Pemaknaan Temuan Penelitian Pembahasan

Berdasarkan diagram di atas diperoleh data pada bahwa terjadi peningkatan dari siklus I-III baik dari aspek keterampilan guru, aktivitas siswa, maupun hasil belajar siswa.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Pemaknaan Temuan Penelitian

Pemaknaan temuan didasarkan pada hasil pengamatan, catatan lapangan, tes evaluasi, dan refleksi pada akhir pelaksanaan tindakan yang mencakup tiga variabel yaitu keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar pada pembelajaran IPA melalui penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual pada siswa kelas V SDN Mangkang Kulon 02 Kota Semarang. 4.2.1.1. Hasil Observasi Keterampilan Guru Penelitian pada pembelajaran IPA yang menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual ini terdiri dari 3 siklus, yang setiap siklusnya terdiri terdiri dari 2 pertemuan. Pada siklus I diperoleh persentase rata-rata 64,28 dengan kategori tinggi. Terjadi peningkatan jumlah persentase rata-rata keterampilan guru pada siklus II yaitu 74,99 dengan kategori tinggi. Dan pada siklus III persentase rata-rata keterampilan guru meningkat menjadi 87,49 dengan kategori sangat tinggi. Peningkatan terjadi secara bertahap di setiap pertemuan. Jumlah persentase yang diperoleh tiap pertemuan yaitu siklus I1 memperoleh persentase 60,71, siklus I2 memperoleh persentase 67,85, siklus II 1 memperoleh persentase 71,42, siklus II2 memperoleh persentase 78,57, siklus III1 memperoleh persentase 85,71 dan siklus III 2 memperoleh persentase 89,28. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model inkuiri berbantukan media audiovisual mampu meningkatkan keterampilan guru pada pembelajaran IPA di kelas V SDN Mangkang Kulon 02. Hal ini dimungkinkan karena: 4.2.1.1.1. Kajian Teoritis Penerapan model inkuiri menuntut guru untuk berperan sebagai fasilitator, narasumber dan konselor kelompok Hamalik 2009:64. Pembelajaran semacam itu juga sesuai dengan pembelajaran menurut pandangan konstruktivistik yang berpusat pada peserta didik student oriented, guru sebagai mediator, fasilitator, dan sumber belajar Yamin 2012:10. Guru juga dituntut untuk mampu menciptakan kelas sebagai laboratorium demokrasi, supaya siswa terlatih dan terbiasa berbeda pendapat Jauhar 2011:83. Depdiknas Hamdani 2011:183 menyatakan, melalui model inkuiri guru diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang menantang sehingga melahirkan interaksi antara gagasan sebelumnya diyakini dengan bukti baru untuk yang lebih sainstifik. Selain itu, kontribusi media audiovisual yang besar bagi tercapainya tujuan pembelajaran juga menuntut guru untuk mampu menyajikan media pembelajaran yang dapat membangkitkan minat siswa, membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, dan memadatkan informasi Hamdani 2011:244. 4.2.1.1.2. Kajian Praktis Berdasarkan hasil pengamatan dan catatan lapangan pada saat proses pembelajaran IPA yang menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual, peningkatan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Menyampaikan orientasi umum Pelaksanaan indikator menyampaikan orientasi umum pada siklus I1 siklus I2, dan siklus II1 memperoleh skor 4. Artinya, guru sudah menunjukkan sikap hangat, menyampaikan pokok kegiatan, tujuan pembelajaran dan pentingnya topik. Namun pada siklus I1 masih terdapat kendala, yaitu dalam menjelaskan pokok kegiatan inkuiri kalimat yang digunakan guru sulit dipahami siswa. Kemudian pada siklus I2 guru melakukan perbaikan dengan menjelaskan pokok inkuiri dengan kalimat yang sederhana. Namun pada siklus II2 dan siklus III1 guru hanya memperoleh skor 3. Hal ini dikarenakan guru belum menjelaskan pentingya topik. Setelah dilakukan refleksi pada hasil pengamatan pertemuan sebelumnya, pada siklus III 2 memperoleh skor 4. Skor yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan dari pertemuan sebelumnya. Hal ini dikarenakan guru telah menjelaskan pentingnya topik. Menjelaskan pentingnya topik adalah salah satu upaya pada komponen keterampilan membuka pelajaran. Menurut Marno dan Idris 2010:83 komponen keterampilan membuka pelajaran di antaranya membangkitkan perhatian minat, menimbulkan motivasi, memberi acuan struktur, dan menunjukkan kaitan. Berdasarkan hal tersebut maka menjelaskan pentingnya topik penting untuk dilakukan dengan maksud untuk menunjukkan keterkaitan. 2. Menayangkan media audiovisual permasalahan Pada siklus I1 topik yang dibahas yaitu siklus batuan dengan permasalahan yang ditayangkan berupa gambar batuan dan tanah hasil pelapukannya. Pada siklus ini indikator memperoleh skor 2, deskriptor yang belum muncul adalah penggunaan contoh dan ilustrasi yang sesuai sehingga kurang menimbulkan rasa ingin tahu siswa. Tayangan yang disajikan kurang mengena pada permasalahan. Pada siklus I2 memperoleh skor 3, skor meningkat karena guru memperbaiki contoh dan ilustrasi tayangan dengan menyajikan permasalahan berupa dua ide yang bertentangan. Pada topik ciri batuan ini guru menyajikan permasalahan dengan menayangkan dua gambar batuan dari jenis yang berbeda misalnya: batu obsidian dengan batu marmer untuk dibandingkan. Menurut Anitah 2010:8.6 ada beberapa cara untuk menimbulkan motivasi siswa diantaranya, sikap hangat, menimbulkan rasa ingin tahu, mengemukakan ide yang bertentangan, dan memperhatikan minat siswa. Deskriptor yang tidak muncul adalah menimbulkan rasa ingin tahu siswa, hal ini dikarenakan ilustrasi yang ditayangkan guru terlalu mudah disimpulkan perbedaannya. Pada siklus II1 memperoleh skor 4, artinya guru telah menayangkan media audiovisual permasalahan dengan maksimal. Pada topik pelapukan batuan ini, guru menyajikan permasalahan dengan tayangan video abrasi laut. Namun pada siklus II2 dan siklus III1 memperoleh skor 2, hal ini dikarenakan pada siklus II2 deskriptor penggunaan bahasa yang sederhana dan menimbulkan rasa ingin tahu siswa tidak muncul. Pada topik bahan pembentuk tanah ini, guru menyajikan permasalahan berupa gambar dua keadaan tempat areal persawahan dengan pantai yang banyak sampah untuk dibandingkan. Narasumber pada tayangan adalah seorang WNA dengan bahasa terjemahan sehingga sulit dipahami siswa. Lalu untuk siklus III1 deskriptor yang tidak muncul adalah penggunaan contoh dan ilustrasi yang sesuai dan menimbulkan rasa ingin tahu siswa. Pada topik ciri berbagai jenis tanah ini, guru menyajikan permasalahan dengan menayangkan gambar dua tanaman pada jenis tanah yang berbeda. Skor yang diperoleh adalah 2, hal ini dikarenakan permasalahan yang disajikan pada tayangan terlalu luas. Setelah melakukan refleksi dengan cara lebih selektif dalam pemilihan contoh dan ilustrasi, yaitu dengan menampilkan video tata surya, perolehan skor siklus III2 meningkat yaitu dengan skor 4. Menurut Anitah 2010: 8.6 ada berbagai cara untuk menarik perhatian siswa diantaranya memvariasikan gaya mengajar guru, menggunakan alat bantu mengajar yang menarik, dan penggunaan pola interaksi yang bervariasi. Berdasarkan hal tersebut maka penggunaan contoh dan ilustrasi yang sesuai sangat penting agar dapat menarik perhatian siswa dan menimbulkan rasa ingin tahu. 3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan Pada siklus I1 indikator mengajukan pertanyaan-pertanyaan memperoleh skor 2, deskriptor yang belum muncul adalah adanya penyebaran pertanyaan dan pemberian waktu berpikir. Guru mengajukan pertanyaan secara klasikal, tidak memberikan waktu berpikir, dan kurang memperhatikan respon siswa. Kemudian guru melakukan perbaikan dengan cara menyampaikan pertanyaan untuk seluruh kelas, kemudian meminta mereka untuk memikirkan jawaban baru setelah itu guru menunjuk siswa atau siswa dengan inisiatif sendiri menjawab pertanyaan. Sehingga pada siklus II2 perolehan skor meningkat menjadi 3, hal ini dikarenakan pertanyaan yang diajukan guru sudah direspon sebagian besar siswa dengan mudah tanpa waktu yang lama. Namun deskriptor pengajuan pertanyaan secara singkat tidak muncul, karena pertanyaan yang diajukan terlalu singkat. Pada siklus II1 hanya memperoleh skor 2, deskriptor yang belum muncul adalah pengungkapan pertanyaan secara jelas dan pemberian waktu berpikir. Pertanyaan yang diajukan kurang mengarah pada permasalahan dan pemberian waktu berpikir antara pertanyaan yang diajukan secara klasikal dan menunjuk siswa untuk menjawab terlalu singkat. Setelah melakukan refleksi dengan cara melakukan penyebaran pertanyaan secara bervariasi klasikal↔individual, pemberian waktu berpikir yang cukup dan pengajuan pertanyaan secara singkat dan mengarah pada permasalahan maka pada siklus II2 dan siklus III1 perolehan skor meningkat menjadi 4. Hal ini sejalan dengan pendapat Marno dan Idris 2010:124 bahwa ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mengajukan pertanyaan diantaranya, kejelasan dan kaitan, kecepatan dan selang waktu, arah dan distribusi penunjukan, teknik penguatan, teknik menuntun, teknik menggali, dll. Berdasarkan hal tersebut maka komponen –komponen tersebut harus dipahami dan dilatih, agar guru dapat mengajukan pertanyaan secara efektif. 4. Memfasilitasi siswa mendiskusikan hipotesis Pada siklus I1 indikator memfasilitasi siswa mendiskusikan hipotesis memperoleh skor 3, dikarenakan guru belum menuliskan pertanyaan rumusan masalah di papan tulis guna memperjelas masalah. Setelah dilakukan perbaikan, deskriptor tersebut muncul pada siklus I2. Guru menuliskan rumusan masalah sekaligus hipotesis dari ketujuh kelompok. Namun pada siklus I2, II1, dan II2 memperoleh skor 3, deskriptor menganalisis perkiraan jawaban kelompok tidak muncul. Hal ini dikarenakan rumusan masalah pada siklus I2 hanya membutuhkan hipotesis “sama” atau “beda”. Sementara rumusan masalah pada siklus II1 dan siklus II2 hanya membutuhkan hipotesis “ya” atau “tidak”. Setelah melakukan refleksi dengan mengevaluasi hasil pengamatan keterampilan guru, indikator ini meningkat menjadi skor 4 pada siklus III1. Karena deskriptor menganalisis perkiraan jawaban kelompok sudah muncul. Menganalisis perkiraan jawaban kelompok adalah salah satu komponen keterampilan guru dalam membimbing diskusi kelompok. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil diperlukan untuk lebih meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran yang diperlukan Anitah 2010: 8.18. Berdasarkan hal tersebut maka menganalisis perkiraan jawaban kelompok penting untuk dilakukan. Namun pada siklus III2 deskriptor ini kembali tidak muncul, guru hanya menuliskan jawaban kelompok di papan tulis sebagai bentuk penguatan. 5. Membimbing siswa melakukan pengumpulan data Pada siklus I1 indikator membimbing siswa melakukan pengumpulan data memperoleh skor 2, dikarenakan guru belum memberikan petunjuk kegiatan secara jelas langsung membagikan LKPD dan belum mengingatkan siswa pada masalah. Pada siklus I2 memperoleh skor 2, dikarenakan petunjuk guru kurang lengkap dan intervensi guru untuk menertibkan pembelajaran kurang. Sehingga ketika perpindahan batuan ada kelompok yang memegang dua batuan. Siswa juga banyak bertanya mengenai cara uji tingkat kekerasan batuan. Pada siklus II1 memperoleh skor 2, dikarenakan guru belum mengingatkan siswa pada masalah sehingga siswa tidak tahu apa yang harus diamati dalam percobaan. Intervensi guru untuk menertibkan pembelajaran juga kurang sehingga suasana kelas ramai. Setelah melakukan refleksi pada pertemuan sebelumnya guru melakukan perbaikan dengan cara memberikan teguran segera pada siswa baik secara lisan maupun tingkah laku, seperti menasehati siswa, mengadakan kesenyapan, memperbaiki posisi duduk siswa, dan sebagainya. Sehingga pada siklus II2, siklus III1 dan siklus III2 guru skor meningkat menjadi 4. Hal ini berarti guru telah membimbing siswa melakukan pengumpulan data dengan maksimal. Mengumpulkan data adalah salah satu langkah dalam inkuiri. Menurut Hamruni 2012:95 proses pengumpulan data membutuhkan ketekunan dan kemampuan siswa menggunakan potensi berpikirnya. Oleh karena urgennya langkah ini, maka guru hendaknya memperhatikan aspek- aspek yang ada. 6. Mengecek hasil uji hipotesis siswa Pada siklus I1 indikator mengecek hasil uji hipotesis siswa memperoleh skor 1, dikarenakan guru belum melakukan kontak pandang, mendengarkan secara simpatik gagasan siswa dan menganalisis alasan pemilihan jawaban kelompok. Pada siklus I2 skor yang diperoleh meningkat menjadi 2 karena guru telah mendengarkan secara simpatik gagasan siswa. Pada siklus II1 dan siklus II 2 skor meningkat menjadi 3, deskriptor yang belum muncul adalah menganalisis alasan pemilihan jawaban. Setelah melakukan refleksi dengan melihat hasil pengamatan pada pertemuan sebelumnya guru memperbaikinya dengan menanyakan alasan pemilihan jawaban kelompok pada pertemuan selanjutnya, sehingga skor meningkat menjadi 4 pada siklus III1. Menganalisis pandangan siswa adalah salah satu komponen yang harus dikuasai guru dalam membimbing diskusi kelompok. Menurut Rusman 2012:89 perbedaan pendapat dalam diskusi menuntut guru untuk mampu memperjelas hal-hal yang disepakati disamping meneliti apakah suatu alasan mempunyai dasar yang kuat. Oleh karena itu, menganalisis pandangan siswa dalam hal ini menganalisis alasan siswa dalam pemilihan jawaban penting dilakukan. Karena dapat memperjelas hal-hal yang disepakati dan mengetahui apakah alasan siswa memiliki dasar yang kuat. Namun, pada siklus III 2 deskriptor ini belum muncul karena waktu alokasi waktu yang terbatas. 7. Membimbing siswa membuat kesimpulan disertai tayangan audiovisual Pada siklus I1 indikator membimbing siswa membuat kesimpulan disertai tayangan audiovisual memperoleh skor 3, dikarenakan guru belum memberikan motivasi pada siswa yang kelompoknya belum benar. Pada siklus I2 menurun memperoleh skor 2, dikarenakan guru belum memotivasi siswa dan belum mengevaluasi tayangan bersama siswa. Siswa hanya diminta melengkapi LKPD sesuai dengan tayangan, karena deskripsi tayangan yang yang begitu banyak. Pada siklus II1 dengan skor yang sama pada pertemuan sebelumnya, deskriptor yang belum muncul adalah memotivasi siswa dan menyebarkan kesempatan berpartisipasi siswa dalam membuat kesimpulan. Setelah dilakukan refleksi, guru melakukan perbaikan dengan cara mengevaluasi tayangan bersama siswa dengan cara menghentikan tayangan pada bagian-bagian tertentu dan menjelaskannya. Siswa juga diminta mencatat. Guru menyebarkan kesempatan berpartisipasi dengan cara meminta siswa membuat kesimpulan secara berkelompok maju baru setelah itu secara individu. Deskriptor yang belum muncul pada siklus II2 dan siklus III1 adalah memberikan motivasi pada siswa yang jawabannya belum benar. Pada siklus III 2 skor guru meningkat menjadi 4, memotivasi kelompok yang jawabannya belum benar dilakukan guru dengan cara membagikan kartu proses terjadinya bumi yang telah urut. Memberi dorongan psikologis dan sosial adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan seorang guru untuk menutup pelajaran. Menurut Marno dan Idris 2010:93 memberi dorongan psikologis atau sosial salah satunya dapat dilakukan dengan cara meyakinkan akan potensi kemampuan peserta didik terhadap keberhasilan pencapaian kompetensi belajar dalam menumbuhkan rasa percaya diri. Berdasarkan hal tersebut maka memberikan dorongan psikologis dan sosial dalam hal ini memotivasi siswa yang jawabannya belum benar penting dilakukan karena dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa. 4.2.1.1.3. Kajian Empiris Peningkatan keterampilan guru pada penelitian ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulis Indriyani dan Supriyono 2007. Pada penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Siswa pada Mata Pelajaran IPA di SD Negeri Rejeni Kecamata n Krembung Kabupaten Sidoarjo” diperoleh hasil aktivitas guru meningkat yaitu pada siklus I 72 menjadi 86 pada siklus II. Sehingga dapat dikatakan keterampilan guru sudah baik dan sesuai dengan kriteria guru efektif. Wragg dalam Marno dan Idris, 2010: 29, mengungkapkan ciri-ciri guru yang efektif adalah pertama, mampu menentukan strategi yang dipakai sehingga memungkinkanmurid bisa belajar dengan baik; kedua, memudahkan murid dalam mempelajari sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep dan bagaimana hidup serasi dengan sesama; ketiga, guru memiliki keterampilan professional dan mampu menggunakan keterampilannya secara konsisten, bukan hanya atas dasar sekenanya; keempat, keterampilan tersebut diakui oleh mereka yang berkompeten, seperti guru, pelatih guru, pengawas atau penilik sekolah, tutor, dan guru pemandu mata pelaajaran ataupun siswa itu sendiri. 4.2.1.2. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Aktivitas siswa dalam penelitian yang menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual ini diamati pada 6 indikator berdasarkan pada aktivitas siswa dalam setiap tahapan tindakan, meliputi: memperhatikan penyampaian orientasi umum guru, memperhatikan tayangan audiovisual permasalahan, mendiskusikan hipotesis secara berkelompok, mengumpulkan informasi dari sumber data, menentukan jawaban kelompok berdasarkan hipotesis dan informasi yang diperoleh, serta membuat kesimpulan berdasarkan tayangan balikan. Setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Pada siklus I diperoleh persentase rata- rata 64,79 dengan kategori tinggi. Terjadi peningkatan jumlah persentase rata- rata aktivitas siswa pada siklus II yaitu 74,165 dengan kategori tinggi. Dan pada siklus III persentase rata-rata aktivitas siswa meningkat menjadi 82,5 dengan kategori sangat tinggi. Peningkatan terjadi secara bertahap di setiap pertemuan. Jumlah persentase yang diperoleh tiap pertemuan yaitu siklus I1 memperoleh persentase 62,5. Hasil tersebut kurang maksimal, karena indikator pertama, keempat dan keenam masih berada pada kategori sedang. Lalu untuk siklus I2 memperoleh persentase 67,08, hal ini dikarenakan pada indikator keenam masih berada pada kategori sedang. Perolehan persentase meningkat dan keenam kategori sudah berada pada kategori tinggi pada siklus II 1 yaitu 73,33, siklus II2 memperoleh persentase 75, siklus III1 memperoleh persentase 80,41 dan siklus III 2 memperoleh persentase 84,58. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual dapat meningkatkan aktivitas siswa pada pembelajaran IPA di kelas V SDN Mangkang Kulon 02. Hal ini dimungkinkan karena: 4.2.1.2.1. Kajian Teoritis Dalam proses inkuiri pebelajar termotivasi untuk berperan aktif secara fisik dan mental dalam kegiatan belajar Jauhar 2011:79. Menurut Jauhar 2011:79 pula kegiatan belajar melalui inkuiri menghadapkan siswa pada pengalaman konkret sehingga siswa belajar secara aktif, dimana siswa didorong untuk mengambil inisiatif dalam usaha memecahkan masalah, mengambi keputusan dan mengembangkan keterampilan meneliti. Model inkuiri menurut Roestiyah 2008:76 juga memiliki beberapa kelebihan di antaranya : mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka; situasi proses belajar menjadi lebih merangsang; dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. Penggunaan media audiovisual dalam menyajikan permasalahan juga memiliki kelebihan seperti yang diungkapkan Suleiman 1988:17, yaitu menarik minat siswa dan mendorong keinginan untuk mengetahui lebih banyak. 4.2.1.2.2. Kajian Praktis Berdasarkan hasil pengamatan dan catatan lapangan pada saat proses pembelajaran IPA yang menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual, berikut ini akan diuraikan peningkatan aktivitas siswa pada setiap aspek yang diamati: 1. Memperhatikan penyampaian orientasi umum guru Pada siklus I1 indikator memperhatikan penyampaian orientasi umum guru belum maksimal karena masih banyak siswa yang belum mendengarkan secara seksama, bersikap tenang dan bersemangat dalam memperhatikan penjelasan guru. Bahkan tidak seorangpun siswa yang bertanya pada guru jika belum paham. Ditunjukkan dengan persentase 57,5 dengan kategori sedang. Setelah dilakukan refleksi, guru melakukan perbaikan dengan berbagai cara diantaranya menyesuaikan kalimat yang digunakan dengan taraf berpikir siswa, menyampaikan kegiatan pembelajaran semenarik mungkin, menjelaskan pentingnya topik bagi siswa, dll. Hal ini terbukti dapat meningkatkan aktivitas siswa ditunjukkan dengan persentase pada siklus I2 menjadi 65 , siklus II1 sebesar 70, siklus II2 sebesar 70, siklus III1 sebesar 75, dan siklus III2 sebesar 75 dengan kategori tinggi. Orientasi merupakan tahap kegiatan yang ada pada pembelajaran yang menerapkan model inkuiri dan diterapkan guru dalam penelitian ini. Oleh karenanya siswa diharapkan dapat mencermati penjelasan guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamruni 2012: 95 bahwa tahap ini adalah upaya guru untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada tahap orientasi ini juga sesuai dengan beberapa aktivitas siswa, yaitu Oral activitiesbertanya, Listening activities mendengarkan , Emotional activities tenang dan bersemangat. 2. Memperhatikan tayangan audiovisual permasalahan Pada siklus I1 indikator memperhatikan tayangan audiovisual permasalahan belum maksimal karena mayoritas siswa tidak menjawab pertanyaan guru dan kalaupun menjawab, jawabannya kurang tepat. Ditunjukkan dengan persentase 62,5 dengan kategori tinggi. Setelah dilakukan refleksi dan melakukan perbaikan denngan cara menyajikan permasalahan berupa gambar dua batu untuk dibandingkan cirinya. Serta memberikan waktu berpikir pada siswa dengan cara menyampaikan pertanyaan untuk seluruh kelas, kemudian meminta mereka untuk memikirkan jawaban, baru setelah itu guru menunjuk siswa. Maka terjadi peningkatan pada siklus I2 menjadi 77,5 dengan kategori sangat tinggi. Kemudian guru melakukan perbaikan lagi pada siklus II1 sehingga meningkat sebesar 82,5 dengan kategori sangat tinggi. Guru menggunakan video abrasi laut dengan durasi yang tepat sehingga rasa ingin tahu siswa muncul. Antusias siswa pada tayangan tampak ditunjukkan dengan mereka banyak berkomentar mengenai hewan laut dalam tayangan. Siswa juga membaca rumusan masalah dan menjawabnya dengan tepat. Guru juga melakukan perbaikan dengan menyampaikan pertanyaan yang mendalam, melakukan variasi penyebaran dan pemberian waktu berpikir yang tepat. Hal ini terbukti dapat meningkatkan aktivitas siswa ditunjukkan dengan persentase siklus II2 sebesar 82,5, siklus III1 sebesar 90, dan siklus III2 sebesar 95 dengan kategori sangat tinggi. Memperhatikan tayangan audiovisual permasalahan dalam penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual merupakan kegiatan yang dilakukan siswa pada pembelajaran yang peneliti terapkan. Menurut Hamruni 2012: 95 persoalan permasalahan harus mengandung teka-teki yang jawabannya pasti. Penyajian permasalahan dengan media audiovisual dimaksudkan untuk menarik minat siswa dan menghindarkan salah pengertian. Hal ini sejalan dengan kelebihan media audiovisual menurut Suleiman 1988:17 yaitu mempermudah orang menyampaikan dan menerima pelajaran informasi serta dapat menghindarkan salah pengertian, mendorong keinginan untuk mengetahui lebih banyak, mengekalkan pengertian yang didapat dan diminati banyak orang. Pada tahap ini juga sesuai dengan beberapa aktivitas siswa, yaitu oral activitiesmengeluarkan pendapat, mental activities melihat hubungan, dan emotional activities tidak gaduh dan bersemangat. 3. Mendiskusikan hipotesis secara berkelompok Persentase pada indikator mendiskusikan hipotesis secara berkelompok ini mengalami fluktuasi. Hal ini berkaitan dengan indikator pada keterampilan guru. Pada siklus I1 memperoleh skor 75 dan menurun pada siklus I2 dengan skor 65 hal ini dikarenakan guru tidak menyebarkan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan alasan perkiraan jawaban kelompok. Hal ini dikarenakan hipotesis hanya memerlukan jawaban “ya” atau “tidak”. Kemudian persentase meningkat pada siklus II1 sebesar 72,5 karena guru memberikan kesempatan pada satu kelompok untuk mengemukakan alasan perkiraan jawaban kelompok. Pada siklus II2 diperoleh skor 75 dan pada siklus III1 diperoleh skor 80, hal ini karena perolehan skor deskriptor tadi meningkat dan diikuti peningkatan skor deskriptor yang lain. Kemudian menurun lagi pada siklus III2 dengan skor 72,5, karena guru tidak menganalisis perkiraan jawaban kelompok. Namun dari keenam pertemuan, minimal telah berada dalam kategori tinggi. Mengajukan hipotesis dalam model inkuiri merupakan kegiatan yang dilakukan siswa pada pembelajaran yang peneliti terapkan. Memformulasi hipotesis adalah salah satu keterampilan proses IPA tingkat terintegrasi. Oleh karenanya siswa diharapkan mampu mengembangkan daya kritisnya. Hal ini sejalan dengan kriteria suatu hipotesis yang dikemukakan Hamruni 2012:95 yaitu memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan bersifat logis dan rasional. Mengajukan hipotesis sesuai dengan beberapa aktivitas siswa, yaitu Oral activities berdiskusi, mengeluarkan pendapat, memberi saran , Emotional activities semangat. 4. Mengumpulkan informasi dari sumber data Pada siklus I1 indikator mengumpulkan informasi dari sumber data masih belum maksimal, ditunjukkan dengan persentase 55 dengan kategori sedang. Hal ini dikarenakan hanya beberapa siswa yang aktif bertanya jika mengalami kesulitan, selain itu juga hanya beberapa siswa yang mengingatkan anggota kelompok lain untuk aktif. Setelah dilakukan refleksi, guru melakukan perbaikan dengan berbagai cara diantaranya memberikan pin kertas berwarna sebagai hadiah pada siswa yang mau bertanya, lebih merespon pertanyaan siswa dengan baik, menanyakan pada siswa yang kurang aktif apakah mengalami kesulitan, memberikan instruksi agar siswa bertanya jika mengalami kendala, guru juga memberikan pemahaman pentingnya kerjasama dalam kelompok. Seperti tujuan yang akan tercapai dengan lebih baik, waktu yang lebih efisien, di samping pin yang diberikan guru. Penerapan hal-hal tersebut terbukti dapat meningkatkan aktivitas siswa yang ditunjukkan dengan persentase pada siklus I2 menjadi 60 , siklus II1 sebesar 70, siklus II2 sebesar 70 dan siklus III1 sebesar 75 dengan kategori tinggi serta siklus III2 sebesar 90 dengan kategori sangat tinggi. Pengumpulan data merupakan tahap kegiatan yang ada pada pembelajaran yang menerapkan model inkuiri dan diterapkan guru dalam penelitian ini. Dalam tahap ini, mencakup beberapa keterampilan proses IPA tingkat dasar, yaitu keterampilan observasi, klasifikasi, mengukur dan komunikasi. Oleh karenanya siswa diharapkan mampu berpikir kritis lebih baik, memperoleh keterampilan-keterampilan dalam menggunakan bahan percoba- an, dan keterampilan bekerjasama dalam kelompok serta menumbuhkan berbagai karakter dan sikap ilmiah. Seperti gemar membaca, rasa ingin tahu, kerja keras dan bertanggung jawab. Hal tersebut sejalan dengan manfaat model inkuiri menurut Schrenker Joyce dan Weil 1996:42 yang mengungkapkan bahwa inkuiri dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis lebih baik dan memperoleh keterampilan-keterampilan. Kemampuan berpikir kritis dalam penelitian yang menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual ini diwujudkan pada indikator pembelajaran yang memuat jenjang C4, C5, atau dan C6. Tahapan ini juga memuat karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya adalah adanya kemauan dan keterampilan bekerjasama Hamruni 2012:123. Mengumpulkan data juga sesuai dengan beberapa aktivitas siswa, yaitu Visual activities membaca , Oral activities bertanya dan mengeluarkan pendapat , Mental activities melihat hubungan. 5. Menentukan jawaban kelompok berdasarkan hipotesis dan informasi yang diperoleh Pada siklus I1 indikator menentukan jawaban kelompok masih belum maksimal, ditunjukkan dengan persentase 75 dengan kategori tinggi. Hal ini dikarenakan kemauan dan kesadaran siswa untuk mencatat informasi dalam pembelajaran masih kurang. Setelah dilakukan refleksi, guru melakukan perbaikan dengan cara memberikan pemahaman pentingnya mencatat, memberikan pengarahan poin penting yang harus dicatat sampai membimbing siswa dalam mencatat. Penerapan hal-hal tersebut terbukti dapat meningkatkan aktivitas siswa yang ditunjukkan dengan persentase pada siklus I2 menjadi 82,50 , siklus II1 sebesar 82,50, siklus II2 sebesar 85 dan siklus III1 sebesar 85 serta siklus III2 sebesar 97,5 dengan kategori sangat tinggi. Menguji hipotesis adalah salah satu tahap kegiatan yang ada pada pembelajaran yang menerapkan model inkuiri dan diterapkan guru dalam penelitian ini. Menguji hipotesis memformulasi hipotesis juga merupakan salah satu keterampilan proses IPA tingkat terintegrasi. Oleh karenanya siswa diharapkan mampu menganalisis informasi guna memperoleh keputusan jawaban. Proses mencari jawaban sangatlah penting dalam inkuiri, karena melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir Jauhar 2012:67. Menguji hipotesis juga sesuai dengan beberapa aktivitas siswa, yaitu oral activities mengeluarkan pendapat , Listening activities mendengarkan diskusi , Writing activities menulis , Emotional activities tidak gugup. 6. Membuat kesimpulan berdasarkan tayangan balikan Pada siklus I1 indikator membuat kesimpulan berdasarkan tayangan balikan masih belum maksimal, ditunjukkan dengan persentase 50 dengan kategori sedang. Hal ini dikarenakan beberapa siswa belum memiliki pemahaman untuk membandingkan hasil kerja kelompoknya dengan tayangan balikan. Kemampuan siswa dalam mengeluarkan pendapat dalam membuat kesimpulan dan yang memiliki inisiatif mengeluarkan pendapatnya juga masih rendah. Penyebabnya adalah guru kurang memberikan motivasi pada siswa yang kurang berani berpendapat dan segera melanjutkan kegiatan pembelajaran setelah dua siswa membuat kesimpulan. Pada siklus I2 indikator ini juga masih berada pada kategori sedang dengan persentase 52,5,. Hal ini dikarenakan ada siswa yang kurang bersemangat melihat tayangan balikan dan tidak membandingkan hasil kerja kelompok dengan tayangan. Penyebabnya adalah tayangan balikan yang disajikan guru monoton dan terlalu banyak deskripsi berupa tulisan. Setelah dilakukan refleksi, guru melakukan perbaikan dengan cara meminta siswa untuk mencocokkan dan membenarkan hasil kerja kelompoknya berdasarkan tayangan, memotivasi siswa dan memberikan pujian pada siswa yang membuat kesimpulan. Pada awalnya guru meminta kelompok untuk maju mengemukakan kesimpulan, baru setelah itu secara individu. Penerapan hal-hal tersebut terbukti dapat meningkatkan aktivitas siswa yang ditunjukkan dengan persentase pada siklus II1 sebesar 62,5, siklus II2 sebesar 67,5 dan siklus III1 sebesar 77,5 dengan kategori tinggi serta siklus III2 sebesar 82,5 dengan kategori sangat tinggi. Membuat kesimpulan adalah salah satu tahap kegiatan yang ada pada pembelajaran yang menerapkan model inkuiri dan diterapkan guru dalam penelitian ini. Keterampilan membuat kesimpulan atau keterampilan menginferensi juga merupakan salah satu keterampilan proses IPA tingkat dasar. Oleh karenanya siswa diharapkan mampu menyimpulkan jawaban akhir permasalahan berdasarkan data akurat yang telah ditayangkan guru. Menyimpulkan materi yang telah dipelajari merupakan salah satu cara untuk meninjau ulang pengetahuan yang diperoleh. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Mulyasa 2011:88 bahwa meninjau kembali pelajaran yang telah disampaikan dapat dilakukan dengan cara merangkum inti pelajaran atau menarik kesimpulan. Membuat kesimpulan juga sesuai dengan beberapa aktivitas siswa, yaitu oral activities mengeluarkan pendapat , mental activitiesmelihat hubungan , e motional activities berani dan bersemangat. Peningkatan aktivitas siswa tersebut dipengaruhi oleh peningkatan keterampilan guru. Misalnya pada indikator menayangkan media audiovisual permasalahan yang meningkat dari siklus I2 dengan jumlah skor 3 ke siklus II1 dengan jumlah skor 4. Hal tesebut terbukti berpengaruh pada peningkatan aktivitas siswa dalam memperhatikan tayangan audiovisual, dari yang siklus I2 berada pada kategori tinggi ke siklus II1 yang berada pada kategori sangat tinggi. Ketika penayangan video tampak siswa bersemangat dan gembira melihat hewan laut dalam tayangan, banyak yang berkomentar dan bertanya. Pada akhir tayangan, siswa secara serempak membaca rumusan masalah dan menjawabnya. 4.2.1.2.3. Kajian Empiris Peningkatan aktivitas siswa dalam penelitian yang menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual ini juga sejalan dengan peningkatan aktivitas siswa dalam penelitian yang dilakukan oleh Kitri Nur Indah Sari 2010. Dalam penelitiannya yang berjudu l “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Inkuiri Pada Siswa Kelas IV SDN I Maribaya Karanganyar Purbalingga ” diperoleh rata-rata prosentase aktivitas siswa pada siklus I adalah 42,3 dengan kategori sedang, kemudian meningkat pada siklus II 58,1 kategori sedang, dan menjadi 66,1 kategori tinggi pada siklus III. 4.2.1.3. Hasil Belajar Hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Mangkang Kulon 02 pada data awal sebelum menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual menunjukkan nilai tertinggi sebesar 76 dan nilai terendah 32. Jumlah siswa yang tuntas pada pembelajaran IPA sesuai dengan data awal sebanyak 4 atau 11,7 dan jumlah siswa yang tidak tuntas sebanyak 30 atau 88,23 dengan nilai rata-rata hasil belajar sebesar 52,63 dengan kategori sangat rendah. Setelah menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual pada siklus I1 jumlah siswa yang tuntas sebanyak 52,94 dengan kategori sedang, meningkat pada siklus I2 jumlah siswa yang tuntas sebanyak 58,82 dengan kategori sedang, 64,70 dengan kategori tinggi pada siklus II1, 70,58 dengan kategori tinggi pada siklus II2, kategori sangat tinggi pada siklus III1 yaitu ketuntasan sebesar 82,35, dan kategori sangat tinggi dengan persentase ketuntasan 88,23 pada siklus III2. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA di kelas V SDN Mangkang Kulon 02. Hal ini dimungkinkan karena: 4.2.1.3.1. Kajian Teoritis Model inkuiri sejalan dengan pembelajaran konstruktivistik yang mengungkapkan bahwa manusia membangun dan memaknai pengetahuan dari pengalamannya sendiri Rifa‟i dan Anni 2009:225. Model inkuiri juga memiliki beberapa keunggulan menurut Roestiyah 2008:76 di antaranya : 1 dapat membentuk dan mengembangkan “self-concept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik; 2 mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri; 3 dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi. Menurut Schrenker Joyce dan Weil 1996:42 model inkuiri bermanfaat meningkatkan pemahaman siswa terhadap sains, produktif dalam berpikir kritis dan menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi. Sehingga dengan pemerolehan informasi atas inisiatif sendiri dan adanya belajar kelompok yang memungkinkan adanya tutor sebaya ketika tahap pengumpulan data, maka dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap ilmu pengetahuan. Peningkatan hasil belajar ini juga dipengaruhi oleh strategi pembelajaran kooperatif yang diterapkan. Strategi pembelajaran kooperatif ini, terbukti dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa karena siswa diajari berbagai keterampilan bekerjasama sesuai dengan karakteristik pembelajaran kooperatif yang diungkapkan Hamruni 2012:123. Penggunaan media audiovisual sebagai tayangan balikan pada penelitian ini juga memiliki keuntungan, yaitu mengekalkan pengertian yang didapat Suleiman 1988:17. 4.2.1.3.2. Kajian Praktis Berdasarkan hasil pengamatan dan catatan lapangan pada saat proses pembelajaran IPA yang menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual, berikut ini akan diuraikan peningkatan hasil belajar siswa pada setiap pertemuan: Setelah menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual pada siklus I1 menunjukkan nilai tertinggi sebesar 85 dan nilai terendah sebesar 32. Nilai tertinggi diperoleh oleh siswa yang berinisial LNE. Siswa tersebut aktif berdiskusi dan mencari informasi dari berbagai buku. Sementara siswa yang memperoleh nilai terendah berinisial EHG dan RAP. Dalam pembelajaran, EHG dan RAP hanya melihat temannya yang sedang berdiskusi. Ketika mengerjakan tes, RAP juga tidak mau mengerjakan. Jumlah siswa yang tuntas sebanyak 52,94 18 siswa dan masih ada 47,06 16 siswa belum tuntas dengan nilai rata-rata hasil belajar sebesar 60,58 kategori sedang. Terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I2. Nilai tertinggi sebesar 92 dan nilai terendah sebesar 30. Nilai tertinggi dan terendah diperoleh oleh siswa yang sama dengan siswa pada siklus I1. Nilai tertinggi diperoleh oleh LNE yang memang selalu aktif dalam pembelajaran, bahkan ia bertanya kepada kelompok lain mengenai nama batuan yang belum ia pahami. Sedangkan siswa yang memperoleh nilai terendah berinisial RAP, siswa ini malas untuk mengerjakan soal evaluasi. Apabila ditanya guru, ia mengatakan bahwa tidak bisa mengerjakan. Namun secara umum hasil belajar mengalami peningkatan, ditunjukkan dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 58,82 20 siswa dan masih ada 41,18 14 siswa belum tuntas dengan nilai rata-rata hasil belajar sebesar 64,56 kategori sedang. Peningkatan hasil belajar ini dipengaruhi oleh peningkatan keterampilan guru dan aktivitas siswa. Usaha guru dalam memfasilitasi siswa dengan objek pengamatan yang konkret terbukti meningkatkan antusias siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamdani 2011: 243 bahwa salah satu peranan media adalah meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir. Ada 7 siswa yaitu RA, MIZ, ABK, ARK, EHG, NM, dan SK yang pada siklus I1 tidak tuntas menjadi tuntas pada siklus I2 karena keaktifannya meningkat. Namun ada 5 siswa yaitu ADF, DA, YDL, FKW dan ERBI yang pada siklus I1 tuntas menjadi tidak tuntas pada siklus I2. Hal ini dikarenakan siswa tidak mempelajari materi pembelajaran sebelumnya dan kurang fokus pada saat melakukan percobaan. Oleh karena itu harus dilaksanakan siklus II karena belum memenuhi indikator keberhasilan dimana ketuntasan belajar 60 dalam kategori tinggi. Terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus II1. Nilai tertinggi sebesar 98 dan nilai terendah sebesar 36. Nilai tertinggi diperoleh oleh siswa yang berinisial ARK. Dalam pembelajaran, ARK aktif melakukan dan mengamati percobaan, serta memperhatikan penjelasan guru. Siswa yang memperoleh nilai terendah adalah AJS. Pada dua pertemuan sebelumnya siswa ini juga selalu tidak tuntas. Hal ini dikarenakan siswa tersebut hanya melihat temannya yang sedang berdiskusi dan melakukan percobaan. Namun, secara umum hasil belajar siswa siklus II1 meningkat. Ditunjukkan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 64,70 22 siswa dan masih ada 35,3 12 siswa belum tuntas dengan nilai rata-rata hasil belajar sebesar 67,88 dengan kategori tinggi. Peningkatan hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh peningkatan keterampilan guru dan aktivitas siswa. Upaya perbaikan yang dilakukan guru antara lain mendatangi setiap kelompok untuk mengecek pemahaman pada percobaan dan memberikan penguatan lebih bervariasi, yaitu menunjukkan hasil percobaan salah satu kelompok di depan kelas terbukti dapat meningkatkan aktivitas siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya 2008:163 bahwa penguatan bertujuan sebagai dorongan atau koreksi bagi siswa atas perbuatannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan penghargaan kepada kelompok yang menyelesaikan tugas dengan baik Rusman 2012:85. Ada 7 siswa yaitu FKW, RSP, ADF, DA, RAP, YDL, ERBI yang pada siklus I2 tidak tuntas menjadi tuntas pada siklus II1. Hal ini dikarenakan siswa menjadi aktif setelah mendapat teguran guru, guru menolak siswa yang mengumpulkan lembar jawaban secara tergesa dan meminta siswa menelitinya kembali, guru juga memberikan catatan pada siswa. Namun ada 5 siswa, yaitu MIZ, ABK, EHG, MSN, dan RA yang pada siklus I2 tuntas menjadi tidak tuntas pada siklus II1. Hal ini dikarenakan siswa kurang aktif dalam berdiskusi dalam menjawab LKPD dan atau hanya melihat temannya yang melakukan percobaan. Hasil belajar siswa pada siklus II2 mengalami peningkatan. Ditunjukkan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 70,58 24 siswa dan masih ada 29,42 10 siswa belum tuntas. Nilai tertinggi sebesar 100 dan nilai terendah sebesar 53 dengan nilai rata-rata hasil belajar sebesar 70 kategori tinggi. Peningkatan hasil belajar ini dipengaruhi oleh peningkatan keterampilan guru dan aktivitas siswa. Upaya perbaikan yang dilakukan guru antara lain menjelaskan materi dengan diselingi tanya jawab dan penguatan berupa kata pujian, serta menyampaikan kriteria pemberian pin terbukti dapat meningkatkan aktivitas siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Lungdern dalam Jauhar 2011:53 bahwa salah satu unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok. Ada 8 siswa yaitu RAR, MIZ, AJS, ABK, CCK, MAA, MSN, RA yang pada siklus II1 tidak tuntas menjadi tuntas pada siklus II2. Hal ini dikarenakan siswa lebih bersemangat dalam memperhatikan penjelasan guru, lebih aktif melakukan percobaan, berdiskusi kelompok dan menyelesaikan LKPD. Namun ada 6 siswa, yaitu ANP, ADF, JCF, MDS, RAP, dan TVE yang pada siklus II1 tuntas menjadi tidak tuntas pada siklus II2. Hal ini dikarenakan siswa tergesa-gesa dalam menyelesaikan LTPD, kurang aktif bertanya, dan kurang memperhatikan tayangan balikan. Meskipun pada siklus II2 telah mencapai indikator keberhasilan, namun harus dilaksanakan siklus III untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan mencapai kategori lebih tinggi. Pada siklus III1 hasil belajar siswa berada pada kategori sangat tinggi. Nilai tertinggi sebesar 100 dan nilai terendah sebesar 38. Siswa yang memperoleh nilai 100 sebanyak 5 siswa. Kelima siswa tersebut adalah siswa tingkat keaktifannya tinggi. Sementara siswa yang memperoleh nilai terendah berinisial AJS dan RAR. Kedua siswa tersebut kurang aktif berpendapat dan bertanya pada guru, mereka juga hanya melihat temannya yang melakukan percobaan. Namun, secara umum terjadi peningkatan hasil belajar pada siklus III1. Ditunjukkan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 82,35 28 siswa dan masih ada 17,64 6 siswa belum tuntas dengan nilai rata-rata hasil belajar sebesar 75,5. Peningkatan hasil belajar ini dipengaruhi oleh peningkatan keterampilan guru dan aktivitas siswa. Upaya perbaikan yang dilakukan guru antara lain mendikte siswa untuk mencatat, memotivasi siswa untuk mengerjakan soal dengan teliti, memberikan penguatan bervariasi dan memberikan penanda ketua kelompok berupa nomor kepala sehingga rasa tanggung jawab meningkat dan tercipta suasana kelas yang kondusif dan aktif. Hal ini sejalan dengan pendapat Lungdern dalam Jauhar 2011:53 bahwa salah satu unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap anggota kelompoknya, selain tanggung jawabnya terhadap diri sendiri dan berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama. Ada 8 siswa yaitu ANP, AP, EHG, IZI, JCF, MDS, MLH, dan TVE yang pada siklus II2 tidak tuntas menjadi tuntas pada siklus III1. Hal ini dikarenakan keaktifan siswa pada berbagai aspek meningkat, misalnya dalam memperhatikan tayangan balikan, membuat kesimpulan, dan bertanya. Namun ada 4 siswa yaitu RAR, ANM, AJS dan YDL yang pada siklus II2 tuntas menjadi tidak tuntas pada siklus III1. Hal ini dikarenakan aktivitas siswa menurun, seperti tidak aktif mencatat, berdiskusi dan memperhatikan tayangan balikan. Pada siklus III2 hasil belajar siswa meningkat. Ditunjukkan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 88,23 30 siswa dan masih ada 11,77 4 siswa belum tuntas dengan nilai rata-rata hasil belajar sebesar 77,26 kategori sangat tinggi. Nilai tertinggi sebesar 100 dan nilai terendah sebesar 56. Peningkatan hasil belajar ini dipengaruhi oleh peningkatan keterampilan guru dan aktivitas siswa. Upaya perbaikan yang dilakukan guru antara lain meningkatkan kualitas tayangan audiovisual, mengevaluasi LKPD bersama siswa dan menuliskan jawaban dari beberapa kelompok sehingga siswa lebih bersemangat, dan pemberian motivasi bagi kelompok yang belum benar berupa kartu peristiwa yang telah urut untuk dipelajari siswa terbukti dapat meningkatkan aktivitas siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Marno dan Idris 2010: 91 bahwa salah satu cara yang dapat dilakukan guru dalam menutup pelajaran yaitu dengan memberi dorongan psikologi dan sosial. Pemberian kartu peristiwa terjadinya bumi ini juga sesuai dengan tujuan menutup pelajaran yaitu memantapkan pemahaman siswa terhadap kegiatan belajar yang telah berlangsung. Ada 6 siswa yaitu RAR, ANM, AJS, ADF, RAP, dan YDL yang pada siklus III1 tidak tuntas menjadi tuntas pada siklus III2. Hal ini dikarenakan aktivitas siswa meningkat, misalnya aspek mencatat. Siswa juga termotivasi ketika guru mengatakan bahwa nilai siswa harus lebih baik dari pertemuan sebelumnya dan siswa diberi kesempatan bertanya jika ada soal yang sulit dipahami. Namun ada 4 siswa yaitu EHG, RA, UP, dan ERBI yang pada siklus III1 tuntas menjadi tidak tuntas pada siklus III2. Hal ini dikarenakan siswa kurang terlibat dalam menyelesaikan LKPD, tergesa-gesa dalam mengerjakan soal dan kurang memperhatikan penjelasan guru. Pada siklus III2 sudah tercapai indikator keberhasilan dimana siswa mengalami ketuntasan belajar 80 dalam kategori sangat tinggi. 4.2.1.3.3. Kajian Empiris Peningkatan hasil belajar dalam penelitian yang menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual ini juga sejalan dengan peningkatan hasil belajar yang dilakukan oleh Winarso 2013 dan Utami 2013 dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Sifat Cahaya dengan Metode Inkuiri”. Perolehan nilai hasil belajar pada siklus I mencapai ketuntasan klasikal sebanyak 73,3. Sementara perolehan nilai hasil belajar pada siklus II mengalami peningkatan dengan mencapai peningkatan ketuntasan klasikal sebanyak 80.

4.2.2. Implikasi Hasil Penelitian

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL DIRECT INSTRUCTION (DI) DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS V SDN GUNUNGPATI 02 SEMARANG

1 11 296

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PBL DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS IV SDN KALIBANTENG KIDUL 02 KOTA SEMARANG

0 12 274

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PKn MELALUI MODEL TALKING STICKBERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS IV SDN MANGKANGKULON 02 KOTA SEMARANG

0 9 206

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN GEOMETRI MELALUI PMRI VARIASI TARI BAMBU BERBANTUAN KOMIK PADA SISWA KELAS V SDN MANGKANG KULON 02 SEMARANG

0 36 336

PENERAPAN METODE MIND MAPPING BERBANTUKAN MEDIA POSTER UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI KELAS V SDN MANGKANG KULON 02 SEMARANG

0 4 197

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PKn MELALUI MODEL TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS V SDN BRINGIN 02 KOTA SEMARANG

0 2 348

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS VA SDN WONOSARI 02 KOTA SEMARANG

1 5 467

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS IVA SDN WONOSARI 02 SEMARANG

0 18 265

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL CTL BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS V SDN SEKARAN 02 KOTA SEMARANG

1 7 260

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PKn MELALUI MODEL TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS V SDN MANGKANG KULON 02 KOTA SEMARANG

0 5 221