Penjelasan mengenai profil informan yang berikutnya tidak dijelaskan secara rinci, dikarenakan ingin mengetahui persepsi atau pandangan tenaga kesehatan
mengenai penyakit “kena aji” racun ini. Hanya informasi secara garis besar saja yang dijelaskan. Informan tersebut adalah seorang dokter yang berasal dari kelompok
etnis Minang yang berumur 42 tahun dan telah tinggal serta menetap di Singkil. Dokter tersebut bernama Zulkifli. Dalam mengobati pasiennya ia menggunakan
paduan pengobatan medis modern dan pengobatan tradisional. Selanjutnya informan yang bernama Ibu Yanti yang berasal dari kelompok etnis Aceh dan berumur 51
tahun. Ia merupakan seorang bidan desa di puskesmas serta petugas bidang P2M. Informan berikutnya bernama Bapak Mawan, laki-laki dari kelompok etnis Karo yang
berumur 29 tahun. Di Dinas Kesehatan Aceh Singkil, ia mengurusi kerjaan di bidang penyusunan dan pembuatan program kesehatan. Sehingga dengan begitu informan
dalam penelitian ini sangat beragam bila dilihat berdasarkan latar belakangnya, hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih komplit.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini memperoleh data primer dengan cara wawancara mendalam indepht interview kepada informan serta melakukan observasi dengan melihat
lingkungan sekitar tempat tinggal serta kegiatan keseharian dari masyarakat. Selain data primer, pencarian data sekunder juga dilakukan ke Puskesmas dan Dinas
Kesehatan yaitu dengan mengetahui jumlah masyarakat yang menderita penyakit, persebarannya dan penyakit terbesar di daerah penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam indepht interview dilakukan dengan mengajak informan bercerita sesuai topik penelitian dan
menggunakan pedoman wawancara dengan bentuk pertanyaan terbuka yang memungkinkan informan bebas mengekspresikan diri, menentukan jenis dan
banyaknya informasi yang akan diperoleh serta menyatakan apa yang mereka pikir penting yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh peneliti. Untuk obeservasi, dilakukan
dengan cara pengamatan lingkungan dan perilaku keseharian masyarakat setempat. Dalam proses pengumpulan data, penelitian ini menggunakan alat tulis, „note
book ‟, kamera dan alat perekam sebagai alat bantu. Alat bantu ini tidak selalu
digunakan sekaligus, akan tetapi digunakan dan disesuaikan dengan kebutuhan yang dirasakan pada saat proses pengumpulan data untuk menghindarkan terjadinya
kecemasan dan kecanggungan informan dalam memberikan penjelasan. Sebelum mendatangi Kabupaten Aceh Singkil, terlebih dahulu peneliti sudah
mempunyai teman yang berasal dari daerah tersebut. Ahmad, begitulah ia dipanggil oleh keluarga dan teman-temannya. Pramuka USU disitulah awal mulanya peneliti
mengenal Ahmad yang pada saat itu kami sama-sama menjadi anggota dari Racana Soetan Komala Pontas-Rasuna Said Universitas Sumatera Utara. Selain menjadi
anggota Pramuka USU, Ahmad juga merupakan salah seorang mahasiswa jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara, yang berasal
dari Aceh Singkil tepatnya di Kecamatan Gunung Meriah Desa Rimo. Melalui Ahmad-lah peneliti bisa datang, menetap dan bergaul dengan masyarakat di sana.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum melakukan proses penelitian, peneliti datang ke Aceh Singkil dalam rangka kegiatan tour anggota Pramuka USU yang pada saat itu diketuai oleh Ahmad.
Seluruh anggota Pramuka USU sepakat untuk datang bersilaturrahmi ke kampung Ahmad yaitu ke daerah Aceh Singkil. Selama peneliti dan anggota Pramuka USU
lainnya berada di sana, setiap kami mau melangkahkan kaki ke luar rumah untuk menikmati pemandangan dan objek wisata keluarga Ahmad selalu berpesan : “jangan
jajan di luar termasuk makanan atau minuman apa saja, kalau mau makan atau minum lebih baik pulang atau bawa bekal dari rumah
”. Begitulah pesan keluarga Ahmad setiap kali kami mau bepergian. Hal itu menjadi sebuah tanda tanya serta
menimbulkan keingintahuan peneliti untuk mengetahui alasan dari pesan keluarga Ahmad tersebut. Setelah mendapat penjelasan dari keluarga Ahmad, namun peneliti
masih ingin mengetahui lebih banyak lagi mengenai itu semua sehingga melalui penelitian ini peneliti ingin memahami fenomena yang ada di Aceh Singkil tersebut.
Selama proses penelitian, peneliti tinggal bersama keluarga Ahmad. Keluarga yang sederhana dan bersahaja serta dapat dijadikan suritauladan oleh masyarakat
lainnya. Oleh sebab itu Bapak H. Imam Sarimo dan Ibu H.Saijem yang merupakan kedua orang tua Ahmad oleh masyarakat setempat disebut sebagai seorang tokoh
agama serta tokoh masyarakat, dan karena itu juga peneliti menjadikan beliau sebagai informan pertama dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi dan informan
lainnya. Banyak pengalaman berharga tentang hidup yang peneliti dapatkan dari
keluarga yang sederhana dan bersahaja tersebut, namun peneliti berusaha tetap fokus
Universitas Sumatera Utara
pada tujuan penelitian yang dilakukan. Bapak H. Imam Sarimo dan Ibu H.Saijem menjadi bagian dari informan pada penelitian, ternyata pada keluarga ini terdapat dua
orang lagi yang bisa dijadikan sebagai informan yaitu anak ke tiga dan anak ke tujuh dari Bapak H. Imam Sarimo dan Ibu H.Saijem. Anak ke tujuh tersebut adalah Ahmad
yang pada awalnya sudah menjadi teman peneliti sebelum melakukan penelitian, selanjutnya anak ke tiga bernama Lina. Alasan peneliti menjadikan Ahmad dan Lina
sebagai informan yaitu karena Ahmad dan Lina merupakan salah satu masyarakat yang pernah menderita penyakit “kena aji” racun tersebut, sehingga pengalamannya
bisa dijadikan sebagai sebuah informasi yang penting. Dari informasi yang diberikan oleh Ahmad dan Lina yang dulunya pernah
menderita penyakit “kena aji” racun tersebut, peneliti kemudian juga mendapatkan tiga orang lagi yang pernah sedang menderita penyakit yang sama. Diantaranya
bernama Mesdi 25 tahun, Dedi 27 tahun dan Pipit 34 tahun. Tiap-tiap informan yang penulis wawancarai, memberikan penjelasan yang beragam juga tentang tempat
pengobatan yang digunakan. Mesdi yang berumur 25 tahun yang peneliti jadikan sebagai informan
dikarenakan ole h riwayat hidupnya yang pernah menderita penyakit “kena aji”
racun. Akan tetapi jauh sebelum Mesdi menderita penyakit tersebut, peneliti telah mengenal Mesdi yang merupakan teman dari Wiwid. Selama masa perkuliahan
mereka tinggal satu rumah kos bahkan pernah selama 1 tahun tinggal satu kamar kos. Peneliti sering berkumpul dan bercerita dengan Mesdi baik tentang perkuliahan
maupun tentang kehidupan. Hingga pada akhirnya Bang Mesdi menceritakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
saat ini ia sedang menderita penyakit yang menurut orang kampungnya disebut dengan penyakit “kena aji” racun. Selain menceritakan bagaimana rasa sakit yang
dirasakannya, Mesdi juga menceritakan pengobatan yang sedang dilakukannya. Hampir 4 tahun peneliti mengenal sosok Mesdi, namun pada akhir tahun 2010
penyakitnya tidak nampak berkurang atau tidak menunjukkan tanda-tanda kesembuhan. Hingga pada suatu malam, Mesdi batuk darah dan peneliti
menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan. Dari hasil pemeriksaan TB, Mesdi diharuskan untuk meminum obat selama enam bulan secara
teratur. Informan berikutnya dijumpai ketika berjalan-jalan ke arah Ibukota
Kabupaten Aceh Singkil tepatnya di Desa Pulo Sarok. Pada waktu itu peneliti ditemani Wiwid untuk jalan-jalan menikmati pinggiran pantai di daerah tersebut.
Menjelang sore, pengunjung pantai bertambah ramai. Pada waktu itu Wiwid dipanggil oleh seorang laki-laki yang juga menjadi pengunjung pantai sore itu. Akan
tetapi Wiwid tidak dipanggil sesuai dengan namanya, ia malah dipanggil “Sahid” yang ternyata adalah abang ke tiga dari Wiwid.
Laki-laki itu bernama Bang Dedi lengkapnya Darmadi yang merupakan teman dari Bang Sahid, abangnya Wiwid. Bang Dedi awalnya menyangka kalau Wiwid
yang dipanggilnya adalah Bang Sahid. Berawal dari itulah peneliti akhirnya berkenalan dan bercerita banyak dengan Bang Dedi yang kemudian peneliti jadikan
sebagai salah satu informan dalam penelitian, karena ia dan ibunya pernah menderita penyakit “kena aji” racun.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya yang menjadi informan adalah seorang wanita berumur 34 tahun berprofesi sebagai seorang perawat di rumah sakit umum Singkil. Wanita ini akrab
dipanggil Pipit, nama lengkapnya Cut Aida Fitriani. Awal permulaan peneliti mengenali sosok Kak Pipit, yaitu ketika peneliti bersilaturrahmi ke rumah salah satu
lelek atau paman dari Wiwid yang berada di Lipat Kajang. Kak Pipit merupakan tetangga sebelah rumah lelek, yang pada saat itu kebetulan sedang bertamu juga. Dari
perkenalan, penelitipun juga menceritakan maksud kedatangan peneliti ke desa itu. Kak Pipit malah heran kepada peneliti, seperti beberapa pertanyaan berikut dibawah
ini yang diajukan Kak Pipit kepada peneliti ketika saat itu : . . . “ha? Liza mau meneliti tentang racun? mengapa? Itu kan sebenarnya
penyakit yang kita gak tau kapan kita bisa kena, memang menurut Liza apa menariknya mengetahui tentang racun itu?”
Setelah peneliti menjelaskan semua pertanyaan dari Kak Pipit, barulah ia
dapat memahaminya. Dari perjumpaan yang pertama, selanjutnya peneliti diajak oleh Kak Pipit untuk sering-sering main ke rumahnya. Memang secara kebetulan peneliti
tidak mempunyai teman yang banyak di sana. Akhirnya peneliti menerima ajakan Kak Pipit untuk sering-sering main ke rumahnya bahkan penelitipun menginap di
rumahnya beberapa hari. Kak Pipit adalah orang yang ramah dan welcome dengan orang lain, sehingga
peneliti tidak merasa asing tinggal di sana. Banyak aktifitas Kak Pipit yang peneliti ikuti juga seperti memasak, berbelanja ke pasar, mengurusi anak, sampai ikut
bergosip dengan tetangga-tetangga dekat rumahnya. Sekitar selama 4 hari peneliti berbaur dengannya dan lingkungan sekitarnya, dari informasi yang belum peneliti
Universitas Sumatera Utara
ketahui sampai akhirnya dapat peneliti ketahui. Seperti pengalaman Kak Pipit sehubungan dengan penyakit “kena aji” racun, yang sebelumnya peneliti tidak
mengetahui bahwa ia pernah mengalami penyakit tersebut. Sehingga dengan begitu dari pengalaman riwayat sakit Kak Pipit, peneliti mejadikan Kak Pipit sebagai
informan dalam penelitian ini. Dari beberapa informan yang telah diwawancarai, dan sejumlah informasi
telah didapatkan akan tetapi masih penjelasan seputar tanda-tanda yang dirasakan atau gejala dari penyakit “kena aji” racun serta pengobatan yang dilakukan. Ada
beberapa informasi yang sangat penting juga untuk diketahui yaitu seperti penjelasan m
engenai apa sebenarnya penyakit “kena aji” racun itu, faktor apa yang menyebabkan munculnya, siapa yang beresiko untuk terkena, bagaimana upaya yang
dilakukan masyarakat untuk mencegah supaya tidak terkena penyakit tersebut, dan sebagainya. Setiap informan serta tetangga yang peneliti kunjungi dan peneliti tanya
mengenai penjelasan tersebut, banyak di antara mereka yang menganjurkan agar peneliti menanyakan langsung kepada dukun yang dapat mengobati penyakit “kena
aji” racun ini. Kebetulan teman dari Bapak Wiwit Bapak H.Imam Sarimo ada yang kenal
dengan seorang dukun yang dapat mengobati penyakit “kena aji” racun, selain itu juga dianggap mempunyai banyak informasi mengenai “aji” racun. Sehingga
peneliti langsung dikenalkan dan dititipkan di sana untuk tinggal beberapa lama bersama mereka. Hanya selama 2 hari peneliti tinggal bersama keluarga Mbah Wiji
sebutan untuk teman bapak Wiwit tersebut. Peneliti dikenalkan kepada Tua Sambo
Universitas Sumatera Utara
yang menurut Mbah Wiji adalah orang yang mungkin bisa memberikan banyak informasi kepada peneliti mengenai penyakit “kena aji” racun ini. Ternyata memang
benar, Tua Sambo adalah salah seorang pengobat penyakit ini. Selain itu Tua Sambo juga merupakan salah satu tempat yang disarankan oleh penderita maupun
masyarakat setempat. Selain dikenal sebagai seorang kepala keluarga yang memiliki semangat kerja
yang luar biasa, Tua Sambo juga merupakan orang yang mempunyai banyak pengalaman dalam mengobati orang yang terkena penyakit “kena aji” racun, selain
itu Tua Sambo juga mengerti akan sejarah awal mulanya penyakit ini. Oleh karena itulah peneliti juga menjadikan beliau sebagai informan dalam penelitian.
Di samping adanya pengobatan tradisional pada masyarakat, juga terdapat pengobatan medis modern selain adanya puskesmas dan rumah sakit yaitu praktek
dokter, yang menurut penjelasan dan hasil pengamatan peneliti praktek dokter ini selalu ramai dikunjungi masyarakat yang ingin berobat. Mulai dari anak-anak sampai
orang tua juga menjadi pasien yang ikut dalam antrian di ruang tunggu berobat. Menurut penjelasan Tua Sambo dan beberapa orang masyarakat setempat,
dokter yang memiliki praktek tersebut dalam mengobati pasien menggunakan paduan pengobatan medis modern dan pengobatan tradisional. Sehingga sedikit banyaknya
memberikan pengaruh terhadap kepercayaan masyarakat untuk datang berobat ke sana. Dari penjelasan tersebut, maka peneliti juga mendatangi kediaman serta tempat
praktek dokter tersebut. Dokter tersebut bernama Zulkifli,
Universitas Sumatera Utara
Informasi yang didapatkan tidak cukup sampai di situ saja. Adanya fenomena tentang penyakit “kena aji” racun ini, menjadi suatu hal yang sangat menarik untuk
mengkajinya secara mendalam. Tidak hanya dari pengetahuan yang dimiliki masyarakat saja, mencari informasi dari tenaga kesehatan setempat mengenai
penyakit ini juga harus dilakukan. Sehingga dengan begitu peneliti juga mendatangi Puskesmas setempat yaitu Puskesmas Simpang Kanan dan Dinas Kesehatan Aceh
Singkil dan melakukan wawancara dengan pegawai staf yang bekerja di sana, serta melakukan observasi di desa tersebut.
Sebelum ke Dinas Kesehatan, terlebih dahulu peneliti mendatangi Puskesmas Simpang Kanan. Puskesmasnya sangat rapi, bersih, dan bagus tata letak serta
kondisinya seperti Puskesmas yang baru saja dibangun. Sewaktu peneliti masuk ke gerbang Puskesmas, peneliti bertemu dengan salah seorang perawat. Dia langsung
menanyakan apakah peneliti mau berobat, setelah peneliti menjelaskan panjang lebar maksud dan tujuan peneliti mengunjungi Puskesmas tersebut, peneliti disarankan
untuk ke bagian tata usaha. Sesampainya di ruangan tersebut, ada 2 orang petugas puskesmas yang sedang duduk di depan komputer serta 2 orang lainnya sedang
berbincang-bincang. Peneliti langsung menyalami dan memperkenalkan diri sambil menjelaskan maksud dan tujuan peneliti kesana.
Menurut penjelasan petugas Puskesmas di ruangan tata usaha tersebut, Kepala Puskesmasnya yang bernama dokter Suryani sedang tidak di tempat. Beliau sedang di
Kalimantan, memang pada saat ini Kepala Puskesmasnya sedang melanjutkan kuliah S2 nya di Universitas yang ada di Kalimantan di bidang manajemen kesehatan
Universitas Sumatera Utara
lingkungan dan baru kembali lagi sekitar 2 atau 3 minggu lagi. Selanjutnya peneliti kembali menjelaskan maksud peneliti ingin menjumpai Kepala Puskesmas yang mana
terkait dengan masalah pen yakit “kena aji” racun. Menurut mereka bila peneliti
menunggu Kepala Puskesmas sampai balik dari Kalimantan juga akan sia-sia, karena beliau juga tidak akan mengerti mengenai masalah itu. Kepala Puskesmas bukan
berasal dari desa itu, serta beliau masih baru menjabat sebagai Kepala Puskesmas Simpang Kanan dan masih sekitar 6 bulan menetap di desa tersebut.
Berdasarkan saran dari petugas kesehatan yang ada di puskesmas, peneliti mendatangi ibu Yanti yang merupakan seorang bidan desa di puskesmas serta petugas
bidang P2M. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara sehubungan dengan penyakit “kena aji” racun dengan ibu Yanti selaku petugas di bidang P2M.
Informasi yang peneliti peroleh, tidak cukup dari petugas puseksmas saja. Peneliti juga mendatangi Dinas Kesehatan Aceh Singkil yang terletak di Singkil sekitar 1½
jam dari puskesmas. Di sana peneliti juga tidak bisa menjumpai Kepala Dinas Kesehatannya dikarenakan oleh beliau sedang ke luar kota. Oleh karena itu peneliti
menjumpai bidang penyusunan dan pembuatan program kesehatan yang bernama bapak Mawan dan mewawancarainya.
Selain mendapatkan banyak informasi dan gambar-gambar lingkungan yang dapat mendukung hasil penelitian, peneliti juga mewawancari seorang informan dari
kelompok etnis awal Aceh Singkil menurut masyarakat adalah orang Boang. Informan tersebut bernama Udin Lembong, berumur 31 tahun, belum menikah dan
kesehariannya bekerja sebagai buruh perusahaan perkebunan sawit. Permulaan
Universitas Sumatera Utara
peneliti bertemu dan berkenalan dengan Udin yaitu ketika peneliti menemani Wiwid ke salah satu pesta pernikahan saudara sepupunya yang ada di Desa Tulaan. Keluarga
yang sedang ada pesta, menanyakan kepada peneliti apakah peneliti datang ke desa tersebut karena ingin berlibur. Peneliti akhirnya menjelaskan maksud dan tujuan
peneliti datang kesana, beberapa orang di tempat pesta tersebut menyarankan untuk menjumpai seseorang yang bernama Udin yang pada saat itu sedang berada di
belakang rumah. Udin adalah seseorang yang dipercaya masyarakat sebagai orang yang mampu untuk me
nahan hujan atau disebut juga dengan “pawang hujan” di desa ketika ada pesta atau hajatan. Selain itu ia juga adalah orang yang berasal dari
kelompok etnis Pakpak, yang pastinya sedikit banyaknya mengetahui tentang penyakit “kena aji” racun ini. Sehingga dengan begitu informasi yang didapatkan
akan lebih banyak dan lebih kompleks.
3.5. Metode Analisis Data