Terumbu Karang Kondisi Biologis

2002, ada 35 jenis terdapat dalam hutan mangrove di Pulau Sulawesi dan yang paling dominan adalah Rhizophora, Sonneratia, Avicennia, dan Bruguiera. Adapun di Sulawesi Utara, hutan mangrove banyak di temukan di Likupang, Arakan dan Pulau Mantehage. Sedangkan di kawasan Selat Lembeh terdapat di sepanjang pantai Bitung Selatan, Bitung Timur dan Bitung Barat. Lebih lanjut berdasarkan laporan Politeknik Negeri Manado 2004 diacu dalam Pemerintah Kota Bitung 2005, ada empat kelurahan yang masih memiliki hutan mangrove, yaitu kelurahan Tanjung Merah, Paudean, Pasir Panjang tutupan kanopi berada di atas 50, dan kelurahan Dorbolaang tutupan kanopi kurang dari 50. Secara keseluruhan luas hutan mangrove di Selat Lembeh adalah 11 Ha JICA, DKP, dan BAPELITBANG 2002 diacu dalam Pemerintah Kota Bitung 2005.

4.3.3 Terumbu Karang

Ekosistem khas lainnya yang terdapat di wilayah pesisir dan laut tropis, khususnya di kawasan Selat Lembeh adalah Terumbu Karang. Menurut Nybakken 1992, Ekosistem terumbu karang mempunyai sifat multi fungsi. Selain sebagai habitat berbagai jenis biota, ekosistem ini berfungsi sebagai sumberdaya hayati, sumber keindahan dan pelindung fisik pulau. Ekosistem ini merupakan ekosistem dasar lut tropis yang komunitasnya didominasi oleh biota laut penghasil kapur, terutama karang batu stony coral dan algae berkapur calcareous algae. Terumbu Karang sangat dikenal karena beragam kegunaannya dan peranannya. Menurut Bengen 2001, Terumbu Karang dapat dimanfaatkan baik secaa langsung maupun tidak langsung sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias; sebagai bahan kontruksi bangunan dan pembuatan kapur; sebagai bahanperhiasan dan bahan baku farmasi. Sementara itu Terumbu karang juga berperan penting sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat yang berasal dari laut; sebagai habitat, tempat mencati makanan, tempat asuhan dan pembesaran, tempat pemijahan bagi berbagai biota yang hidup di terumbu karang atau sekitarnya. Sebagai suatu ekosistem yang sangat produktif, terumbu karang memiliki cukup kaya keanekaragaman hayati laut, sehingga menampakkan panorama dasar laut yang sangat indah. Ekosistem ini terdiri dari jaringan mata rantai yang menumbuhkan siklus fauna, siklus flora, siklus air dan berbagai siklus lainnya yang saling berkaitan. Karena itu, menurut Salim 1991, ekosistem terumbu karang memiliki lima fungsi penting, yaitu: a fungsi keterkaitan, b fungsi keanekaragaman, c fungsi keserasian antar komponen satu dengan lain, d fungsi efisien, dan e fungsi keberlanjutan. Secara umum terumbu karang terdiri atas tige tipe, yaitu 1 terumbu karang tepi fringing reef, 2 terumbu karang penghalang barrier reef, dan 3 terumbu karang cincin atau atol. Menurut Souhoka 2000, terumbu karang di kawasan Selat Lembeh umumnya didominasi oleh jenis karang tepi. Berdasarkan hasil pengamatannya di tujuh lokasi yaitu di Batu Angus, Baturirir Luar, Serena, Binuang, Kambahu, Pareng, dan Lirang, diperoleh data bahwa terumbu karang yang berada di lokasi Pareng memiliki jenis yang tertinggi, yaitu 57 jenis, berikutnya Batu Angus dengan 43 jenis, dan yang paling sedikit adalah dilokasi Pulau Serena dan lokasi Lirang masing-masing 26 jenis. Adapun total dari seluruh pengamatan terdapat lebih kurang 88 jenis. Lebih lanjut dari hasil penelitian Pratasik et al. 2002, diperoleh data bahwa terumbu karang ini terutama di beberapa lokasi yang sudah disebutkan di atas mencapai 30 genera. Variasi tipe karang yang hanya didominasi oleh karang tepi serta kecilnya luas terumbu karang di perairan Selat Lembeh kemungkinan yang menyebabkan kurangnya jenis karang yang berada di perairan Selat ini. Luas areal terumbu karang tercatat sekitar 10.7 Ha untuk perairan Selat Lembeh dan sekitarnya. Pemerintah Kota Bitung 2005. Kondisi terumbu karang dapat dievaluasi berdasarkan tutupan karangnya. Apabila dilihat dari kondisi tutupan karangnya maka kawasan Selat Lembeh dapat dikategorikan sebagai kawasan yang bervariasi. Berdasarkan JICA 2002, lokasi Walenekoko dikategorikan ”sangat baik”; Batu Angus, Pulau Serena, dan Batu Riri Luar, Batuwoka, Nusu dan Lirang dapat dikategorikan kondisi ”baik”; sedangkan lokasi Binuang, Kambahu, Pareng termasuk kategori ”sedang”. Hasil penelitian Arifin 2006 menunjukkan bahwa prosentase kondisi karang hidup paling baik terdapat di Batu Angus, sedangkan yang terburuk terdapat di Lirang. Secara lengkap prosentase kondisi terumbu karang baik karang hidup maupun karang mati hasil penelitian Arifin 2006 disajikan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 Lokasi dan kondisi terumbu karang di Selat Lembeh, 2006 Komp.abiotik 3 mtr 10 mtr 3 mtr 10 mtr 3 mtr 10 mtr 3 mtr 10 mtr 1 Batu Angus 60.86 60.00 29.68 33.64 8.80 3.36 8.80 0.20 2 Batu Ririr Luar 36.09 33.03 26.63 6.72 0.70 27.23 0.50 - 3 Serena 23.72 50.56 26.60 27.26 13.14 5.20 23.72 16.98 4 Binuang 16.20 - 49.64 - 17.79 - - - 5 Kambahu 22.33 25.26 40.60 19.07 11.16 24.09 3.55 6.32 6 Pareng 42.84 31.02 48.56 45.70 4.20 14.28 3.20 9.00 7 Lirang 14.48 39.34 14.48 39.34 27.00 13.84 47.92 28.00 Biota lain Kondisi Terumbu Karang Lokasi Terumbu Karang No. Karang hidup Karang mati Sumber : Taslim Arifin, 2006

4.3.4 Keanekaragaman Hayati