PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENERAPAN MODEL INKUIRI BERBANTUKAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS V SDN MANGKANG KULON 02 KOTA SEMARANG
i
PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA
MELALUI PENERAPAN MODEL INKUIRI
BERBANTUKAN MEDIA AUDIOVISUAL
PADA SISWA KELAS V SDN MANGKANG KULON 02
KOTA SEMARANG
SKRIPSI
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
Ratna Wulandari
1401409095
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
(2)
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ratna Wulandari NIM : 1401409095
Jurusan : Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Judul Skripsi :Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Penerapan Model Inkuiri Berbantukan Media Audiovisual Pada Siswa Kelas V SDN Mangkang Kulon 02 Kota
Semarang.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, bukan jiplakan karya tulis orang lain baik sebagian atau keseluruhan. Pendapat atau tulisan orang lain dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Juni 2013
Ratna Wulandari 1401409095
(3)
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi atas nama Ratna Wulandari, NIM 1401409095, dengan judul
“Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Penerapan Model Inkuiri
Berbantukan Media Audiovisual Pada Siswa Kelas V SDN Mangkang Kulon 02
Kota Semarang”, telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diajukan ke
Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada :
hari : Selasa tanggal : 18 Juni 2013
Semarang, 18 Juni 2013
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dra. Sri Hartati, M.Pd Dr. Sri Sulistyorini, M.Pd
NIP. NIP. 195805171983032002
Mengetahui, Ketua Jurusan PGSD
(4)
iv
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi atas nama Ratna Wulandari, NIM 1401409095, dengan judul
“Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Penerapan Model Inkuiri
Berbantukan Media Audiovisual Pada Siswa Kelas V SDN Mangkang Kulon 02
Kota Semarang”, telah dipertahankan dihadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada :
hari : Selasa tanggal : 25 Juni 2013
Panitia Ujian Skripsi :
Ketua Sekretaris
Dra. Hartati, M.Pd. NIP. 19551005 198012 2 001
Penguji Utama
Drs. Purnomo, M.Pd NIP. 196703141992031005
Penguji I Penguji II
Dra. Sri Hartati, M.P d N . 19541231198301200
Dr. Sri Sulistyorini, M.Pd NIP. 195805171983032002
(5)
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua”.
(Aristoteles)
“Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah”
( Lessing )
PERSEMBAHAN
Skripsi ini peneliti persembahkan untuk kedua orang tuaku tercinta (Bapak Sukatno dan Ibu Retno Harpinasih) yang telah tulus mencurahkan kasih sayang, dukungan dan doanya.
(6)
vi
PRAKATA
Puji syukur peneliti ucapkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang memberikan kekuatan, petunjuk dan kemudahan sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan Kualitas
Pembelajaran IPA Melalui Penerapan Model Inkuiri Berbantukan Media
Audiovisual Pada Siswa Kelas V SDN Mangkang Kulon 02 Kota Semarang”
dengan baik. Skripsi ini merupakan syarat akademis dalam menyelesaikan studi Strata 1 untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga segala kesulitan dapat diatasi dengan baik. Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor UNNES yang telah memberikan kesempatan studi.
2. Drs. Hardjono, M.Pd., Dekan FIP UNNES yang telah memberikan ijin penelitian.
3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan PGSD FIP UNNES yang telah memberikan pengarahan.
4. Dra. Sri Hartati, M.Pd., dosen pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulisan ini dengan penuh kesabaran dari awal sampai akhir. 5. Dr. Sri Sulistyorini, M.Pd., dosen pembimbing II yang telah membimbing
dan mengarahkan penulisan ini dengan penuh kesabaran dari awal sampai akhir.
6. Segenap Dosen Jurusan PGSD FIP UNNES atas ilmu yang sudah diberikan. 7. Retno Ambarwati, S.Pd., kepala SDN Mangkang Kulon 02 Kota Semarang
yang telah memberikan kesempatan dan ijin untuk mengadakan penelitian. 8. Bapak dan Ibu guru, serta siswa SD Mangkang Kulon 02 Kota Semarang atas
(7)
vii
9. Kedua orang tua, kakak-adik, dan sahabat di B‟kost yang telah memberikan motivasi dan doanya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
10.Teman-teman mahasiswa PGSD atas segala bantuannya.
Skripsi ini disusun melalui berbagai tahapan ilmiah dan telah melalui kajian teoritis dan empiris. Tentunya apa yang ditemukan dalam pembuatan skripsi ini dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah dan dapat juga dijadikan referensi untuk pengembangan profesi khususnya keguruan.
Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para guru, mahasiswa PGSD, dan para pembaca pada umumnya.Amin.
Semarang, Juni 2013
(8)
viii
ABSTRAK
Wulandari, Ratna. 2013. Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Penerapan Model Inkuiri Berbantukan Media Audiovisual Pada Siswa
Kelas V SDN Mangkang Kulon 02 Kota Semarang. Sarjana PGSD
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I : Dra. Sri Hartati, M.Pd dan pembimbing II : Dr. Sri Sulistyorini,M.Pd.
Hasil observasi peneliti pada tanggal 5 September 2012 terkait pembelajaran IPA kelas V SDN Mangkang Kulon 02 ditemukan data bahwa guru mengajar menggunakan model non inovatif. Rata-rata prestasi belajar siswa masih rendah yaitu berkisar 52,6 dengan ketuntasan belajar klasikal 11,76%. Bertitik tolak dari kendala dan rendahnya kualitas pembelajaran tersebut, maka peneliti menawarkan solusi untuk memperbaiki kualitas pembelajaran IPA kelas V SDN Mangkang Kulon 02 melalui model inkuiri berbantukan media audiovisual. Subyek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V SDN Mangkang Kulon 02 Kota Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan keterampilan guru dan aktivitas siswa serta meningkatkan hasil belajar IPA kelas V SDN Mangkang Kulon 02 melalui penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilakukan dalam 3 siklus, dengan masing-masing siklus terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan keterampilan guru dalam pembelajaran siklus I diperoleh persentase 64,28% dengan kategori tinggi, siklus II 74,99% dengan kategori tinggi, dan siklus III 87,49% dengan kategori sangat tinggi. Aktivitas siswa pada siklus I diperoleh persentase 64,79% dengan kategori tinggi, siklus II 74,16% dengan kategori tinggi, dan siklus III 82,50% dengan kategori sangat tinggi. Hasil belajar siswa pada siklus I mendapat rata-rata klasikal 62,57 dengan ketuntasan belajar 55,88%, siklus II mendapat rata-rata klasikal 68,94 dengan ketuntasan belajar 67,64%, dan siklus III mendapat rata-rata klasikal 76,38 dengan ketuntasan belajar 85,29%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA.
(9)
ix
DAFTAR ISI
JUDUL ……….. i
PERNYATAAN KEASLIAN ……….. ii
PERSENTUJUAN PEMBIMBING ………. iii
PENGESAHAN KELULUSAN ……….. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……….... v
PRAKATA ……… vi
ABSTRAK ……… viii
DAFTAR ISI ………. ix
DAFTAR TABEL ………. xi
DAFTAR BAGAN ………... xiii
DAFTAR DIAGRAM ……….. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……… xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………... 1
1.2. Rumusan Masalah dan Pemecahan Masalah ………. 9
1.2.1. Rumusan Masalah ………. 9
1.2.2. Pemecahan Masalah ……….. 9
1.3.Tujuan Penelitian ………. 11
1.3.1. Tujuan Umum ……… 11
1.3.2. Tujuan Khusus ………... 12
1.4. Manfaat Penelitian ……….. 12
1.4.1. Manfaat Teoritis ………. 12
1.4.2. Manfaat Praktis ……….. 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori ……… 14
2.1.1. Hakikat Kualitas Pembelajaran ……….. 14
2.1.2. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)/ Sains ………. 30
2.1.3. Penerapan Model Inkuiri ……… 39
2.1.4. Media Audiovisual ………. 47 2.1.5. Penerapan Model Inkuiri Berbantukan Media Audiovisual Pada Pem-
(10)
x
belajaran IPA ……… 52
2.1.6. Hubungan Model Inkuiri Berbantukan Media Audiovisual dengan Keterampilan Guru, Aktivitas Siswa, dan Hasil Belajar ……….. 62
2.2. Kajian Empiris ………... 63
2.3. Kerangka Berpikir ……… 66
2.4. Hipotesis Tindakan ………... 69
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ..………. 70
3.2.Perencanaan Tahap Penelitian ……… 75
3.3. Subyek Penelitian ………. 98
3.4. Variabel Penelitian ……….. 99
3.5. Data dan Cara Pengumpulan Data ………. 100
3.6. Teknik Analisis Data ………. 104
3.7. Indikator Keberhasilan ……….. 110
BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ………. 112
4.1.1. Deskripsi Data Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus I ………... 112
4.1.2. Deskripsi Data Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus II ……….. 162
4.1.3. Deskripsi Data Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus III ……… 207
4.1.4. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian Tindakan Siklus I, II, dan III …… 247
4.2. Pembahasan ……….. 252
4.2.1. Pemaknaan Temuan Penelitian ………. 252
4.2.2. Implikasi Hasil Penelitian ………. 282
BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan ………... 285
5.2. Saran ………. 286
(11)
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tahapan Model Inkuiri yang Dikombinasikan dengan Tahapan
Media Audiovisual ……….. 10
Tabel 1.2 Kegiatan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran yang Menerap- kan Model Inkuiri Berbantukan Media Audiovisual………….. 11 Tabel 2.1 Indikator Hasil Belajar Kognitif yang Akan Dicapai dalam Penelitian ……….... 28
Tabel 2.2 Keterampilan-keterampilan Proses ……… 37 Tabel 3.1 Pelaksanaan Tindakan ……….... 72
Tabel 3.2 Kriteria Ketuntasan Individual ……… .. 106
Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa ………. 107
Tabel 3.4 Kriteria Keberhasilan Keterampilan Guru ………. 109
Tabel 3.5 Kriteria Keberhasilan Aktivitas Siswa ………... 110
Tabel 4.1 Hasil Lembar Pengamatan Keterampilan Guru Siklus I/1 ……. 115
Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus I/1………... 122
Tabel 4.3 Hasil Belajar Siswa Siklus I/1 ……… 128
Tabel 4.4 Hasil Lembar Pengamatan Keterampilan Guru Siklus I/2 …… 137
Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus I/2 ……… 144
Tabel 4.6 Hasil Belajar Siswa Siklus I/2………... 150
Tabel 4.7 Skor Keterampilan Guru Siklus I ……….. .158
Tabel 4.8 Persentase Aktivitas Siswa Siklus I ………... 159
Tabel 4.9 Hasil Belajar Siswa Siklus I ………... 160
Tabel 4.10 Keterampilan Guru, Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar Pada Siklus I ………... 161
Tabel 4.11 Hasil Lembar Pengamatan Keterampilan Guru Siklus II/1 …… 164
Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus II/1 ……….. 171
(12)
xii
Tabel 4.13 Hasil Belajar Siswa Siklus II/1……….. 176
Tabel 4.14 Hasil Lembar Pengamatan Keterampilan Guru Siklus II/2…… 183
Tabel 4.15 Rekapitulasi Hasil Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus II/2 ……….. 190
Tabel 4.16 Hasil Belajar Siswa Siklus II/2 ………. 196
Tabel 4.17 Skor Keterampilan Guru Siklus II ………. 203
Tabel 4.18 Persentase Aktivitas Siswa Siklus II……….. 204
Tabel 4.19 Hasil Belajar Siswa Siklus II ………. 205
Tabel 4.20 Keterampilan Guru, Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar Pada Siklus II ……….. 206
Tabel 4.21 Hasil Lembar Pengamatan Keterampilan Guru Siklus III/1…... 209
Tabel 4.22 Rekapitulasi Hasil Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus III/1 ……….. 216
Tabel 4.23 Hasil Belajar Siswa Siklus III/1……….. 221
Tabel 4.24 Hasil Lembar Pengamatan Keterampilan Guru Siklus III/2….. 227
Tabel 4.25 Rekapitulasi Hasil Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus III/2 ………. 234
Tabel 4.26 Hasil Belajar Siswa Siklus III/2 ……… 239
Tabel 4.27 Skor Keterampilan Guru Siklus III ……… 243
Tabel 4.28 Persentase Aktivitas Siswa Siklus III ………. 244
Tabel 4.29 Hasil Belajar Siswa Siklus III ……… 245
Tabel 4.30 Keterampilan Guru, Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar Pada Siklus III ………. 246
Tabel 4.31 Skor Keterampilan Guru Siklus I, II, III ……… 247
Tabel 4.32 Persentase Aktivitas Siswa Siklus I, II, III ……… 248
Tabel 4.33 Hasil Belajar Siswa Siklus I, II, III ……… 249
Tabel 4.34 Keterampilan Guru, Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar Pada Siklus I, II, dan III ……….. 251
(13)
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1. Hirarkhi Taksonomi Bloom Revisi ……… 26
Bagan.2.2 Alur Materi Hakikat IPA dan Pendidikan IPA ……… 34
Bagan 2.3 Kerangka Berpikir ………... 68
(14)
xiv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Skor Keterampilan Guru Siklus I/1 ………117
Diagram 4.2 Skor Aktivitas Siswa Siklus I/1 ………..123
Diagram 4.3 Hasil Belajar Siswa Siklus I/1 ……….131
Diagram 4.4 Skor Keterampilan Guru Siklus I/2……… 139 Diagram 4.5 Skor Aktivitas Siswa Siklus I/2 ……… 145
Diagram 4.6 Hasil Belajar Siswa Siklus I/2………. 152
Diagram 4.7 Skor Keterampilan Guru siklus I ……… 158
Diagram 4.8 Persentase Aktivitas Siswa Siklus I……… 160
Diagram 4.9 Persentase Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I ………... 161
Diagram 4.10 Skor Keterampilan Guru Siklus II/1……….. 166
Diagram 4.11 Skor Aktivitas Siswa Siklus II/1………... 172
Diagram 4.12 Hasil Belajar Siswa Siklus II/1 ………. 179
Diagram 4.13 Skor Keterampilan Guru Siklus II/2 ………. 186
Diagram 4.14 Skor Aktivitas Siswa Siklus II/2……….... 191
Diagram 4.15 Hasil Belajar Siswa Siklus II/2 ……….. 199
Diagram 4.16 Skor Keterampilan Guru siklus II ……….. 204
Diagram 4.17 Persentase Aktivitas Siswa Siklus II ………... 205
Diagram 4.18 Persentase Ketuntasan Belajar Siswa Siklus II………... 206
Diagram 4.19 Skor Keterampilan Guru Siklus III/1 ……… 211
Diagram 4.20 Skor Aktivitas Siswa Siklus III/1………... 217
Diagram 4.21 Hasil Belajar Siswa Siklus III/1……….. 224
Diagram 4.22 Skor Keterampilan Guru Siklus III/2………. 230
Diagram 4.23 Skor Aktivitas Siswa Siklus III/2 ……….. 224
Diagram 4.24 Hasil Belajar Siswa Siklus III/2………... 242
Diagram 4.25 Skor Keterampilan Guru siklus III ……….. 244
Diagram 4.26 Persentase Aktivitas Siswa Siklus III ………. 245
Diagram 4.27 Persentase Ketuntasan Belajar Siswa Siklus III ………. 246
(15)
xv
Diagram 4.29 Persentase Aktivitas Siswa Siklus I, II, III ……….. 249
Diagram 4.30 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Siklus I, II, III …………... 250 Diagram 4.31 Nilai Rata-rata Siklus I, II, III ………. 250
(16)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ……… 292
Lampiran 2. Pedoman Indikator Keterampilan Guru dan Instrumen Penelitian Keterampilan Guru ……… 296
Lampiran 3. Pedoman Indikator Aktivitas Siswa dan Instrumen Penelitian Aktivitas Siswa ………... 302
Lampiran 4. Instrumen Catatan Lapangan ……….. 309
Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ……… 312
Lampiran 6. Data Awal Sebelum Penelitian ……… 443
Lampiran 7. Data Keterampilan Guru Siklus I, II dan III ………... 446
Lampiran 8. Data Aktivitas Siswa Siklus I, II dan III ………. 449
Lampiran 9. Data Hasil Belajar Siswa Siklus I, II, dan III ……….. 462
Lampiran 10. Catatan Lapangan Siklus I, II dan III ……….. 469
Lampiran 11. Data Validasi Media Siklus I, II dan III ………. 482
Lampiran 12. Foto Penelitian ………. 490
Lampiran 13. LKPD Siklus I, II dan III ……… 509
Lampiran 14. LTPD Siklus I, II dan III ………. 517
(17)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas merupakan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional. Pada pasal 37 (2006: 94) menetapkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu muatan wajib kurikulum pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam me-nerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari (BSNP 2006:143).
Mata pelajaran IPA di SD/ MI bertujuan agar peserta didik memiliki berbagai kemampuan. Di antaranya yaitu memperoleh keyakinan terhadap keteraturan ciptaan-Nya, mengembangkan rasa ingin tahu dan sikap positif tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara Salingtemas (sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat), serta mengembangkan pemahaman konsep IPA dan keterampil-an proses IPA yketerampil-ang dapat diterapkketerampil-an dalam pemecahketerampil-an masalah kehidupketerampil-an sehari-hari (BSNP 2006:143).
Tujuan yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut sudah baik dan sudah mengandung ide-ide yang dapat mengantisipasi perkembangan IPTEK secara global. Namun, dalam kenyataannya di sekolah-sekolah masih perlu peningkatan kualitas pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan guru dan siswa belum melaksanakan pembelajaran seperti apa yang disarankan
(18)
2
dalam KTSP IPA, yaitu pembelajaran secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) dan menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (BSNP 2006:143). Selain itu, juga belum terlaksana pembelajaran yang konstruktivistik, yaitu pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student oriented) dan guru berperan sebagai mediator, fasilitator, dan sumber belajar (Yamin 2012:10). Begitu diutamakannya proses dalam pemerolehan konsep-konsep IPA maka guru dituntut untuk mampu menyesuaikan dan memilih model serta menciptakan lingkungan belajar yang dapat mengakomodasi kemampuan siswa secara optimal. Hal tersebut sejalan dengan kurikulum IPA SD yang mengungkapkan bahwa pembelajaran IPA pada dasarnya memuat tiga komponen (Bundu 2006:49). Pertama, mendorong pertumbuhan intelektual dan perkembangan siswa. Kedua, melibatkan siswa dalam kegiatan-kegiatan praktikum. Ketiga, mendorong ter-bentuknya sikap ilmiah, berpikir kritis dan rasional serta mengembangkan peng-gunaan keterampilan proses IPA.
Berikut ini adalah temuan yang mendukung belum terlaksananya pembelajaran IPA seperti yang disarankan dalam KTSP sehingga perlu adanya peningkatan kualitas pembelajaran: (1) berdasarkan temuan Depdiknas (2007: 16) proses pem-belajaran IPA di SD kurang menerapkan kerja ilmiah, proses pempem-belajaran ber-orientasi terhadap penguasaan teori dan hafalan yang menyebabkan kemampuan belajar siswa terhambat, metode pembelajaran yang selalu berorientasi kepada guru (teacher centered) cenderung mengabaikan hak-hak dan kebutuhan, serta perkembangan siswa sehingga proses pembelajaran yang menyenangkan dan
(19)
mencerdaskan kurang optimal; (2) hasil penelitian Endang Widi Winarni yang
berjudul “ Persepsi Guru SD Tentang Berbagai Pendekatan, Metode, dan Penilai -an Serta Implementasinya dalam Pembelajaran IPA” dengan sampel penelitian 35 guru kelas 5 atau sebanyak 44,87% dari 78 SD di kota Bengkulu http://isjd.pdii. lipi.go.id/admin/jurnal /151061119.pdf.
Kualitas pembelajaran yang rendah tersebut juga ditemukan di kelas V SDN Mangkang Kulon 02 Kota Semarang. Menurut hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan peneliti, rendahnya kualitas pembelajaran tersebut disebabkan oleh beberapa hal, baik faktor guru maupun faktor sarana dan prasarana yang berdampak pada siswa, yaitu: (1) guru kurang memberikan pertanyaan/ per-masalahan yang menantang, sehingga siswa tidak terdorong berpikir kritis; (2) kurang memfasilitasi terjadinya interaksi siswa dalam kelompok, sehingga siswa belajar secara sendiri-sendiri dan bersifat individualis; (3) siswa kurang dilatih untuk menganalisis data dari berbagai sumber belajar, sehingga siswa kurang terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi secara mandiri; (4) guru kurang mengembangkan keterampilan menyimpulkan, baik dari pengamatan, eksplorasi ataupun hasil percobaan sehingga pemahaman siswa terhadap materi kurang optimal; (5) kurang mengembangkan keterampilan bertanya siswa, se-hingga rasa ingin tahu siswa tidak terpenuhi; (6) guru kurang memanfaatkan media dalam pembelajaran, sehingga siswa cenderung bosan. Rendahnya kualitas pembelajaran tersebut didukung oleh nilai/ data kuantitatif yaitu sebanyak 88,23% dari 34 siswa atau sebanyak 30 siswa memiliki nilai di bawah KKM (64).
(20)
4
Untuk mengatasi permasalahan tersebut peneliti secara kolaboratif meng-ambil tindakan dengan menerapkan pembelajaran inovatif yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang meliputi keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar. Dengan berpijak pada teori konstruktivisme, pembelajaran inovatif mengutamakan peran guru sebagai fasilitator, motivator, mediator dan evaluator serta informator. Siswa belajar melakukan sendiri/ konstruktivis, yang ide pokoknya belajar mandiri, menemukan bersama kelompoknya, mengembangkan kreativitas belajar melalui interaksi dengan lingkungan sebagai sumber belajar, sehingga pembelajaran interaksinya multi arah. Salah satu model pembelajaran yang memenuhi karakteristik pembelajaran inovatif di atas yaitu model pembelajaran inkuiri.
Menurut Joyce dan Weil (1996 : 187), the essence of the model is to involve students in a genuine problem of inquiry by confronting them with an area of investigation, helping them identify a conceptual or methodological problem within that area of investigation, and inviting them to design ways of overcoming that problem. ”Inti dari model inkuiri adalah melibatkan siswa ke dalam masalah asli dan menghadapkan mereka dengan sebuah penyelidikan, membantu siswa mengidentifikasi sebuah konsep atau metode pemecahan masalah dalam penyelidikan, dan mengarahkan siswa untuk mencari jalan keluar dari masalah
tersebut”.
Model inkuiri didukung oleh teori belajar konstruktivisme yang di-kembangkan oleh Seymour Papert, teori ini mengungkapkan bahwa manusia
(21)
Anni 2009:225). Hal ini sejalan dengan model inkuiri yang menekankan agar peserta didik dipandang sebagai subyek belajar artinya proses pembelajaran
berlangsung alamiah, peserta didik „bekerja‟ dan mengalami, bukan berupa
transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik sehingga hasil pembelajaran lebih bermakna (Yamin 2012: 24).
Pembelajaran sains merujuk pada proses-proses pencarian sains yang dilakukan para ahli. IPA memiliki suatu metode, yang dikenal dengan scientific method atau metode ilmiah yang meliputi kegiatan-kegiatan seperti: (1) perumusan masalah; (2) penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis; (3) perumusan hipotesis; (4) pengujian hipotesis; dan (5) penarikan kesimpulan (Mariana dan Praginda 2009: 6). Sementara sintaks dari model inkuiri menurut Hamruni (2012:95), yaitu: (1) orientasi; (2) merumuskan masalah; (3) mengajukan hipotesis; (4) mengumpulkan data; (5) menguji hipotesis; (6) merumuskan kesimpulan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tahapan pelaksanaan inkuiri sejalan dengan karakteristik IPA, yaitu adanya metode ilmiah dalam proses pencarian sains. Sehingga pembelajaran IPA cocok diterapi model inkuiri.
Pada prinsipnya, kelebihan model inkuiri adalah membentuk dan
mengembangkan “self-concept” pada siswa dengan lebih baik, karena model inkuiri mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri (Roestiyah 2008:76). Sementara itu, manfaat model inkuiri menurut Schrenker (Joyce dan Weil 1996:42) yaitu meningkatkan pemahaman terhadap sains, produktif dalam berpikir kritis dan menjadi terampil dalam memperoleh dan
(22)
6
menganalisis informasi. Agar model ini dapat dilaksanakan dengan baik maka memerlukan kondisi-kondisi sebagai berikut: (1) kondisi yang fleksibel, bebas untuk berinteraksi; (2) kondisi lingkungan yang responsif, (3) kondisi yang mudah untuk memusatkan perhatian; (4) kondisi yang bebas dari tekanan (Roestiyah 2008: 79).
Model inkuiri adalah model yang dapat mengaktifkan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dengan menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan. Model ini hanya dapat terlaksana dengan baik jika tersedia media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, yaitu media yang dapat menyajikan permasalahan secara nyata sehingga merangsang siswa berpikir kritis. Salah satu media yang memenuhi kriteria tersebut adalah media audiovisual. Menurut Kustandi dan Sutjipto (2011:34) media audiovisual adalah media yang menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis atau elektronik, untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Menurut Sanaky (2011:105) alat-alat yang termasuk dalam kategori media audiovisual adalah televisi, video-VCD, soundslide, dan film.
Penggunaan media audiovisual ini didukung oleh teori pembelajaran visual yang menyebutkan bahwa pesan yang ditampilkan melalui gambar dapat men-dorong aktivitas belajar siswa. Hal ini terlihat dalam desain pembelajaran melalui televisi atau video yang menonjolkan gambar sebagai alat yang dimuati pesan pendidikan (Uno 2008:55).
Audiovisual akan menjadikan penyajian bahan ajar kepada siswa semakin lengkap dan optimal (Hamdani 2011:249). Ciri utama teknologi media
(23)
audio-visual menurut Kustandi dan Sutjipto (2011:34) yaitu merepresentasikan fisik dari gagasan riil atau gagasan abstrak secara dinamis. Sehingga dapat mempermudah siswa menerima pelajaran dan menghindarkan salah pengertian, serta meningkat-kan minat (Suleiman 1988:17).
Dengan model inkuiri berbantukan media audiovisual pemahaman siswa terhadap materi lebih mendalam karena siswa membangun pengetahuannya secara mandiri, terbiasa berpikir kritis dan mengembangkan berbagai keterampilan. Selain itu, dengan media audiovisual mampu memperjelas konsep/ permasalahan sehingga memotivasi siswa untuk berpikir kritis dan menarik perhatian siswa. Berdasarkan kelebihan model inkuiri dan media audiovisual di atas, peneliti bersama kolaborator menentukan solusi permasalahan pembelajaran IPA di kelas V SDN Mangkang Kulon 02 dengan menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. Berdasarkan tahapan model inkuiri menurut Hamruni (2012:95) dan tahapan media audiovisual menurut Suleiman (1988:21), maka diperoleh sintak model inkuiri berbantukan media audiovisual yaitu: (1) penyampaian orientasi umum; (2) penayangan media audiovisual untuk menampilkan permasalahan; (3) mengajukan pertanyaan-pertanyaan; (4) membuat hipotesis; (5) mengumpulkan informasi dari sumber data; (6) menentukan jawaban antara hipotesis dan hasil pengumpulan data; (7) penayangan media audiovisual sebagai data akurat untuk membuat kesimpulan.
Berikut ini adalah hasil penelitian penerapan model inkuiri dan penggunaan media audiovisual. Penelitian pertama dilakukan Indriyani dan Supriyono yang
(24)
8
berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Ke -terampilan Proses Siswa pada Mata Pelajaran IPA di SD Negeri Rejeni
Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo” http://wacana.jurnal.unesa.ac.id. Selanjutnya penelitian oleh Sari (Jurusan PGSD, FIP, UNNES 2010:86) yang
berjudul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Inkuiri
Pada Siswa Kelas IV SDN I Maribaya Karanganyar Purbalingga”.
Penelitian ketiga oleh Winarso yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Sifat Cahaya dengan Metode Inkuiri” http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/ pgsd solo/article /view/428/214. Kemudian untuk penelitian yang menggunakan media
audiovisual, diambil dari hasil penelitian Utami yang berjudul “Penggunaan
Media Audiovisual Untuk Meningkatkan Kemampuan Mendeskripsikan Daur
Hidup Hewan” http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/pgsdsolo/article/view/650/33 1. Hasil dari keempat jurnal penelitian yang telah disebutkan, menunjukkan terjadinya peningkatan kualitas pembelajaran.
Berdasarkan jurnal-jurnal di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan model inkuiri dan penggunaan media audiovisual dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Oleh karena itu, jurnal-jurnal di atas dapat digunakan sebagai pendukung penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual dalam mengatasi permasalahan yang terjadi. Sehingga perlu dilaksanakan penelitian
tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Penerapan Model Inkuiri Berbantukan Media Audiovisual Pada Siswa Kelas V
(25)
1.2.
Rumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
1.2.1. Rumusan MasalahSesuai dengan latar belakang permasalahan di atas, disusun rumusan masalah
sebagai berikut: “Apakah melalui penerapan model inkuiri berbantukan media
audiovisual dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA pada siswa kelas V SDN Mangkang Kulon 02 Kota Semarang?
Rumusan masalah di atas dapat dirinci sebagai berikut :
1) Apakah melalui penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual dapat meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPA kelas V SDN Mangkang Kulon 02 Kota Semarang?
2) Apakah melalui penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA kelas V SDN Mangkang Kulon 02 Kota Semarang?
3) Apakah melalui penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA kelas V SDN Mangkang Kulon 02 Kota Semarang?
1.2.2. Pemecahan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka alternatif tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan tahapan-tahapan tindakan model inkuiri berbantukan media audiovisual. Berikut ini adalah tahapan model inkuiri setelah dikombinasikan dengan media audiovisual:
(26)
10
Tabel 1.1
Tahapan model inkuiri yang dikombinasikan dengan tahapan media audiovisual Tahapan
Model Inkuiri
Tahapan Media Audiovisual
Tahapan Model Inkuiri+Media audiovisual
Persiapan
Orientasi Penyampaian orientasi umum Merumuskan
masalah
Penyajian Penayangan media audiovisual untuk menampilkan permasalahan
Penerapan
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan Mengajukan
hipotesis
Membuat hipotesis Mengumpulkan
data
Mengumpulkan informasi dari sumber data
Menguji hipotesis
Menentukan jawaban antara hipotesis dan hasil pengumpulan data
Merumuskan kesimpulan
Kelanjutan Penayangan media audiovisual sebagai data akurat untuk membuat kesimpulan Sumber : Tahapan model inkuiri bersumber dari Hamruni (2012:95)
(27)
Berdasarkan tahapan model inkuiri berbantukan media audiovisual di atas, maka diperoleh kegiatan guru dan kegiatan siswa sebagai berikut:
Tabel 1.2
Kegiatan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran yang Menerapkan Model Inkuiri Berbantukan Media Audiovisual
Tahapan Model Inkuiri Berbantukan
Media Audiovisual
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Penyampaian orientasi umum Menyampaikan orientasi umum Memperhatikan penyampaian orientasi umum guru Penayangan media audiovisual untuk menampilkan permasalahan Menayangkan media audiovisual
permasalahan Memperhatikan tayangan audiovisual permasalahan Mengajukan
pertanyaan-pertanyaan
Mengajukan
pertanyaan-pertanyaan Membuat hipotesis Memfasilitasi siswa
mendiskusikan hipotesis
Mendiskusikan hipotesis secara berkelompok Mengumpulkan
informasi dari sumber data
Membimbing siswa melakukan
pengumpulan data
Mengumpulkan informasi dari sumber data
Menentukan jawaban antara hipotesis dan hasil pengumpulan data
Mengecek hasil uji hipotesis siswa
Menentukan jawaban kelompok berdasarkan hipotesis dan informasi yang diperoleh
Penayangan media audiovisual sebagai data akurat untuk membuat kesimpulan Membimbing siswa membuat kesimpulan disertai tayangan audiovisual Membuat kesimpulan berdasarkan tayangan balikan
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut :
(28)
12
Meningkatkan kualitas pembelajaran IPA pada siswa kelas V SDN Mangkang Kulon 02 Kota Semarang melalui penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual.
1.3.2. Tujuan Khusus
1) Mendeskrispsikan peningkatan keterampilan guru dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual.
2) Mendeskripsikan peningkatan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual.
3) Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat TeoritisManfaat dari model inkuiri menurut Schrenker (Joyce dan Weil 1996:42) reported that inquiry training resulted in increased understanding of science, greater productivity in critical thinking, and skills for obtaining and analyzing
information. Artinya, bahwa pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan
pemahaman terhadap sains, produktif dalam berpikir kritis dan menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi.
1.4.2. Manfaat Praktis 1.4.2.1.Manfaat Bagi Siswa
1) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, analitis dan logis.
2) Memberikan bekal penanaman konsep yang mendalam dan keterampilan di sekolah lanjutan.
(29)
3) Memberikan motivasi bagi siswa dengan kegiatan inkuiri yang menantang siswa.
1.4.2.2.Manfaat Bagi Guru
1) Sebagai sarana guru untuk mengevaluasi diri terhadap proses pembelajaran yang dilakukan .
2) Guru akan terampil menggunakan model inkuiri sehingga dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
1.4.2.3. Manfaat Bagi Sekolah
Hasil penelitian dapat dijadikan tolak ukur pengambilan kebijakan dalam rangka perbaikan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru sehingga tujuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat dicapai secara optimal.
(30)
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Kajian Teori
2.1.1.Hakikat Kualitas Pembelajaran 2.1.1.1. Pengertian Belajar
Belajar menurut Sanjaya (2008:89) bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan, belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya yang disadari. Belajar menurut Slavin (1994:152) learning is usually defined as a change in an individual caused by experience. Artinya belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke perkembang-an pribadi seutuhnya (Suprijono 2012:3). Duffy dperkembang-an Cunningham (dalam Pribadi 2011:159) mengemukakan pengertian belajar berdasarkan pandangan konstruk-tivistik, yaitu belajar adalah proses aktif membangun, daripada sekedar proses memperoleh pengetahuan.
Dari berbagai pengertian belajar di atas, maka peneliti dapatkan beberapa konsep mengenai belajar, yaitu :
1) Belajar adalah proses aktif membangun dalam diri seseorang. 2) Dilakukan secara sadar.
(31)
4) Menyebabkan perubahan perilaku untuk menuju ke perkembangan pribadi yang seutuhnya.
2.1.1.2. Pengertian Pembelajaran
Berdasarkan UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 butir 20 (2006:74) pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Hakikatnya pembelajaran merupakan suatu usaha sadar guru/ pengajar untuk membantu siswa atau anak didiknya, agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya (Kustandi dan Sutjipto 2011:5). Menurut Suprijono (2012:13) pembelajaran ber-arti proses atau upaya guru dalam mengorganisir lingkungan terjadinya pem-belajaran yang berpusat pada peserta didik. Pempem-belajaran menurut pandangan konstruktivistik adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student oriented), guru sebagai mediator, fasilitator, dan sumber belajar (Yamin 2012:10). Jadi, dari berbagai pengertian pembelajaran di atas, peneliti dapat simpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan guru secara sengaja dengan cara menciptakan suatu lingkungan belajar yang memungkinkan terjadi-nya komunikasi peserta didik dengan guru dan didukung sumber belajar yang lain. Lingkungan belajar yang diciptakan ini berpusat pada siswa, artinya disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan dan minat siswa serta mengutamakan peran aktif siswa dalam membangun pengetahuannya.
2.1.1.3. Kualitas Pembelajaran
Kualitas dapat dimaknai dengan istilah mutu atau keefektifan, yaitu tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasaran yang berupa peningkatan
(32)
16
pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pem-belajaran (Hamdani 2011:194). Menurut Robbins (dalam Daryanto 2010:54) efektivitas juga dapat dilihat dari tingkat kepuasan yang dicapai oleh orang. Kualitas pembelajaran secara operasional dapat diartikan sebagai intensitas keterkaitan sistemik dan sinergis dosen, mahasiswa, kurikulum, dan bahan belajar, media, fasilitas, dan sistem pembelajaran dalam menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan tuntutan kurikuler (Depdiknas 2007:7).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran adalah tingkat pencapaian suatu tujuan/ tuntutan yang telah ditetapkan dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual yang indikatornya mencakup keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar. Berikut adalah penjelasan dari ketiga aspek tersebut:
2.1.1.3.1. Keterampilan Guru
Mengajar adalah pekerjaan profesional. Orang yang menyandang pekerjaan tersebut pasti memiliki sejumlah keterampilan dasar yang didapatkan dari proses latihan pada lembaga pendidikan yang relevan. Yang dimaksud dengan keterampilan dasar adalah keterampilan standar yang harus dimiliki setiap individu yang berprofesi sebagai guru (Sanjaya 2008:155). Menurut hasil peneliti-an Turney (dalam Anitah 2010:7.2), terdapat 8 keterampilpeneliti-an dasar mengajar ypeneliti-ang dianggap berperan penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran, yaitu :
(33)
1) Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
Keterampilan membuka pelajaran adalah keterampilan yang berkaitan dengan usaha guru dalam memulai kegiatan pembelajaran. Komponen keterampil-an membuka pelajarketerampil-an keterampil-antara lain:
a) Menarik perhatian siswa dengan cara memvariasikan gaya mengajar guru, menggunakan alat bantu mengajar yang menarik, penggunaan pola interaksi yang bervariasi.
b) Menimbulkan motivasi dengan cara sikap hangat, menimbulkan rasa ingin tahu, mengemukakan ide yang bertentangan, memperhatikan minat siswa.
c) Memberi acuan dengan cara mengemukakan tugas dan batas tugas, menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan, mengingatkan masalah yang akan dibahas, mengajukan pertanyaan.
d) Membuat kaitan.
Selain keterampilan membuka pelajaran, seorang guru juga harus memiliki keterampilan menutup pelajaran.Keterampilan menutup pelajaran berkaitan dengan usaha guru mengakhiri pelajaran. Cara-cara yang dapat dilakukan guru dalam menutup pelajaran yaitu meninjau kembali, mengevaluasi, memberi dorongan psikologi dan sosial (Marno dan Idris 2010:91).
2) Keterampilan Menjelaskan
Kegiatan menjelaskan adalah pengkajian informasi secara sistematis sehingga yang menerima penjelasan mempunyai gambaran jelas tentang hubungan antar informasi.Keterampilan menyajikan penjelasan terdiri dari beberapa komponen,
(34)
18
yaitu kejelasan, penggunaan contoh dan ilustrasi, pemberian tekanan dan adanya balikan.
3) Keterampilan Menggunakan Variasi
Variasi adalah keanekaan yang membuat sesuatu tidak monoton. Variasi dalam kegiatan pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yakni :
a) Variasi gaya mengajar : variasi suara, pemusatan perhatian, kesenyapan, mengadakan kontak pandang, gerakan badan dan mimik, dan perubahan dalam posisi guru.
b) Variasi pola interaksi dan kegiatan : kegiatan kelompok kecil, klasikal, berpasangan, perorangan.
c) Variasi penggunaan alat bantu pembelajaran.
Variasi yang dapat dilakukan adalah variasi dalam penggunaan alat bantu pembelajaran yang dapat dilihat, didengar dan diraba serta dimanipulasi. Sardiman (2011: 206) menjelaskan bahwa adanya variasi media akan lebih baik daripada hanya satu macam saja.
4) Keterampilan Memberikan Penguatan
Keterampilan dasar penguatan menurut Sanjaya (2008:163) adalah segala bentuk respons yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi siswa atas perbuatan atau responnya yang diberikan sebagai suatu dorongan atau koreksi. Ada empat cara dalam memberikan penguatan (reinforcement) menurut Rusman (2012:85) yaitu: (1) penguatan kepada pribadi tertentu, penguat-an ini harus jelas kepada siapa ditujukpenguat-an; (2) penguatpenguat-an kepada kelompok siswa
(35)
dengan memberikan penghargaan kepada kelompok yang menyelesaikan tugas dengan baik; (3) pemberian penguatan dengan segera; (4) variasi dalam peng-gunaan.
5) Keterampilan Bertanya
Keterampilan bertanya merupakan keterampilan yang digunakan untuk mendapatkan jawaban/ balikan dari orang lain (Marno dan Idris 2010:115). Komponen-komponen keterampilan bertanya meliputi: (1) pengungkapan per-tanyaan secara jelas dan singkat; (2) fokus perper-tanyaan; (3) pemindahan giliran; (4) pemberian acuan; (5) penyebaran; (6) pemberian waktu berpikir; (7) dan pemberi-an tuntunpemberi-an (Rusmpemberi-an 2012:83).
6) Keterampilan Mengelola Kelas
Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan menciptakan, memelihara dan mengembalikan kondisi belajar yang optimal. Teknik mengelola kelas mencakup menunjukkan sikap tanggap, membagi perhatian, memusatkan perhatian kelompok, memberikan petunjuk yang jelas, menegur, memberi penguatan, memodifikasi tingkah laku, dan pengelolaan kelompok.
7) Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil diperlukan untuk lebih meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Agar guru dapat membimbing diskusi kelompok secara efektif, ada 6 komponen keterampilan yang perlu dikuasai guru. Keenam komponen tersebut adalah sebagai berikut :
a) Memusatkan perhatian.
(36)
20
c) Menganalisis pandangan. d) Meningkatkan urunan.
e) Menyebarkan kesempatan berpartisipasi. f) Menutup diskusi.
8) Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan
Kegiatan kelompok kecil dan perorangan memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap kebutuhan siswa yang berbeda-beda. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan terdiri dari 4 komponen pokok. Kelompok komponen keterampilan tersebut adalah sebagai berikut :
a) Keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi
Meliputi: menunjukkan kehangatan dan kepekaan terhadap kebutuhan siswa, memberikan respon positif terhadap buah pikiran siswa, mendengarkan secara simpatik gagasan siswa, membangun hubungan saling mempercayai, menunjukkan kesiapan untuk membantu siswa tanpa kecenderungan untuk mendominasi, menerima perasaan siswa dengan penuh pengertian dan keterbukaan, berusaha mengendalikan situasi.
b) Keterampilan mengorganisasikan pembelajaran
Meliputi: memberikan orientasi umum tentang tujuan dan masalah yang akan dipecahkan, memvariasikan kegiatan, membentuk kelompok yang tepat, mengkoordinasikan kegiatan dengan cara melihat kemajuan belajar serta penggunaan sumber, membagi-bagi perhatian, mengakhiri kegiatan dengan suatu kulminasi.
(37)
c) Keterampilan membimbing dan memudahkan belajar
Meliputi: memberikan penguatan yang sesuai, mengembangkan supervisi proses awal, mengadakan supervisi proses lanjut, dan melakukan super-visi proses pemaduan.
d) Keterampilan merencanakan dan melakukan kegiatan pembelajaran Meliputi: membantu siswa menerapkan tujuan pelajaran, membuat rencana kegiatan belajar bersama siswa, bertindak sebagai penasihat bagi siswa apabila diperlukan, membantu siswa melakukan evaluasi diri. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa keterampilan guru adalah keterampilan-keterampilan dasar yang harus dimiliki seorang guru ketika mengajar dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual yang indikatornya menyampaikan orientasi umum, menayangkan media audiovisual permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi siswa mendiskusikan hipotesis, membimbing siswa melakukan pengumpulan data, mengecek hasil uji hipotesis siswa, dan membimbing siswa membuat kesimpulan disertai tayangan audiovisual.
Untuk mendukung terlaksananya pembelajaran yang berkualitas, guru harus memiliki dan menerapkan delapan keterampilan mengajar dengan baik. Keterampilan guru yang dibutuhkan dalam penelitian yang menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual ini mencakup delapan keterampilan mengajar guru. Delapan keterampilan mengajar guru tersebut akan tampak pada satu atau lebih dalam tahapan pembelajaran. Berikut uraiannya:
(38)
22
1) Keterampilan membuka pelajaran tampak ketika guru menyampaikan orientasi umum, menayangkan media audiovisual permasalahan, mem-bimbing siswa melakukan pengumpulan data. Keterampilan menutup pelajaran tampak ketika guru membimbing siswa membuat kesimpulan disertai tayangan audiovisual.
2) Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil tampak ketika guru memfasilitasi siswa mendiskusikan hipotesis, mengecek hasil uji hipotesis siswa,membimbing siswa membuat kesimpulan disertai tayangan audiovisual. 3) Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan tampak ketika guru memfasilitasi siswa mendiskusikan hipotesis, mengecek hasil uji hipotesis siswa.
4) Keterampilan menggunakan variasi tampak ketika guru mengecek hasil uji hipotesis siswa.
5) Keterampilan memberikan penguatan tampak ketika guru mengecek hasil uji hipotesis siswa.
6) Keterampilan mengelola kelas tampak ketika guru membimbing siswa me-lakukan pengumpulan data.
7) Keterampilan menjelaskan tampak ketika guru menayangkan media audio-visual permasalahan, membimbing siswa membuat kesimpulan disertai tayangan audiovisual.
8) Keterampilan bertanya tampak ketika guru mengajukan pertanyaan-pertanya-an.
(39)
2.1.1.3.2. Aktivitas Siswa
Menurut Hamalik (2008:170) siswa adalah individu dengan potensi yang tengah berkembang dan memiliki prinsip aktif, oleh karena itu pengajaran sebaik-nya menyediakan kesempatan belajar siswa sambil bekerja atau melakukan aktivitas sendiri. Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku (Sardiman 2011:95).
Mehl-Mills-Douglass (dalam Hamalik 2008:172) berpendapat mengenai The Principle of Activity, sebagai berikut: One learns only by some activities in the neural system: seeing, hearing, smelling, feeling, thinking, physical or motor
activity. The learner must actively engage in the “learning”, whether it be of information a skill, an understanding, a habit, an ideal, an attitude, an interest, or the nature of a task. “Pada intinya prinsip aktivitas adalah bahwa pembelajaran terdiri dari beberapa aktivitas syaraf yaitu: melihat, mendengar, tersenyum, merasakan, berpikir, kegiatan fisik ataupun aktivitas motorik. Pebelajar secara aktif melakukan aktivitas-aktivitas yang telah disebutkan untuk memperoleh keterampilan, pemahaman, kebiasaan, teori, sikap, ketertarikan, ataupun ke-mampuan dasar.
Paul D. Diedrich (dalam Sardiman 2011:101) membagi kegiatan belajar ke dalam delapan kelompok, yaitu :
1) Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, mem-perhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
(40)
24
2) Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian percakapan, per-cakapan, diskusi, musik, pidato.
4) Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5) Drawing activities, misalnya : menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6) Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan
percoba-an, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. 7) Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,
me-mecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8) Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan,
gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup.
Dari uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa yang dimaksud aktivitas siswa adalah segala kegiatan yang dilakukan siswa baik aktivitas mental, afektif maupun psikomotorik dan bertujuan untuk memperoleh pemahaman, sikap maupun mengembangkan keterampilannya dalam pembelajaran IPA melalui model inkuiri berbantukan media audiovisual yang indikatornya memperhatikan penyampaian orientasi umum guru, memperhatikan tayangan audiovisual permasalahan, mendiskusikan hipotesis secara berkelompok, mengumpulkan informasi dari sumber data, menentukan jawaban kelompok berdasarkan hipotesis dan informasi yang diperoleh, dan membuat kesimpulan berdasarkan tayangan balikan.
(41)
Siswa SD memiliki karakteristik aktif bergerak dan pada fase berkembang, sehingga pembelajaran yang diciptakan harus memfasilitasi siswa belajar sambil bekerja dan memberikan bimbingan serta arahan kepada siswa agar dapat berkembang secara optimal dan terarah. Aktivitas siswa dalam penelitian ini difokuskan dan terbatas pada enam aktivitas. Berikut uraiannya:
1) Visual activities, tampak ketika siswa mengumpulkan informasi dari sumber data.
2) Oral activities tampak ketika siswa memperhatikan penyampaian orientasi umum guru, memperhatikan tayangan audiovisual permasalahan, mendiskusi-kan hipotesis secara berkelompok, mengumpulmendiskusi-kan informasi dari sumber data, menentukan jawaban kelompok berdasarkan hipotesis dan informasi yang diperoleh, membuat kesimpulan berdasarkan tayangan balikan.
3) Listening activities tampak ketika siswa memperhatikan penyampaian
orientasi umum guru, menentukan jawaban kelompok berdasarkan hipotesis dan informasi yang diperoleh.
4) Writing activities tampak ketika siswa menentukan jawaban kelompok
berdasarkan hipotesis dan informasi yang diperoleh.
5) Mental activities tampak ketika siswa memperhatikan tayangan audiovisual permasalahan, mengumpulkan informasi dari sumber data, membuat ke-simpulan berdasarkan tayangan balikan.
6) Emotional activities, tampak ketika siswa memperhatikan penyampaian
orientasi umum guru, memperhatikan tayangan audiovisual permasalahan, mendiskusikan hipotesis secara berkelompok, menentukan jawaban kelompok
(42)
26
berdasarkan hipotesis dan informasi yang diperoleh, membuat kesimpulan berdasarkan tayangan balikan.
2.1.1.3.3. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan (Suprijono 2012:5). Rifa‟i dan Anni (2009:85) mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh peserta didik. Menurut Sudjana (2011:49) tipe hasil belajar dikategorikan menjadi tiga bidang yakni :
1) Bidang Kognitif (Penguasaan Intelektual)
Benyamin S.Bloom menyusun kategori bidang kognitif dalam 6 level yang biasa disebut dengan Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom direvisi pada tahun 2001, hasilnya proses kognitif disusun secara berjenjang meliputi; mengingat, mengerti, memakai, menganalisis, menilai, dan mencipta (Yamin 2012:40). Keenam jenjang ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Bagan2.1. Hirarkhi Taksonomi Bloom Revisi
(43)
Kata kerja operasional Taksonomi Bloom menurut Overbaugh dan Schult http://ww2.odu.edu/educ/roverbau/Bloom/bloomstaxonomy.htm meliputi :
a) Mengingat: mendefinisikan, mengutip, mendaftar, mengingat, meng-hafal, meniru.
b) Memahami: mengklasifikasikan, mendeskripsikan, mendiskusikan, men-jelaskan, mengidentifikasi, menempatkan, mengakui, melaporkan, me-nyeleksi, mentranslasi, menerangkan.
c) Mengaplikasikan: memilih, mendemonstrasikan, mensimulasikan, meng-gunakan, mengilustrasikan, meramalkan, mengoperasikan, menyusun, mengkonsepkan, menyelesaikan, memakai, menulis.
d) Menganalisis: menilai, membandingkan, membedakan, mengkritisi, menguji, menyelidiki.
e) Mengevaluasi: menilai, menyalahkan, mempertahankan, memutuskan, menyeleksi, mendukung, mengevaluasi.
f) Mencipta: menghubungkan, membangun, mengkreasikan, membuat rancangan, mengembangkan, merumuskan, mengarang.
2) Bidang Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai.Ada beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar. Berikut tingkatan tersebut dari yang sederhana sampai ke tingkatan yang kompleks: (1) receiving/ penerimaan rangsangan; (2) responding/ jawaban; (3) valuing/ penilaian; (4) organisasi; (5) karakteristik nilai atau internalisasi nilai.
(44)
28
3) Bidang Psikomotorik
Tampak dalam bentuk keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu. Kategori jenis perilaku untuk ranah psikomotorik menurut Elizabeth Simpson
(dalam Rifa‟i dan Anni, 2009: 89) adalah persepsi (perception), kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided response), penyesuaian (adaptation), dan kreativitas (originality).
Dari berbagai pengertian di atas peneliti dapat disimpulkan bahwa dari kegiatan belajar, siswa akan menghasilkan perubahan perilaku, baik perubahan secara kognitif, afektif maupun psikomotoriknya, tergantung apa yang dipelajari-nya dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model inkuiri berbantukan media audiovisual. Dalam penelitian yang menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual ini, hasil belajar bidang kognitif diukur dengan soal tes pada akhir pembelajaran. Sementara hasil belajar bidang afektif dan psikomotorik termuat dalam lembar pengamatan aktivitas siswa yang akan diamati selama proses pembelajaran berlangsung. Berikut uraiannya:
1) Ranah Kognitif
Tabel 2.1
Indikator Hasil Belajar Kognitif yang Akan Dicapai dalam Penelitian
No Indikator Hasil belajar Tingkat
Kognitif
Siklus/ pert
1 Menjelaskan pengertian batuan C2 I /1
2 Menganalisis jenis-jenis batuan berdasarkan proses terbentuknya
C4 3 Menyimpulkan darimana batuan berasal C5 4 Mengklasifikasikan berbagai gambar batuan
berdasarkan jenisnya
C3 5 Menentukan manfaat berbagai batuan C3 6 Menyebutkan kembali contoh teknologi pemanfaatan
batuan
(45)
No Indikator Hasil Belajar Tingkat Kognitif
Siklus/ pert 1 Menetapkan sifat atau ciri berbagai batuan C4 I /2 2 Menjelaskan bagaimana proses terbentuknya berbagai
batuan
C2 3 Menyimpulkan penyebab perbedaan sifat batuan
karena mineral yang dikandungnya
C5 4 Memberikan contoh teknologi pemanfaatan batuan
berdasarkan sifatnya
C2 5 Membuat bagan pengelompokan batuan berdasarkan
jenisnya
C4 1 Membuktikan proses pembentukan tanah karena
pelapukan fisika
C5 II/1 2 Membuktikan proses pembentukan tanah karena
pelapukan kimiawi
C5 3 Membuktikan proses pembentukan tanah karena
pelapukan biologi
C5 4 Menjelaskan hal-hal yang mempengaruhi perbedaan
kecepatan proses pelapukan secara fisika
C2 1 Membedakan bahan pembentuk tanah suatu tempat
dengan tempat yang lainnya
C2 II/2 2 Mengurutkan bahan pembentuk tanah dari yang
paling dasar
C3 3 Membuat bagan urutan bahan pembentuk tanah dari
yang paling dasar
C4 4 Menyimpulkan bahan utama pembentuk tanah C5 5 Mengidentifikasi ciri setiap lapisan tanah C1 1 Mengurutkan kecepatan daya resap air dari berbagai
jenis tanah
C3 III/1 2 Menghubungkan kecepatan daya resap air dengan
tingkat kesuburan tanah
C6 3 Menetapkan sifat jenis-jenis tanah C4 4 Menjelaskan contoh pemanfaatan berbagai jenis tanah
dalam kehidupan sehari-hari
C2
1 menganalisis proses terjadinya bumi C4 III/2 2 menjelaskan mengapa bumi berbentuk bola bulat
yang tersusun atas batuan
C2 3 melaporkan keadaan masing-masing lapisan bumi C2
(46)
30
2) Ranah afektif
Misalnya: memperhatikan tayangan audiovisual (receiving), aktif menjawab pertanyaan yang diajukan guru (responding), mahir bekerjasama dalam kelompok (internalisasi nilai).
3) Ranah psikomotorik
Misalnya: mahir mencari informasi dari buku (gerakan kompleks), terbiasa tampil di depan kelas dengan adanya presentasi kelompok (penyesuaian). 2.1.2.Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)/ Sains
2.1.2.1.Pengertian IPA
IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (BSNP 2006:143). Semiawan, Carin & Sund (dalam Bundu 2006:4) juga mengungkapkan pendapatnya mengenai pengertian IPA. Menurut Semiawan sains (sebelumnya lebih dikenal dengan IPA) dalam arti luas adalah pengajaran dan penerjemahan pengalaman manusia tentang dunia fisik dengan cara teratur dan sistematik, mencakup semua aspek pengetahuan yang dihasilkan oleh metode saintifik, tidak terbatas pada fakta dan konsep saja tetapi juga aplikasi pengetahuan dan prosesnya yang mengacu pada pemelekan pikir manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Carin dan Sund yang mengungkapkan bahwa Sains merupakan pula suatu pengetahuan tentang alam semesta yang bertumpu pada data yang dikumpulkan melalui pengamatan dan percobaan sehingga di dalamnya memuat produk, proses dan sikap manusia.
(47)
Berdasarkan pendapat beberapa ahli sains mengenai pengertian IPA, maka peneliti dapat simpulkan bahwa yang dimaksud IPA adalah sebuah ilmu pengetahuan yang benar dan merupakan penerjemahan dari peristiwa-peristiwa alam dengan metode saintifik, teratur dan sistematik sehingga di dalamnya memuat produk, proses dan hasil. Pada dasarnya setiap individu berhak mempelajari dan menemukan hal-hal baru mengenai alam, namun pengetahuan hasil pemikiran kita tidak begitu saja dapat menjadi sebuah ilmu, melainkan membutuhkan berbagai kriteria dan validasi dari orang lain agar dapat diterima oleh masyarakat luas.
2.1.2.2.Hakekat IPA
Hakekat IPA merupakan makna alam dan berbagai fenomenanya/ perilaku/ karakteristik yang dikemas menjadi sekumpulan teori maupun konsep melalui serangkaian proses ilmiah yang dilakukan manusia. Teori maupun konsep yang terorganisir ini menjadi sebuah inspirasi terciptanya teknologi yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia (Mariana dan Praginda 2009:6).
Menurut Bundu ( 2006:11) IPA secara garis besar memiliki tiga komponen, yaitu proses ilmiah, produk ilmiah, dan sikap ilmiah. Cain & Evans (https://hafis muaddab.wordpress.com//) menyatakan bahwa IPA mengandung empat hal yaitu: konten atau produk, proses atau metode, sikap, dan teknologi.
Berdasarkan ketiga pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya IPA mencakup empat komponen, yaitu produk, sikap, proses, serta teknologi. Berikut ini adalah penjelasan dari keempat komponen IPA tersebut menurut Bundu (2006:12) :
(48)
32
2.1.2.2.1. IPA sebagai Proses
Proses IPA adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangan ilmu itu selanjut-nya, yakni melalui pengamatan, klasifikasi, inferensi, merumuskan hipotesis, dan melakukan eksperimen. Berikut ini adalah proses IPA yang akan dilakukan dalam penelitian yang menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual, diantaranya adalah: mengamati permukaan batuan yang ditumbuhi lumut, mengklasifikasikan gambar batuan berdasarkan jenisnya, merumuskan hipotesis tentang darimanakah batuan berasal melalui pengamatan gambar siklus batuan, menyimpulkan bahan utama pembentuk tanah, melakukan percobaan perlakuan suhu pada batuan untuk membuktikan pelapukan batuan secara fisika, dan lain-lain.
2.1.2.2.2. IPA sebagai Produk Ilmiah
IPA sebagai disiplin ilmu disebut produk IPA karena isinya merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan analitik yang dilakukan para ilmuwan dalam bentuk fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori Sains.
1) Fakta Sains
Fakta adalah pertanyaan dan pernyataan tentang benda yang benar-benar ada, atau peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dibuktikan secara obyektif. Contoh materi berupa fakta dalam penelitian ini yaitu batu yang ditumbuhi lumut menjadi lapuk, batuan memiliki sifat yang berbeda-beda.
(49)
2) Konsep Sains
Konsep adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta Sains yang saling berhubungan. Contoh materi berupa konsep dalam penelitian ini misalnya pengertian pelapukan biologi, fisika, dan kimia.
3) Prinsip Sains
Prinsip merupakan kumpulan sejumlah besar fakta atau menjelaskan saling keterhubungan sejumlah fakta.
4) Hukum Sains
Hukum Sains adalah prinsip-prinsip yang sudah diterima kebenarannya meskipun sifatnya tentatif tetapi mempunyai daya uji yang kuat sehingga dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama.
5) Teori Sains
Teori Sains merupakan kerangka hubungan yang lebih luas antara fakta, konsep, prinsip, dan hukum atau gambaran yang dibuat para ilmuwan untuk menjelaskan gejala alam (Iskandar 2001:4).
2.1.2.2.3. IPA sebagai Sikap Ilmiah
Sikap Sains adalah sikap yang dimiliki para ilmuwan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan baru. Menurut Wyne Harlen (dalam Darmodjo dan Kaligis 1991:7) dalam bukunya Teaching and Learning Primary Science setidak-tidaknya ada 9 aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia SD , yaitu : (1) sikap ingin tahu (curiousity); (2) sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality); (3) sikap kerjasama (co-operation); (4) sikap tidak putus asa (perseverance); (5) sikap tidak berprasangka (open-mindedness); (6) sikap mawas
(50)
34
diri (self criticism); (7) sikap bertanggung jawab (responsibility); (8) sikap berfikir bebas (independence in thinking); (9) sikap kedisiplinan diri (self discipline). Berikut adalah beberapa contoh sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada siswa dalam penelitian yang menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual, yaitu sikap bertanggung jawab dalam melakukan tugas kelompok, sikap ingin tahu tampak ketika siswa mengamati bahan pembentuk tanah, sikap kerja keras tampak ketika siswa mengamati dan mendiskusikan gambar siklus batuan untuk dapat menyimpulkan darimana batuan berasal, dan lain-lain.
2.1.2.2.4. IPA sebagai Teknologi
Berikut ini adalah diagram yang menunjukkan keterkaitan antara hakikat Sains dan teknologi menurut Mariana dan Praginda (2009:8) :
Bagan.2.2 Alur Materi Hakikat IPA dan Pendidikan IPA
Berdasarkan diagram di atas, Sains dan teknologi saling melengkapi sangat erat satu dengan yang lainnya. Penemuan dalam sains memungkinkan pengembangan teknologi, dan hasil teknologi menyediakan instrumen yang baru sehingga mendukung proses observasi dan percobaan dalam sains. Berikut ini
(51)
adalah contoh teknologi yang akan disampaikan dalam penelitian yang menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual: (1) batu apung sebagai pondasi bangunan bersifat ringan dan tahan suhu panas, (2) batu granit untuk batu hias/ dekorasi; (3) budidaya dan komoditi ekspor salah satu bahan pembentuk tanah yaitu cacing untuk menyuburkan pertanian.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya IPA mengandung keempat komponen tersebut. Maka dalam pendidikan IPA di sekolah-sekolah seyogyanya siswa dapat mengalami keempat komponen tersebut, sehingga pemahaman siswa terhadap IPA menjadi utuh dan dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan hidupnya. Apabila tidak, maka mengajarnya dikatakan belum lengkap.
2.1.2.3.Pembelajaran IPA di SD
Pada bagian latar belakang Standar Isi Mata Pelajaran IPA SD/ MI alinea 3 diungkapkan bahwa pembelajaran IPA seharusnya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) yaitu menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup (BSNP 2006:143). Selain itu pembelajaran IPA yang benar haruslah mencakup keempat komponen hakikat IPA, yaitu proses, produk, teknologi dan sikap ilmiah. Dengan pembelajaran yang mencakup keempat komponen tersebut, maka pembelajaran menjadi lengkap dan optimal.
Dalam kurikulum IPA sekolah dasar, pembelajaran IPA memuat tiga komponen (Bundu 2006:49): (1) harus merangsang pertumbuhan intelektual dan perkembangan siswa; (2) harus melibatkan siswa dalam kegiatan-kegiatan
(52)
36
praktikum/ percobaan tentang hakikat IPA; (3) IPA pada sekolah dasar seharus-nya: mendorong dan merangsang terbentuknya sikap ilmiah, mengembangkan penggunaan keterampilan proses IPA, mengetahui pola dasar penguasaan IPA, merangsang tumbuhnya sikap berpikir kritis dan rasional.
Selain itu pembelajaran IPA di SD harus menggunakan keterampilan proses IPA. Menurut Semiawan (dalam Aisyah 2007:6.3) pendekatan keterampilan proses pada hakikatnya adalah suatu pengelolaan kegiatan belajar-mengajar yang berfokus pada pelibatan siswa secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan hasil belajar. Ia juga mengemukakan alasan yang melandasi perlunya penerapan keterampilan proses, yaitu dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dewasa ini maka tidaklah mungkin seorang guru mengajarkan semua fakta dan konsep pada siswanya dan jika dipaksakan akibatnya siswa mungkin memiliki banyak penge-tahuan namun tidak dilatih untuk menemukan pengepenge-tahuan melalui berbagai keterampilan (dalam Nasution 2007:1.8).
Menurut Funk (dalam Moedjiono dan Dimyati 1991:16) ada berbagai keterampilan proses, keterampilan tersebut terdiri dari keterampilan-keterampilan dasar (basic skills) dan keterampilan terintegrasi (integrate skills). Keterampilan-keterampilan yang dimaksud adalah:
(53)
Tabel 2.2
Keterampilan-keterampilan Proses Keterampilan dasar (basic
skills)
Keterampilan terintegrasi (integrate skills) 1) Mengobservasi 1) Memformulasi hipotesis
menamai variabel
2) Mengklasifkasi 2) Membuat definisi operasional 3) Memprediksi 3) Melakukan eksperimen
menginterpre tasikan data 4) Mengukur 4) Melakukan penyelidikan 5) Mengkomunikasikan
6) Menginferensi
7) Mengenal hubungan ruang dan waktu
8) Mengenal hubungan-hubungan angka
Sumber : Nasution 2007: 1.3-2.3
Dalam penelitian yang menerapkan model inkuiri berbantukan media audiovisual ini, keterampilan proses yang akan digunakan adalah keterampilan tingkat dasar dan keterampilan terintegrasi, diantaranya yaitu :
1) Keterampilan observasi tampak ketika siswa mengamati bahan-bahan pem-bentuk tanah.
2) Keterampilan klasifikasi tampak ketika siswa mengklasifikasi gambar ber-bagai batuan berdasarkan jenisnya.
3) Keterampilan mengukur tampak ketika siswa membandingkan volume air hasil resapan dari berbagai jenis tanah.
4) Keterampilan komunikasi tampak ketika siswa mengkomunikasikan urutan bahan-bahan pembentuk tanah dalam bentuk bagan.
5) Keterampilan menginferensi tampak ketika siswa menyimpulkan proses terjadinya bumi.
(54)
38
6) Keterampilan memformulasi hipotesis, tampak ketika siswa mendiskusikan dugaan jawaban tentang darimanakah batuan berasal.
7) Keterampilan melakukan eksperimen tampak ketika siswa melakukan percobaan pelapukan batuan secara fisika dengan perlakuan suhu pada batuan.
Pembelajaran sains juga harus diterapi model pembelajaran yang inovatif, salah satunya adalah model inkuiri. Pembelajaran sains merujuk pada proses-proses pencarian sains yang dilakukan para ahli. IPA memiliki suatu metode, yang dikenal dengan scientific method atau metode ilmiah yang meliputi kegiatan-kegiatan seperti: (1) perumusan masalah; (2) penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis; (3) perumusan hipotesis; (4) pengujian hipotesis; dan (5) penarikan kesimpulan (Mariana dan Praginda 2009: 6). Sementara ittu sintaks dari model inkuiri menurut Hamruni (2012: 95), yaitu : (1) orientasi; (2) merumuskan masalah; (3) mengajukan hipotesis; (4) mengumpulkan data; (5) menguji hipotesis; (6) merumuskan kesimpulan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tahapan pelaksanaan inkuiri sejalan dengan karakteristik IPA, yaitu adanya metode ilmiah dalam proses pencarian sains. Sehingga pembelajaran IPA cocok diterapi model inkuiri.
Model inkuiri adalah model yang dapat mengaktifkan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dengan menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan. Model ini hanya dapat terlaksana dengan baik jika tersedia media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, yaitu media yang dapat menyajikan permasalahan secara nyata sehingga merangsang siswa berpikir
(55)
kritis. Salah satu media yang memenuhi kriteria tersebut adalah media audio-visual.
Tujuan pembelajaran IPA yang dikehendaki dalam KTSP IPA SD akan dapat dicapai dengan pembelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum IPA sekolah dasar, pembelajaran yang disarankan dalam KTSP, menerapkan keterampilan proses, mencakup semua komponen hakikat IPA, serta diterapi model pembelajar-an inovatif yaitu model inkuiri berbpembelajar-antukpembelajar-an media audiovisual. Dengpembelajar-an pem-belajaran IPA yang demikian, maka diharapkan terjadi peningkatan kualitas pembelajaran yang meliputi keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar. 2.1.3.Penerapan Model Inkuiri
2.1.3.1.Pengertian Model Inkuiri
Pembelajaran inkuiri dikembangkan oleh Richard Suchman untuk membelajarkan siswanya pada proses penyelidikan dan menjelaskan fenomena yang tidak biasa (Joyce and Weil 1996:193). Inquiry merupakan perluasan dari discovery, artinya inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatan-nya. Misalnya, merumuskan problema, merancang eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan sebagainya (Hamdani 2011:185).
Menurut Joyce dan Weil (1996:187), the essence of the model is to involve students in a genuine problem of inquiry by confronting them with an area of investigation, helping them identify a conceptual or methodological problem within that area of investigation, and inviting them to design ways of overcoming that problem. ”Inkuiri adalah sebuah model yang intinya melibatkan siswa ke
(56)
40
dalam masalah asli dan menghadapkan mereka dengan sebuah penyelidikan, membantu mereka mengidentifikasi konseptual atau metode pemecahan masalah yang terdapat dalam penyelidikan, dan mengarahkan siswa untuk mencari jalan keluar dari masalah tersebut.
Pengajaran berdasarkan inkuiri (inquiry-based teaching) adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa (student-centered strategy) dimana kelompok-kelompok siswa ke dalam suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas (Hamalik 2009:63). Selanjutnya inkuiri menurut Andersen dan Koutnik (1972:4) inquiry, as defined in this document, is a set of activities directed towards solving an open number of related problems in which the student has as his principal focus a productive enterprise leading to increased understanding and application. Maksudnya, inkuiri adalah sekumpulan aktivitas yang mengarah-kan pada pemecahan masalah secara terbuka, berpusat pada siswa dengan kegiatan yang produktif untuk mengembangkan pemahaman dan aplikasi.
2.1.3.2. Kelebihan Model Inkuiri
Model inkuiri memiliki beberapa keunggulan menurut Roestiyah (2008:76) yaitu :
(1) dapat membentuk dan mengembangkan “self-concept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik; (2) mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka; (3) mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri; (4) memberi kepuasan yang bersifat intrinsik; (5) situasi proses belajar menjadi lebih merangsang; (6) dapat mengembangkan
(57)
bakat atau kecakapan individu; (7) dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi. 2.1.3.3. Manfaat dan Tujuan Model Inkuiri
Manfaat model inkuiri menurut Schrenker (Joyce dan Weil 1996:42) reported that inquiry training resulted in increased understanding of science, greater productivity in critical thinking, and skills for obtaining and analyzing
information. ”Artinya, bahwa pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan
pemahaman terhadap sains, produktif dalam berpikir kritis dan menjadi terampil
dalam memperoleh dan menganalisis informasi”.
Menurut Joyce dan Weil (1996:194) the general goal of inquiry training is to help sutudents develop the intellectual discipline and skills necessary to raise questions and search out answers stemming from their curiosity. ”Artinya, pembelajaran inkuiri bertujuan membantu siswa mengembangkan kedisiplinan intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka.
2.1.3.4. Sintaks Model Inkuiri
Sintaks model inkuiri menurut Hamruni (2012:95), yaitu : 1) Orientasi
2) Merumuskan masalah 3) Mengajukan hipotesis 4) Mengumpulkan data 5) Menguji hipotesis
(58)
42
2.1.3.5.Pembelajaran Menggunakan Model Inkuiri
Langkah-langkah yang perlu diikuti dalam pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut (Hamruni 2012:95):
1) Orientasi
Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah: (1) menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan; (2) menjelaskan pokok-pokok kegiatan dan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah; (3) menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar untuk memotivasi siswa
2) Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah, di antaranya: (1) masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa; (2) masalah yang dikaji mengandung teka-teki yang jawabannya pasti; (3) konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Proses mencari jawaban sangatlah penting dalam inkuiri, karena melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir (Jauhar 2012:67).
3) Mengajukan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji.Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya
(59)
Perkiraan tetap harus memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan bersifat logis dan rasional.
4) Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Proses pengumpulan data membutuh-kan ketekunan dan kemampuan siswa menggunamembutuh-kan potensi berpikirnya. Peran guru adalah mengajukan pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.
5) Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menemukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data/ informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam tahap ini adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang dberikan.
6) Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data yang relevan.
Peranan guru dalam pelaksanaan pembelajaran inkuiri adalah sebagai fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator.
Agar model ini dapat dilaksanakan dengan baik maka memerlukan kondisi-kondisi sebagai berikut: (1) kondisi-kondisi yang fleksibel, bebas untuk berinteraksi; (2) kondisi lingkungan yang responsif, (3) kondisi yang mudah untuk memusatkan
(60)
44
perhatian; (4) kondisi yang bebas dari tekanan (Roestiyah 2008:79). Jadi, dengan penerapan model inkuiri guru diharuskan memfasilitasi siswa berbagai sumber belajar sehingga siswa dapat belajar sambil bekerja dan memaknai pengetahuan-nya secara bermakna sehingga pembelajaran multiarah. Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
2.1.3.6. Strategi Pembelajaran yang Mendukung Model Inkuiri
Strategi pembelajaran yang mendukung model inkuiri adalah strategi
pembelajaran kooperatif. Dalam bukunya “Educational Psychology Theory and Practice” Slavin (1994:287) mendefinisikan pengertian pembelajaran kooperatif
yaitu cooperative learning refers to instructional methods in which students work
together in small groups to help each other learn. Maksudnya bahwa
pembelajaran kooperatif adalah metode pembelajaran dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok. Menurut Hamruni (2012: 119) strategi pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivistik (Jauhar 2012:52).
Karakteristik pembelajaran kooperatif antara lain sebagai berikut (Hamruni 2012:123) :
1) Pembelajaran secara tim.
2) Didasarkan pada manajemen kooperatif yang meliputi empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan dan fungsi kontrol.
(61)
3) Kemauan untuk bekerjasama. 4) Keterampilan bekerjasama.
Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap (Rusman 2012:212), yaitu: (1) penjelasan materi; (2) belajar kelompok; (3) penilaian; (4) pengakuan tim.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah salah satu strategi pembelajaran yang mana siswa belajar dalam sebuah tim/ kelompok, saling bekerjasama dan berkoordinasi dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Melalui penerapan strategi pembelajaran kooperatif, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa karena siswa diajari berbagai keterampilan, misalnya keterampilan berdiskusi, menghargai pendapat teman, saling mendorong untuk berpartisipasi, menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide, dan sebagainya. Strategi pembelajaran koo-peratif mendukung model inkuiri, karena elaborasi model inkuiri memfasilitasi siswa belajar dalam sebuah tim/ kelompok.
2.1.3.7. Teori yang Mendukung Pembelajaran dengan Menerapkan Model Inkuiri Model inkuiri didukung oleh teori konstruktivisme yang dikembangkan oleh Seymour Papert, dalam teori ini mengungkapkan bahwa manusia membangun dan memaknai pengetahuan dari pengalamannya sendiri (Rifa‟i dan Anni 2009:225). Teori belajar konstruktivistik mengakui bahwa siswa akan dapat meng-interpretasikan informasi ke dalam pikirannya, hanya pada konteks pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri pada kebutuhan, latar belakang, dan minatnya
(62)
46
(Budiningsih 2008:60). Pembelajaran konstruktivistik yang membangunkan pengetahuan melalui pengalaman, interaksi sosial dan dunia nyata ini sejalan dengan model inkuiri yang menekankan agar peserta didik dipandang sebagai subyek belajar artinya proses pembelajaran berlangsung alamiah, peserta didik
„bekerja‟ dan mengalami, bukan berupa transfer pengetahuan dari guru ke peserta
didik sehingga hasil pembelajaran lebih bermakna (Yamin 2012:24).
Implementasi inkuiri sangat didukung oleh prinsip-prinsip pembelajaran yang bersandar pada teori konstruktivisme (Jauhar 2012:79), yaitu:
1) Belajar dengan melakukan
Artinya siswa mendapat kesempatan untuk mempelajari cara menemukan fakta, konsep, dan prinsip melalui pengalamannya secara langsung. Pada pembelajaran inkuiri siswa mendapatkan kesempatan untuk berlatih mengembangkan keterampilan berpikir dan bersikap ilmiah.
2) Belajar untuk mengembangkan kemampuan sosial/ kerjasama
Inkuiri mendukung prinsip ini karena pada dasarnya kegiatan inkuiri dirancang agar siswa belajar dalam kelompok dan guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator.
3) Belajar untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah.
Inkuiri diharapkan dapat memberikan kesempatan dengan lebih leluasa kepada siswa untuk belajar dan bekerja melalui proses inkuiri sebagaimana seorang ilmuwan atau peneliti bekerja.
Dari uraian di atas dapat dilihat kesinambungan antara model inkuiri dengan teori belajar konstruktivisme. Model inkuiri memfasilitasi siswa untuk
(1)
LTPD
SIKLUS III/1
(2)
(3)
LAMPIRAN 15
SURAT PENELITIAN
(4)
(5)
(6)