga pada semua kelompok usia setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan lainnya, dan nomor 1 (satu) dari seluruh penyakit infeksi (Alfian, 2005).

Sementara itu, menurut perawat dan bidan di puskesmas setempat menyebutkan bahwa setiap pasien yang datang berobat dengan gejala khas seperti batuk maka berdasarkan diagnosa dokter pasien diperiksa dan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa batuk yang diderita pasien adalah batuk dari gejala penyakit TB paru. Berdasarkan data di puskesmas menunjukkan bahwa dari bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 jumlah pasien positif TB paru berjumlah 25 orang, sementara jumlah penderita suspect keseluruhan sampai bulan Juni 2012 yaitu 250 orang. Namun batuk sangat banyak jenisnya, penyakit “kena aji” (racun) yang juga memiliki tanda/ gejala khusus batuk tidak bisa langsung dinyatakan sebagai batuk dari gejala penyakit TB paru. Proses penyembuhan harus dilakukan dengan diagnosa dan pemeriksaan yang tepat terhadap batuk yang diderita.


(27)

Melihat kenyataan ini, maka diperlukan suatu penelitian sebagai langkah awal untuk memahami fenomena penyakit ”kena aji” (racun) yang ada pada masyarakat Lipat Kajang, karena suatu masalah tidak akan bisa dipecahkan apabila belum ada penelitian yang dilakukan. Serta penelitian ini bertujuan untuk menentukan strategi promosi kesehatan yang tepat dalam menanggulangi penyakit ”kena aji” (racun) nantinya, karena sampai saat ini belum ada upaya dari tenaga kesehatan dalam hal promosi kesehatan untuk penanggulangan penyakit ”kena aji” (racun) ini. Pada dasarnya untuk mencapai keberhasilan dari tujuan strategi promosi kesehatan yang dilakukan yaitu bila tenaga kesehatan itu sendiri dapat memahami informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat dalam upaya untuk perubahan perilaku.

Oleh sebab itu tesis ini akan memberikan pengertian yang terdiri dari pembahasan mengenai apakah yang disebut dengan penyakit ”kena aji” (racun), bagaimana asal usul penyakitnya, faktor apa yang menjadi penyebab muncul penyakit, siapa yang memberi ”aji” (racun), siapa saja yang beresiko terkena penyakit, tanda-tanda yang dirasakan/ nampak, pencegahan, dampak dari penyakit ”kena aji” (racun) serta bagaimana penyembuhan yang dilakukan masyarakat Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah yang disebut dengan penyakit ”kena aji” (racun), bagaimana asal usul penyakitnya, penyebab muncul penyakit, tanda-tanda yang


(28)

dirasakan/ nampak, dampak dari penyakit ”kena aji” (racun), pencegahan, serta bagaimana proses penyembuhan yang dilakukan masyarakat Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami, menganalisa dan menggambarkan penyakit ”kena aji” (racun) serta proses penyembuhan yang dilakukan masyarakat Lipat Kajang, yang dilihat dari faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit ”kena aji” (racun) seperti mengetahui apakah yang disebut dengan penyakit ”kena aji” (racun), bagaimana asal usul penyakitnya, penyebab muncul penyakit, tanda-tanda yang dirasakan/ nampak, pencegahan, serta dampak dari penyakit ”kena aji” (racun).

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dengan diketahuinya penyakit ”kena aji” (racun), sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan, Puskesmas dan instansi terkait untuk strategi upaya penanggulangan dan pencegahan penyakit ”kena aji” (racun) ini.

2. Sebagai bahan informasi dan diskusi kepada masyarakat tentang penyakit ”kena aji” (racun) sehingga bisa dilakukan pengobatan dan upaya pencegahan yang benar.


(29)

3. Untuk melatih peneliti dalam mengaplikasikan Ilmu Kesehatan Masyarakat, serta diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam pengembangan penelitian selanjutnya.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Medis

2.1.1. Definisi Sistem Medis

Menurut Dunn (1976) yang dikutip dari Anne (2007) sistem medis adalah pola-pola dari pranata sosial dan tradisi-tradisi yang menyangkut perilaku yang disengaja untuk meningkatkan kesehatan, meskipun hasil dari tingkah laku khusus tersebut belum tentu menghasilkan kesehatan yang baik. Sistem medis juga merupakan suatu kompleks luar dari pengetahuan, kepercayaan, teknik, peran, norma-norma, nilai-nilai, ideology, sikap, adat istiadat, upacara-upacara dan lain-lain. Secara singkat sistem medis mencakup semua kepercayaan dalam usaha untuk meningkatkan kesehatan dan tindakan serta pengetahuan ilmiah mapun keterampilan anggota-anggota kelompok yang mendukung sistem tersebut. Mekanisme sistem medis terdiri dari (Sianipar, 1989) :

a. Sistem Teori Penyakit.

Adalah meliputi beberapa pembahasan mengenai kepercayaan-kepercayaan dalam mengenai ciri-ciri sehat, sebab-sebab sakit, serta pengobatan dan teknik-teknik penyembuhan terhadap penyakit. Selain itu adanya konsep sehat dan sakit pada masyarakat juga akan memengaruhi terhadap kesehatan. Konsep sehat sakit adalah keadaan biospikososial yang menyatu dengan kehidupan manusia (Soekanto, 2007).


(31)

Sehat (health) adalah konsep yang tidak mudah diartikan sekalipun dapat kita rasakan dan diamati keadaannya. Misalnya, orang tidak dapat memiliki keluhan-keluhan fisik dipandang sebagai orang yang sehat. Sebagai satu acuan untuk memahami konsep “sehat”, WHO merumuskan dalam cangkupan yang sangat luas yaitu “keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/ cacat”. Sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit atau cacat. Orang yang tidak berpenyakitpun belum tentu dikatakan sehat. Semestinya dia dalam keadaan yang sempurna baik fisik, mental atau sosial.

Pengertian ini merupakan suatu keadaan ideal dari sisi biologis, psikologis dan sosial. Konsep “sakit” terkait dengan tiga konsep, dalam Bahasa Inggris yaitu disease, illness dan sickness. Ketiga istilah ini mengandung pengertian yang berdimensi bispikososial. Disease berdimensi biologis, illness berdimensi psikologis, sickness berdimensi sosiologis (Solita, 2007).

Disease penyakit berarti suatu penyimpangan yang simptomnya diketahui lewat diagnosis. Penyakit berdimensi biologis dan obyektif, bersifat independen terhadap pertimbangan-pertimbangan psikososial, tetap ada tanpa dipengaruhi keyakinan orang atau masyarakat terhadapnya. Illness adalah konsep psikologis yang menunjuk pada persaan, persepsi, atau pengalaman subyektif seseorang tentang ketidaksehatannya atau keadaan tubuh yang dirasa tidak enak. Sebagai pengalaman subyektif, maka illness ini bersifat individual. Sedangkan sicknesss meruoakan konsep sosiologis yang bermakna sebagai penerimaan sosial terhadap seseorang sebagai orang yang sedang mengalami kesakitan (illness atau disease). Dalam


(32)

keadaan sickness ini orang dibenarkan melepaskan tanggung jawab, peran, atau kebiasaan-kebiasaan tertentu yang dilakukan saat sehat karena adanya ketidaksehatan (Solita, 2007).

Oleh karena pengertian “sakit” itu dapat berdimensi subyektif-kulturalistik, maka setiap masyarakat memiliki pengertian sendiri tentang sakit sesuai dengan pengalaman dan kebudayaannya. Peran sakit hanya dapat dilakukan dan diakui oleh masyarakatnya jika sesuai dengan pertimbangan nilai, keyakinan norma sosialnya. Karena itu, suatu kesakitan yang dirasakan secara dan diakui oleh individu atau masyarakat tidak selalu dirasaskan secara sama oleh individu atau masyarakat yang lainnya. Menurut Sudarma (2008) relatifitas pengertian masyarakat tentang sehat dan sakit dapat dipahami beberapa hal antara lain:

1. Memahami kondisi sehat dan sakit 2. Memahami penyebab suatu kesakitan

3. Memberi kewenangan orang yang dapat menetapan kondisi sehat atau sakit 4. Merespon terhadap kesakitan aau simptomnya

5. Menetapkan klasifikasi kesakitan

Akibat dari perbedaan pemahaman tidak mudah menilai seseorang yang sehat atau sakit bedasarkan eksperimen, pengalaman, persepsi, penilaian, atau budaya sendiri. Karena dalm memberikan penilaian tentang sehat dan sakit perlu memperhatikan aspek biopsikososialnya. Berdasarkan pengertian tentang sehat dan sakit secara singkat keadaan kesehatan itu merupakan :


(33)

1. Suatu pengertian (construct) yang samgat longgar yang dipahami berbeda oleh masyarakat.

2. Bedasarkan kualitatif karena dapat dimengerti menurut perasaan dan persepsi. 3. Keadaan yang bersifat kontinum karena posisinya berada pada dua titik ekstrem

yang berlawanan, yaitu titik sehat pada satu sisi dan titik sakit pada sisi lain. b. Sistem Perawatan Kesehatan

Adalah suatu cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam merawat orang yang sedang menderita sakit. Sistem perawatan kesehatan setidaknya melibatkan interaksi antara sejumlah orang yang terdiri dari penyembuh dan orang yang menderita sakit. Bentuk perawatan kesehatan dalam sistem medis tradisional dapat dilihat umpamanya dalam berbagai bentuk upacara ritual, iringan music tradisional, tari-tarian, nyanyian, kesurupan, penggunaan mantra dan jimat, atau penyembuhan yang dilakukan dengan memijit atau mengurut bagian tubuh, memberikan berbagai jenis ramuan obat-obatan alami lainnya.

Di dalam sistem medis juga dikenal sistem medis tradisional dan sistem medis pengobatan alternatif. Sistem medis tradisional biasanya merupakan suatu sistem pengobatan turun temurun dalam suatu daerah dimana pengetahuan, penyembuh, maupun pemakainya menggunakan teori penyembuhan yang sama. Sistem medis pengobatan alternatif juga sebenarnya hampir serupa dengan pengobatan tradisional. Pengobatan alternatif ini biasanya cenderung bersifat non-barat, akan tetapi banyak juga yang berasal dari tempat atau negara lain.


(34)

Efektif atau tidaknya suatu sistem medis untuk menyembuhkan penyakit yang diderita manusia, semua memang sangat tergantung kepada kepercayaan masing-masing. Jika penderita lebih percaya kepada sistem medis tradisional, maka itulah yang lebih efektif untuk kesembuhannya, selain itu penggunaan peralatan kesehatan dan ilmu pengetahun yang memadai juga menjadi faktor penting dalam mencari kesembuhan.

Penyakit dalam padangan budaya adalah pengakuan sosial bahwa sesorang itu tidak bisa menjalankan peran normalnya secara wajar, dan bahwa harus dilakukan sesuatu terhadap situasi tewrsebut. Semua sistem medis memiki segi-segi pencegahan dan pengobatan. Sistem medis memiliki fungsi yaitu :

1. Memberikan rasional bagi pengobatan.

2. Suatu sistem teori penyakit menjelaskan “mengapa” suatu teori penyakit serangkaian menjalankan peran kuat dalam memberi sanksi dan dorongan norma-norma budaya sosial dan moral.

2.1.2. Ethnomedicine

Ethnomedicine mengacu pada studi tentang praktek medis tradisional yang berkaitan dengan interpretasi budaya kesehatan, penyakit dan juga alamat proses kesehatan-mencari dan praktek-praktek penyembuhan. Praktek ethnomedicine adalah sistem multi-disiplin yang kompleks yang merupakan penggunaan tanaman, spiritualitas dan lingkungan alam dan telah menjadi sumber penyembuhan bagi orang-orang selama ribuan tahun.


(35)

Aspek spiritual dari kesehatan dan penyakit telah menjadi komponen integral dari praktek ethnomedicinal selama berabad-abad, suatu dimensi diabaikan oleh praktisi biomedis, karena kesulitan yang terlibat dalam memvalidasi keberhasilan menggunakan prinsip-prinsip ilmiah dan eksperimen. Sistem Ethnomedical (sistem obat primitif atau obat tradisional) memiliki dua kategori etiologi penyakit universal - alam dan non-alam (supernatural). Dengan demikian, penyakit ini diduga berasal dari kekuatan alam atau kondisi seperti dingin, panas dan mungkin oleh ketidakseimbangan dalam unsur-unsur dasar tubuh.

Ethnomedicine merupakan istilah kontenporer untuk kelompok pengethuan luas yang berasal dari rasa ingin tahu dan metode-metode penelitian yang digunakan untuk menambah pengetahuan itu, menarik minat ahli-ahli antropologi ,baik dari alasan teoritis maupun alasan pratek.

Selain itu pada masyarakat terdapat dua konsep etiologi/ penyebab sakit yang dianut yaitu naturalistic dan personalistik (Foster, 1986).

1. Konsep Naturalistic yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidakseimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan.

2. Konsep Personalistic yaitu menganggap munculnya penyakit disebabkan oleh intervensi suatu agent aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung).


(36)

2.2. Penyakit Nonmedis

Secara garis besar, sangat sulit membedakan antara penyakit medis dan nonmedis karena penderita merasakan sama sakitnya sehingga tidak bisa dibedakan. Biasanya setelah proses pengobatan baru akan diketahui apakah seorang pasien menderita penyakit medis atau nonmedis. Apabila pasien menderita penyakit medis tentu saja akan cepat sembuh dengan pengobatan medis karena ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran sangat berkembang. Tetapi bia dengan pengobatan medis tidak juga bisa sembuh karena tidak bisa didiagnosis secara tepat. Kadang-kadang diagnosisnya berubah-ubah secara medis tidak mendapatkan hasil maka harus dicurigai bahwa kasus tersebut tergolong panyakit nonmedis, karena pada dasarnya gangguan utama penyakit nonmedis adalah pada jiwa manusia, bukan pada fisiknya/ jasadnya. (Hakim, 2010).

2.2.1. Jenis Penyakit Nonmedis

Penyakit nonmedis yang biasanya diderita oleh masyarakat terbagi atas 2 jenis yaitu sebagai berikut :

1. Penderita hanya merasakan sakit pada jiwanya.

Penderita pada kelompok 1 tidak merasakan sakit pada fisiknya, dia hanya merasa gelisah, tertekan, stres, bingung, takut, merasa tidak bertenaga, marah, kesal, sedih dan putus asa tanpa sebab yang jelas. Kadang-kadang merasakan aneh, pikiran dan perasaan yang bukan-bukan, bahkan ada yang mendengar bisikan di teling, di kepala, dan di dada dan ada pula yang disertai mimpi buruk, timbul dorong-dorongan


(37)

di pikiran dan perasaan untuk melakukan hal-hal yang tidak wajar seperti bunuh diri, atau menyakiti orang lain serta sulit mengendalikan diri.

Penderita dalam kesehariannya selalu merasakan tidak enak, tidak nyaman, bahkan ada yang merasakan ketakutan dan terancam oleh sesuatu yang tidak jelas atau hal-hal yang tidak masuk akal, tidak bisa tidur, nafsu makan turun. Gangguan-gangguan ini pada mulanya tidak begitu kuat dan jarang terjadi, tapi lama kelamaan akan bertambah parah sampai keadaan yang tidak bisa lagi ditanggung oleh si penderita.

2. Penderita merasakan sakit pada fisik/ jasad dan jiwanya.

Penderita pada kelompok 2 biasanya di dahului oleh gejala seperti pada kelompok 1 tetapi ada juga yang tidak melewati tahap tersebut, langsung saja fisiknya sakit baik dengan ada tanda-tanda sebelumnya maupun tanpa tanda-tanda yang sifatnya tiba-tiba.

2.2.2. Penyebab Penyakit Nonmedis

Banyak di antara pihak yang salah dalam mengambil kesimpulan atau dugaan terhadap penyakit yang diderita seseorang, tanpa penelitian serta pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang penyakit nonmedis. Tentunya hal ini akan merugikan dan memperparah kondisi kesehatan penderitanya. Salah satu hal yang sangat mendasar untuk mendiagnosis penyakit nonmedis secara tepat adalah punya pengetahuan yang cukup tentang berbagai macam penyebab penyakit nonmedis dan mampu mengenalinya secara baik dan benar. Walaupun penyembuh penyakit nonmedis sangat hebat, namun tanpa pengetahuan yang mendalam tentang berbagai


(38)

macam penyebab penyakit nonmedis maka akan sulit mendiagnosis penyakit pasiennya secara tepat (Hakim, 2010).

Menurut Hakim (2010) menyebutkan bahwa terdapat 3 kelompok penyebab penyakit nonmedis yang menyangkut persoalan dengan aspek yang sangat luas pada manusia yaitu sebagai berikut :

1. Faktor internal

Adalah kasus penyakit yang disebabkan oleh kesalahan si penderita sendiri baik yang disengaja maupun tidak sengaja, diketahui maupun tidak diketahui, sadar maupun tidak sadar, menyebabkan terjadinya konflik atau disintegrasi atara jiwa sekunder yang satu dengan jiwa sekunder yang lain atau bahkan antara jiwa sekunder dengan jiwa pertama. Contohnya seorang pejabat personalia di suatu instansi pemerintah datang berobat dengan keluhan mulutnya selalu bau dan bertahun-tahun diobati dengan obat apapun tidak pernah sembuh. Setelah ditanyakan oleh pengobat/ penyembuh apakah dia sering menasehati orang, dan ternyata memang benar dia sering menasehati orang dan menjadi khotib di mesjid kantornya. Kemudian pengobat/ penyembuh langsung menyebutkan bahwa pejabat personalia tadi telah melanggar apa yang dinasehatinya kepada orang lain, dan akhirnya iapun mengakuinya bahwa ia pernah melakukan korupsi sementara ia selalu memberikan nasehat tentang larangan untuk korupsi. Dari contoh tersebut maka sebenarnya persoalan utama munculnya faktor internal ini adalah akibat pengembangan khalifah dalam tiap diri manusia yang tidak konsisten. Sehingga hal ini menjadi kategori kasus


(39)

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal ini adalah penyebab yang berasal dari luar diri penderitanya. Sebenarnya terdapat banyak hal lain yang masuk dalam kategori faktor eksternal akan tetapi jarang diketahui. Ada juga orang yang diganggu jin atau setan karena berbagai sebab. Contoh yang banyak dijumpai pada masyarakat seperti santet, guna-guna, teluh, tenung. Antara ke empat contoh tersebut juga memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya yaitu :

a. Santet, merupakan metode penyerangan jarak jauh, serangan ini dapat diketahui dari tubuh korban yang normal tanpa gejala yang tidak terlalu tampak. Rasa sakit yang ditimbulkan oleh serangan ini umumnya lokal (pada bagian tertentu saja) serta bisa datang pada saat-saat tertentu saja dan bila diperiksa oleh tenaga kesehatan misalnya dengan dironsen maka tidak ada terlihat apa-apa. Jenis bahan yang dipergunakan spesifik umumnya barang mati (tidak bernyawa) seperti kain, jerami (batang padi yang dibentuk menjadi boneka), jarum, silet, beling (pecahan kaca), kembang (bunga), kemenyan, dan sebagainya.

b. Teluh, metode ini merupakan kebalikan dari metode santet dan sangat identik yang selalu membawa unsur yang bernyawa seperti binatang. Cara kerjanya yaitu dengan mengubah suatu bentuk/ zat tertentu menggunakan ilmu khusus. Ciri serangannya dapat dilihat secara kasat mata (orang awam juga bisa melihat). Gejalanya seperti terlihat cahaya/ api yang terbang dan masuk ke rumah korban, malam hari terdengar suara benda yang biasanya sering digunakan pasir yang seperti dilempar ke atap rumah korban, tiba-tiba di rumah ada lintah atau bau


(40)

busuk yang tidak jelas asalnya, dan jika terkena korban dibagian tubuhnya terlihat benjolan yang dapat berpindah-pindah tempat saat dikeluarkan yang biasanya berisi cacing, kelabang, bambung (serangga pohon kelapa) urik-urik (serangga yang terdapat di kandang kambing), dan sebagainya.

c. Tenung, merupakan ilmu pengembangan dari santet dan teluh yang prinsip dasarnya sama namun pengaplikasian ilmu ini berbeda karena dapat menggunakan barang dan benda mati. Cara pengirimannya sama seperti teluh, namun kelebihannya ilmu ini bisa menyusup ke dalam tanah. Gejala dan serangan ini dapat dilihat seperti saat korban makan tiba-tiba dimakanannya terselip paku, kawat, silet, jarum dan sebagainya. Gejala dari terkenapun tidak jauh beda seperti teluh namun saat dikeluarkan dalam tubuh terdapat jarum, silet, kawat, serpihan beling (kaca), paku, batu kerikil, dan sebagainya.

d. Guna-guna, lebih identik dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan makanan, minuman, dan pakaian. Misalnya ada seseorang yang terlalu suka dengan seorang korban, kemudian dia memberikan buah/ makanan kesukaan korban. Saat dimakan oleh korban, maka pengaruhnya akan merasuk dan mengunci pertahanan tubuh yang berakibat korban akan berbalik suka kepada seseorang tersebut.

3. Kombinasi faktor internal dan faktor eksternal

Kombinasi dua faktor penyebab penyakit nonmedis merupakan kasus paling rumit, apalagi bila variabel yang terlibat di dalamnya sangat banyak. Faktor


(41)

bertuah (dikenal dengan istilah „ada isinya‟), yang spesifikasinya untuk menjaga diri atau menundukkan orang lain. Ketika yang bersangkutan ingin mencelakai orang lain dengan benda bertuahnya, namun orang tersebut juga mempunyai ilmu pertahanan yang lebih kuat maka benda yang bertuah tersebut akan berbalik mencelakai si pemiliknya. Sehingga bila sudah seperti ini maka akan sangat sulit disembuhkan. Penyakit nonmedis yang disebabkan oleh kombinasi antara faktor internal dan faktor eksternal ini merupakan kasus yang sangat sulit untuk didiagnosis dan disembuhkan kecuali oleh orang yang sangat ahli dan mempunyai kemampuan yang sangat baik.

Selain ketiga kelompok penyebab penyakit nonmedis tersebut terdapat juga yang sering disebut „kekuatan ghaib‟ sebagai penyebab penyakit, karena kecuali sebab fisik terdapat sejumlah makhluk atau kekuatan ghaib yang dipercayai dapat menimbulkan kerugian di tengah masyarakat terutama penyakit dan kematian. Kekuatan ghaib yang dimaksud bisa bersumber dari jin, roh halus dan setan. Jin terbagi atas dua macam yaitu jin Islam dan jin kafir yang keduanya juga dapat memengaruhi hidup manusia. Selain jin juga ada setan yang berasal dari roh manusia yang mati sebelum ajalnya. Misalnya wanita yang mati hamil dan kemudian rohnya juga akan mengganggu wanita hamil lainnya. Sedangkan roh halus adalah roh manusia yang baik seperti roh orangtua, nenek dan lainnya yang masuk ke dalam tubuh seseorang atau keluarganya untuk mengingatkan keturunannya yang melupakan dirinya, misalnya sudah lama tidak dibacakan doa-doa dan sebagainya. Orang yang dimasuki dikenal juga dengan „kerasukan roh halus‟ biasanya akan


(42)

meniru tingkah laku dari roh yang masuk ke dalam tubuhnya misalnya, cara makan, berbicara, dan tingkah laku lainnya (Sianipar, 1989).

2.2.3. Cara Menentukan Penyakit Nonmedis

Langkah pertama yang dilakukan sebelum menentukan penyakit yang diderita termasuk kategori penyakit nonmedis atau bukan yaitu dengan mengetahui beberapa langkah berikut dibawah ini yaitu (Hakim, 2010) :

1. Mengorek informasi yang diperlukan dari penderita dan keluarga penderita.

Sejumlah informasi yang diperlukan untuk melakukan diagnosis penyakit yang diderita oleh seseorang yaitu dengan mengetahui gejala penyakit, riwayat penyakit, upaya-upaya penyembuhan yang pernah dilakukan, aspek spiritual/ jiwa dan aspek psikologis penderita, keluarga, dan keturunan penderita serta rumah tempat tinggal.

2. Mendalami gejala.

Para dokter dalam diagnosis awal untuk menentukan penyebab penyakit seorang pasien biasanya dari gejala yang muncul pada diri penderita. Segala bentuk gejala penyakit sudah tersusun dan dapat diketahui dari buku panduan kedokteran. Tetapi untuk penyakit nonmedis tidak selamanya bisa diterapkan cara seperti itu. Misalnya untuk suatu gejala yang timbul pada si penderita, penyebabnya bisa dari banyak ragam kemungkinan. Bisa diakibatkan dari faktor internal, faktor eksternal, bahkan kombinasi kedua faktor ini. Sejumlah gejala penyakit nonmedis yang biasa ditemukan yaitu sebagai berikut :


(43)

- Semua kasus yang berkaitan dengan persoalan psikologis.

- Gejala awal penderita yaitu tidak merasa nyaman oleh sebab yang tidak jelas. Seperti tidak bisa tidur pulas, nafsu makan menurun, tidak tenang, mendengar bisikan di kepala, telinga, hidung, dan dada, seing mimpi buruk dan sebagainya. - Merasakan dingin di seluruh tubuh atau sebagian tubuh meskipun udara tidak

dalam temperatur yang dingin, merasa kepala seperti ada yang menekan atau menusuk dari atas, atau beberapa bagian tubuh yang terasa seperti tertusuk jarum atau sebagainya.

- Kebanyakan penderita penyakit nonmedis meskipun rasa sakitnya parah, namun tidak tampak pada perubahan wajah yang masih terlihat seperti orang yang tidak sakit.

- Rasa sakit pada bagian anggota tubuh yang terasa berpindah-pindah bahkan kesurupan juga termasuk kepada penyakit nonmedis, serta diagnosis dokter tidak tetap atau berubah-ubah terhadap kasus tersebut serta pengobatan medis tidak memberikan kesembuhan.

Gejala-gejala lain baik yang ditemukan oleh pengobat/ penyembuh pada saat menentukan seseorang menderita penyakit nonmedis atau bukan, serta gejala-gejala yang dipaparkan oleh penderita sendiri perlu didalami dengan membandingkan dan menghubungkan dengan informasi-informasi yang didapat dari pendertia dan keluarganya. Menganalisis secara tepat akan memberikan kesimpulan yang tepat pula tetang penyebab penyakit yang diderita.


(44)

3. Memaksa penyebab penyakit berbicara sendiri.

Cara ini tidak bisa dilakukan oleh orang awam, melainkan hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki ilmu dan keterampilan namun juga memiliki resioko yang cukup besar. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan seperti melakukan sesuatu sehingga si penderita kesurupan kemudian mengungkapkan segala informasi yang detail tentang penyakit yang dideritanya serta cara-cara lainnya. Apabila semua variabel penyebab penyakit telah berhasil ditangani secara baik dan tepat maka saat itu juga penderita akan sembuh.

2.2.4. Beberapa Contoh Penyakit Nonmedis

Pada masyarakat, masih sangat banyak dijumpai penyakit-penyakit yang dianggap sebagai penyakit nonmedis seperti adanya kesambet/ teguran, palasik, racun santau, begu ganjang, penyakit yang diakibatkan oleh santet, guna-guna, teluh maupun tenung, dan sebagainya.

- Penyakit akibat racun santau

Penyakit ini merupakan pengalaman dari Suherman dan keluarganya yang ditulis dalam sebuah artikel (http://quranic-healing.com, 2011). Racun santau ialah sejenis sihir racun yang diberi kepada seseorang yang ingin diracun dengan cara secara diam-diam dimasukkan langsung kedalam makanan atau minuman atau melalui angin dengan perantaraan jin dan setan. Seseorang yang kena santau akan selalu merasakan rasa sakit disekujur tubuhnya yang akan tersiksa secara perlahan-lahan hingga. Korban akan menderita berpanjangan yang berakhir dengan kematian,


(45)

Bahan-bahan racun ini jika masuk kedalam tubuh melalui mulut akan menuju tekak leher dan membuat batuk yang berkepanjangan lalu terus masuk hingga berhenti dan berada diusus besar. kemudian oleh usus besar diserap masuk dan berjalan dalam peredaran darah lalu berhenti pada setiap sendi hingga akibatnya tubuh akan merasa ngilu dan sakit. Terus bergerak hingga keujung-ujung kuku tangan akibatnya seluruh kuku akan membiru dan menghitam ini menandakan tingkat sakit akibat racun sudah mulai parah, tangan sudah mulai kebas dan kesemutan. Bahan-bahan racun ini juga akan membawa kuman dan virus penyakit yang jika masuk kedalam organ tertentu ditubuh akan membuat kerusakan pada jaringan sel organ tersebut bahkan akan menimbulkan kanker dan tumor.

Racun santau dari benda-benda yang membuat gatal jika menempel dikulit akan membuat kulit akan menjadi luka, gatal, memerah bahkan menimbulkan borok, jika masuk kedalam saluran pernapasan akan membuat batuk kering yang sangat parah hingga susah mengambil nafas. Racun santau dari benda-benda tajam biasanya akan langsung dibawa dna dikontrol oleh jin dan akan dimasukkan kedalam salah satu bagian tubuh seperti perut, dada dll hingga akan membuat kerusakan sel pada bagian tubuh tersebut.

Jika tidak cepat diobati dan dikeluarkan racunnya dapat dipastikan orang yang terkena racun santau ini akan cepat mengalami kematian sebab seluruh organ dan bagian sel tubuhnya sudah rusak oleh benda-benda tajam, racun dan bibit penyakit yang dibawanya. Tanda-tanda bila terkena penyakit ini yaitu :


(46)

1. Batuk yang susah untuk berhenti,batuk kering, batuk berdarah dan bernanah serta keluar debu-debu kecil seperti serbuk atau kaca. Batuknya terjadi pada masa-masa tertentu saja seperti mada malam hari atau pagi hari.

2. Pusing kepala, badan lemah dan lemas, sulit untuk makan dan minum.

3. Ngilu atau sakit pada salah satu atau seluruh bagian tubuh, sakit tulang belakang pada waktu maghrib dan malam jumaat,kadangkala sakit menjadi lebih terasa ketika hampir solat jumat, sakit dan sesak nafas terutama pada waktu maghrib, kuku menjadi hitam dan nafas menjadi busuk

4. Keluar darah istihadah yang berpanjangan bagi kaum wanita, sulit tidur, badan gatal, kulit memerah dan mudah luka dan bernanah, badan terasa panas, timbul lebam-lebam pada tubuh, timbul Kanker atau tumor, bulu-bulu pada tubuh berguguran/ terlepas.

5. Tanda semasa tidur misalnya mimpi jatuh dari tempat tinggi, mimpi melihat benda-benda racun seperti miang buluh, ulat bulu, racun ular, mimpi bermain dengan benda tajam seperti pisau dan sembilu, mimpi melihat kecil, mimpi binatang menakutkan seperti ular, kalajengking, dan sebagainya.

- Kesambet/ teguran

Dalam pandangan masyarakat Buton sakit yang bersifat tidak nyata jauh lebih berbahaya daripada sakit yang nyata, terutama ditinjau dari kemampuan untuk mengobatinya. Sakit yang tidak nyata dan dipercayai sepenuhnya oleh masyarakat Buton yaitu sakit kemasukan roh jahat (guna-guna) sakit ingatan (amagila) dan sakit


(47)

ini oleh masyarakat diidentifikasikan sebagai penyakit yang terkena teguran leluhur atau melanggar pantangan tertentu, dan cara pengobatannya harus ditangani oleh ahlinya. Sakit yang dalam bahasa Buton disebut dengan amapii, panaki yang berarti orang tersebut harus istirahat dari aktivitas. Kepada mereka yang sakitnya ringan dan masih dapat melaksanakan tugasnya seadanya dikatakan Parangara (tanda-tanda sebelum sakit). Sakit ringan menurut batasan amapii adalah masuk angin, batuk, sakit kepala, sakit gigi, sakit perut, demam, gatal-gatal dan sariawan. Kepercayaan tentang makhluk gaib yang jahat menimbulkan banyak istilah penyakit yang bersifat tidak nyata. Dalam lingkungan masyarakat Buton sakit yang tidak jelas namanya dan tidak dapat diidentifikasikan sendiri jenis pengobatannya, dianggap sebagai perbuatan makhluk gaib, yang menurut kepercayaan masyarakat setempat dianggap sebagai perbuatan yang melanggar sesuatu kebiasaan (adat) atau akibat perbuatan manusia dengan menggunakan roh jahat (Syahrun, 2008).

2.3. Pengobatan Tradisional

2.3.1. Definisi Pengobatan Tradisional

Pengobatan tradisional merupakan salah satu cara penyembuhan yang dianggap sebagai hal yang biasa di masyarakat. Memang ada masyarakat yang pernah mencoba sekurang-kurangnya satu kali dan ada yang belum pernah sama sekali, akan tetapi sudah mendapat informasi dari orang lain. Kepopuleran pengobatan tertentu tergantung pada bermacam faktor. Faktor-faktor ini berdasarkan alasan mengapa


(48)

seseorang memilih atau tidak memilih suatu jenis pengobatan. Faktor-faktor ini biasanya yaitu sebagai berikut (Tjiong, 1991) :

1. Ekonomi

Menurut Ablas (2002) yang dikutip dalam Walcott (2004) menyebutkan bila keuangan menjadi hal yang penting sekali untuk seseorang dalam rangka memilih jenis pengobatan, pilihan jenis alternatif adalah pilihan yang termurah. Memang sifat murah adalah sifat yang berpengaruh khususnya untuk masyarakat dari tingkatan ekonomi yang agak rendah. Satu alasan mengapa pengobatan tradisional relatif murah, sering dikatakan sebagai alasan alami. Ada banyak pengobatan tradisional yang berdasarkan tumbuh-tumbuhan dari pada kimia, maka tersedianya bahan-bahan bisa lebih mudah di dapat dimana saja. Oleh karena itu harganya harganya lebih murah dari pada obat kimia yang hanya bisa didapat dari apotek.

2. Kepercayaan dan kebudayaan

Memang kepercayaan dimiliki orang tertentu apa lagi terhadap kesehatan sangat dipengaruhi budayanya. Seperti sudah dijelaskan kepercayaan mistik sangat kuat dan mempengaruhi kebudayaan Jawa. Kesehatan dari pendapat mistik terdiri atas sifat jasmani dan sifat yang selain jasmani, yaitu rohani. Orang Jawa percaya bahwa kehidupan seharusnya bersifat „keseimbangan‟ dan hubungan yang „rukun‟. Pola-pikir kesehatan dipengaruhi rohani, jasmani dan mental, adalah pola-pikir yang masuk akal untuk orang yang mengidentifikasikan dengan kebudayaan Indonesia.


(49)

misalnya sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Selain itu adanya persepsi mengenai suatu penyakit pada masyarakat menjadi suatu hal yang sangat penting. Persepsi tentang penyakit itu sendiri ditentukan oleh budaya, hal ini dikarenakan oleh penyakit merupakan suatu pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar (Setiadi, 2009).

Hal ini sesuai dengan pendapat Antoni (2009) dalam penelitiannya sehubungan dengan penyakit dilihat dari sisi sosial budaya. Disebutkan bahwa sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa gejala penyakit tuberkulosis karena penyakit kutukan, termakan racun atau kena guna-guna oleh perbuatan orang lain sehingga penderita berusaha untuk menyembunyikan penyakitnya karena takut dikucilkan dan disingkirkan dari pergaulan masyarakat, sehingga penderita tidak mau mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan. Anggapan seperti ini menyebabkan masyarakat pertama kali mencari pertolongan pengobatan ke dukun kampung.

Konsep kesehatan tidak saja berorientasi pada aspek klinis saja, tetapi lebih berorientasi pada ilmu-ilmu lain yang ada kaitannya dengan kesehatan dan kemasyarakatan, antara lain; ilmu sosiologi, psikologi, perilaku danlain-lain yang kegunaannya sebagai penunjang yang sekaligus sebagai faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan. Salah satu cabang antropologi dan sosiologi yang membahas kebudayaan termasuk didalamnya adalah : pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat yang dilakukan oleh masyarakat (Winkelman, 2009).


(50)

Manusia sebagai makhluk yang multidimensional, berpotensi muncul dimensi-dimensi pada berbagai aspek dalam hidup seperti pada aspek kesehatan, contohnya persepsi sakit bagi orang desa berbeda dengan persepsi sakit orang kota. Oleh karena itu perbedaan persepsi ini dapat mengembangkan perbedaan perilaku sehat antara setiap individu masyarakat (Wisadirana, 2005).

Perilaku terwujud secara nyata dari seperangkat pengetahuan kebudayaan. Bila berbicara tentang sistem budaya, berarti mewujudkan perilaku sebagai suatu tindakan yang kongkrit dan dapat dilihat, yang diwujudkan dalam sistem sosial di lingkungan warganya. Berbicara tentang konsep perilaku, hal ini berarti merupakan satu kesatuan dengan konsep kebudayaan. Perilaku kesehatan seseorang sangat berkaitan dengan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma dalam lingkungan sosialnya, berkaitan dengan terapi, pencegahan penyakit (fisik, psikis, dan sosial) berdasarkan kebudayaan mereka masing-masing (Dumatubun, 2002).

Di negara maju terdapat unsur kebudayaan yang dapat menunjang peningkatan status kesehatan seperti tingkat pendidikan yang optimal sosial ekonomi yang tinggi, lingkungan hidup yang baik . Di Negara berkembang terjadi sebaliknya, masalah yang kita hadapi adalah jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta penyebaran yang tidak merata. Tingkat pengetahuan dan pendidikan yang rendah terutama pada golongan wanita, kebiasaan yang negatif yang berlaku di masyarakat serta adat istiadat dan kepercayaan yang kurangnya peran serta masyarakat terhadap pembangunan kesehatan (Anonim, 2009).


(51)

Kondisi sosial budaya masyarakat yang mendukung adalah semangat gotong royong dan kekeluargaan serta bermusyawarah dalam mengambil keputusan. Aspek sosial budaya juga berhubungan dengan :

a. Kesehatan Ibu, disebabkan oleh tingkat pendidikan wanita yang rendah, kurangnya pengetahuan tentang cara pemilihan jenis/ bahan makanan, cara pengolahan dan cara penyajian serta budaya pantangan terhadap makan makanan tertentu yang mestinya sangat dibutuhkan.

b. Kesehatan Anak, kesehatan pada anak berkaitan erat dengan faktor sosial budaya dimasyarakat seperti halnya tingkat pendidikan yang rendah pada wanita, sosek, kepercayaan pada pelayanan tenaga kesehatan masih rendah, adanya budaya memprioritaskan ayah dalam pemberian makanan dalam keluarga.

c. Pelayanan Kesehatan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan pelayanan terutama kepada petugas kesehatan masih rendah, yang disebabkan karena relasi interpersonal yang dirasa masih ada batas. Petugas kesehatan pada umumnya pendatang sehingga ada perbedaan pengakuan dan penerimaan sebagai keluarga.

Cara dan gaya hidup manusia, adat istiadat, kebudayaan, kepercayaan bahkan seluruh peradaban manusia dan lingkungannya berpengaruh terhadap penyakit. Secara fisiologis dan biologis tubuh manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan yang selalu berubah, yang sering membawa serta penyakit baru yang belum dikenal atau perkembangan/ perubahan penyakit yang sudah ada. Konsep sehat sakit


(52)

sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya, akan tetapi bila konsep sehat sakit ini tidak dijadikan sebagai suatu hal yang mendasar pada kesehatan maka akan sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap terwujudnya derajat atau status kesehatan masyarakat (Sudarma, 2008).

Cara berinteraksi, perilaku manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit termasuk juga dalam hal pemilihan pelayanan kesehatan yang akan digunakan oleh masyarakat. Semua itu akan mempengaruhi status kesehatan masyarakat itu sendiri. Sehingga kajian atau penelitian mengenai konsekuensi kesehatan perlu memperhatikan konteks budaya dan sosial masyarakat (Setiadi, 2009).

3. Geografi

Tersediannya pengobatan tradisional mudah dan bersifat beraneka guna. Jamu, obat dari tumbuh-tumbuhan dijual disamping jalan dan seperti tadi disebut bisa didapat di mana-mana saja karena bersumber alami. Kemudian kalau jaraknya menjadi kesulitan kemudian ada pilihan bentuk pengobatan tradisional yang pengobatnya bisa menyembuhkan dari tempat yang jauh dari orang pasien. Kalau pengobatnya memakai kekuatan-kekuatan yang tidak luar seperti tenaga dalam kemudian berikut bahwa jarak fisik tidak mambatasi penyembuhan dari mana-mana. Barangkali alasan itu menjadi alasan lain yang mendorong masyarakat yang tidak


(53)

4. Sosial dan demografis

Ada kecenderungan tentang pengobatan alternatif dengan daerah perdesaan. Biasanya orang-orang yang tinggal di daerah pedesaan menilai sifat tradisional/alternatif dari pada orang-orang yang tinggal di daerah perkotaan. Dikarenakan orang-orang ini masih bergantung pada daerah pedalaman alami dan hal spiritual seperti diturunkan orang tuannya dari masa dahulu. Tidak ada pengaruh modern atau fasilitas modern yang tersedia yang seperti di daerah pekotaan, karena alasan itu kebanyakkan orang mencoba pengobatan alternatif biasanya disarankan oleh orang tuannya.

Menurut Timmermans (2001) yang dikutip dari Walcott (2004) ada bareneka-macam jenis pengobatan tradisional yang bisa dibedakan lewat hal cara-caranya. Perbedaan ini dijelaskan sebagai terapi yang „berdasarkan cara-cara‟ seperti terapi spiritual yang terkait hal gaib atau terapi dengan tusukan jarum. Jenis terapi yang kedua „berdasarkan obat-obatan‟ seperti jamu dan pengobatan herbal. Pembagian ini sering dikenal sebagai jenis pengobatan yang „berdasarkan mantra-mantra‟ dan jenis pengobatan lain yang berdasarkan „alat-alat‟. Pembagian ini juga digaris bahawi salah satu responden dukun. Dia membedakan pengobatan yang cara dan pendidikannya „bisa ditulis‟ seperti pengobatan Cina dengan pengobatan yang cara dan pendidikannya tidak „bisa ditulis‟, seperti terapi spiritual.

Tidak ada pendidikan formal untuk kebanyakan pengobatan alternatif, khususnya pengobatan yang „pakai cara-cara‟. Ini tergantung pada faktor „keahlian‟ dan apakah pengobatan ini bisa ditulis atau tidaknya. Pada umumnya pengobatan


(54)

yang bersifat obat-obat Cina seperti jamu dan pengobatan herbal bisa ditulis. Walaupun pada pihak yang lain pengobatan alternatif yang dipengaruhi supranatural atau metafisik tidak bisa dipelajari dari buku-buku. Pelajaran atau pendidikan pengobatan yang terkait hal ghaib hanya bisa dilatih oleh orang yang mempunyai keahlian khusus untuk menjadi dukun. Keahlian ini tidak terdapat melalui pendidikan formal tetapi lewat keturunun saja atau bakat dari Tuhan (Walcott, 2004).

Menurut Bakker (1993) yang dikutip pada Walcott (2004), menyebutkan bahwa sering pada berbagai daerah seorang yang ahli pengobatan tradisional biasanya dinamakan „dukun‟. Peran dukun bermacam-macam dan tidak hanya khusus pengobatan. Kekuatan-kekuatan dimiliki dukun bisa dipakai untuk tujuan-tujuan seperti santet, meramalkan, mempercantik, menyembuhkan dan bisa berhubungan dengan dunia spiritual dan mistik. Pada umumnya seorang dukun memiliki kemampuan untuk mengobati bareneka-macam penyakit, baik penyakit luar maupun penyakit yang tidak luar (Sianipar, 1989).

2.3.2. Pengobatan Tradisional Terkait Hal Ghaib

Para dukun bisa memakai pengaruh dari luar dunia manusia untuk membantu orang yang sakit dan untuk alasan selain ini. Tidak semua ahli pengobatan yang terkait hal ghaib menganggap sendirinya sebagi dukun. Misalnya, menurut seorang dukun tenaga dalam, dia bukan dukun karena tidak memakai mantra-mantra atau alat-alat (Sianipar, 1989).


(55)

Pengobatan tradisional bisa menyembuhkan penyakit „luar‟ maupun penyakit yang „tidak luar‟. Ada banyak jenis pengobatan lain baik tradisional maupun modern yang penggunaannya terlibat dengan penyakit luar, karena itu pengobatan tradisional yang terkait hal ghaib lebih kenal untuk penggunaan yang terlibat dengan penyakit yang tidak luar (Walcott, 2004).

Menurut Sianipar (1989) dengan kata lain pengobatan tradisional yang terkait hal ghaib khusus untuk mengobati korban „sakit jiwa‟, atau sifat lain yang tergantung pada dunia ghaib untuk menjadi sembuh. Di masyarakat Jawa jiwa selalu berhubungan dengan raga atau fisik. Istilah-istilah ini juga dikenal sebagai batin dan lahir. Yang mana dipakai tergantung pada jenis pengobatan supranatural yang terfokus. Misalnya, istilah-istilah pertama terkait dengan pengobatan „tenaga dalam‟, sedangkan istilah-istilah yang kedua terlibat dengan pengobatan „kebatinan‟.

Menurut Mulder (1998) yang dikutip pada Walcott (2004), pada sisi yang lain lahir atau raga termasuk kekuatan-kekuatan dari luar dirinya seperti perlilaku seseorang. Begitu bahwa jiwa dan raga atau batin dan lahir selalu merupakan satu kesatuan. Dalam masyarakat Jawa seseorang yang sakit jiwa berarti seseorang yang tidak bisa mengontrol atau menyeimbangan „lahir dan batinnya‟. Kemudian berikut bahwa seseorang yang tidak bisa melindungi keseimbangan ini, tubuhnya terlalu peka dan terbuka terhadap pengaruh yang kurang baik. Biasanya pengaruh-pengaruh ini bersumber jin, gangguan roh atau mahkluk lain dari dunia supranatural. Istilah „lahir‟ bersama istilah „batin‟ tidak khusus untuk bidang pengobatan yang terkait hal ghaib tetapi penting sekali dalam kehidupan sehari-hari seorang yang berbudaya Jawa.


(56)

Dalam budaya ini ada kepercayaan „Mistik‟ yang kuat sekali. Segala keadaan kehidupan sebetulnya melindungi kesiembangan ini.

2.3.3. Pengobatan Tradisional sebagai Kepercayaan Mistik

Kepercayaan mistik menyediakan kesamaan dalam dasar pola-pikir untuk semua jenis pengobatan yang terkait hal ghaib. Memang dasar-dasar pola fikir orang Jawa sangat berbau kepercayaan ini juga. Kepercayaan mistik termasuk sebagian dari identitas orang Jawa karena sudah diusahkan sejak zaman dahulu, nenek moyang (Soewandi, 2009).

Kepercayaan Mistik bisa ketahui sejak abad dua belas pada waktu agama Hindu dan agama Budha paling berpengaruh. Kepercayaan mistik masih hidup selama proses Islamisasi pada akhir abad tiga belas tetapi bentuknya berubah untuk menyesuaikan dengan agama ini yang baru. Menurut Mulder (1998) yang dikutip pada Walcott (2004) pada akhir abad sembilan belas kepercayaan ini mulai dianggap dengan sengaja sebagai simbang budaya Indonesia. Kecenderungan ini bisa dilihat sebagai jawaban terhadap penjajahan. Yaitu, ada kecenderungan untuk masyarakat tertentu untuk memperkuatkan budaya pribumi atau menciptakan identitas yang melawan identitas penjajah (Walcott, 2004).

Di Jawa kecenderungan ini terlihat sebagai pengakuan kepercayaan mistik sebagai bagian dari budaya Jawa. Sifat „spiritualisme‟ dinilai penting sekali dari pada „materialisme‟ – sifat yang diasosiasikan dengan seorang Belanda. Pada saat ini, ada keinginan bersama masyarakat Belanda untuk mengalami kepercayaan yang bersifat


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. F. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta

Alfian, U. 2005. Tuberkulosis. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta.

Alsagaff, H. Abdul Mukthi. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan ke-3. Penerbit Airlangga University Press. Surabaya.

Anne, Ahira. 2007. Sistem Medis: Sebuah Cara Untuk Menyembuhkan. Diakses pada tanggal 26 April 2012 dari http://www.anneahira.com.

Anonim. 2009. Pengaruh Budaya Terhadap Kesehatan. Diakses pada tanggal 12 November 2011 dari http://www.bascommetro.com.

. 2009. Profil Kesehatan Propinsi Aceh. Diakses pada tanggal 03 Maret 2012 dari http://dinkes.acehprov.go.id

. 2011. Profil Kabupaten Aceh Singkil. Diakses Pada Tanggal 16 Mei 2012 dari http://www.acehsingkilkab.go.id

Antoni, Syahrizal., Lazuardi, L., Woerjandari. 2009. Implementasi Penemuan Suspek Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Pesisir Selatan. Working Paper Series No. 14 Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Berg, L. Bruce. 2007. Qualitative Research Methods for The Social Sciences. Penerbit Pearson Education Inc. USA.

Berutu, Lister., B. Pasder., Makmur. M. 2002. Aspek-Aspek Kultural Etnis Pakpak; Sebuah Eksplorasi Tentang Potensi Lokal. Penerbit Monora. Medan.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Penerbit Kencana Media Group. Jakarta. Depkes, RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi Kedua

Cetakan Pertama. Gerdunas-TB.

Dumatubun. 2002. Papuan Journal of Social and Cultural Anthropology; Kebudayaan, Kesehatan Orang Papua Dalam Perspektif Antropologi Kesehatan. Volume 1. Penerbit Universitas Cendrawasih Press. Jayapura.


(2)

Foster, Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan. Penerbit Grafiti. Jakarta.

Girsang, M. 2002. Standar Pengobatan Penderita Tuberkulosis (TBC). Penebit Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta.

Hakim, Jusuf. 2010. Mendiagnosis Penyakit Nonmedis; Sebuah Kajian Dan Metode Terapi Alif (Pengobatan Holistik). Penerbit PT. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia. Jakarta.

Hiswani. 2006. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat. Working Paper Series Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diakses pada tanggal 03 Maret 2012 dari http://usu.repository.ac.id

Indiarti, MT. 2007. Panduan Lengkap Kesehatan Dari A Sampai Z. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.

Manik, Mansehat. 2010. Silsilah; Pakpak Dengan Manik, Pergetteng-getteng Sengkut, Dan Hubungannya Terhadap Marga Pakpak Lainnya. Penerbit Mitra. Medan.

McKenzie, James F and Smeltzer, Jan L. 1997. Planning, Implementing, And Evaluating Health Promotion Programs. 2nd edition. Printed in the United States Of America.

Moleong, J. Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.

Sciortino, Rosalia. 2007. Menuju Kesehatan Madani. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Setiadi, M. Elly, et all. 2009. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Penerbit Kencana Prenada. Jakarta.

Sianipar. T, Alwisol, Munawir Yusuf. 1989. Dukun, Mantra dan Kepercayaan Masyarakat. Penerbit Pustakakarya Grafikatama. Jakarta.


(3)

Soewandi, 2009. Konsep Pengobatan Tradisional Menurut Primbon Jawa. Diakses pada tanggal 16 Juni 2012 dari http://jowo.jw.lt.

Solita, Sarwono. 2007. Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Penerbit Gajah Mada University Press.

Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi Untuk Kesehatan. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

Suherman. 2011. Seluk Beluk Sihir Racun Santau. Diakses pada tanggal 16 Juni 2012 dari http://quranic-healing.com.

Sunanti Z. Soejoeti. 2000. Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit Dalam Konteks Sosial Budaya. Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Syahrun. 2008. Pengobatan Tradisional Orang Buton (Studi Tentang Pandangan Masyarakat Terhadap Penyakit di Kecamatan Betoambari Kota Bau-Bau Propinsi Sulawesi Tenggara). Diakses pada tanggal 12 November 2011 dari http://jurnal.unhalu.ac.id

Thoha, Mitfah. 1998. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Tjiong, Roy. 1991. Problem Etis Upaya Kesehatan; Suatu Tinjauan Kritis. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Tonny, L. Tobing. 2009. Pengaruh Perilaku Penderita TB Paru dan Kondisi Rumah Terhadap Pencegahan Potensi Penularan TB Paru Pada Keluarga Di Kabupaten Tapanuli Utara. Tesis Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana USU. Diakses pada tanggal 12 November 2011 dari http://usu.repository.ac.id

Ulin. Priscilla. R., Elizabeth. T .Robinson, Elizabeth. E .Tolley. 2005. Qualitative Methods in Public Health; A Field Guide for Applied Research. Penerbit Jossey-Bass. USA.

Walcott, Esther. 2004. Seni Pengobatan Alternatif; Pengetahuan dan Persepsi. Tugas Studi Lapangan Program ACICIS Malang. Diakses pada tanggal 03 Mei 2012 dari http://www.acicis.murdoch.edu.au


(4)

Wisadirana, Darsono. 2005. Sosiologi Pedesaan; Kajian cultural dan Struktural Masyarakat Pedesaan. Penerbit UMM Press. Malang.

Yoga. 2005. Masalah Tuberkulosis Paru dan Penanggulangannya. Penerbit UI Press. Jakarta.


(5)

PEDOMAN WAWANCARA

PENYAKIT “KENA AJI” (RACUN) PADA MASYARAKAT LIPAT KAJANG KECAMATAN SIMPANG KANAN

KABUPATEN ACEH SINGKIL

No. Informan : Nama :

Demografi 1. Umur

2. Jenis Kelamin 3. Etnis / suku

4. Tingkat Pendidikan 5. Agama

6. Pendapatan per bulan Sosiofisiologis

I. Penderita

1. Kapan anda menderita penyakit “kena aji” (racun)? 2. Gejala seperti apakah yang anda rasakan?

3. Darimana anda mengetahui bahwa anda menderita penyakit “kena aji” (racun)?

4. Apa yang anda lakukan untuk mengobati penyakit tersebut? II. Bukan penderita

1. Apakah keluarga atau masyarakat lingkungan anda pernah menderita gejala penyakit “kena aji” (racun)?

2. Gejala seperti apakah yang tampak?

3. Darimana anda mengetahui bahwa keluarga atau masyarakat lingkungan

anda menderita penyakit “kena aji” (racun)?

4. Apa yang anda lakukan untuk mengobati penyakit tersebut? Penyakit “kena aji” (racun)

1. Menurut anda, apa yang menyebabkan terjadinya penyakit “kena aji” (racun)?

2. Apa gejala / tanda-tanda yang dirasakan bila seseorang telah terinfeksi penyakit “kena aji” (racun)?

3. Menurut anda, batuk yang seperti apakah yang digolongkan kepada gejala

“kena aji” (racun)?

4. Menurut anda, kapan seseorang dinyatakan telah menderita penyakit “kena


(6)

5. Bila seseorang terkena “kena aji” (racun), kemanakah anda membawanya untuk melakukan pengobatan?

6. Mengapa anda membawanya ke tempat pelayanan kesehatan tersebut? 7. Menurut anda, bagaimana cara untuk mencegah terjadinya penyakit “kena

aji” (racun) serta bagaimana agar tidak tertular penyakit tersebut?

Pelayanan Kesehatan

1. Menurut anda bagaimana pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan

setempat dalam melakukan pengobatan kepada penderita “kena aji”

(racun)?

2. Bagaimana pandangan anda tentang kinerja petugas kesehatan sehubungan

dengan upaya penanggulangan penyakit “kena aji” (racun)?

3. Apa saja upaya yang telah dilakukan oleh petugas kesehatan untuk

melakukan upaya penanggulangan penyakit “kena aji” (racun)?

4. Menurut anda, apakah dengan melakukan pengobatan ke pelayanan

kesehatan dapat menyembuhkan penyakit “kena aji” (racun)?

Catatan : Semua pertanyaan akan di probing setelah mendapatkan jawaban dari informan.


Dokumen yang terkait

Motivasi Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintahan Kabupaten Aceh Selatan Untuk Melanjutkan Pendidikan ke Tingkat Sarjana Keperawatan

0 46 61

Higiene Sanitasi Depot dan Analisis Cemaran Mikroba coliform Dan E.coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2015

0 9 175

PERUBAHAN MAKNA DAN SIMBOL DI DALAMUPACARA ADAT BEGAHAN KHITANAN PADA MASYARAKAT BOANG DI DESA SILATONGKECAMATAN SIMPANG KANAN KABUPATEN ACEH SINGKIL.

0 1 26

Undangan PK Jalan Lipat Kajang

0 0 1

Higiene Sanitasi Depot dan Analisis Cemaran Mikroba coliform Dan E.coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2015

1 1 15

Higiene Sanitasi Depot dan Analisis Cemaran Mikroba coliform Dan E.coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2015

0 0 2

Higiene Sanitasi Depot dan Analisis Cemaran Mikroba coliform Dan E.coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2015

0 0 7

Higiene Sanitasi Depot dan Analisis Cemaran Mikroba coliform Dan E.coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2015

0 1 31

Higiene Sanitasi Depot dan Analisis Cemaran Mikroba coliform Dan E.coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2015

0 0 3

Higiene Sanitasi Depot dan Analisis Cemaran Mikroba coliform Dan E.coli pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2015

0 0 57