4.3 Kondisi Biologis
Dilihat dari aspek biologi, kondisi perairan Selat Lembeh merupakan perairan yang sangat subur karena masuknya massa air dari Laut Maluku dan
Sulawesi yang mengandung plankton yang berlimpah yang mendukung biota yang mendiami perairan ini, diikuti pula oleh migrasi ikan-ikan pelagis kecil dan
besar seperti tongkol cakalang, layang malalugis, tuna dan ikan kembung. Selat Lembeh memiliki ekosistem sebagaimana ekosistem yang dimiliki
oleh wilayah pesisir lainnya di daerah perairan tropis yaitu padang lamun seagrass, rumput laut algae, hutan bakau mangrove dan terumbu karang
coral reef yang merupakan sumber kehidupan berbagai jenis biota serta berfungsi sebagai daerah asuhan nursery ground, daerah mencari makanan
feeding ground dan daerah pemijahan spawning ground. Sehingga wilayah ini memiliki multi fungsi dan dapat menjadi potensi yang bermanfaat khususnya
bagi perikanan tangkap dan budidaya perairan, penyediaan jasa-jasa pendukung kehidupan termasuk kenyamanan tetapi sekaligus juga dapat berfungsi sebagai
penerima limbah. Pengelolaan wilayah ini merupakan pengelolaan suatu sistem. Pemanfaatan yang tidak baik terhadap salah satu sub-sistem penyusun ekosistem
pesisir ini dapat mengancam sub-sistem lainnya. Misalnya musnahnya mangrove dapat merusak terumbu karang atau sebaliknya.
Perairan Selat Lembeh juga merupakan salah satu daerah yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk jenis-jenis yang unik dan
langka Pratasik et al. 2002. Berbagai ikan langka yang jarang terlihat di tempat lain seperti frog fish, omate ghos pipe fish, mimic octopus, pygmy seahorse masih
ditemukan di perairan Lembeh.
4.3.1 Padang Lamun Sea grass
Lamun seagrass didefinisikan sebagai tumbuhan berbunga yang tumbuh dan berkembang di daerah pesisir, merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga
yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut. Umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat di
jangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Hidup di perairan dangkal dan jernih pada kedalaman berkisar antara 2 – 12 meter dengan
sirkulasi air yang baik. Mann 2000 diacu dalam Bengen 2001.
Secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir yaitu sebagai produsen detritus dan zat hara, pengikat sedimen dan
menstabilkan substrat yang lunak dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang, sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan
memijah bagi berbagai jenis biota laut, serta sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari Randall 1965 diacu
dalam Pemerintah Kota Bitung 2005; Bengen 2001. Di perairan dunia terdapat 58 jenis lamun, di perairan Indonesia ditemukan sekitar 13 jenis Kiswara 1999
diacu dalam pemerintah Kota Bitung 2005. Berdasarkan hasil penelitian JICA 2002, lamun dapat ditemukan di sekitar perairan Selat Lembeh terutama di
bagian selatan Pulau Lembeh desa Pudean termasuk pantai Tanjung Merah.
4.3.2 Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang- surut pantai berlumpur. Umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan
terlindung dari gelombang besar dan arus pasang-surut yang kuat. Oleh karenanya hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal,
estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung Bengen 2001. Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis penting, diantaranya sebagai
peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dan abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan. Selain
itu juga sebagai penghasil sejumlah besar detritus, sebagai daerah asuhan nursery ground, daerah mencari makanan feeding ground dan daerah pemijahan
spawning ground bermacam biota perairan baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai. Lebih lanjut, menurut Lalli dan Parsons 1993, Bengen
2001 menjelaskan bahwa mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan kontruksi bangunan rumah dan perahu, sebagai kayu bakar dan sumber karbon dan juga
sebagai bahan baku untuk membuat bubur kertas pulp serta sebagai pemasok larva ikan dan udang alam.
Ada lebih kurang 91 jenis tumbuhan mangrove dan 37 species diantaranya adalah pohon mangrove yang tersebar di seluruh Indonesia. Menurut JICA
2002, ada 35 jenis terdapat dalam hutan mangrove di Pulau Sulawesi dan yang paling dominan adalah Rhizophora, Sonneratia, Avicennia, dan Bruguiera.
Adapun di Sulawesi Utara, hutan mangrove banyak di temukan di Likupang, Arakan dan Pulau Mantehage. Sedangkan di kawasan Selat Lembeh terdapat di
sepanjang pantai Bitung Selatan, Bitung Timur dan Bitung Barat. Lebih lanjut berdasarkan laporan Politeknik Negeri Manado 2004 diacu dalam Pemerintah
Kota Bitung 2005, ada empat kelurahan yang masih memiliki hutan mangrove, yaitu kelurahan Tanjung Merah, Paudean, Pasir Panjang tutupan kanopi berada di
atas 50, dan kelurahan Dorbolaang tutupan kanopi kurang dari 50. Secara keseluruhan luas hutan mangrove di Selat Lembeh adalah 11 Ha JICA, DKP, dan
BAPELITBANG 2002 diacu dalam Pemerintah Kota Bitung 2005.
4.3.3 Terumbu Karang