Kawasan Konservasi dan Pengendalian Perikanan

pandangan tersebut selain karena kurangnya informasi mengenai pentingnya kawasan konservasi laut, juga dilatar belakangi oleh minimnya informasi mengenai nilai ekonomi yang diperoleh dari kawasan tersebut serta ketiadaan pengetahuan mengenai pendanaan yang berkelanjutan untuk keperluan pengelolaan kawasan konservasi laut. Padahal jika kawasan ini dikelola dengan baik dengan mengetahui nilai ekonomi yang dapat ditingkatkan akan memberikan manfaat yang tinggi.

2.4 Kawasan Konservasi dan Pengendalian Perikanan

Pandangan umum selama ini melihat bahwa penutupan suatu kawasan laut menjadi kawasan konservasi akan merugikan kegiatan ekonomi lainnya. Padahal kawasan konservasi dapat juga dijadikan sebagai instrumen pengendalian perikanan untuk mencapai perikanan yang berkelanjutan. Awal tahun 1990-an mulai diperkenalkan instrumen yang didisain langsung pada pengendalian sumberdaya alam, yaitu berupa penentuan suatu kawasan sebagai kawasan konservasi laut KKL atau marine reserve atau Marine Protected Area MPA. Pada kawasan ini input dan output pada produksi perikanan diatur dengan menutup sebagian kawasan untuk daerah perlindungan. Walaupun mulai berkembang pada tahun 1990-an, sebenarnya pemerintah Finlandia telah membangun kawasan seperti ini pada tahun 1800-an. Namun demikian, kita tahu bahwa penetapan Kawasan Konservasi Laut ini masih menjadi bahan perdebatan baik di kalangan para akhli maupun stakeholders. Ada berbagai tanggapan yang berbeda baik pro dan kontra, pandangan optimis maupun pandangan pesimis mengenai manfaat dari sisi ekonomi pengelolaan berbasiskan konservasi atau MPA ini Sanchirico et al. 2002. Sebenarnya terdapat banyak dukungan empiris yang menyatakan bahwa KKL akan meningkatkan dan memperbaiki kondisi ekologi yang mencakup peningkatan komposisi umur maupun ukuran dari stok ikan dan tingkat stok yang lebih tinggi untuk perbaikan habitat. Lebih lanjut para ilmuwan lain juga telah mempertegas bahwa banyak manfaat tambahan yang diperoleh dari adanya kawasan konservasi ini termasuk untuk keperluan pendidikan, pariwisata dan konservasi biodiversitas laut Bohnsack 1993 diacu dalam Sanchirico et al. 2002. Gell dan Robert 2002 bahkan mengatakan bahwa manfaat perikanan dari suatu kawasan yang dilindungi dapat diperoleh dengan cepat. Dalam beberapa kasus manfaat tersebut dapat diperoleh dalam kurun waktu lima tahun melalui perubahan pola perikanan fishing patern. Dalam beberapa kasus produksi perikananmeningkat lebih cepat daripada tanpa kawasan konservasi. Prinsip dari MPA adalah spill over effect Gambar 2 atau dampak limpahan dimana pada kawasan yang dilindungi, stok ikan akan tumbuh dengan baik dan limpahan dari pertumbuhan ini akan mengalir ke wilayah di luar kawasan yang kemudian dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan tanpa mengurangi sumber pertumbuhan di daerah yang dilindungi. MPA memiliki banyak manfaat yang signifikan yang akan membantu pengelolaan sumberdaya kelautan dalam jangka panjang. Li 2000 merinci manfaat kawasan konservasi laut sebagai berikut: manfaat biogeografi, keaneka ragaman hayati, perlindungan terhadap spesies endemic dan spesies langka, perlindungan terhadap spesies yang rentan dalam masa pertumbuhan, pengurangan mortalitas akibat penangkapan, peningkatan produksi pada wilayah yang berdekatan, perlindungan pemijahan, manfaat penelitian, ekoturisme, pembatasan hasil samping ikan-ikan juvenil juvenile by catch, dan peningkatan produktifitas perairan productivity enchancement. Sumber : Fauzi dan Anna, 2005 Gambar 2 Prinsip Spill over dari Kawasan Konservasi Laut dimodifkasi dari White 2001. Manfaat-manfaat tersebut di atas sebagian merupakan manfaat langsung yang bisa dihitung secara moneter, sebagian lagi merupakan manfaat tidak langsung yang sering tidak bisa dikuantifikasi secara moneter. Namun demikian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kawasan konservasi laut memiliki nilai ekonomi yang tinggi yang tidak hanya bersifat tangible terukur namun juga manfaat ekonomi yang tidak terukur intangible. Manfaat yang terukur biasanya digolongkan kedalam manfaat kegunaan baik yang dikonsumsi maupun tidak, sementara manfaat yang tidak terukur berupa manfaat non-kegunaan yang lebih bersifat pemeliharaan ekosistim dalam jangka panjang Fauzi Anna 2005. Sebagai suatu kawasan yang sifatnya ”Spill over”, beberapa kalangan meragukan manfaat KKL terhadap peningkatan biomass untuk kegiatan perikanan. Namun demikian sebagaimana yang ditunjukkan oleh Halpern 2003 penetapan suatu kawasan konservasi rata-rata telah meningkatkan kelimpahan abundance sebanyak dua kali lipat, dengan peningkatan biomass ikan dan keanekaragaman hayati tiga kali lipat. Akibat peningkatan ini maka terjadi pula peningkatan produktifitas perikanan. Studi yang dilakukan Cesar 1996 misalnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rasio Catch Per Unit Effort CPUE antara 30 sampai 60 di beberapa daerah konservasi seperti di Apo Island Filipina dan George Bank di Amerika Serikat. Pemanfaatan suatu kawasan konservasi laut menjadi kawasan wisata dan kegiatan perikanan dapat memberikan manfaat ekonomi yang tinggi. Cesar 1996 mengemukakan bahwa hasil studi White dan Cruz Trinidad di Apo Island, Filipina menunjukkan bahwa KKL mampu membangkitkan nilai ekonomi hampir 400 ribu US dari sektor wisata dan perikanan. Nilai ini akan lebih berkelanjutan dibandingkan dengan nilai sesaat yang diperoleh dari kegiatan perikanan yang destruktif bom dan sianida serta kegiatan wisata yang tidak ditunjang oleh lingkungan konservsi yang baik. Selain manfaat ekonomi, KKL juga dapat memberikan manfaat sosial dimana keterbatasan masyarakat dalam memelihara lingkungannya akan semakin meningkat karena ditunjang oleh kepastian ketersediaan sumber daya ikan di wilayah tersebut. Fauzi dan Anna 2005 mengemukakan beberapa model yang dapat digunakan untuk menghitung manfaat ekonomi dari pengelolaan berbasiskan KKL ini, diantaranya adalah : model valuasi ekonomi dan model bioekonomi. Dalam kondisi data yang tidak memadai biasanya kedua model tersebut dapat digunakan dengan penyesuaian-penyesuaian. Selain untuk mengevaluasi KKL, model valuasi ekonomi penting digunakan dalam perencanaan pembangunan kawasan konservasi laut, diantaranya adalah: 1 Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya valuenilai dari sumber daya alam yang ada di lokasi tersebut sebagai justifikasi bagi pembangunan Kawasan Konservasi Laut tersebut, 2 Sebagai bahan masukan bagi stakeholders apakah worth it bernilai membangun suatu KKL di kawasan tersebut. Studi literatur mengenai implementasi kawasan konservasi laut di Indoensia memang masih sangat terbatas. Namun demikian Fauzi dan Anna 2005 telah mencoba melakukan analisis ekonomi untuk kawasan Selat Lembeh di Sulawesi Utara. Kawasan Selat Lembeh, adalah salah satu daerah pesisir dan laut yang memiliki permasalahan tipikal kawasan ini. Dengan potensi yang luar biasa, kawasan ini dimanfaatkan secara berlebihan dan dikhawatirkan tidak mampu mempertahankan kelestarian dari sumber daya alam dan lingkungannya. Walaupun pemanfaatan dari kawasan ini diatur dengan berbagai kebijakan baik tingkat nasional maupun tingkat lokal, namun tampaknya kondisi kawasan ini tidak juga membaik, malah cenderung memiliki laju degradasi dan deplesi yang cukup mengkhawatirkan. Hal ini dapat dibuktikan dari data-data yang ada yang menyangkut produktifitas catch per unit effort sumber daya alam terutama sumber daya ikan yang menurun dari tahun ke tahun. Penurunan produktifitas ini akan terus berlanjut, karena input yang semakin meningkat baik dari legal fishing maupun illegal fishing tanpa pengendalian, dan berbagai tindakan merusak seperti pengeboman terumbu karang maupun peracunan ikan dari masyarakat sekitar. Sebagai kawasan dengan kekayaan biodiversity yang cukup tinggi, kemudian juga sebagai daerah yang dikenal berfungsi spawning ground, namun dimanfaatkan secara multi-use, dikhawatirkan akan berdampak penurunan baik kualitas maupun kuantitas sumber daya alam dan lingkungannya, juga dikhawatirkan akan kehilangan beberapa spesies penting di wilayah ini. Kondisi ini mendesak pemerintah untuk berbuat sesuatu untuk tujuan perlindungan kawasan ini melalui penentuan KKL. Untuk menentukan kawasan ini sebagai Kawasan Konservasi Laut, diperlukan penelitian yang mendalam berkaitan dengan perhitungan nilai ekonomi kawasan ini melalui valuasi ekonomi. Masalah utama dalam pengalokasian suatu kawasan konservasi adalah menetapkan batas ekologis yang dapat digunakan untuk mencapai suatu kawasan konservasi. Selama ini batas kawasan konservasi didasarkan pada karakteristik geologis kawasan batas daratan dan lautan, batas administratif nasional, provinsi atau kabupaten, atau biaya lokasi yang lebih kecil memerlukan biaya yang lebih kecil untuk melindungi atau mempertahankan keberadaannya. Secara umum sangat sedikit alasan ekologis yang dijadikan dasar untuk menentukan batas kawasan konservasi, namun alasan ekologis yang tepat haruslah digunakan menentukan batas dan zonasi kawasan konservasi. Tidak ada aturan baku yang menetapkan ukuran optimal dan rancangan dari suatu kawasan konservasi. Namun demikian secara umum terhadap 2 dua kategori kawasan konservasi, yakni : kategori disagregasi sekelompok kawasan konservasi yang berukuran kecil, dan kategori kawasan agregasi sekelompok kawasan konservasi yang berukuran besar. Setiap kategori ukuran memiliki keunggulan sendiri. Kawasan konservasi yang berukuran kecil dapat mendukung kehidupan lebih banyak jenis biota dengan relung yang berbeda-beda serta tidak merusak semua kawasan konservasi secara bersamaan bila terdapat bencana. Kawasan konservasi yang berukuran besar menuntut adanya zonasi kawasan untuk dapat mendukung pengelolaan yang efektif bagi berbagai pemanfaatan secara berkelanjutan. Dengan adanya zonasi, maka pemanfaatan sumber daya alam dapat dikontrol secara efektif untuk mencapai sasaran dan tujuan kawasan konservasi . Pada dasarnya, keberhasilan dari diciptakannya KKL tentu saja tergantung pada tujuan awalnya. Literatur manajemen perikanan menyatakan bahwa ”keamanan stok” merupakan motivasi penting bagi pengelola kawasan konservasi laut sebagai alat kebijakan. Bila memang demikian maka pengelola perikanan telah menilai bahwa kenaikan dalam biomasa agregat akibat penutupan kawasan laut tersebut merupakan kebijakan yang baik. Namun apabila tujuan penutupan sebagian kawasan untuk meningkatkan manajemenpengelolaan perikanan maka tentu pengkajiannya lebih berfokus kepada dampak-dampak terhadap industri perikanan Lauck et al. 1998 diacu dalam Sanchirico et al. 2000.

2.5 Pemodelan Sumberdaya Pesisir