4.6.2 Peran Sub Sektor Perikanan Terhadap Perekonomian Sulawesi Utara
Seperti di ketahui bahwa sejak pertengahan tahun 1997 Indonesia telah dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan, dan telah berdampak terhadap
perekonomian secara keseluruhan tidak terkecuali perkembangan perekonomian di Propinsi Sulawesi Utara. Pertumbuhan ekonomi terakhir di Sulawesi Utara
yang direfleksikan dengan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto PDRB yang didasarkan atas harga konstan tahun 1993, maka perkembangan
selama 10 tahun terakhir 1994 – 2003 mengalami pertumbuhan. Secara grafis perkembangan PDRB Sulawesi Utara selama periode 1983 – 2003 dapat dilihat
pada Gambar 21 berikut ini.
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Tahun To
ta l P
D R
B M
ily a
r R
u p
ia h
20 40
60 80
100 120
140 160
180 200
P D
R B
P e
r ika
na n
Mi ly
a r
Ru p
ia h
Total Perikanan
Gambar 21 Perkembangan PDRB total dan PDRB perikanan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 1993 – 2003.
Dari Gambar 21 di atas dapat dilihat bahwa selama periode 10 tahun terakhir PDRB Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang tidak besar.
Memasuki krisis ekonomi pada tahun 1997, PDRB Sulawesi Utara tahun 1998 mengalami penurunan hanya 2 persen dari tahun sebelumnya. Dan secara
bertahap perekonomian Sulawesi Utara mulai bergerak lagi secara perlahan, dimana pada tahun 2003 telah mencapai Rp. 3 671 883 juta.
Kemudian apabila dicermati lebih lanjut, walaupun secara PDRB Total selama periode 1994 – 2003 hanya mengalami pertumbuhan sedikit, tidak
demikian halnya pada PDRB sub sektor perikanan.
Teknologi Penangkapan yang digunakan
Seperti telah diuraikan diatas bahwa kegiatan penangkapan di Selat Lembeh merupakan kegiatan perikanan tradisional dengan menggunakan perahu tanpa
motor dan perahu dengan motor tempel. Alat penangkap yang digunakan nelayan di Kota Bitung, khususnya di Selat Lembeh adalah :
Pajeko Soma Giob Pukat Cincin
Pukat cincin telah sejak lama dikenal di Indonesia walaupun dengan nama dan kontruksi yang sedikit berbeda, seperti pukat langgar, pukat senangin
Sumatera Utara, Timur sampai Aceh; gae Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur dan giob Sulawesi Utara. Berbeda dengan pukat lainnya tersebut, soma
giob ini tidak lagi berbentuk empat persegi panjang tetapi sudah mirip pukat cincin yang sekarang sedang berkembang dan banyak dijumpai baik di pantai
Utara Jawa, pantai Selatan maupun daerah perikanan lain di luar Jawa. Subani Barus 1989. Operasional Penangkapan ikan dengan soma giob atau pajeko,
biasanya digunakan dengan perahu berukuran 9 m, lebar 1.3 m, dalam 1 m, adapun jumlah tenaga kerja yang diperlukan sebanyak 14 – 15 orang.
Penangkapan dengan pajeko semula dikhususkan untuk ikan roa julung-julung. Pada umumnya penangkapan dilakukan pada siang hari dengan lebih dulu
mencari gerombolan ikan setelah ditemukan sekumpulan ikan kemudian dilakukan penangkapan dengan pajeko tersebut. Hasil tangkapan yang didapat
terutama adalah ikan roa Hemiramphus spp dan malalugis Layang.
Tabel 10 Perkembangan jumlah unit tangkap perikanan menurut jenis alat tangkap di kota Bitung tahun 2002-2004
No. Jenis alat Tangkap
2002 2003
2004
1 Payang 4
45 45
2 Pkt Pantai 112
96 96
3 Pkt Cincin 130
109 109
4 JI Hanyut 100
104 104
5 JI Tetap 175
167 167
6 B Perahurakit 46
40 40
7 J angkat lain 15
15 15
8 Huhate 58
159 159
9 P Tonda 86
89 89
10 Rawai Tuna 83
116 116
11 Sero 9
94 9
12 Bubu 75
79 79
13 Lain-lain 35
4 31
Jumlah 928
1117 1144
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Utara
Tahun
4
20 40
60 80
100 120
140 160
180 200
Pa ya
ng Pk
t P an
ta i
Pk t Ci
nc in
JI H an
yu t
JI Te
tap B P
er ah
u rak
it J a
ng kat
lai n
H uha
te P T
on da
Ra w
ai T
un a
Se ro
B ubu
La in
-la in
Jenis Alat Tangk ap Un
it
2002 2003
2004
Gambar 22 Perkembangan jumlah unit penangkap perikanan menurut jenis alat tangkap di kota Bitung tahun 2002- 2004.
Tabel 11 Data industri perikanan di kota Bitung
Koordinat Kecamat
an Lokasi
Desa LU BT
Jenis Pabrik
Jumlah Karyawan
Bentuk Bangunan
Bitung Tengah
Manembo- nembo bawah
1 25’40.8”
125 7’32.52
Pengalengan ikan
250 Permanen Wangurer
1 26’28.68” 125
8’48.84 Minyak
kelapa 200 Permanen
1 26’22.2”
125 8’54.96 Ikan
Kayu 250 Permanen 1
25’40.8” 125
7’32.52 - 250 Permanen Madidir
1 26’423.64
” 125
9’5.4 Ikan Beku
300 Permanen 1
26’25.04” 125
9’8.64 Ikan Kayu 300 Permanen
Madidir 1
26’25.8” 125
9’19.8 Ikan Kaleng
300 Permanen Madidir
1 26’24.36” 125
9’25.92 Ikan Kaleng
250 Permanen Madidir weru
1 26’41.64” 125
10’32.52 Pabrik Seng 250 Permanen
Madidir weru 1
26’31.2” 125
10’31.8 PabrikMie 300 Permanen Bitung
Timur Pateten Satu 1
26’40.2” 125 11’40.92
Minyak kelapa
200 Permanen Winenet satu
1 26’45.96” 125
12’11.16 Galangan
Kapal 200 Permanen
1 26’45.24”
125 12’18
Galangan Kapal
200 Permanen Aertembaga
1 26’45.96” 125
12’23.76 Galangan
Kapal 200 Permanen
1 26’52.8” 125
12’28.44 Pelelangan
ikan 200 Permanen
1 27’7.92” 125
12’32.76 Galangan
Kapal 200 Permanen
1 27’38.52” 125
12’56.16 Galangan
kapal 200 Permanen
1 27’33.48” 125
13’10.56 Galangan
kapal 200 Permanen
1 27’38.52
” 125
13’20,2 8
Galangan Kapal
200 Permanen
Sumber : PPPIK
4.6.3 Pariwisata