7 SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut :
Pertama, Dampak ekonomi yang ditimbulkan akibat adanya konservasi laut
dapat dikategorikan dalam tiga hal yaitu ekstraktif, non-ekstraktif dan manajemen. Nilai ekonomi ekstraktif di kawasan selat Lembeh dengan indikator total revenue
dari perikanan berkisar antara Rp. 27 juta per vessel per tahun Desa Aertembaga sampai Rp. 238 juta per vessel per tahun Desa Makawide. Kedua desa terletak
di Kecamatan Bitung Timur; Nilai Tambah yang dihasilkan berkisar antara Rp 23 juta per vessel per tahun hingga Rp. 200 juta per vessel per tahun.
Kedua , Nilai ekonomi tersebut akan berubah tergantung dari besaran atau
luasan untuk kawasan konservasi. Berdasarkan teknik skenario, perubahan tingkat pemanfaatan sebesar 25 akan meningkatkan manfaat ekonomi lebih dari
50.
Ketiga , Nilai ekonomi non-Ekstraktif merupakan nilai wisata dan
ekosistem diperoleh melalui pendekatan BOTE, meliputi kegiatan diving, transportasi dan taxi air. Kegiatan divingpenyelaman memberikan manfaat
ekonomi tertinggi sekitar Rp.300 juta per tahun selanjutanya taxi air Rp. 90 juta per tahun dan nilai ekonomi dari sewa kapal sebesar Rp. 25 juta per tahun.
Sementara nilai ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang lamun lebih kurang sebesar US 1.6 juta yang setara dengan Rp. 15 milyar. Nilai ini dapat
diartikan bahwa terlepas apakah dikonsumsi atau tidak keberadaan ekosistem tersebut memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dimana didalamnya termasuk
nilai –nilai lain seperti keanekaragaman hayati, fungsi biologis, fungsi estetika dan sebagainya. Nilai ini juga dapat diartikan bahwa jika ketiga ekosistem
tersebut hilang atau rusak maka akan diderita kerugian yang setara dengan Rp. 15 milyar per tahun.
Keempat , Nilai ekonomi dari kegiatan ekstraktif dan non-ekstraktif yang
ada di Selat Lembeh adalah sekitar Rp 195 milyar dalam kurun waktu jangka panjang apabila kawasan ini dikelola dalam kondisi berkelanjutan.
Kelima
, Pada kondisi tidak ada KKL, nilai produksi optimal, effort optimal dan rente optimal ternyata lebih rendah dibandingkan pada kondisi diterapkan
KKL dengan berbagai luasan. Sebaliknya pada kondisi open access, nilai produksi dan effort pada penerapan KKL lebih rendah daripada dalam kondisi
tanpa KKL Pada kondisi yang cukup ekstrim dengan skenario peningkatan biaya sebesar
50, peningkatan produksi cukup signifikan meski penurunan effort tidak terlalu besar. Hal ini menunjukkan bahwa adanya trade off antara mengurangi nelayan
yang berlebih dengan meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Keenam , Analisis dinamik untuk melihat sensitivitas biaya terhadap sifat
konvergensi – divergensi menunjukkan bahwa : pada nilai koefisien adjustment η sebesar 0.8, peningkatan biaya melaut cenderung mengakibatkan turunnya
effort sehingga kondisi stok biofisik menjadi baik dan stabil dan menyebabkan terjadinya konvergensi lebih cepat. Karena tingginya biaya melaut, nelayan
cenderung lebih memilih keluar dari kegiatan perikanan dan mencari kesempatan kerja di sektor lain. perubahan biaya yang semakin besar akan menyebabkan
tingkat effort cenderung turun. Artinya bahwa biaya sangat responsive terhadap profit dari kegiatan perikanan.
Ketujuh , Tipologi pengelolaan yang ideal adalah dimana kondisi baik
kapasitas ekonomi dan kapasitas biofisik tinggi, sehingga dapat terjadi konvergensi antara wisata dan perikanan.
Kedelapan , Salah satu alternatif kebijakan yang mungkin dapat dilakukan
adalah melalui kemitraan antara pengelola kawasan konservasi dan wisata dengan nelayan. Pada saat nelayan tidak sedang musim ikan tidak melaut, mereka dapat
di berdayakan untuk menjadi guidepemandu wisatawan untuk mengunjungi kawasan konservasi dan melakukan diving disekitar KKL.
Keseluruhan kesimpulan secara ringkas ditampilkan dalam Lampiran 12.
7.2 Saran