Model Tipologi Pengelolaan Kawasan Konservasi dan Wisata Implikasi bagi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Aspek terakhir adalah ekonomi. Penekanan aspek ekonomi lebih kepada Pemerataan Usaha dan Kesempatan Kerja, Keberlanjutan Usaha, Persaingan Usaha, Keuntungan Usaha dan Pajak.

6.4 Model Tipologi Pengelolaan Kawasan Konservasi dan Wisata

Penetapan KKL dalam kaitannnya dengan perikanan memungkinkan pembuatan kawasan konservasi berdasarkan tipologi luasan dan besaran ekonomi serta parameter biofisik. Besaran parameter ini kemudian secara kualitatif direpresentasikan dalam kapasitas biofisik dan kapasitas ekonomi dan diukur dalam besaran nominal rendah dan tinggi. Gambar 41 berikut menampilkan empat model tipologi dalam merancang kebijakan yang mungkin dapat diterapkan : IV Konservasi Wisata III Konvergensi KonservasiWisata – Perikanan II KonservasiWisata Semi Perikanan I Divergensi Konservasi Wisata - Perikanan rendah rendah tinggi tinggi Kapasitas Ekonomi K a p a si ta s B io fi si k IV Konservasi Wisata III Konvergensi KonservasiWisata – Perikanan II KonservasiWisata Semi Perikanan I Divergensi Konservasi Wisata - Perikanan rendah rendah tinggi tinggi Kapasitas Ekonomi K a p a si ta s B io fi si k Gambar 41 Model tipologi pengelolaan wisata – perikanan.

6.5 Implikasi bagi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Pengembangan pengelolaan ko-eksistensi antara konservasiwisata dan perikanan berimplikasi terhadap kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan melalui mekanisme ”cost effecktiveness”. Dengan adanya ko-eksistensi prinsip efektifitas biaya dapat dilakukan karena biaya pengendalian pengelolaan perikanan dapat di bagi bersama oleh sektor wisata. Prinsip ”sharing the pain” ini memungkinkan para pengelola kawasan untuk mengelola anggaran mereka kepada hal-hal yang menjadi faktor krusial di masa mendatang seperti advokasi dan edukasi masyarakat nelayan tentang kesadaran atau pentingnya pemeliharaan ”kesehatan” kawasan di Selat Lembeh. Tanpa adanya advokasi dan edukasi yang kontinyu dan terus menerus kawasan Selat Lembeh dapat menjadi ”kawasan konflik” daripada ”kawasan bersama”. Ko-eksistensi, di sisi lain juga memudahkan implementasi kebijakan pemeliharaan stock ikan karena adanya mekanisme pemeliharaan secara internal oleh konservasiwisata dan masyarakat yang ada di sekitar kawasan Selat Lembeh. Hal ini dimungkinkan jika konvergensi terjadi pada tipologi ke III seperti yang telah diuraikan terdahulu. Gambar 41 di atas menjelaskan bahwa tipe I adalah model Divergensi Konservasi-Perikanan dimana pengelolaan kawasan pada model ini kegiatan konservasi dan perikanan tidak dapat berjalan bersama karena baik kapasitas ekonomi maupun kapasitas biofisiknya rendah. Tipe II, model pengelolaan diutamakan untuk kegiatan konservasi dan semi perikanan karena walaupun kapasitas ekonominya tinggi tetapi kapasitas biofisiknya rendah. Tipe IV, pengelolaan di fokuskan untuk konservasi atau kegiatan wisata, hanya salah satu saja kegiatan dapat dilakukan pada kondisi ini dikarenakan kapasitas ekonominya rendah tetapi kapasitas biofisiknya tinggi. Keadaan ini sangat menunjang kegiatan wisata dan konservasi, seperti diketahui bahwa kondisi biofisik yang tinggi merupakan potensi yang besar bagi pengembangan kawasan pesisir dan laut untuk mendorong kemajuan pariwisata bahari. Tipe terakhir atau tipe III adalah model yang paling ideal dimana kondisi kapasitasnya baik ekonomi maupun kapasitas biofisik tinggi sehingga pada tipe ini dapat terjadi konvergensi antara kedua kegiatan tersebut yaitu kegiatan wisata dan perikanan dapat berjalan beriringan dan saling menunjang. Kawasan Selat Lembeh dapat dikatakan akan bergerak ke arah tipologi III. Hal ini bisa dilihat dari skenario nilai ekonomi yang potensial diperoleh dari pengembangan KKL Gambar 38 dibanding dengan baseline yang menunjukan adanya potensi peningkatan kapasitas ekonomi yang tinggi pergerakan dari tipologi I ke tipologi II. Selain itu sebagaimana bisa dilihat pada Gambar 40 dalam kondisi baseline existing condition terjadi pergerakan yang searah meningkat antara wisata dan perikanan untuk menunju ke arah konvergensi. Ini setara dengan pergerakan tipologi dari tipologi kolom II ke arah tipologi kolom III. Analisis di atas kemudian diperkuat dengan hasil analisis dinamis sebagaimana ditampilkan pada Gambar 30, Gambar 31 dan Gambar 32. Dinamika Gambar 30 dan Gambar 31 menunjukkan bahwa dengan tingginya biaya melaut akan menurunkan effort dimana semakin berkurangnya kegiatan perikanan keterlibatan kegiatan perikanan rendah sehingga kondisi biofisik menjadi semakin tinggi. Pada saat kondisi biofisik membaik, kegiatan pariwisata akan meningkat menuju titik keseimbangan dengan titik berkurangnya kegiatan perikanan. Sehingga implikasi kebijakannya yang dapat diterapkan pada kondisi seperti itu adalah mengatur biaya melaut yang tepat agar keseimbangan konvergensi tetap stabil.

6.6 Implikasi Operasional