Pendekatan Welfare Kesejahteraan Pemodelan ko-eksistensi pariwisata dan perikanan : analisis konvergensi - divergensi (KODI) di Selat Lembeh Sulawesi Utara

2.8 Pendekatan Welfare Kesejahteraan

Dampak sosial dari kawasan wisata diukur dengan menggunakan metode dampak kesejahteraan dari kegiatan pariwisata di pesisir. Salah satu hal yang paling mendasar dari setiap pengembangan model sumberdaya alam adalah seberapa besar dampak kesejahteraan yang ditimbulkan dari ekstraksi dan depresiasi sumberdaya alam itu sendiri. Pada kebanyakan model yang konvensional, dampak kesejahteraan ini tidak secara eksplisit dimasukan ke dalam model. Pada model konvensional kesejahteraan diukur dari manfaat social social benefit yang dihasilkan dari sumberdaya alam. Pengukuruan ini sifatnya ex-ante sehingga sulit untuk digunakan mengukur kesejahteraan dari kerusakan lingkungan dan depresiasi sumberdaya yang sifatnya ex-post. Menurut Fauzi 2004 bahwa pada model kerusakan lingkungan dan depresiasi, dampak kesejahteraan welfare effect diukur berdasarkan perubahan surplus ekonomi yang terjadi. Surplus ekonomi pada dasarnya merupakan selisih antara manfaat kotor yang diterima dari ekstraksi sumberdaya alam, dalam hal ini kegiatan pariwisata bahari, dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengekstraksi sumberdaya tersebut. Dengan kata lain manfaat ekonomi menempatkan nilai moneter terhadap kesejahteraan masyarakat dari mengkonsumsi dan mengeksploitasi sumberdaya alam dan menguranginya dengan biaya sosial yang ditanggung masyarakat. Pendekatan kesejahteraan digunakan untuk mengukur aspek equity atau kesetaraan dalam konteks ko-eksistensi antara kegiatan wisata dengan kegiatan ekonomi pesisir lainnya seperti perikanan maupun budidaya laut mari-kultur. Jika kegiatan wisata misalnya memberikan dampak positif terhadap kegiatan perikanan maka akan terukur dari peningkatan kesejahteraan nelayan dalam bentuk peningkatan surplus produsen dari nelayan itu sendiri. Sebaliknya jika ko- eksistensi antara nelayan dan wisata memberikan dampak negative terhadap nelayan maka akan terlihat pula dari penurunan kesejahteraan mereka dengan menurunnya surplus produsen. Untuk mengukur perubahan kesejahteraan maka dua variable yang sering dijadikan alat ukur adalah surplus konsumen dan surplus produsen. Surplus konsumen menggambarkan perubahan kesejahteraan yang dialami oleh stakeholder lainnya yang tidak terkait langsung dengan kegiatan perikanan. Jadi jika dengan adanya wisata masyarakat merasakan kemudahan dalam hal akses maupun ketersediaan barang dan jasa, maka akan tergambar dari meningkatnya kesejahteraan mereka dengan meningkatnya surplus konsumen yang diperoleh. Surplus produsen di sisi lain mengukur perubahan kesejahteraan yang terjadi dari kegiatan langsung antara pariwisata dan perikanan. Misalnya saja jika dengan adanya pariwisata, harga ikan yang diterima oleh nelayan lebih besar daripada dengan tidak adanya pariwisata maka surplus produsen nelayan akan bertambah yang menunjukkan bahwa kesejahteraan mereka akan bertambah. Dengan kata lain, pendekatan kesejahteraan ini dapat dijadikan salah satu tolok ukur bagaimana pengembangan pariwisata jika harus berdiri bersama-sama dengan kegiatan berbasis sumber daya pesisir lainnya. Pengukuran surplus produsen dan konsumen secara teknis dapat dijelaskan sebagai berikut ini. kuantitas harga p1 p2 D A B C S q1 q2 D E q0 kuantitas harga p1 p2 D A B C S q1 q2 D E q0 Gambar 3 Kurva perkiraan perubahan kesejahteraan. Surplus konsumen dapat dilihat dari gambar di atas dengan melihat kurva permintaan D dan tingkat harga p1 dan p2. Dimisalkan bahwa permintaan ikan sebelum adanya pariwisata dengan harga sebesar p1. Pada tingkat harga ini jumlah yang dibeli adalah sebesar q1. Jika kemudian dengan adanya pariwisata, harga ikan meningkat sebesar p2, maka jumlah yang dibeli akan berkurang sebesar q2. Sehingga daerah surplus konsumen yang tadinya merupakan daerah segitiga p1AC menjadi p2BC. Dengan kata lain terjadi perubahan surplus sebesar p1ABp2. Perubahan surplus konsumen ini merupakan dampak kesejahteraan yang dirasakan secara tidak langsung oleh masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam pariwisata. Bagi masyarakat yang terlibat langsung dengan pariwisata seperti nelayan maka dapat digambarkan dari kurva suplai S dan perubahan harga p1 dan p2. Jika sebelum adanya pariwisata maka kesejahteraan nelayan diperoleh sebesar daerah DEp1. Daerah ini diperoleh karena ketika tidak ada pariwisata, dengan harga p1 maka nelayan akan menjual ikan sebesar qo. Sementara ketika ada pariwisata maka kenaikan harga menyebabkan nelayan memperoleh surplus sebesar DBp2 karena jumlah ikan yang akan dijual meningkat dari qo menjadi q2. Daerah ini lebih besar dari daerah sebelumnya sehingga dengan adanya pariwisata terjadi perubahan surplus produsen sebesar p1EBp2. Perubahan surplus produsen ini merupakan dampak kesejahteraan langsung yang diterima oleh nelayan akibat meningkatnya harga ikan yang diterima oleh nelayan.

2.9 Teori Pertumbuhan dan Konvergensi