harga ikan meningkat sebesar p2, maka jumlah yang dibeli akan berkurang sebesar q2. Sehingga daerah surplus konsumen yang tadinya merupakan daerah
segitiga p1AC menjadi p2BC. Dengan kata lain terjadi perubahan surplus sebesar p1ABp2. Perubahan surplus konsumen ini merupakan dampak kesejahteraan yang
dirasakan secara tidak langsung oleh masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam pariwisata.
Bagi masyarakat yang terlibat langsung dengan pariwisata seperti nelayan maka dapat digambarkan dari kurva suplai S dan perubahan harga p1 dan p2. Jika
sebelum adanya pariwisata maka kesejahteraan nelayan diperoleh sebesar daerah DEp1. Daerah ini diperoleh karena ketika tidak ada pariwisata, dengan harga p1
maka nelayan akan menjual ikan sebesar qo. Sementara ketika ada pariwisata maka kenaikan harga menyebabkan nelayan memperoleh surplus sebesar DBp2
karena jumlah ikan yang akan dijual meningkat dari qo menjadi q2. Daerah ini lebih besar dari daerah sebelumnya sehingga dengan adanya pariwisata terjadi
perubahan surplus produsen sebesar p1EBp2. Perubahan surplus produsen ini merupakan dampak kesejahteraan langsung yang diterima oleh nelayan akibat
meningkatnya harga ikan yang diterima oleh nelayan.
2.9 Teori Pertumbuhan dan Konvergensi
Didalam teori pertumbuhan, ada dua kutub pendekatan yang melihat dari sisi yang berbeda. Pendekatan pertama adalah pendekatan Neo-Klasikal. Model
pertumbuhan dengan pendekatan ini yang dikembangkan oleh seorang ekonom pemenang Nobel, Robert Solow, menjelasakan bahwa pertumbuhan ekonomi
hanya tergantung dari akumulasi kapital yang merupakan fungsi dari tabungan saving dan depresiasi kapital tersebut Solow 1956 diacu dalam Jones 1997.
Menurut teori ini, tingkat kapital sumberdaya dan output yang lestari diperoleh jika sebagian besar dari output disimpan dalam bentuk saving untuk memperbaiki
proses produksi berikutnya. Model ini sering juga disebut sebagai model pertumbuhan yang eksogens exogenous growth theory karena faktor teknologi
yang justru menentukan laju depresiasi sumberdaya kapital tidak dimasukan kedalam model. Dengan kata lain, faktor perkembangan teknologi tersebut
technological progress bersifat eksogen.
Model pertumbuhan neo-klasikal ini juga mengenal apa yang disebut sebagai prediksi fenomena convergence. Teori konvergensi memang semula
dilakukan untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi antara negara berkembang dengan negara maju. Sebagaimana dicontohkan oleh Baumol 1986, Barro
1991 dan Mankiw, Romer and Weil 1992 diacu dalam Jones 1997 dimana dalam studi mereka pada intinya untuk menentukan apakah terjadi konvergensi
pertumbuhan ekonomi antara negara berkembang dengan negara maju yang semula dari pertumbuhan teori ekonomi Solow, masalah tidak dibahas sama
sekali. Belakangan studi yang juga dilakukan oleh Cole and Neumayer menunjukkan bahwa secara global memang tidak terjadi konvergensi
pertumbuhan ekonomi karena beberapa negara maju mengalami pertumbuhan yang relatif cepat yang sulit dikejar oleh negara berkembang. Sementara negara
berkembang sendiri mengalamai berbagai permasalahan sehingga tidak dapat mengejar pertumbuhan ekonomi negara maju. Teori konvergensi yang semula
dilakukan untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi atau melakukan komperatif studi pertumbuhan ekonomi antara negara maju dengan negara berkembang dalam
kasus ini kemudian banyak dilakukan atau digunakan untuk menganalisis perbedaan pertumbuhan atau konvergensi antar sektor kegiatan, dimana pada
penelitian ini digunakan untuk menganalisis konvergensi sektor kegiatan perikanan dan sektor kegiatan pariwisata.
3 METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Pendekatan Penelitian