Dampak Kawasan Konservasi Terhadap Perikanan

parameter biofisik di atas menyebabkan perhitungan dengan cara bioekonomi seperti di atas harus dimodifikasi. Untuk itu nilai ekonomi dari kawasan KKL Selat Lembeh ini akan digunakan dengan memodifikasi teknik perhitungan yang telah dilakukan oleh Withmarsh et al. 2001. Manfaat ekonomi yang diperoleh dari penetapan KKL diperoleh dengan terlebih dahulu menghitung financial performance dari kegiatan perikanan yang ada saat ini. Nilai ini menggambarkan nilai ekonomi dalam kondisi saat ini existing condition. Kemudian dengan melakukan pemodelan skenario scenario modelling dimana perubahan-perubahan paramater ekonomi dan biofisik terjadi akibat penetapan KKL, maka akan dapat dihitung manfaat ekonomi dari KKL bagi kegiatan perikanan di Selat Lembeh. Untuk menghitung financial performance tersebut, analisis ini akan menggunakan tiga indikator utama nilai ekonomi yakni Penerimaan Bersih Net Revenue, Nilai Tambah Value added dan boat income yang merupakan proxy dari surplus produsen. Net Revenue sendiri didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan dan biaya operasi, sementara Value added merupakan selisih antara net revenue dan biaya tetap per vessel. Value added merupakan rente ekonomi resource rent karena sudah menggambarkan selisih antara total penerimaan dari sumber daya alam dengan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk mengekstraksi sumber daya tersebut. Boat income merupakan nilai akhir yakni selisih antara value added dan total labor cost TLC. Oleh karena manfaat KKL juga menyangkut manfaat jangka panjang maka manfaat ekonomi KKL Selat Lembeh ini dihitung dengan memperhatikan aspek intertemporal tersebut, sehingga Present Value dari manfaat ekonomi KKL dalam jangka panjang dapat dihitung.

5.3 Dampak Kawasan Konservasi Terhadap Perikanan

Untuk mengetahui dampak penutupan kawasan selat Lembeh menjadi kawasan konservasi yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata bahari terhadap kegiatan perikanan, maka model bioekonomi yang sebelumnya sudah dikembangkan di bab 3 diimplementasikan melalui algoritma Maple. Estimasi parameter biofisik dilakukan dengan menggunakan metode CYP dan diperoleh hasil sebagai berikut : pertumbuhan intrinsik r = 0,1801624; Kapasitas daya dukung K = 487,04014; Kemampuan daya tangkap q = 0,00003. Dengan menggunakan parameter biaya c Rp. 32000 trip dan harga ikan p Rp.3400kg, serta mengubah skenario luasan KKL σ masing masing 0,1; 0,3; 0,5; 0,7; 0,9 maka diperoleh hasil sebagaimana ditampilkan pada Tabel berikut : Tabel 18 Hasil analisis bioekonomi perikanan dengan skenario luasan KKL MPA h E phi Eoa hoa 21.85 2,809.29 74.28 5,618.58 5.29 0.1 21.94 3,002.18 74.58 5,575.59 5.25 0.3 21.94 3,002.03 74.58 5,452.79 5.13 0.5 21.94 3,001.75 74.58 5,231.74 4.92 0.7 21.94 3,001.12 74.58 4,715.96 4.44 0.9 21.94 2,997.93 74.58 2,137.04 2.01 Dari Tabel 18 di atas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara kondisi produksi optimal h, Upaya effort optimal E, rente optimal phi, effort pada kondisi open akses Eoa dan produksi pada kondisi open akses hoa. Pada kondisi tidak diterapkan KKL, nilai produksi optimal adalah 21.85 ribu ton, effort optimal 2 809.29 trip dan rente optimalnya sebesar Rp. 74.28 milyar ternyata lebih rendah dibandingkan pada kondisi diterapkan kawasan KKL dengan berbagai luasan. Hal ini sangat logis bila dikembalikan pada teori dampak spill over dari KKL pada perikanan tangkap. Dalam jangka panjang, penerapan KKL memang akan berdampak pada peningkatan stok di kawasan KKL, yang pada akhirnya akan spill over ke kawasan sekitarnya, sehingga meningkatkan nilai produksi perikanan di kawasan Selat Lembeh. Hal itu sejalan dengan beberapa penelitian yang dilakukan oleh Alcala 1988; White 1989; Alcala Russ 1990; Roberts 1995 yang menyatakan bahwa pembangunan MPAKKL dalam luasan kecil pada suatu wilayah menunjukkan peningkatan yang cukup berarti pada produkstivitas perikanan di wilayah sekitarnya non MPA. Sebagai contoh Alcala 1988 menganalisis pada tiga pulau di Philippine diperoleh bahwa produksi perikanan bervariasi dari 10.94 – 24 mt metrik tonkm2 tahun pada tahun-tahun dimana belum dibangun KKL. Pada salah satu pulau, yaitu Sumilon, menurut White 1989 dilaporkan bahwa hasil produksi sebesar 14-24 mt km2tahun pada saat sebelum dibangun KKL. Setelah dibangun KKL, tangkapan meningkat menjadi 36 mtkm2tahun. Dan kemudian produksi kembali menurun menjadi 20 mtkm2tahun ketika pengelolaan KKL terganggu atau mengalami masalah. Di Pulau yang lain yaitu Apo, hasil tangkapan ikan meningkat dari 17 mtkm2tahun menjadi 32 mtkm2tahun setelah dibangun KKL. Lebih lanjut, White 1989, menyatakan bahwa KKL barangkali merupakan area recruitment bagi ikan-ikan karang yang bergerak pada kawasan terumbu karang yang bergerak didalam dan diluar area KKL. Hasil penelitian tersebut mengimplikasikan bahwa MSY mungkin berada pada kisaran diatas 20 mtkm2tahun seperti dinyatakan oleh Russ 1989 dan Munro 1984. Berdasarkan informasi ini dapat disimpulkan bahwa MSY untuk setiap km2 terumbu karang dapat ditingkatkan menjadi 2 kali lebih besar ketika 15-30 dari suatu area dibangun sebagai kawasan KKL. Demikian juga untuk effort. Jika pada awal diberlakukannya kawasan KKL, effort akan meningkat karena diperlukan upaya lebih besar untuk menangkap ikan ke kawasan lebih jauh dengan ditutupnya sebagian dari kawasan penangkapan ikan karena KKL, maka dalam jangka panjangpun akan terjadi peningkatan effort optimal karena meningkatnya stok akibat spill over kawasan KKL. Untuk lebih jelas hasil analisis bioekonomi di atas ditampilkan dalam bentuk grafik pada gambar di bawah. - 500.00 1,000.00 1,500.00 2,000.00 2,500.00 3,000.00 3,500.00 0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 74.10 74.15 74.20 74.25 74.30 74.35 74.40 74.45 74.50 74.55 74.60 74.65 Harvst opt Effort opt phi Gambar 24 Nilai produksi, effort dan rente optimal pada kondisi tanpa dan dengan KKL. - 1,000.00 2,000.00 3,000.00 4,000.00 5,000.00 6,000.00 0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 - 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 Effort OA Harvest OA Gambar 25 Nilai produksi dan effort pada perikanan open access kondisi tanpa dan dengan KKL. Di bawah ini adalah gambar yield effort curve dalam kondisi tanpa KKL dan dengan KKL luasan 0,3. dan 0,9 Warna hijau menunjukkan dengan KKL dan warna merah tanpa KKL. Dari gambar terlihat adanya kurva yang mengkerut shrinking curve pada kondisi dengan KKL. Perubahan itu menjadi semakin jelas pada luasan KKL lebih tinggi 0,9. Effortinput Yield output Effortinput Yield output Effortinput Yield output Gambar 26 Kurva yield- effort dengan KKL 0,3 dan tanpa KKL. Effortinput Yield output Effortinput Yield output Gambar 27 Grafik yield effort dengan KKL 0,9 dan tanpa KKL. Pengerutan kurva Yield-Effort ini terjadi karena adanya perubahan koefisien Yield – Effort dari 1 menjadi 1- σ dengan demikian akan mempengaruhi penurunan keseimbangan kurva namun tidak akan mengubah bentuk kurva itu sendiri. Secara intuitif hal ini pun bisa dipahami. Penambahan besaran luasan area KKL akan mempengaruhi luasan fishing ground sehingga dengan effort yang sama, jumlah yang diproduksi akan berkurang. Berbeda bila kedua kondisi tersebut dianalisis pada perikanan open akses. Pada perikanan open akses, baik nilai produksi maupun effort pada kondisi tidak diterapkan KKL ternyata lebih tinggi dibandingkan bila KKL diterapkan. Hal ini dapat dijelaskan karena memang dalam kondisi tidak diterapkan instrumen apapun pada perikanan tangkap open access, maka kecenderungan effort dan tangkap menjadi lebih tinggi daripada bila diberlakukan instrumen ekonomi Maximum Sustainable Yield ataupun Maximum Economic Yield. Sementara itu rente phi pada kondisi open access sesuai dengan teori Gordon, pada keseimbangan open access, seluruh rente ekonomi telah terkuras habis driven to zero, Fauzi 2004. Pada penelitian ini kondisi rente ditunjukkan dengan nilai 0 pada kondisi dengan KKL dan pada kondisi tanpa KKL, sangat berbeda dibandingkan pada kondisi pengelolaan optimal. Sementara itu, hasil analisis bioekonomi untuk perubahan nilai luasan KKL masing masing 0,1; 0,3; 0,5; 0,7 dan 0,9, menunjukkan bahwa semakin besar luasan KKL maka masing-masing nilai Effort open acces dan tangkap open acces menunjukkan penurunan, sedangkan nilai effort optimal, tangkap optimal dan rente optimal tidak menunjukkan perubahan yang signifikan tetap. Analisis bioekonomi yang dilakukan pada penelitian ini juga mendapatkan hasil perhitungan yang berkaitan dengan perubahan harga yang terjadi akibat adanya KKL di kawasan Selat Lembeh. Harga yang terjadi akibat adanya KKL adalah Rp 3270 per kg. Harga ini lebih rendah dibanding harga pada kondisi tanpa KKL sebesar Rp 3400 per kg. Hal ini dapat difahami karena penutupan sebagian fishing ground untuk kawasan konservasi maka produksi jangka pendek akan berkurang, karena produsen berada pada sisi suplai, maka dia menghadapi kurva suplai yang positif, sehingga penurunan produksi akan mengakibatkan terjadinya penurun harga.

5.4 Dampak Kesejahteraan